Nabi Muhammad saw

Prioritas: aa, Kualitas: b
Dari wikishia
(Dialihkan dari Nabi Islam saw)
Muhammad bin Abdillah
Nabi Allah
Kubah Hijau Masjid Nabawi, Haram Nabi Muhammad saw
Lahir• menurut pendapat masyhur Syiah: 17 Rabiul Awwal
• menurut pendapat masyhur Ahlusunah: 12 Rabiul Awwal
Tempat LahirMekah, Arab Saudi
Tanggal Wafat28 Safar 11 H
Tempat WafatMadinah, Arab Saudi
Tempat dimakamkanMadinah, Arab Saudi,
24°28′1.958″N 39°36′40.071″E / 24.46721056°N 39.61113083°E / 24.46721056; 39.61113083
PenerusAli bin Abi Thalib (a)
(sebagai Imam pertama Syiah)
AyahAbdullah bin Abdul Muththalib
IbuAminah binti Wahb
Istri-istri
Istri-istri Tanggal Nikah
Khadijah595
Saudah(sebelum Hijrah)
Aisyah(1, 2, atau 4 H)
Hafsah(3 H/624)
Zainab (binti Khuzaimah)(3 H/624)
Ummu Salamah(4 H/625)
Zainab (binti Jahsy)(5 H/626)
Juwairiyah(5 H atau 6 H)
Ummu Habibah(6 atau 7 H)
Mariya Qibthiyah(7 H/628)
Shafiyah(7 H/628)
Maimunah(7 H/628)
Anak Laki-lakiQasimAbdullahIbrahim
Anak PerempuanZainabRuqayyahUmmu KultsumFatima sa
LakabAmin •Musthafa •Rasulullah •Habibullah •Shafiyullah •Sayid al-Mursalin •Khatam al-Nabiyyin •Nabi al-Ummi •Rahmatan lil Alamin

Muhammad bin Abdillah bin Abdul Muththalib bin Hasyim (bahasa Arab:محمد بن‌عبداللّه بن‌عبدالمطّلب بن‌هاشم) lahir pada Tahun Gajah, bertepatan dengan tahun 570 di kota Makkah dan wafat pada 11 H/632 di kota Madinah. Nabi Besar Islam Muhammad saw termasuk dari salah seorang nabi Ulul Azmi dan sebagai nabi Allah yang terakhir, sebagai pengemban Alquran yang merupakan mukjizat utamanya. Ia mengajak umat manusia untuk berakhlak dan menyembah Allah Yang Esa. Ia adalah seorang pemimpin bijaksana, perintis syariat, pembaharu umat dan juga termasuk seorang panglima perang.

Walaupun ia lahir di tengah-tengah masyarakat Arab yang musyrik, namun selama hidupnya, ia senantiasa menjauhkan diri dari penyembahan patung-patung berhala serta menjaga dirinya dari perbuatan-perbuatan buruk yang pada saat itu menjadi tradisi dalam masyarakat Arab Jahiliyah, Sampai pada akhirnya, di saat ia berusia 40 tahun, Allah melantiknya menjadi seorang Nabi. Pesan terpentingnya adalah mengajak umat manusia untuk bertauhid dan menyempurnakan akhlak. Walaupun kaum Musyrikin Makkah selama bertahun-tahun berlaku buruk kepadanya dan menyiksa sebagian dari pengikutnya, namun ia dan para pengikutnya sama sekali tidak melepaskan diri dari Islam. Setelah selama 13 tahun berdakwah di Makkah, akhirnya ia berhijrah ke Madinah. Hijrahnya ke Madinah adalah awal permulaan penanggalan Islam. Ia di Madinah telah menghadapi beberapa peperangan dengan pihak kaum Musyrikin yang akhirnya kemenangan berada di tangan kaum Muslimin.

Nabi saw dengan usaha dan jerih payahnya telah mengubah masyarakat Arab Jahiliyah dalam waktu yang singkat menjadi masyarakat yang bertauhid. Di masa hidupnya hampir seluruh masyarakat di semenanjung Arab telah memeluk Islam sebagai agama mereka. Dan pada periode selanjutnya hingga kini perkembangan Islam semakin terus berlanjut dan kini menjadi sebuah agama yang mendunia dan terus berkembang. Nabi saw telah berpesan kepada kaum Muslimin bahwa sepeninggalnya, hendaklah mereka berpegang teguh pada Alquran dan Ahlulbaitnya (lihat:Hadis Tsaqalain) dan jangan sampai terpisah dari keduanya. Hal tersebut disampaikannya dalam berbagai kesempatan, di antaranya pada peristiwa Ghadir, saat Imam Ali as dilantik sebagai khalifah sepeninggalnya kelak.

Nasab, Julukan dan Gelar

Silsilah keluarga Nabi saw
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
Qushay
wafat: 400 M
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
Abdul Uzza
 
 
 
 
 
 
 
 
Abdu Manaf
wafat: 430 M
 
 
 
 
 
 
 
Abd al-Dar
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
Asad
 
 
 
Muththalib
 
 
Hasyim
wafat: 464 M
 
 
 
Nawfal
 
'Abd Shams
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
Khuwaylid
 
 
 
 
 
 
 
 
Abdul Muththalib
wafat: 497 M
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
Al-'Awwam
 
Khadijah Sa
 
Hamzah
 
 
Abdullah
lahir: 545 M
 
 
 
Abu Thalib
 
Abbas
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
Zubair
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
Nabi Muhammad saw
lahir: 571 M
 
Ali as
llahir: 599 M
 
'Aqil
 
Ja'far
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
Fatimah binti Muhammad sa
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
Muslim
 
Abdullah
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
Hasan as
lahir: 625 M
 
 
 
 
 
 
Husain as
lahir: 626 M
 
 
Zainab sa
lahir: 627 M
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

Muhammad bin Abdillah bin Abdul Muththalib (Syaibah al-Hamd,'Amir) bin Hasyim ('Amr al-'Ula) bin Abdu Manaf (Mughirah) bin Qushai (Za'id) bin Kilab (Hakim) bin Murrah bin Ka'ab bin Luay bin Ghalib bin Fihr (Quraisy) bin Malik bin Nadhr (Qais) bin Kinanah bin Khuzaimah bin Mudrikah ('Amr) bin Ilyas bin Mudhir bin Nizar (Khuldan) bin Ma'adda bin Adnan. Salam atas mereka. [1] Ibu Nabi Besar Islam adalah Aminah binti Wahb bin Abdu Manaf bin Zuhrah bin Kilab. Alamah Majlisi berkata, Syiah Imamiyah sepakat secara ijma' atas keimanan Abu Thalib, Aminah binti Wahab dan Abdullah bin Abdul Muththalib dan kakek buyut Rasulullah sampai Nabi Adam as. [2]

Julukan dan Gelar

Nama-nama panggilan Nabi besar Islam adalah Abul Qasim dan Abu Ibrahim. [3] Sebagian gelar-gelarnya adalah: al-Musthofa, Habibullah, Shafiullah, Ni'matullah, Khairu Khalqillah, Sayidul Mursalin, "Khatam al-Nabiyin", "Rahmatan lil Alamin" dan Nabi al-Ummi. [4]

Kelahiran dan Masa Kecil

Kelahiran

Tahun kelahiran Nabi Muhammad saw tidak bisa diketahui dengan pasti. Ibnu Hisyam dan yang lainnya menulis bahwa tanggal kelahirannya terjadi pada Tahun Gajah; tetapi secara pasti tidak dapat juga ditentukan bahwa sebenarnya kapan dan pada tahun apa peristiwa perang gajah terjadi. Mengingat bahwa para sejarawan menulis tentang hari wafat Nabi Muhammad saw pada tahun 632, dan ketika wafat ia berumur 63 tahun, maka tahun kelahirannya dapat diperkirakan sekitar tahun 569- 570. [5]

Hari kelahiran Nabi besar Islam menurut pendapat masyhur Syiah adalah 17 Rabiul Awwal dan menurut pendapat masyhur Ahlusunah adalah 12 Rabiul Awwal.[6]

Nabi lahir di kota Makkah. Sebagian referensi meyakini bahwa tempat kelahirannya adalah Syi'ib Abi Thalib di rumah Muhammad bin Yusuf [7]

Masa Kecil

Alquran menegaskan bahwa Nabi Muhammad saw masa kecilnya berlalu dalam keadaan yatim dan banyak dari sumber-sumber sejarah yang juga membuktikan hal tersebut. [8] Abdullah, ayah Muhammad saw, beberapa bulan setelah melakukan pernikahan dengan Aminah binti Wahb, kepala suku dari kabilah bani Zuhrah, pergi untuk melakukan perjalanan dagang ke Syam dan ketika pulang ia meninggal dunia di kota Yastrib. Sebagian para sejarawan menulis bahwa Abdullah meninggal dunia beberapa bulan setelah kelahiran Muhammad saw. Selanjutnya Muhammad saw menjalani masa penyusuannya pada seorang perempuan bernama Halimah, dari kabilah bani Sa'ad.

Di saat Muhammad berusia 6 tahun 3 bulan (dan menurut sebagian 4 tahun), ibunya Sayidah Aminah, telah membawanya ke Yatsrib untuk berkunjung ke rumah sanak dan familinya (dari pihak ibu Abdul Muththalib dari kabilah Bani Ady bin Najjar). Dan dalam perjalanan pulang ke Makkah, Sayidah Aminah meninggal dunia di daerah bernama Abwa' dan dipusarakan di sana. Sayidah Aminah ketika wafat berusia 30 tahun. [9] Setelah Sayidah Aminah wafat, Abdul Muththalib, kakek Nabi dari pihak ayah yang kemudian bertanggung jawab untuk mengasuh dan membesarkannya. Di usianya yang ke 8 tahun, Abdul Muththalib mengucapkan salam terakhirnya pada dunia dan Muhammad pun berada di bawah asuhan pamannya Abu Thalib. [10]

Pra Bi'tsah

Berkenaan dengan kehidupan Nabi Muhammad saw banyak keterangan-keterangan dan penjelasan yang dimuat dalam teks-teks sejarah, dan peristiwa-peristiwa dan kejadian-kejadian yang berkaitan dengan kehidupannya tercatat lebih lengkap secara akurat dibandingkan dengan nabi-nabi lainnya. Namun meskipun demikian, masih ada beberapa hal yang belum jelas secara terperinci mengenai hal-hal partikular dari kehidupannya dan terkadang masih ada kesamaran-kesamaran dan perbedaan pendapat tentangnya.

Awal Perjalanan Ke Syam dan Ramalan Seorang Pendeta Nasrani

Para sejarawan menulis bahwa Muhammad ketika kecil pernah mengadakan perjalanan bersama Abu Thalib, pamannya ke Syam dan di pertengahan jalan pada sebuah tempat bernama Bashra seorang pendeta Nasrani bernama Buhaira melihat tanda-tanda kenabian pada dirinya. Ia pun berpesan kepada Abu Thalib untuk menjaga Muhammad dari bahaya gangguan kaum Yahudi sebagai musuhnya. Dikarenakan para rombongan telah menjauh dari Bukhaira, pendeta tersebut menahan Muhammad sejenak dan berkata kepadanya, "Aku bersumpah, demi Latta dan Uzza, apa yang aku tanyakan padamu, jawablah!" Muhammad saw menjawab, "Jangan bertanya kepadaku dengan nama Latta dan Uzza, karena sesungguhnya tidak ada yang lebih aku benci dari kedua nama tersebut." Kemudian Buhaira memberikan sumpah kepadanya dengan nama Allah swt.[11]

Hilf al-Fudhul

Dari peristiwa-peristiwa penting yang terjadi sebelum pernikahan Nabi Muhammad saw, adalah keikutsertaannya dalam sebuah perjanjian bernama Hilf al-Fudhul, di mana sebagian penduduk Mekah ketika itu juga ikut hadir dalam perjanjian tersebut supaya mereka "melindungi dari setiap orang yang terzalimi dan mengembalikan haknya". Nabi saw di kemudian hari memuji perjanjian ini dan mengatakan bahwa seandainya sekali lagi beliau diajak untuk mengadakan perjanjian semacam ini, beliau akan ikut serta. [12]

Perjalanan Kedua Menuju Ke Syam

Ketika Muhammad saw berumur 25 tahun, Abu Thalib berkata kepadanya: "Rombongan Quraisy sudah mulai bersiap-siap untuk berangkat ke Syam. Khadijah binti Khuwailid telah memberikan modal kepada sekelompok dari keluargamu supaya mereka berdagang untuknya dan bersekutu dalam keuntungan. Jika engkau mau dia juga akan menerimamu." Kemudian dia berkata dengan Khadijah dan ia menerimanya. Ibnu Ishaq meriwayatkan bahwa Khadijah telah mengenal Muhammad dengan kepercayaan dan kebesaran yang dimilikinya, kepadanya dipesankan: Jika engkau siap berdagang dengan hartaku, aku akan membayar sahammu lebih tinggi dari yang lain. [13]

Setelah perjalanan dagang inilah Khadijah dinikahi Muhammad saw.

Pernikahan

Nabi Muhammad saw menikah dengan Khadijah pada usia 25 tahun.[14] Khadijah menjalani kehidupannya dengan Nabi Muhammad kira-kira selama 25 tahun dan akhirnya pada tahun 10 kenabian ia meninggal dunia. Setelah Khadijah wafat, Nabi menikah dengan Saudah binti Zam'ah bin Qais. Dan istri-istri Nabi setelahnya adalah: Aisyah, Hafsah, Zainab binti Khuzaimah bin Harits, Ummu Habibah binti Abu Sufyan, Ummu Salamah binti Abu Umayyah Makhzumi, Zainab binti Jahsy, Juwairiyah binti Harits bin Abi Dhirar, Shafiyah binti Huyai bin Akhtab, dan Maimunah binti Harits bin Hazan dan Mariah binti Syam'un. [15]

Anak dan Keturunan

Khadijah Kubra adalah Ibu dari seluruh putra dan putri Rasulullah saw kecuali anak Nabi yang bernama Ibrahim. Karena Mariah adalah ibu bagi Ibrahim. Anak-anak Nabi saw selain Fatimah sa seluruhnya meninggal dunia di masa hidup Rasulullah, dan silsilah keturunannya hanya diteruskan oleh Sayidah Fatimah sa. Secara keseluruhan nabi memiliki 3 orang putra dan 4 orang putri. Dan mereka adalah:

  1. Qasim (putra sulung Rasulullah) yang meninggal dunia pada masa kanak-kanak di Makkah.
  2. Zainab, meninggal pada tahun 8 H di Madinah.
  3. Ruqayyah, meninggal pada tahun 2 H di Madinah.
  4. Ummu Kultsum, meninggal pada tahun 9 H di Madinah.
  5. Fatimah, syahid pada tahun 11 H di Madinah dan keturunan Rasulullah dapat terus langgeng hanya melaluinya.
  6. Abdullah, lahir di Mekah setelah Nabi diutus dan di kota itu pula meninggal dunia.
  7. Ibrahim, meninggal pada tahun 10 H di Madinah [16]

Pemasangan Hajar Aswad

Gambar Hajar Aswad di salah satu sudut Kakbah

Dalam pandangan kaum Arab, Rumah Allah, Kakbah pada masa jahiliah juga memiliki kehormatan tersendiri. Pernah pada suatu tahun, banjir besar terjadi hingga masuk ke dalam Kakbah dan merusak dinding-dinding rumah suci tersebut. Kemudian kaum Quraisy meninggikan dinding-dinding Kakbah, namun ketika mereka hendak memasang Hajar Aswad, terjadi perselisihan diantara para ketua suku kabilah. Para ketua dari setiap suku kabilah berkehendak mendapatkan kehormatan untuk melakukan hal tersebut. Akhirnya suasana pun memanas. Para pemuka suku menyediakan sebuah baskom yang berisi darah lalu memasukkan tangan mereka ke dalamnya. Hal ini adalah ibarat sumpah yang mengharuskan mereka untuk berperang sampai salah satu dari mereka menang. Akhirnya merekapun bersepakat bahwa orang pertama yang memasuki Masjid dari pintu bani Syaibah harus mereka terima sebagai juri dan apa saja yang dikatakannya harus dilakukan. Orang pertama yang memasukinya adalah Muhammad saw. Para pembesar Quraisy berkata dia adalah al-Amin seorang yang dipercaya, setiap keputusannya akan kami terima. Kemudian diceritakan kepadanya apa yang terjadi. Muhammad saw berkata:"Bentangkanlah satu kain" dan ketika hal itu telah dilakukan, kemudian ia meletakkan Hajar Aswad di tengah kain tersebut. Dan berkata: "Setiap kepala suku hendaklah memegang salah satu sudut kain." Ketika mereka memegang setiap sudut kain dan membawanya, kemudian beliau mengambil Hajar Aswad tersebut dan meletakkan di tempatnya dan keputusan ini telah mencegah sebuah pertikaian besar yang dapat menumpahkan darah. [17] Peristiwa ini menunjukkan kesuksesan Nabi Muhammad di tengah-tengah penduduk Mekah.

Bi'tsah

Goa Hira

Menurut pendapat masyhur Syiah Imamiah, pengutusan Nabi saw terjadi pada tanggal 27 Rajab. [18] Nabi Muhammad saw ketika mendekati tahun-tahun pengutusannya mulai mengasingkan diri dari keramaian masyarakat dan beliau mulai sibuk dengan beribadah kepada Tuhannya Yang Maha Esa. Sebulan sekali dalam setiap tahunnya ia mengasingkan diri ke sebuah gunung yang di situ ada sebuah gua bernama Hira dan di sana dia banyak beribadah dan di saat-saat inilah setiap pengemis yang datang kepadanya, ia memberikan makanan kepada mereka. Kemudian dengan berlalunya sebulan penghambaan beliaupun kembali ke Mekah. Dan sebelum pergi ke rumahnya, ia melakukan tawaf, mengitari Kakbah sebanyak tujuh kali atau lebih lalu pergi ke rumahnya. [19]

Di salah satu tahun pengasingannya di gua Hira, ia diutus dan dipilih Allah swt menjadi nabi. Muhammad saw dalam hal ini berkata: Malaikat Jibril datang menghampiriku dan berkata: Bacalah!. Aku berkata: "Aku tidak bisa membaca." Kemudian berkata lagi: Bacalah! Aku berkata: "Apa yang aku baca?" Ia berkata:

اقْرَ‌أْ بِاسْمِ رَ‌بِّكَ الَّذِي خَلَقَ﴿

"bacalah dengan nama Tuhanmu yang telah menciptakan."

Sebagaimana yang telah masyhur diketahui, beliau diutus menjadi nabi setelah berusia empat puluh tahun. [20]

Rasulullah saw dengan mendapatkan ayat-ayat permulaan surah Al-'Alaq sebagai ayat-ayat pertama yang turun kepadanya, dan setelah diutus menjadi nabi, dia kembali ke Mekah dan pergi ke rumahnya. Ada 3 orang yang tinggal di rumahnya: Khadijah, istrinya, Ali bin Abi Thalib anak pamannya dan Zaid bin Haritsah. [21] Nabi saw pertama mengajak keluarganya untuk mentauhidkan Tuhan dan orang pertama dari para wanita yang menyatakan keimanannya adalah Khadijah istrinya dan dari laki-laki anak pamannya Ali bin Abi Thalib as yang mana pada waktu itu ia berada dalam asuhan dan lindungan Nabi saw. [22] Dalam berbagai sumber madzhab-madzhab Islam lainnya, dari sebagian lainnya seperti Abu Bakar dan Zaid bin Haritsah merupakan orang-orang pertama yang masuk Islam. [23]

Meskipun dakwah dan ajakan pertama Nabi sangatlah terbatas, akan tetapi jumlah kaum muslimin semakin terus bertambah, dan dalam waktu singkat orang-orang yang masuk Islam pergi ke sekitar Mekah dan bersama Nabi saw mendirikan salat. [24]

Dakwah Terang-terangan

Setelah Muhammad saw sampai pada kenabian, ia selama tiga tahun berdakwah secara sembunyi-sembunyi. Akan tetapi, sebagian meyakini dengan melihat urutan penurunan ayat-ayat Alquran, bahwa jarak dakwah yang dilakukan secara umum dimulai tidak lama setelah pengangkatan dan pengutusannya menjadi nabi. Sebelum mengajak sanak famili, dakwah Nabi saw ketika itu dilakukan secara khusus. [25]

Pada permulaan, Nabi saw mengajak masyarakat untuk meninggalkan penyembahan patung berhala dan menyeru mereka untuk menyembah Tuhan Yang Esa. Pada mulanya semua salat hanya dua rakaat. Kemudian untuk mereka yang tinggal menetap, wajib mendirikan salat sebanyak empat rakaat dan untuk para musafir dua rakaat. Kaum muslimin ketika mendirikan salat dan beribadah kepada Tuhan, melakukannya secara sembunyi-sembunyi di celah-celah gunung dan di tempat-tempat yang jauh dari lalu lalang masyarakat.[26]

Sebagai suatu hal yang masyhur, bahwa ketika 3 tahun dari kenabian Nabi Muhammad berlalu, Allah swt memberikan perintah kepadanya untuk berdakwah ke tengah masyarakat dan mengajak mereka untuk menyembah Tuhan Yang Esa dengan firman-Nya:

﴾وَ أَنْذِرْ عَشيرَتَكَ الْأَقْرَبينَ وَ اخْفِضْ جَناحَكَ لِمَنِ اتَّبَعَكَ مِنَ الْمُؤْمِنينَ فَإِنْ عَصَوْكَ فَقُلْ إِنِّي بَري‏ءٌ مِمَّا تَعْمَلُونَ﴿
"Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat, dan rendahkanlah dirimu terhadap orang-orang yang mengikutimu, yaitu orang-orang yang beriman. Jika mereka mendurhakaimu maka katakanlah:" Sesungguhnya aku tidak bertanggung jawab terhadap apa yang kamu kerjakan"

Ibnu Ishaq menulis, setelah ayat–ayat tersebut turun, Nabi saw berkata kepada Ali as:

"Hai Ali, Allah berfirman kepadaku supaya aku mengajak sanak kerabat dan familiku untuk menyembahNya, maka potonglah seekor kambing, sediakanlah beberapa potong roti dan beberapa liter susu. Kemudian Ali as pun melakukan apa yang dikatakan Rasulullah dan pada hari itu sekitar 40 orang dari anak keturunan Abdul Muththalib datang dan semuanya merasa kenyang dari makanan yang telah dihidangkan. Namun begitu Rasulullah hendak memulai pembicaraannya, Abu Lahab berkata, dia telah menyihir kalian semua. Majelis pun bubar. Kemudian di hari yang lain, Rasulullah saw kembali mengundang mereka dan berkata: "Hai anak keturunan Abdul Muththalib! Aku tak menduga ada dari orang Arab yang membawa sesuatu kepada kaumnya lebih baik dari apa yang aku bawa kepada kalian. Aku membawa kalian kepada dunia dan akhirat.". [27]

Thabari menulis:

"Ketika Rasulullah menyampaikan dakwahnya kepada sanak kerabat dan familinya, beliau berkata: "Siapa diantara kalian yang menolong dan membantuku dalam perkara ini sehingga ia akan aku jadikan saudaraku, washiku dan khalifahku di tengah-tengah kalian?" Semua diam dan Ali as berkata: "Ya Rasulullah, dia adalah aku." Nabipun bersabda: "Ini adalah washiku, dan khalifahku di tengah-tengah kalian; dengarlah kata-katanya dan ambillah perintah darinya." [28] Para ahli sejarah lainnya dan penulis-penulis sejarah juga membawakan hadis ini, dan ia termasuk dari hadis-hadis terkenal. [29]

Permusuhan Quraisy dan Konsekuensinya

Akidah Syiah
‌Ma'rifatullah
TauhidTauhid DzatiTauhid SifatTauhid Af'alTauhid Ibadah
FurukTawasulSyafa'atTabarruk
Keadilan Ilahi
Kebaikan dan keburukanBada'Amrun bainal Amrain
Kenabian
KeterjagaanPenutup KenabianNabi Muhammad SawIlmu GaibMukjizatTiada penyimpangan Alquran
Imamah
Keyakinan-keyakinanKemestian Pelantikan ImamIsmah Para ImamWilayah TakwiniIlmu Gaib Para ImamKegaiban Imam Zaman asGhaibah SughraGhaibah KubraPenantian Imam MahdiKemunculan Imam Mahdi asRaj'ah
Para Imam
  1. Imam Ali
  2. Imam Hasan
  3. Imam Husain
  4. Imam Sajjad
  5. Imam Baqir
  6. Imam al-Shadiq
  7. Imam al-Kazhim
  8. Imam al-Ridha
  9. Imam al-Jawad
  10. Imam al-Hadi
  11. Imam al-Askari
  12. Imam al-Mahdi
Ma'ad
Alam BarzahMa'ad JasmaniKebangkitanShirathTathayur al-KutubMizanAkhirat
Permasalahan Terkemuka
AhlulbaitEmpat Belas Manusia SuciTaqiyyahMarja' Taklid


Ketika para pembesar Quraisy merasa khawatir dengan jumlah kaum muslimin yang kian bertambah, mereka datang menghadap Abu Thalib paman dan pelindung Nabi saw dan meminta kepadanya untuk menahan dakwah yang dimulai oleh keponakannya itu. Suatu hari mereka meminta kepadanya supaya Muhammad saw diserahkan kepada mereka untuk mereka bunuh dan sebagai penggantinya, dia berhak mengambil 'Umarah bin Walid seorang pemuda tampan dan menurut keyakinan mereka juga pintar. Abu Thalib berkata, "Aku harus menyerahkan anakku untuk kalian bunuh dan aku mendidik anak kalian? Alangkah sulit tugas itu." [30]

Kaum Quraisy dikarenakan terikat perjanjian dengan kabilah-kabilah lain, mereka tidak dapat mencelakai Nabi secara jiwa, karena jika hal itu terjadi maka mereka akan berhadapan dengan Bani Hasyim, dan kemungkinan ada hal-hal lain yang dapat menimpa mereka yang mungkin akan mempersulit mereka. Oleh karena itu, pertentangan mereka kepada Nabi hanya sebatas menjelek-jelekkan Nabi dan mencelakainya saja. Namun sikap mereka kepada orang-orang yang baru masuk Islam yang tidak mempunyai pelindung, mereka benar-benar menyiksanya. [31]

Kaum Quraisy sekali lagi datang menghadap Abu Thalib dan mereka meminta kepadanya untuk mencegah anak saudaranya itu untuk tidak menindaklanjuti langkah yang telah ia ambil. Kemudian Abu Thalib menyampaikan hal tersebut kepada anak saudaranya itu dan Nabi saw menjawab:

"Demi Allah, jika mereka meletakkan matahari di tangan kananku dan bulan di tangan kiriku aku tidak akan melepaskan ajakanku ini." Abu Thalib pun berkata, "Sekarang jika demikian yang kau kehendaki, maka teruskanlah apa yang hendak kau lakukan dan aku tidak akan membiarkan mereka mencelakaimu." Sejak saat itulah kaum Quraisy tidak segan-segan dan lebih serius untuk selalu berupaya menindasnya dan para pengikutnya. [32]

Hijrah Kaum Muslimin ke Habasyah

Dengan semakin bertambahnya jumlah kaum muslimin, permusuhan dan pertentangan kaum Quraisy kepada Muhammad saw pun semakin tajam. Namun Muhammad berada dalam lindungan Abu Thalib dan karena adanya perjanjian diantara suku-suku, maka mereka tidak mampu mencelakai Nabi secara fisik. Akan tetapi mereka tak sedikit pun eggan menindas dan menyakiti para pengikutnya terutama mereka yang tidak memiliki pelindung. Penindasan yang dilakukan terhadap orang-orang yang baru masuk Islam bagi Nabi adalah hal yang sangat menyakitkan hatinya dan membuatnya berduka cita. Dengan terpaksa akhirnya Nabi menyuruh mereka untuk berhijrah ke negeri Habasyah seraya berkata kepada mereka: "Di negeri sana ada seorang raja yang tidak pernah menganiaya dan menindas seorangpun, pergilah kalian ke sana dan tinggallah di sana sampai Allah swt membebaskan kalian dari musibah ini."

Ketika kaum Quraisy mengetahui bahwa orang-orang yang baru masuk Islam ini ingin pergi berhijrah ke Habasyah, mereka mengirim Amr bin Ash dan Abdullah bin Abi Rabi'ah menghadap Najasyi raja Habasyah supaya mengembalikan orang-orang yang akan berhijrah ke negerinya itu. Najasyi setelah mendengar omongan perwakilan Quraisy dan jawaban kaum muslimin, ia menolak untuk menyerahkan orang-orang muslim tersebut kepada perwakilan Quraisy. Dengan demikian, perwakilan Quraisy kembali ke Mekah dengan tangan hampa. [33]

Pengepungan Bani Hasyim

Setelah perkembangan Islam yang meningkat di Mekah, dan juga melihat penolakan raja Najasyi untuk mengembalikan orang-orang yang baru masuk islam yang berhijrah ke Habasyah, akhirnya orang-orang Quraisy menekan Muhammad saw dan bani Hasyim dari sisi ekonomi dan sosial. Mereka menulis surat perjanjian dan berjanji untuk tidak memberikan anak perempuan kepada anak keturunan Hasyim dan Abdul Muththalib atau tidak mengambil anak perempuan dari mereka, tidak menjual sesuatu kepada mereka dan tidak membeli sesuatu dari mereka. mereka menggantungkan surat perjanjian itu di tembok Kakbah. kemudian setelah itu, bani Hasyim dan bani Abdul Muththalib terpaksa menjalani kehidupan mereka di lembah yang bernama Syi'b Abi Yusuf yang kemudian dikenal dengan nama Syi'b Abi Thalib. [34]

Pengepungan atau pengasingan bani Hasyim berlanjut selama 2 atau 3 tahun. Dalam jangka waktu tersebut mereka benar-benar hidup dalam kesulitan yang sangat berat. Beberapa orang dari sanak famili mereka, secara diam-diam pada malam hari mengantarkan tepung gandum dan makanan lainnya kepada mereka. Pada suatu malam, Abu Jahal yang benar-benar memusuhi bani Hasyim, mengetahui hal tersebut. Iapun menghadang dan menghalangi Hakim bin Hizam yang biasa membawa barang berupa tepung gandum untuk Khadijah. Beberapa orang ikut campur tangan dan bangkit menegur perbuatan Abu Jahal. Sedikit demi sedikit beberapa kelompok dari mereka menyesali tindakan yang mereka lakukan dan mulai bangkit mendukung bani Hasyim dan mengatakan bahwa mengapa bani Makhzum hidup dalam kenikmatan sedangkan putra-putra Hasyim dan Abdul Muththalib hidup dalam kesengsaraan.

Akhirnya mereka berkata, surat perjanjian yang telah diputuskan tersebut harus dimusnahkan. Sekelompok dari orang-orang yang ikut dalam perjanjian tersebut berencana untuk merobek surat perjanjian tersebut. Dalam catatan riwayat Ibnu Hisyam dari Ibnu Ishaq dituliskan bahwa ketika mereka mengecek surat perjanjian, mereka melihat bahwa surat tersebut sudah dimakan rayap dan yang tersisa hanya tulisan "باسمک اللهم" . [35]

Ibnu Hisyam menulis: Abu Thalib pergi dan berkata kepada kaum Quraisy:

Anak saudaraku berkata bahwa surat perjanjian yang kalian tulis telah dimakan rayap dan yang tersisa hanya tulisan yang ada nama Tuhan; maka lihatlah, jika perkataannya benar maka batalkanlah pengepungan kalian kepada kami dan jika dia berkata bohong, dia akan aku serahkan kepada kalian. Ketika mereka mengecek surat perjanjian itu, mereka melihat rayap telah memakan semua kertas itu hanya nama Tuhan yang tertinggal. Dengan demikian, perjanjian pengepuan bani Hasyim pun batal dan mereka pun keluar dari lembah Syi'b Abi Thalib. [36]

Peristiwa Isra' dan Mi'raj

Isra' dan mi'raj adalah perjalanan Rasulullah saw di suatu malam dari Mekah menuju Masjid al-Aqsha dan dari situ beliau naik ke langit. Syiah dan Ahlusunah - berdasarkan ayat dan riwayat mutawatir - tidak berselisih pendapat tentang terjadinya peristiwa mi'raj; namun mereka berselisih pendapat tentang perincian- perinciannya, seperti waktu, tempat, berapa kali, tata cara, fisik atau spiritualnya. Peristiwa ini terjadi pada periode terakhir menetapnya Rasulullah saw di Mekah. Rasulullah dalam mi'raj melihat ayat-ayat Allah dan roh-roh sebagian para nabi yang mulia.

Perjalanan ke Thaif

Tidak lama setelah keluarnya Nabi saw dari lembah Syi'b Abi Thalib, dua orang dari pendukung setianya, Khadijah dan Abu Thalib meninggal dunia. Nabi saw pergi melakukan perjalanan ke Thaif untuk menarik simpati penduduk kota tersebut. Namun penduduk masyarakat Thaif tidak bertindak baik kepada Nabi dan iapun kembali ke Mekah. [37]

Hijrah ke Madinah

Persiapan-persiapan Hijrah

Baiat 'Aqabah Pertama

6 orang dari kabilah Khazraj di tahun ke 11 kenabian, menemui Nabi pada musim haji dan Nabi menawarkan ajaran agamanya kepada mereka. Kemudian mereka mengikat janji dengan Nabi saw untuk menyampaikan pesan Muhammad saw kepada penduduk masyarakatnya. Dan pada tahun berikutnya, ketika musim haji 12 orang dari penduduk Madinah berbaiat kepada Nabi Muhammad saw di sebuah tempat yang bernama Aqabah. Baiat mereka berisikan beberapa hal berikut: Mereka tidak menyekutukan Tuhan, tidak mencuri, tidak berzina dan tidak membunuh anak-anak mereka, tidak menuduh seseorang, menaati segala perbuatan baik yang diperintahkan Muhammad saw. Nabi saw mengutus seorang da'i bernama Mus'ab bin Umair untuk datang ke Yatsrib bersama mereka, dengan tujuan untuk mengajarkan Alquran kepada penduduk setempat dan menyeru mereka untuk memeluk agama Islam. Sekaligus ingin mengetahui keadaan kota dan sebesar mana sambutan penduduk Yastrib terhadap Islam. [38]

Baiat 'Aqabah Kedua

Tahun 13 dari kenabian, pada musim haji, 73 orang terdiri dari laki-laki dan perempuan dari kabilah Khazraj, setelah menyelesaikan manasik haji, mereka berkumpul di Aqabah. Rasulullah bersama dengan pamannya, Abbas bin Abdul Muththalib datang ke hadapan mereka.

Para ahli sejarah menulis bahwa:

Pembicara pertama ketika itu adalah Abbas, ia berkata, "Wahai kaum Khazraj! Muhammad adalah dari kami, dan segala sesuatu yang mampu kami lakukan untuk menjaganya dari perbuatan jahat penduduk telah kami lakukan. Sekarang, dia berkehendak datang di sisi kalian dan hidup bersama kalian jika kalian mampu melindunginya dan menjaganya dari kejahatan orang-orang yang menentangnya, hal itu adalah hal yang sangat baik dan jika tidak demikian, maka dari sejak saat ini tinggalkanlah dia."

Mereka dalam menjawab pernyataan Abbas berkata:

"Kami semua telah mendengar apa yang engkau katakan, maka sekarang giliranmu wahai Rasulullah, katakanlah apa yang terbaik yang ada padamu dan Tuhanmu!"

Nabi saw kemudian membaca beberapa ayat dari Alquran dan kemudian berkata, "Aku akan berbaiat dengan kalian bahwa kalian akan melindungiku seperti salah satu orang dari kalian."

Para delegasi dari penduduk Madinah berbaiat kepadanya dan berikrar bahwa mereka memusuhi orang yang memusuhi Rasulullah, dan mencintai orang yang mencintainya. Merekapun bertekad. Siapapun yang memerangi Rasulullah, mereka akan bangkit memeranginya.

Dengan demikian, baiat tersebut disebut dengan baiat al-Harb. Maka setelah pembaiatan tersebut, Nabi memberikan izin kepada kaum muslimin untuk pergi ke kota Yatsrib. Dalam sejarah Islam, mereka yang datang dari Mekah ke Madinah dikenal dengan sebutan Muhajirin dan mereka yang berada di Madinah menyambut kedatangan para muhajirin dinamakan kaum Anshar. [39]

Konspirasi Dar al-Nadwah

Ketika Quraisy mengetahui perjanjian Nabi dengan penduduk Yatsrib dan dukungan dan perlindungan mereka terhadap Nabi saw, mereka tidak lagi mempedulikan perjanjian-perjanjian kabilah dan kemudian mereka melakukan konspirasi untuk membunuh Nabi saw. Namun membunuhnya bukanlah hal yang mudah, karena bani Hasyim tidak akan tinggal diam dan pertumpahan darah di antara mereka akan tetap berkelanjutan. Kaum Quraisy untuk menemukan cara yang baik dalam menerapkan rencana itu, mereka membuat sebuah pertemuan di Dar al-Nadwah yang pada akhirnya mereka menyimpulkan sebuah gagasan yaitu setiap kabilah menyiapkan seorang pemuda yang secara serempak akan menyerbu Muhammad saw dan semua dengan serentak mengayunkan pedang-pedang mereka kepadanya untuk membunuhnya. Dengan demikian yang membunuhnya nanti bukan satu orang dan bani Hasyim tidak dapat bangkit meminta pertanggungan darahnya, karena akan berperang dengan seluruh kabilah dan itu untuk mereka adalah hal yang tidak mungkin dapat dilakukan. Terpaksa mereka akan rela dengan mengambil tebusan.

Pada malam dimana kaum Quraisy ingin melaksanakan konspirasinya, Nabi dengan perintah Allah telah keluar dari kota Mekah dan Ali as tidur di atas kasurnya (lihat: lailatul mabit). Ia bersama Abu Bakar bin Abi Quhafah pergi berangkat menuju kota Yastrib dan tiga hari bersembunyi di goa yang bernama Tsaur sehingga orang-orang yang mencari-cari mereka berdua berputus asa. Kemudian setelah itu mereka menuju Yastrib melalui jalan yang tidak biasa dilewati manusia. [40]

Permulaan Hijrah

Terjadi perbedaan pendapat di kalangan para ahli sejarah mengenai hari keluarnya Rasulullah saw dari Mekah dan sampainya Nabi di Madinah.

Ibnu Hisyam yang mencatat garis perjalanannya menulis: Rasulullah saw sampai di kota Quba pada pertengahan hari Senin 12 Rabiul Awwal. Sementara Ibnu Kalbi menulis bahwa keluarnya Nabi (dari Mekah) pada hari Senin 1 Rabiul Awwal dan sampai ke Quba pada hari Jum'at tanggal 12 di bulan Rabiul Awwal tersebut. Sebagian lagi menulis bahwa tibanya Rasulullah saw pada tanggal 8 Rabiul Awwal. Para sejarawan muslim kontemporer dan sejumlah peneliti Eropa berpendapat, Rasulullah saw telah menghabiskan waktu selama 9 hari di perjalanan dan pada 12 Rabiul Awwal tahun 14 pasca bi'tsat, bertepatan dengan 24 September 622. tiba di kota Quba yang berdekatan dengan Madinah. (perlu rujukan)

Momentum hijrahnya Nabi saw dari Mekah ke Madinah menjadi awal penanggalan Islam. Dalam perhentiannya di kota Quba, Rasululullah saw membangun sebuah masjid yang bernama Masjid Quba. [41]

Masjid Quba

Pasca hijrahnya Rasulullah saw, Imam Ali bin Abi Thalib as masih tinggal dan menetap di Mekah selama 3 hari. Ia mengembalikan titipan-titipan masyarakat di sisi Rasulullah saw kepada para pemiliknya . Ia kemudian berangkat ke Madinah bersama perempuan-perempuan bani Hasyim yang mana Fatimah sa, putri Rasulullah termasuk salah seorang yang ada di antara mereka. Dan di kota Quba mereka bergabung dengan Rasulullah di kediaman Kultsum bin Hadam. [42]

Rasulullah saw pada hari Jum'at, 12 Rabiul Awwal bersama dengan kelompok dari Bani al-Najjar melanjutkan perjalanannya ke Madinah. Salat Jum'at pertama dilaksanakan di Kabilah Bani Salim bin Auf. Ketika Rasulullah saw memasuki gerbang kota Madinah, pemimpin dari setiap kabilah atau setiap kepala keluarga menghendaki Rasulullah saw menetap di tempat kediamannya supaya mendapat kebanggaan tersendiri dari yang lainnya, maka Rasulullah saw berkata:

"Biarlah untaku yang menentukan tempat di mana aku tinggal. Tempat dimana ia berhenti, maka aku akan menetap di situ." Selain itu Nabi dalam menjawab tawaran mereka berkata: "Unta ini telah mendapat perintah, dan ia tahu ke mana akan pergi.'"

Unta Rasulullah saw kemudian menghentikan langkahnya dan duduk di areal perumahan bani Malik bin Najjar, di atas sebuah tanah milik dua anak yatim. Kemudian Nabi saw membeli tanah tersebut dari Muadz bin 'Afra yang mengasuh kedua anak yatim tersebut dan di atasnya Masjid Nabi dibangun sebagai tanah dasar pondasi Masjid Nabawi. Abu Ayyub al-Anshari kemudian membawa masuk barang-barang perjalanan Nabi saw ke dalam rumahnya dan untuk sementara Nabi Muhammad saw akan tinggal di rumah itu sampai kamar yang dibangun untuknya siap ditempati.

Nabi Muhammad saw juga bekerjasama dengan kaum muslimin dalam pembangunan masjid. Dari satu sisi masjid, juga disediakan sebuah halaman yang disebut Suffah, sehingga para pendukungnya yang kurang mampu dan tidak memiliki tempat tinggal, bisa menetap di tempat tersebut. Mereka yang tinggal di Suffah itulah yang kemudian dikenal dengan Ashab al-Suffah. [43]

Hari demi hari, jumlah kaum Muhajirin kian bertambah dan kaum Anshar -yang sekarang hanya dapat dikhususkan untuk penduduk Yatsrib terdahulu- dengan suka rela dan penuh semangat menyambut kedatangan mereka dan menyediakan tempat tinggal untuk mereka. Langkah pertama yang dilakukan Nabi saw adalah mempersaudarakan antara Kaum Anshar dengan Muhajirin, dan ia sendiri memilih Ali as sebagai saudaranya. [44] Ada pula sejumlah kecil dari mereka yang secara lahiriah mengklaim dirinya sebagai orang Islam, namun hati mereka tidak beriman, mereka ini adalah kaum munafik. Beberapa waktu setelah Nabi Muhammad saw memasuki kota Madinah, ia mengikat sebuah perjanjian dengan warga Madinah, termasuk kaum Yahudi supaya mereka saling menjaga hak-hak sosial mereka.[45] (Lihat: surat perjanjian umum pertama dalam Islam.)

Pengkhianatan Kaum Munafik dan Kaum Yahudi Madinah

Berkas:Surah Al-Munafiqun.jpg
Beberapa ayat pertama dari surah Al-Munafiqun

Meskipun kebanyakan dari penduduk kota Yatsrib sudah menjadi muslim atau sepakat dengan nabi, namun lantas tidak demikian bahwa kota dan sekelilingnya secara serentak patuh dan tunduk mengikuti semua kehendaknya. Abdullah bin Ubay yang sebelumnya sudah dipersiapkan untuk dijadikan sebagai orang yang akan memimpin kota tersebut yang dengan sampainya Muhammad saw ke kota Yatsrib kedudukan tersebut gagal dia raih, tidak berpangku tangan. Walaupun secara lahir dia menampakkan keislamannya, namun dalam kesunyiannya dia telah melakukan sebuah konspirasi terhadap Muhammad saw dan kaum muslimin dan telah menjalin hubungan rahasia dengan kaum Yahudi Madinah. [46]

Kelompok pertama ayat-ayat madani Alquran menyebut kelompok ini sebagai kaum munafik, yang menimbulkan berbagai kesulitan pada kemulusan perjalanan dakwah Nabi dan kaum muslimin. Usaha kelompok ini lebih sulit dari kaum musyrikin dan kaum Yahudi, karena keberadaan mereka di sisi kaum muslimin disebut sebagai muslim dan Nabi tidak dapat memerangi mereka, karena mereka secara lahiriyah dihukumi sebagai muslim. [47] Ayat-ayat Alquran terkadang mengancam mereka bahwa Allah dan rasul mengetahui apa yang ada dalam hati mereka. Dan sesungguhnya mereka tahu bahwa kalian menjadikan kaum muslimin sebagai tameng untuk keselamatan diri kalian:

إِذَا جَاءَكَ الْمُنَافِقُونَ قَالُوا نَشْهَدُ إِنَّكَ لَرَ‌سُولُ اللَّـهِ ۗ وَاللَّـهُ يَعْلَمُ إِنَّكَ لَرَ‌سُولُهُ وَاللَّـهُ يَشْهَدُ إِنَّ الْمُنَافِقِينَ لَكَاذِبُونَ

"Apabila orang-orang munafik datang kepadamu, mereka berkata:" Kami mengakui, bahwa sesungguhnya kamu benar-benar Rasul Allah". Dan Allah mengetahui bahwa sesungguhnya kamu benar-benar Rasul-Nya; dan Allah mengetahui bahwa sesungguhnya orang-orang munafik itu benar-benar orang pendusta."[48]

Pembangkangan Abdullah di jalan Islam hingga akhir hayatnya (tahun ke-9) terus berlanjut. Orang-orang Yahudi yang meskipun dalam surat perjanjian Madinah memiliki hak-hak hingga merekapun mendapatkan bagian dari ghanimah atau keuntungan perang, yang mana pada mulanya mereka menunjukkan kesepakatannya kepada kaum muslimin bahkan beberapa orang dari mereka juga ada yang masuk Islam, namun pada akhirnya, mereka menampakkan kebencian mereka terhadap Islam. Dan faktor kebencian itu adalah bahwa mereka yang pada sebelumnya pernah menguasai perekonomian Yatsrib dengan cara bekerjasama dengan orang-orang Arab badui dan kaum musyrikin dalam perdagangan dan jual beli dan mereka berharap dengan terpilihnya Abdullah bin Ubay sebagai pemimpin Madinah, pengaruh perekonomian mereka akan lebih berkembang; namun dengan tibanya Muhammad saw ke kota ini ditambah dengan perkembangan Islam, telah menghalangi pengaruh tersebut.

Selain itu, orang-orang Yahudi tidak pernah mengenal dan menganggap seseorang yang bukan dari keturunan Yahudi sebagai nabi. Oleh sebab itu, sedikit demi sedikit mereka mulai menampakkan pembangkangan mereka kepada Muhammad saw. Nampaknya Abdullah bin Ubay juga memiliki pengaruh dalam menggerakkan mereka. Orang-orang Yahudi berkata: "Nabi yang dulu kita tunggu-tunggu kedatangannya bukanlah Muhammad" dan mereka mengetengahkan Taurat dan Injil kepada kaum muslimin di hadapan ayat-ayat Alquran sambil berkata: "Apa yang dikatakan Alquran berbeda dengan apa yang ada dalam kitab-kitab kami." Dan turunlah beberapa ayat dari Alquran mengenai hal tersebut, yang dengan turunnya ayat tersebut, terbukti bahwa Taurat dan Injil adalah dua kitab yang sudah diubah untuk sepanjang masa, yang mana tokoh ulama Yahudilah yang mengubah ayat-ayat tersebut supaya kedudukan dan posisi mereka tetap terjaga.

Akhirnya, Alquran sekaligus memutus hubungan Islam dengan Yahudi dan Nashara (kristen) dan juga supaya memberi pemahaman kepada penduduk Arab bahwa mereka yaitu kaum muslimin dibandingkan kaum Yahudi adalah sebuah umat yang terpisah, dikatakan bahwa: Kaum Arab berada di atas agama Ibrahim dan Ibrahim adalah kakek tertinggi Israil.

يَا أَهْلَ الْكِتَابِ لِمَ تُحَآجُّونَ فِي إِبْرَاهِيمَ وَمَا أُنزِلَتِ التَّورَاةُ وَالإنجِيلُ إِلاَّ مِن بَعْدِهِ أَفَلاَ تَعْقِلُونَ . هَاأَنتُمْ هَؤُلاء حَاجَجْتُمْ فِيمَا لَكُم بِهِ عِلمٌ فَلِمَ تُحَآجُّونَ فِيمَا لَيْسَ لَكُم بِهِ عِلْمٌ وَاللّهُ يَعْلَمُ وَأَنتُمْ لاَ تَعْلَمُونَ.مَا كَانَ إِبْرَاهِيمُ يَهُودِيًّا وَلاَ نَصْرَانِيًّا وَلَكِن كَانَ حَنِيفًا مُّسْلِمًا وَمَا كَانَ مِنَ الْمُشْرِكِينَ

"Hai Ahli Kitab, mengapa kamu bantah-membantah tentang hal Ibrahim, padahal Taurat dan Injil tidak diturunkan melainkan sesudah Ibrahim. Apakah kamu tidak berpikir? Beginilah kamu, kamu ini (sewajarnya) bantah membantah tentang hal yang kamu ketahui, maka kenapa kamu bantah-membantah tentang hal yang tidak kamu ketahui?; Allah mengetahui sedang kamu tidak mengetahui. Ibrahim bukan seorang Yahudi dan bukan (pula) seorang Nasrani, akan tetapi dia adalah seorang yang lurus lagi berserah diri (kepada Allah) dan sekali-kali bukanlah dia termasuk golongan orang-orang musyrik." [49]

Pergantian Kiblat

Kakbah di dalam Masjidil Haram kiblat kaum muslimin

Semenjak Nabi saw masuk ke Madinah hingga 17 bulan, ketika salat ia menghadap ke arah Masjid al-Aqsha. Orang-orang Yahudi berkata: Muhammad tidak mempunyai kiblat sehingga kami mengajarinya. Rasulullah saw merasa tersinggung dari peringatan tersebut.

Pada suatu hari ia mendirikan salat zuhur di masjid Bani Salmah, pada bulan Sya'ban tahun kedua hijriah, di pertengahan salat sebuah ayat turun kepadanya:

﴾ قَدْ نَرَى تَقَلُّبَ وَجْهِكَ فِي السَّمَاءِ فَلَنُوَلِّيَنَّكَ قِبْلَةً تَرْضَاهَا فَوَلِّ وَجْهَكَ شَطْرَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ وَحَيْثُ مَا كُنْتُمْ فَوَلُّوا وُجُوهَكُمْ شَطْرَهُ وَإِنَّ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ لَيَعْلَمُونَ أَنَّهُ الْحَقُّ مِنْ رَبِّهِمْ وَمَا اللَّهُ بِغَافِلٍ عَمَّا يَعْمَلُونَ﴿

"Sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit, maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. Dan di mana saja kamu berada, palingkanlah mukamu ke arahnya. Dan sesungguhnya orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang diberi Al Kitab (Taurat dan Injil) memang mengetahui, bahwa berpaling ke Masjidil Haram itu adalah benar dari Tuhannya; dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan." [50]

Dalam keadaan seperti itu nabi saw menghadapkan wajahnya dari Baitul Makdis ke arah Kakbah. Dan kemudian masjid ini dalam sejarah Islam dikenal dengan masjid al-Qiblatain. Pergantian kiblat dari masjid al-Aqsha mengarah ke Mekah sangat merugikan kaum Yahudi dan Munafik. Hal ini dapat dibuktikan dengan kritikan mereka kepada kaum muslimin; mengapa sampai kini ketika mendirikan salat masih menghadap ke masjid al-Aqsha dan sekarang kiblat kalian berganti. Ayat berikut ini turun sebagai jawaban kepada orang-orang yang mengkritik:

﴾ سَيَقُولُ السُّفَهَاء مِنَ النَّاسِ مَا وَلاَّهُمْ عَن قِبْلَتِهِمُ الَّتِي كَانُواْ عَلَيْهَا قُل لِّلّهِ الْمَشْرِقُ وَالْمَغْرِبُ يَهْدِي مَن يَشَاء إِلَى صِرَاطٍ مُّسْتَقِيمٍ﴿
"Orang-orang yang kurang akalnya di antara manusia akan berkata:" Apakah yang memalingkan mereka (umat Islam) dari kiblatnya (Baitul Makdis) yang dahulu mereka telah berkiblat kepadanya?" Katakanlah:" Kepunyaan Allah-lah timur dan barat; Dia memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya ke jalan yang lurus." [51]

Peperangan dan konflik di Madinah

Perang Badar

Semenjak Nabi saw mengikat perjanjian Aqabah kedua dengan penduduk Madinah, telah diperkirakan bahwa pertempuran berdarah tak akan terelakkan lagi.[52] Perang pertama yang diikuti Rasulullah atau dikenal dengan ghazwah terjadi pada tahun kedua setelah hijrah di bulan Safar yang mana ghazwah tersebut dinamakan Abwa dan atau Waddan. Pada pengiriman pasukan kali ini tidak terjadi pertempuran. Setelah itu terjadi ghazwah Buwath pada bulan Rabi al-Awal yang juga tidak terjadi pertempuan di dalamnya. Pada Jumadil Awal diberitakan bahwa akan ada rombongan Quraisy yang dipandu oleh Abu Sufyan dari Mekah menuju Syam. Nabi menyusul mereka sampai ke tempat yang bernama Dzat al-'Asyirah namun rombongan itu sudah melewati tempat tersebut. Peperangan gazwah ini tidak memberikan hasil karena ada beberapa orang yang menjadi mata-mata musuh di dalam kota Madinah yang memberitahu tentang rencana-rencana Nabi saw dan sebelum pasukan bergerak, mata-mata itu menyampaikan diri mereka menuju rombongan musuh dan mereka diberitahu tentang bahaya yang akan menghadang. Dengan begitu para rombongan merubah haluan perjalanan mereka atau lebih mempercepat waktu perjalanan mereka.[53]

Akhirnya pada tahun kedua hijriah tersebut, terjadilah pertempuran militer yang sangat penting antara kaum muslimin dan kaum musyrikin. Dalam pertempuran yang dikenal dengan perang Badar, meskipun jumlah kaum muslimin lebih sedikit dari orang-orang Mekah, namun mereka mampu meraih kemenangan dan banyak dari kaum musyrikin yang tewas terbunuh dan menjadi tawanan dan selainnya melarikan diri.[54] Dalam perang ini Abu Jahal dan sebagian lainnya yang berjumlah kurang lebih 70an orang dari para pembesar dan keturunan para pembesar tewas dan sejumlah itu pula tertawan. Dan dari pihak muslimin hanya 14 orang yang syahid. Dalam peperangan Amirul Mukminin Ali as, selain pengorbanan-pengorbanan dan bantuan serta pertolongan yang beliau lakukan untuk Nabi saw, beliau juga membentengi pasukan Islam dan berhasil membunuh beberapa orang (36 atau 37 orang Quraisy terbunuh di tangannya) dari pejuang-pejuang Mekah yang terkenal dengan keberanian mereka dan dengan keberanian beliau jugalah kemenangan pasukan Islam berhasil diraih.[55]

Pertempuran dengan Kaum Yahudi

Pertempuran pertama dengan kaum Yahudi terjadi beberapa pekan setelah terjadinya perang Badar dan kemenangan besar kaum muslimin. Kaum Yahudi Bani Qainuqa' bertinggal di sebuah benteng di luar kota Madinah dan mereka sibuk dengan pekerjaan mereka berpandai emas dan besi. Para ahli sejarah menulis bahwa suatu hari seorang perempuan arab pergi ke pasar dan menjual barang-barangnya di pasar Bani Qainuqa' dan duduk di depan pintu toko pandai emas, salah seorang Yahudi mengikat pakaiannya pada salah satu yang ada dibelakangnya, lalu perempuan itu berdiri kemudian sebagian pakaiannya tersangkut dengan bagian yang terikat dan orang-orang Yahudi menertertawakannya. Kemudian perempuan itu berteriak memanggil kaum muslimin dan meminta pertolongan mereka.

Lalu perseteruan sengitpun meluap, seorang muslim menolong perempuan itu dan seorang Yahudi itu dibunuhnya. Kaum Yahudi mengamuk dan membunuh seorang muslim tadi kemudian fitnahpun memanas kebencian menyulut. Setelah kejadian ini, Nabi saw menakut-nakuti kaum Yahudi atas akibat perbuatan orang-orang Quraisy dengan apa yang mereka lakukan dan mengecam kepada mereka jika kalian masih mau tinggal di sini maka mereka harus menyerah. Bani Qainuqa' berkata: Kau jangan tertipu dengan kekalahan penduduk Mekah, mereka bukan pemuda-pemuda ahli perang. Jika kami berperang denganmu, maka akan kami tunjukkan padamu siapa kami dan apa yang dapat kami perbuat kepadamu. Kemudian Allah menurunkan ayat yang berkenaan dengan hal ini:

قُل لِّلَّذِينَ كَفَرُ‌وا سَتُغْلَبُونَ وَتُحْشَرُ‌ونَ إِلَىٰ جَهَنَّمَ ۚ وَبِئْسَ الْمِهَادُ ﴿١٢﴾ قَدْ كَانَ لَكُمْ آيَةٌ فِي فِئَتَيْنِ الْتَقَتَا ۖ فِئَةٌ تُقَاتِلُ فِي سَبِيلِ اللَّـهِ وَأُخْرَ‌ىٰ كَافِرَ‌ةٌ
"Katakanlah kepada orang-orang yang kafir:" Kamu pasti akan dikalahkan (di dunia ini) dan akan digiring ke dalam neraka Jahanam. Dan itulah tempat yang seburuk-buruknya".(12) Sesungguhnya telah ada tanda bagi kamu pada dua golongan yang telah bertemu (bertempur). Segolongan berperang di jalan Allah dan (segolongan) yang lain kafir ..."[56]

Nabi terpaksa mengepung dan mengurung mereka, dan pengepungan mereka berlangsung selama 15 hari, siang dan malam. Ketika mereka menyerahkan diri, Abdullah bin Ubay memohon-mohon supaya Nabi membiarkan mereka hidup dan tidak membunuh mereka, dan mengasingkan mereka ke kota Syam. Pengepungan sekelompok dari kaum Yahudi ini terjadi di bulan Syawal pada tahun kedua hijrah.[57]

Perang Uhud

Tahun ke-3 H, para Quraisy meminta bantuan kepada para sekutunya untuk bersatu menentang kaum muslimin dan dengan pasukan yang bersenjatakan lengkap bergerak berjalan menuju Madinah dengan dipimpin oleh Abu Sufyan. Mulanya Nabi saw ingin menetap di Madinah, namun pada akhirnya, beliau merencanakannya di luar kota untuk menghadapi pasukkan musuh yang datang dari Mekah. Di sebuah tempat dekat gunung Uhud, kedua pasukan berhadap-hadapan satu dengan yang lainnya dan meskipun pada mulanya kemenangan berada di pihak kaum muslimin namun dengan strategi yang digunakan oleh Khalid bin Walid dengan mengambil kesempatan dari kelalaian kelompok kaum muslimin, kaum musyrikin menyerang dari belakang dan mulai sibuk membunuh dan menghabisi kaum muslimin. Dalam peperangan ini Sayidina Hamzah paman Nabi saw syahid dan Nabi sendiri terluka dan isu terbunuhnya Nabi juga membuat semangat perang kaum muslimin menjadi lemah. Kaum muslimin sedih dan kembali ke kota Madinah dan beberapa ayat Alquran mengenai peristiwa ini turun, yang isinya mencakup belasungkawa kepada kaum muslimin.

Peperangan Bani Nadhir dan Daumah al-Jandal

Pada tahun ke-4 H terjadi beberapa pertempuran secara terpisah dengan beberapa kabilah di sekitar Madinah, sebab mereka memandang agama baru tidak menguntungkan mereka dan kemungkinan bersatu dengan pihak lain dan menyerang kota Madinah. Dua peristiwa Raji' dan Bi'r al-Ma'unah yang selama ini telah banyak membunuh para pendakwah dan mubaligh muslim melalui para pejuang kabilah yang bersatu, adalah sebagai bukti dari persatuan ini dan juga merupakan sebuah usaha Nabi saw untuk menyebarluaskan Islam di Madinah.[58] Di tahun ini terjadi salah satu pertempuran Nabi dengan salah satu kaum Yahudi bernama Bani Nadhir, ketika Nabi dengan mereka sibuk berdiskusi kaum yahudi menginginkan jiwanya; namun akhirnya mereka dengan terpaksa harus meninggalkan daerah mereka. [59]

Di tahun berikutnya, Nabi saw dan kaum muslimin pergi ke tempat sekitar perbatasan Syam bernama Daumah al-Jandal; ketika pasukan Islam sampai ke tempat itu, musuh berlarian dan Nabi bersama kaum muslimin kembali ke kota Madinah.[60]

Peperangan Ahzab, Bani Quraizhah dan Bani Mushtaliq

Abu Sufyan pada tahun ke-4 H membawa sekelompok orang ke daerah Badar, namun di pertengahan jalan berubah pikiran dan kembali. Kepulangannya ini dalam pandangan para pembesar Quraisy, membuat posisi kepemimpinannya menjadi lemah dan terpaksa dia harus menyiapkan pasukan yang sangat besar dan terdidik untuk mengembalikan kepercayaan para pembesar Quraisy. Dan akhirnya pada tahun ke-5 H, sebuah pasukan besar antara tujuh hingga sepuluh ribu orang tentara telah disiapkan yang mana enam ratus orang berkuda termasuk dari pasukan tersebut. Dan pasukan besar ini berjalan menuju Madinah. Karena pasukan ini terdiri dari berbagai macam kabilah yang berbeda maka perang ini dinamakan perang Ahzab. Selain itu pula, dalam peperangan ini sekelompok dari kaum Yahudi Bani Nadhir yang tinggal di kota Khaibar, telah bersatu bersama kaum Quraisy dan kabilah Ghatafan untuk menyerang Nabi. Orang-orang Yahudi Bani Quraizhah yang tinggal di sekitar Madinah juga, yang berjanji tidak akan membantu kaum Quraisy, berkhianat dan bersatu dengan penduduk Mekah. Dalam menghadapi pasukan yang sedemikian besar, jumlah pasukan Nabi hanya tiga ribu orang tentara, sejumlah darinya mengendarai kuda dan yang lainnya berjalan kaki.

Sikap penduduk Madinah kali ini berbeda dengan perang Uhud, mereka menerima jika kota harus berada dalam keadaan pertahanan. Di dalam perang ini Salman al-Farisi memainkan peranannya dan menurutnya untuk menjaga kota sebaiknya di sekitar kota dibuatkan sebuah parit dengan ukuran yang besar dan dalam. Madinah dari tiga arah sisinya telah terjaga dengan perkebunan kurma dan bangunan-bangunan dan musuh tidak mampu menyerang dari tiga arah sisi tersebut; dan dengan membuat parit di sebelah utara, tempat itu pula aman dari serangan musuh yang berkuda. Sebelum pasukan musuh sampai mendekati Madinah, pekerjaan menggali parit pun selesai. Ketika para musuh sampai di sana mereka terkejut dan tercengang melihat keadaan sekitar mereka, karena sampai saat itu, mereka belum pernah melihat penghalang yang begitu canggih dalam peperangan. Para penunggang kuda tidak mampu menerjang parit, jika saja mampu maka para pemanah tidak membiarkan mereka hidup.

Amr bin Abdiwudd dan Ikrimah bin Abi Jahal berencana untuk melewati parit. Amr yang terkenal dengan keberaniannya tewas di tangan Imam Ali as. Tampaknya perang Khandaq untuk kota Madinah sangat merugikan. Pasukan dalam jumlah yang kecil berhadapan dengan pasukan tentara musuh yang begitu besar, apa yang dapat dilakukan? Mulanya Nabi berkehendak memisahkan kabilah Ghatafan dari kumpulan pasukan. Kepada mereka dikirim sebuah pesan sepertiga dari penghasilan kota Madinah akan menjadi pendapatan mereka dengan syarat mereka jangan bekerjasama dengan kaum Quraisy. Kaum Anshar berkata kepada Rasulullah: Perdamaian ini apakah merupakan wahyu dari langit? Beliau menjawab: tidak. Mereka berkata: Kalau begitu kami tidak bisa menerima kekalahan ini. Pada waktu dimana Allah tidak memberikan petunjuk kepada kami untuk masuk agama Islam, kami tidak melakukan sesuatu yang hina, hari ini Allah telah membahagikan kami dengan perantaramu bagaimana mungkin kita menjadikan diri kita hina. Pada akhirnya perdamaian itu tidak dilakukan.

Namun satu dua orang dari kaum muslimin yang tidak pernah menampakkan keislamannya, dari satu sisi mengikat hubungan dengan Bani Quraizhah dan dari lain sisi berhubungan dengan Bani Ghatafan. Dan kedua orang tersebut satu sama lain saling curiga. Ketentuan langit juga mendukung; angin dan udara dingin yang menusuk membuat sulit pekerjaan para pasukan Mekah. Abu Sufyan memerintahkan pasukan untuk kembali dan setelah lima belas hari pengepungan Madinah pun bebas.

Akhir dari perang Ahzab bagi kaum muslimin begitu memberi harapan, namun bagi penduduk Mekah merupakan musibah yang sangat berat. Sudah dipastikan para pedagang Quraisy pasar Madinah telah lepas dari tangan mereka untuk selamanya. Selain itu, kekuatan Madinah membahayakan garis perdagangan Mekah yang menuju ke Suriah. Para pedagang Quraisy tidak lagi bisa melakukan pekerjaaan mereka dengan leluasa. Posisi kepemimpinan Abu Sufyan dalam pandangan Quraisy guncang. Kebesaran Quraisy di mata para kabilah selainnya jatuh. Terjadinya sebuah peristiwa yang tidak disangka-sangka, dimana pasukan yang begitu besar dapat mereka usir dari pintu-pintu gerbang kota dengan membawa kekalahan. Sebagian orang-orang Arab badui mulai condong kepada agama Islam dan mereka meyakini Islam memiliki kekuatan yang luar biasa yang dapat menolong kaum muslimin dan setelah peperangan ini perkara berubah menguntungkan kaum muslimin.[61]

Setelah perang Ahzab berakhir, Nabi pergi menemui kaum Yahudi Bani Quraizhah. Selama orang-orang Yahudi tidak bangkit menyerang kaum muslimin, maka mereka tetap akan aman, hal itu dikarenakan perjanjian Madinah. Namun mereka telah bersatu dengan musuh-musuh Islam dalam perang Ahzab. Kelompok ini tentu saja perlu dikhawatirkan dan juga tidak bisa dianggap mudah. Nabi pergi mendatangi dan mengepung mereka, yang pada akhirnya setelah 25 malam, mereka menyerah. Kabilah Aus yang memiliki perjanjian dengan Bani Quraizhah berkata kepada Nabi: Bani Quraizhah, mereka adalah pihak seperjanjian dengan kami dan mereka menyesal dengan apa yang telah mereka perbuat; perlakukanlah kepada pihak-pihak seperjanjian kami sebagaimana engkau perlakukan kepada pihak-pihak seperjanjian kaum Khazraj yaitu Bani Qainuqa, sebagaimana kita lihat bahwa Rasulullah sebagian kelompok dari para tawanan Yahudi diberikan kepada Abdullah bin Ubay sebagai pihak seperjanjian mereka. Kemudian Nabi menyerahkan pemutusan hukuman para tawanan Bani Quraizhah kepada Sa'ad bin Muadz, ketua kabilah Aus. Bani Quraizhah pun setuju atas keputusan tersebut. Sa'ad berkata: Pendapatku adalah semua laki-laki Yahudi harus dibunuh, dan perempuan-perempuan mereka beserta anak-anak mereka ditawan. Kemudian mereka menghukumi menurut pendapat Sa'ad dengan menggali parit dan semua lelaki Bani Quraizhah di samping parit dihukum dengan potong leher.[62]

Tentunya para ahli sejarah mengenai cerita di atas berbeda pendapat. Doktor Syahidi menulis: Tampaknya cerita Bani Quraizhah dimanipulasi oleh seorang pembawa cerita dari keturunan Khazraj beberapa tahun setelah kejadian sejarah dan ketika keturunan yang sekarang ini berada dalam pengepungan itu, sehingga ditampakkan kemuliaan kabilah Aus di sisi Nabi saw tidak setara dengan kabilah Khazraj dan untuk itulah Nabi tidak membunuh pihak seperjanjian kabilah Khazraj, namun memenggal kepala pihak seperjanjian kabilah Aus. Dan juga berkehendak menampakkan bahwa kepala suku kabilah Aus telah menjaga pihak seperjanjiannya.[63]

Di tahun ke-6 H, kaum muslimin berhasil mengalahkan Bani Mustaliq yang telah berkumpul untuk menentang Nabi saw. [64]

Perang Khaibar

Pada tahun ke-7 H, Nabi saw mendapatkan kemenangan atas kaum Yahudi Khaibar yang mana sebelumnya telah beberapa kali melakukan perjanjian dengan para musuh untuk menentangnya dan Nabi saw merasa tidak tenang dari pihak mereka. Benteng Khaibar terletak di dekat kota Madinah, berhasil ditaklukkan kaum muslimin dan Nabi saw tidak menolak jika orang-orang Yahudi melanjutkan pekerjaan mereka dengan berkebun di ladang dan setiap tahun mereka membayarkan sebagian hasilnya kepada kaum muslimin.[65]

Pekerjaan membuka salah satu benteng Khaibar pada perang Khaibar, adalah hal yang sangat sulit, Nabi secara bergantian mengirim Abu Bakar dan Umar untuk membuka benteng tersebut, namun mereka tidak sanggup dan Nabi saw berkata:

لاُعطينّ هذه الرايةَ غداً رجلاً يَفتح اللهُ علی يديه، يحبُّ اللهَ و رسولَه، و يحبُّه اللهُ و رسولُه
"Esok akan aku berikan bendera ini kepada seorang pemuda yang Allah akan membukakan pintu gerbang benteng ini melalui tangannya, seseorang yang mencintai Allah dan rasulNya dan Allah dan rasulNya pun mencintainya"

Keesokan harinya Nabi memanggil Ali, dan sakit mata yang dideritanya sembuh diobati dengan air ludah Nabi dan berkata kepadanya: Ambillah bendera ini dan majulah, Allah akan memenangkanmu.

Menurut riwayat Ibnu Ishak dari Abu Rafi': Ali as pergi mendekati benteng dan berperang dengan mereka dan dikarenakan perisai yang dipakainya terlepas dari tangannya akibat pukulan seorang Yahudi, pintu salah satu benteng diangkat dan dijadikannya sebagai perisai dan sampai saatnya pembukaan selesai, pintu tersebut masih di tangan beliau dan seusai peperangan dia melemparkannya. Abu Rafi' berkata: Aku dan tujuh orang lainnya setiap kali hendak mengangkat pintu tersebut dari tempatnya tidak mampu kami lakukan.[66]

Perjanjian Hudaibiah

Perang Ahzab, menyerahnya kaum Yahudi Bani Quraizhah dan dua tiga perang yang terjadi pada tahun ke-6 H yang berakhir dengan kemenangan kaum muslimin dan keuntungan-keuntungan harta rampasan perang yang berhasil diraih mereka, telah membuat kekuatan Islam semakin meningkat dalam pandangan penduduk semenanjung Arab, sehingga banyak dari kabilah-kabilah masuk Islam atau bersekutu dengan kaum muslimin.[67]

Di bulan Dzulkaidah tahun ke-6 H, Nabi beserta seribu limaratus orang dari penduduk Madinah berjalan menuju kota Mekah guna menunaikan ibadah umrah.

Quraisy yang tahu akan tujuan Nabi mereka telah siap untuk menghadang beliau. Pertama, mereka mengirim Khalid bin Walid dan Ikrimah bin Abi Jahal supaya mencegah sampainya Rasulullah ke Mekah. Nabi saw ketika itu berhenti di sebuah tempat bernama Hudaibiyah dan permulaan daerah kawasan haram dan mengirim pesan kepada penduduk Mekah bahwa kami datang untuk berziarah bukan untuk berperang. Quraisy tidak menerima. Akhirnya antara beliau dan perwakilan penduduk Mekah menandatangani sebuah surat perdamaian yang dengan surat tersebut antara kedua belah pihak tidak akan mengadakan peperangan selama sepuluh tahun.

Di tahun ini, kaum muslimin tidak berhak masuk ke Mekah, akan tetapi di tahun mendatang pada saat-saat seperti ini penduduk kota akan keluar dari kota Makkah dan kota akan diserahkan kepada kaum muslimin selama tiga hari sehingga mereka dapat berziarah dengan leluasa. Satu lagi dari butir surat perjanjian ini adalah: Siapa saja dari penduduk Mekah yang datang kepada Muhammad maka dia harus kembali ke Mekah, tetapi jika seseorang yang pergi dari Madinah ke Mekah, Quraisy tidak mesti mengembalikannya. Butir lainnya dari surat perjanjian itu adalah setiap kabilah bebas untuk melakukan perjanjian kepada Quraisy atau Muhammad saw.[68]

Sebagian dari para sahabat Nabi karena tidak mampu mencerna isi surat perjanjian ini dan apa yang akan terjadi di belakangnya mereka merasa gelisah dan mengira itu adalah sebuah kerendahan diri. Tetapi sebenarnya penandatanganan surat perjanjian ini adalah sebuah kemenangan besar bagi kaum muslimin, karena kaum musyrikin Mekah sampai pada saat itu tidak menganggap Nabi dan para sahabatnya dan mereka hendak menghabiskan mereka dari atas bumi, sekarang selain mengganggap resmi keberadaan mereka, mereka juga mengadakan hubungan transaksi dengan Nabi layaknya sesama saudara dan pihak yang sedang bertransaksi. Juga dalam surat perjanjian ini terdapat butir yang menjelaskan bahwa para kabilah bebas memilih, mereka ikut Nabi atau kaum Quraisy, dalam hal ini jika kaum muslimin atau kaum Quraisy berperang dengan pihak seperjanjian mereka maka perjanjian ini akan batal. Dimana nantinya kaum Quraisy dengan tidak menjaga syarat tersebut menyebabkan terjadinya Fathu Mekah.[69]

Ziarah ke Baitullah

Pada bulan Dzulkaidah tahun ke-7 H disebabkan perundingan Hudaibiyah Nabi berangkat menuju Mekah. Masuknya Nabi dan kaum muslimin ke Masjidil Haram dan pelaksanaan amalan umrah, kemeriahan upacara dan penghormatan yang diberikan kaum muslimin kepada Nabi mereka dalam pandangan kaum Quraisy telah menjelma dengan besar dan kira-kira sudah merupakan hal yang sangat jelas bahwa untuk berhadapan dengan Muhammad saw mereka merasa tidak mampu; dan mereka yang memiliki pikiran lebih jauh ke depan, tahu bahwa priode kebesaran para pemimpin kabilah dan para pedagang sudah berakhir dan sebuah pintu baru telah terbuka di hadapan khalayak masyarakat. Oleh karena itu, dua orang dari pemuka-pemuka mereka, yaitu Khalid bin Walid dan Amr bin Ash, berangkat ke Madinah dan menyatakan keislaman mereka dan menjadi seorang muslim.[70]

Ajakan Nabi kepada Kepala-kepala Negara untuk Masuk Islam

Pasca perdamaian Hudaibiyah, Nabi saw yang pada batasan tertentu merasa tenang dari penyelewengan-penyelewengan dan kelancangan-kelancangan Quraisy, pada tahun ke-7 H berencana untuk mengajak para pemimpin dan para raja yang memiliki kekuasaan di sekitar daerahnya. Kemudian beliau mengirimkan beberapa surat kepada imperatur Roma Timur, Iran, Najasyi dan juga Amir Ghasaniyan Syam dan Amir Yamamah.[71]

Fathu Mekah

Ilustrasi dari Fathu Mekah

Disebabkan Perjanjian Hudaibiyah telah ditentukan bahwa setiap kabilah dapat mengikat tali perjanjian dengan kedua kelompok Quraisy atau muslimin. Khuza'ah mengikat perjanjian dengan Muhammad saw dan Bani Bakar mengadakan perjanjian dengan Quraisy. Pada tahun ke-8, terjadi pertempuran antara Bakar dan Khuza'ah, dan Quraisy membantu Bani Bakar untuk mengalahkan Khuza'ah. Dengan demikian, perundingan Hudaibiyah pun terbengkalai, karena Quraisy telah memerangi kabilah yang mengadakan perjanjian dengan Nabi saw. Abu Sufyan yang tahu akan hal itu, kekurangajaran ini jelas tidak lepas dari balasan, langsung dia pergi berangkat ke Madinah mungkin perundingan itu dapat diperbaharui akan tetapi dia datang dengan tidak membawa hasil.

Pada bulan Ramadhan tahun ke-8 H, Nabi saw bersama dengan 10.000 orang pergi beranjak ke Mekah. Dan pemberangkatan ini sengaja disusun dengan rapi supaya perjalanan beliau tidak diketahui oleh seorangpun. Setelah pasukan sampai ke daerah Mar al-Zhuhran, Abbas, paman Nabi, ketika malam keluar dari kemahnya, dan berhendak menemui seseorang di kota Mekah dan melalui perantaranya ia ingin memberikan pesan kepada orang-orang Quraisy bahwa sebelum mereka binasa hendaklah mereka berserah diri kepada Nabi saw. Pada malam itu, dia bertemu dengan Abu Sufyan dan ia melindunginya dan dibawa ke hadapan Nabi. Abu Sufyanpun menjadi muslim.

Di hari yang lain Nabi memerintahkan Abbas untuk menempatkannya di sebuah tempat yang layak sehingga pasukan muslimin berjalan lewat di depannya. Abu Sufyan yang melihat kebesaran muslimin kepada Abbas berkata: Kerajaan anak saudaramu sudah besar. Abbas berkata: Celaka engkau, ini adalah kenabian bukan kerajaan. Dia berkata: Ya begitulah! Abbas berkata kepada Nabi: Abu Sufyan adalah seorang laki-laki yang mau memiliki keistimewaan. Nabi berkata: Siapa saja yang kembali ke rumahnya dan menutup pintu rumahnya dia akan aman, siapa saja yang berlindung di rumah Abu Sufyan dia akan aman, siapa saja yang masuk ke Masjidil Haram dia akan aman. Pasukan yang begitu banyak perlahan-lahan memasuki kota Mekah. Ibnu Hisyam dan Ibnu Ishak meriwayatkan bahwa:

Saad bin Ubadah ketua suku Khazraj karena datang di kota Mekah berkata: Hari ini adalah hari pembunuhan! Hari ini adalah hari pembatalan kehormatan. Saad dengan khayalnya sendiri hendak membalas dendam dari suku Quraisy atau dari suku Adnani, dan perdagangan Yatsrib dan penduduknya hendak dia rebut dari kaum Quraisy dan penduduk Mekah. Supaya khayalan ini tidak menghantui pikiran kaum muslimin dan penaklukan Islami ini tidak dihitung sebagai pembalasan dendam kabilah, Nabi saw mengirim Imam Ali dan mengatakan kepadanya: Ambillah bendera dari tangan Saad, karena hari ini adalah hari rahmat. Antara kaum muslimin dan penduduk Mekah tidak ada pertikaian kecuali sifatnya partikal dan sangat singkat.

Nabi saw tiba di Masjid dan dalam keadaan mengendara mengelilingi Kakbah tujuh kali dan di depan pintu Kakbah berhenti dan berkata:

"لا اله الا الله وحده لا شریک له صدق وعده و نصر عبده و هزم الاحزاب وحده"
"Tiada Tuhan selain Allah Yang Maha Esa tiada sekutu baginya janjiNya benar dan penolong hambaNya dan mengalahkan partai-partai dengan kesendirianNya."
Penghancuran berhala-berhala di atas Kakbah Imam Ali As berada di atas Pundak Rasulullah saw.

Penduduk Mekah melanggar segala bentuk pengakuan hukum, kecuali pelayanan kepada Kakbah dan pemberian minum kepada para jamaah haji. Nabi saw tinggal di Mekah selama dua hari dan membenahi seluruh pekerjaan kota. Salah satunya adalah mengirim orang-orang ke pinggiran-pinggiran Mekah supaya menghancurkan tempat-tempat peribadatan patung berhala dan patung-patung berhala yang mereka letakkan di dalam rumah Kakbah juga dihancurkan. Perbuatan yang dilakukan Nabi terhadap penduduk Mekah, telah menampakkan kemurahan Islam dan kebijaksanaan Nabi agama ini kepada para penentang. Quraisy yang selama 20 tahun ini tidak pernah lepas melecehkan dan menyakiti Nabi saw dan para pengikutnya takut dan khawatir akan pembalasan dan karena mereka mendengar jawaban mereka dari Nabi yang berkata: kalian semua telah aku bebaskan; maka semenjak hari itu, daripada mereka berperang dengan Islam, atas nama Islam mereka telah mengambil rencana untuk berperang dengan non muslim.[72]

Peristiwa-peristiwa setelah Fathu Mekah

Perang Hunain

Sementara belum 15 hari Nabi saw tinggal di Mekah sebagian besar dari kelompok kabilah jazirah Arab yang belum menjadi muslim telah bersatu untuk menentang beliau. Nabi saw dengan laskar pasukan besar dari kaum muslimin keluar dari Makah dan ketika mereka sampai ke sebuah tempat bernama Hunain, para musuh yang telah bersembunyi mengindap di lembah-lembah sekitar kota, mulai memanahi para pasukan. Hujan panah yang begitu dahsyat membuat para pasukan Islam mundur, sebagian kecil dari mereka menetap tinggal, namun akhirnya mereka juga lari kembali dan kemudian menyerang pasukan musuh dan mereka mengalahkannya.[73]

Perang Tabuk

Perang Tabuk adalah salah satu peristiwa yang terjadi pada tahun ke-10 H. Berita sampai kepada Rasulullah bahwa kaum Romawi telah menyiapkan pasukan yang cukup besar di sebuah tempat bernama Balqa dan ingin menyerang kaum muslimin. Musim panas yang begitu sulit menyengat dan merupakan masa matangnya buah-buahan dan kebanyakan dari masyarakat ingin tinggal beristirahat di rumah mereka masing-masing. Dan pada Baitul Mal juga tidak terlihat adanya kekayaan. Nabi seperti biasa tidak pernah menentukan tujuan ketika mengirim laskar pasukan, namun pada perang Tabuk ini, karena kekhawatiran dan kesulitan yang mungkin terjadi, beliau mengumumkan bahwa kita akan pergi berperang melawan kaum Romawi. Sebagian kelompok mengatakan bahwa: Sekarang ini musim panas dan jangan pergi pada musim ini! Kelompok ini adalah kelompok orang-orang yang dikecam oleh ayat Alquran. Allah swt berfirman:

"وَقَالُوا لَا تَنفِرُ‌وا فِي الْحَرِّ‌ ۗ قُلْ نَارُ‌ جَهَنَّمَ أَشَدُّ حَرًّ‌ا ۚ لَّوْ كَانُوا يَفْقَهُونَ"
"dan mereka berkata:" Janganlah kamu berangkat) pergi berperang (dalam panas terik ini". Katakanlah:" Api neraka Jahanam itu lebih sangat panas(nya)", jika mereka mengetahui."[74]

Para ahli sejarah menulis bahwa pasukan Islam dalam peperangan ini mencapai tiga puluh ribu orang. [75] Dan ini adalah paling tingginya angka pasukan laskar dalam peperangan Islam yang diikuti Rasulullah saw, bahkan paling tingginya angka pasukan yang terkumpul di tanah Arab hingga hari itu. Pada pengiriman pasukan laskar pada kali ini Nabi menetapkan Ali bin Abi Thalib untuk tinggal di Madinah untuk mengurusi segala keperluan rumah tangga beliau. Orang-orang munafik berkata, dia tidak ingin dalam perjalanan ini Imam Ali ikut bersamanya karena itu, Ali as mengadu kepada Nabi tentang hal ini, lantas beliau bersabda: "Aku telah menjadikanmu sebagai khalifahku bahwasannya engkau bagiku bagaikan Harun bagi Musa, hanya saja setelahku tidak ada Nabi." Laskar pasukan sangat letih dan lelah kehausan dan ketika mereka sampai ke Tabuk ternyata berita bahwa orang-orang Romawi telah siap untuk menyerang tidaklah benar.

Perang Tabuk adalah perang terakhir kaum muslimin dengan kaum non muslim dalam kehidupan Rasulullah. Sejak saat ini seluruh jazirah Arab menyerah. Setelah perang inilah setiap kabilah datang ke hadapan Rasulullah dan mengirim perwakilan mereka untuk menyatakan kepatuhan kabilah mereka dan menerima Islam sebagai keyakinan mereka. Dan bisa dikatakan kira-kira seluruh kabilah secara umum telah menjadi muslim. Berdasarkan inilah tahun ini dinamakan 'Amul Wufud(Wufud kata jamak dari "wafd" yang berarti sekelompok perwakilan atau para tamu).[76]

Amul Wufud

Setelah perang Tabuk, Islam di seluruh jazirah Arab semakin maju berkembang. Sejak saat itu, senantiasa berbagai delegasi dari para kabilah datang ke Madinah dan memeluk agama Islam. Dalam prakteknya, Nabi saw selama berada di tahun ke-10 yang telah disebut sebagai "Amul Wufud" ini, beliau selalu berada di Madinah dan menerima delegasi para kabilah.[77] Begitu juga di tahun ini Nabi saw mengadakan perundingan bersama orang-orang Kristen Najran,[78] pergi menunaikan ibadah haji dan di perjalanan pulang Nabi mengumunkan bahwa Ali bin Abi Thalib as sebagai pengganti dan pemimpin kaum muslimin setelahnya di sebuah tempat bernama Ghadir Khum.[79]

Peristiwa Mubahalah

Di tahun ke-9 H, Nabi Muhammad saw bersamaan dengan korespondensinya dengan para kepala pemerintahan dunia, menulis surat kepada uskup Najran dan meminta para warga Najran untuk menerima Islam. Para pengikut Kristen memutuskan untuk mengirim tim ke kota Madinah untuk berbicara dengan Nabi dan menganalisa ucapan dan perkataannya.

Dewan utusan delegasi bertemu dengan Nabi di Masjid Madinah. Setelah kedua belah pihak bersikeras melegitimasi keyakinan dan kebenaran mereka, masalah berakhir dengan sebuah keputusan bahwa mereka di penghujung saling mengutuk (Mubahalah), dan diputuskan bahwa hari berikutnya, semua harus bersiap-siap pergi ke luar kota Madinah, di kisaran tepian gurun pasir supaya melakukan Mubahalah. (saling mengutuk)

Dini harinya, Nabi saw datang ke rumah Imam Ali as. Dia memegang tangan Imam Hasan as dan memeluk Imam Husain as, dan pergi keluar dari Madinah bersama-sama dengan Imam Ali as dan Sayidah Fatimah sa untuk bermubahalah. Karena orang Kristen melihat mereka, mereka menolak untuk melakukan mubahalah dan menuntut untuk melakukan rekonsiliasi.[80]

Haji Terakhir Nabi saw dan Ghadir Khum

Nabi di bulan Dzulkaidah tahun ke-10 h telah berencana untuk melaksanakan haji terakhirnya. Dalam perjalanan inilah Rasulullah mengajarkan hukum-hukum haji kepada masyarakat. Sebelum Islam, Quraisy membuat beberapa keistimewaan untuk diri mereka sendiri. Selain mereka menjadi juru kunci Kakbah, pembuat tirai Kakbah, penerima tamu dan pemberi minum para jemaah haji, mereka juga membedakan diri mereka dari kabilah-kabilah lain dalam tata cara ziarah ke Baitullah. Dalam perjalanan ini Rasulullah menghapus apa yang dianggap istimewa oleh Quraisy untuk diri mereka dalam berziarah ke Baitullah sementara orang lain mereka halangi dari keistimewaan tersebut. Salah satu dari keistimewaan-keistimewaan tersebut adalah di masa jahiliyah masyarakat beranggapan bahwa tawaf harus dengan kain suci dan kain itu bisa suci jika diambil dari Quraisy. Jika Quraisy tidak memberikan kain tawaf tersebut, dia harus tawaf secara telanjang. Keistimewaan lainnya adalah bahwa Quraisy tidak seperti jemaah-jemaah haji yang ada yang memulai amalan hajinya dari padang Arafah akan tetapi mereka memulai amalan hajinya dari Muzdalifah dan ini merupakan suatu kebanggaan bagi mereka. Alquran menghapus keistimewaan ini dengan ayat:

"ثُمَّ أَفِيضُوا مِنْ حَيْثُ أَفَاضَ النَّاسُ"
"Kemudian bertolaklah kamu dari tempat bertolaknya orang-orang banyak (Arafah)."[81]

Dan masyarakat melihat Muhammad saw memulai hajinya dari Arafah sebagaimana masyarakat yang ada, padahal beliau termasuk dari Quraisy. Dalam perjalanan haji ini pula beliau berkata: Wahai masyarakat, aku tidak tahu apakah dapat melihat tahun mendatang atau tidak. Wahai masyarakat, setiap darah yang tertumpah di masa jahiliyah telah aku lupakan. Harta dan darah kalian telah diharamkan satu dengan yang lainnya, hingga kalian bertemu dengan Tuhan kalian.

Peristiwa Ghadir Khum

Dalam perjalanan pulang ke Madinah, Nabi turun di sebuah tempat daerah Juhfah yang tempat tersebut adalah jalan perpisahan warga Mesir, Hijaz dan Irak. Di sebuah lembah yang dikenal dengan nama Ghadir Khum, perintah Allah sampai kepada beliau supaya beliau melantik Ali as sebagai penggantinya dan dengan ibarat yang lebih jelas adalah nasib pemerintahan Islami harus sudah jelas setelah keberangkatan Nabi saw. Rasulullah dalam perkumpulan kaum muslimin yang para ahli sejarah menulis jumlah mereka sekitar antara 90 sampai 100 ribu orang, Nabi mendeklarasikan dan bersabda:

"من کنت مولاه فعلی مولاه. اللهم وال من والاه و عاد من عاداه و أحب من أحبه و أبغض من أبغضه و انصر من نصره و اخذل من حذله و أدر الحق معه حیث دار"
"Siapa saja yang menjadikan aku walinya, maka Ali adalah walinya. Ya Allah dukunglah orang yang mendukungnya dan musuhilah orang yang memusuhinya dan cintailah orang yang mencintainya dan bencilah orang yang membencinya dan tolonglah orang yang menolongnya dan rendahkanlah orang yang merendahkannya dan kebenaran senantiasa berputar bersamanya."

Setelah kepulangan Nabi dari ibadah haji, sementara Islam semakin hari semakin terlihat kuat dan perkasa. Kesehatan Rasulullah pun terancam, namun dengan adanya sakit yang dia derita, Nabi masih tetap mempersiapkan sebuah pasukan yang dipimpin oleh Usamah bin Zaid untuk membalas kekalahan kaum muslimin di perang Mu'tah. Namun sebelum pasukan ini pergi untuk menjalankan perintah tersebut, Rasulullah saw telah pergi menemui Tuhannya. Dan disaat beliau pulang keharibaan-Nya, persatuan Islam telah terealisasi di seluruh semenanjung jazirah Arab dan Islam dibawa ke perbatasan pintu masuk dua kaisar agung Iran dan Romawi.

Hari Wafat Nabi saw

Pada permulaan tahun ke-11 H, Nabi terserang sakit dan kemudian wafat. Ketika sakitnya Nabi sudah mulai parah, ia naik ke mimbar dan berpesan kepada kaum muslimin supaya mereka saling kasih sayang dengan sesama mereka dan ia berkata: Jika seseorang mempunyai hak padaku maka ambillah atau halalkan dan jika seseorang merasa aku telah mengganggunya, sekarang aku siap untuk menerima balasan.[82]

Menurut penukilan Shahih Bukhari, salah satu dari buku-buku Ahlusunah yang paling penting, pada hari-hari terakhir kehidupan Rasulullah, ketika sekelompok sahabat pergi berkunjung, beliau berkata: Bawalah sebuah pena dan kertas untuk aku tulis sesuatu untuk kalian, yang dengannya kalian tidak akan pernah tersesat. Beberapa orang dari para hadirin mengatakan: penyakit ini telah mengalahkan Nabi saw (dan dia mengigau) dan kami telah memiliki Alquran dan itu sudah cukup bagi kami. Terdengar huru-hara dan pertengkaran di tengah-tengah para hadirin, beberapa orang dari mereka berkata: "Bawakan kepada Nabi supaya beliau menulis dan sebagian lainnya mengatakan hal yang lain lagi, Nabi saw berkata:" Bangun dan pergilah kalian dari hadapanku. "[83] Di dalam buku Shahih Muslim, yang juga merupakan salah satu buku yang paling penting dari Ahlusunah, seseorang yang menentang kata-kata Nabi diperkenalkan bahwa dia adalah Umar bin Khattab. Dalam buku yang sama, sebagaimana halnya Sahih Bukhari, Ibnu Abbas senantiasa terus menyayangkan kejadian ini dan menganggapnya sebagai bencana yang besar. [84]

Nabi saw wafat pada tanggal 28 Safar tahun 11 H/632, atau dalam sebuah riwayat pada tanggal 12 Rabiul Awwal pada tahun yang sama di usianya yang ke-63. Sebagaimana yang tertulis di dalam buku Nahjul Balaghah, ketika ajal Nabi datang, kepalanya berada di antara dada dan leher Imam Ali as.[85]

Dan ketika itu, di antara putra-putri beliau yang hidup hanya Sayidah Fatimah sa. Putra-putranya yang lain yang di antaranya adalah Ibrahim yang lahir satu atau dua tahun sebelum beliau wafat, semua telah meninggal dunia. Jasad suci Nabi saw dimandikan dan dikafani oleh Imam Ali as dan dibantu dengan beberapa orang dari keluarganya dan ia dimakamkan di dalam rumahnya yang sekarang berada di dalam Masjid al-Nabawi.

Pengganti Nabi saw

Sementara Ali bin Abi Thalib as dan Bani Hasyim masih sedang mengurus acara pemakaman Nabi, sebagian orang dari para pemimpin kaum tidak memberikan perhatian pada omongan Rasulullah yang telah beliau sampaikan dua bulan yang lalu (lihat: peristiwa Ghadir) dan mereka berpikir bahwa mereka harus menentukan taklif pemimpin umat. Sebagian dari penduduk Mekah (Muhajirin) dan Madinah (Anshar) mengadakan pertemuan di sebuah tempat yang terkenal dengan nama Saqifah Bani Sa'idah. Mereka berkehendak secepatnya untuk memilih seorang pemimpin untuk kaum muslimin. Adapun siapa yang akan dipilih, mereka saling berbincang dan berdebat.[86] Setiap satu dari dua belah pihak Muhajir dan Anshar mereka sendiri merasa lebih pantas dari yang lainnya. Penduduk Mekah berkata: Islam muncul di kota dan di tengah-tengah kami; Nabi dari kaum kami; Kami adalah keluarganya; kami lebih dahulu menerima agama ini di banding kalian, oleh karena itu kepemimpinan kaum muslimin harus dari para Muhajir. Anshar berkata: Penduduk Mekah tidak menerima ajakan Muhammad saw. Dengannya mereka tidak bertindak baik dan bahkan memusuhinya; sebagaimana mereka mampu mengusiknya sehingga dengan terpaksa dia meninggalkan Mekah dan datang ke sisi kami Yatsrib; oleh karena itu, kami dululah yang menolongnya dan kamilah yang memarakkan Islam, oleh karena itu kepemimpinan kaum muslimin harus dipilih dari Anshar. Sebagian orang dari Anshar sudah merasa puas jika urusan pemerintah diurus oleh kedua belah pihak Muhajir dan Anshar dan mereka berkata: Dari kami seorang pemimpin dan dari Muhajirin seorang pemimpin. Akan tetapi Abu Bakar tidak setuju dengan pendapat tersebut dan berkata: Langkah semacam ini akan merusak persatuan umat Islam. Pemimpin dari kami dan para pejabat pembantu dipilih dari kalangan Anshar dan tanpa persetujuan mereka segala urusan tidak sah dan kemudian menukil sebuah riwayat dari Nabi saw yang berkata:

الأئمة من قریش

"Para pemimpin itu dari Quraisy"

Riwayat ini diambil dari banyak hadis, walaupun dari segi teks dan sanadnya (dengan ibarat semacam ini) dapat didiskusikan kembali, namun itu adalah sebuah perkataan yang sangat efektif dan memberikan pengaruh yang cukup besar pada pertemuan-pertemuan semacam ini sehingga mengakhiri perdebatan Anshar.[87]

Selain riwayat yang dikemukakan oleh Abu Bakar, sepertinya permusuhan lama yang terpendam di tubuh dua kabilah Anshar, Aus dan Khazraj juga, tidak sedikit pengaruhnya terhadap alur pemikiran Muhajirin, karena jika saja kepemimpinan sampai ke tangan Anshar, kedua belah pihak suku tersebut tidak akan puas dengan kepemimpinan kabilah yang lainnya.

Perkataan Basyir bin Saad dari kabilah Kazraj yang menyetujui perkatan Abu Bakar dan kepuasannya dengan kepemimpinan kaum Muhajirin adalah salah satu tanda bukti hal tersebut. Karena kepemimpinan kaum Muhajirin dan Quraisy adalah hal yang sudah diterima, akhirnya perbincangan tiba pada sosok pribadi. Dua tiga orang yang memegang kekuasaan penuh majelis tersebut setiap satu dari mereka berpandangan dan akhirnya Umar dan Abu Ubaidah Jarrah, menerima Abu Bakar sebagai pemimpin dan berbaiat kepadanya. Kemudian kebanyakan dari para hadirin juga mengikuti apa yang mereka lakukan.

Keesokan harinya Abu Bakar pergi ke Masjid Nabi. Umar mengutarakan sebuah ceramah mengenai keutamaan Abu Bakar dan keterdahuluannya dalam memeluk Islam dan layanan serta khidmat pertolongan yang ia lakukan untuk agama dan menyebutkan kebersamaannya dengan Rasulullah dari Mekah ke Madinah, dan meminta kepada masyarakat untuk membaiatnya. Dan masyarakat juga membaiatnya, kecuali sebagian dari Anshar dan keluarga-keluraga Nabi yang ada di majelis tersebut tidak berkenan membaiatnya dan Abu Bakar secara resmi menjadi khalifah. Dan karena pada khilafah Abu Bakar sebagian orang dari Muhajirin dan Anshar telah berkumpul di Saqifah dan telah menentukan seorang khalifah dan orang-orang yang lainnya juga menerima dengan apa adanya, maka perbuatan semacam ini telah menjadi sebuah tradisi sunnah.

Abu Bakar dalam majelis tersebut menyampaikan khutbahnya dan di sela-sela khutbah tersebut berkata: "Aku yang kalian pilih untuk menjadi pemimpin kalian bukanlah orang yang terbaik di antara kalian, dan aku siap melepaskan tanggung jawab ini dari pundakku. Aku berpegang pada Alquran dan Sunnah Nabi dalam mengatur urusanku dan urusan kaum muslimin."[88]

Badan Nabi saw tinggal di rumah Aisyah. Keluarga-keluarga beliau berada di sekelilingnya; fikih Islam berkata: Dalam upacara memandikan dan mensalati mayat tidak boleh ditunda-tunda; ini cermin bagi setiap muslim. Pemakaman Nabi Islam memiliki tradisi tersendiri. Mengapa para pembesar terbengkalai dari keutamaan ini, mungkin takut terkena fitnah dan mereka ingin secepatnya memilih pemimpin umat, namun apakah formalitas semacam ini telah menghabiskan banyak waktu?[89] Dari zaman itu sampai sekarang sudah lewat hampir lebih dari 14 abad. Mereka yang berada dalam perkumpulan itu dan menempatkan kedudukan mereka sebagai wakil kaum muslimin apakah mereka melakukannya demi Islam ataukah mereka khawatir akan pecahnya persatuan kaum muslimin, kita tidak tahu. Yang penting hal itu sudah sampai di sisi Allah sebagai Tuhannya dan perhitungannya ada pada-Nya. Namun dari sejak hari itu, telah muncul perpecahan di tengah komunitas kaum muslimin yang sama sekali tidak akan pernah bersatu.[90]

Dari kelompok yang enggan berbaiat adalah Saad bin Ubadah, ketua kabilah Khazraj yang berbaiat kepada Abu Bakar, dan ia tidak pernah hadir sama sekali dalam salat yang dia dirikan. Di masa-masa kekhilafahannya, Umar ia pergi ke Syam dan bermalam di suatu tempat bernama Hauran sebuah kota besar di bawah naungan Damaskus.

Di pertengahan malam orang-orang melihatnya terkapar luka dikarenakan panah. Orang-orang berkata: Para jin telah membunuhnya kemudian orang-orang dalam pembunuhannya membuat sebuah syair:

Kami telah membunuh penghulu Khazraj Saad bin Ubadah
dengan dua anak panah yang menancap di hatinya
dan dengan pernyataan legenda ini,
pembunuhnya telah mereka bebaskan dari pembalasan.

Selain Saad, Ali as dan Bani Hasyim serta beberapa orang dari para sahabat juga hingga beberapa waktu enggan berbaiat kepada Abu Bakar. Sebagian dari ahli sejarah menulis:

Ali sampai 6 bulan, dimana Fatimah sa masih hidup setelah Nabi Muhammad saw wafat tidak menyatakan baiatnya kepada Abu Bakar, namun pandangan ini jauh dari perkiraan, sebab pertama jarak masa peristiwa wafatnya putri Rasul lebih pendek waktunya dari enam bulan, selain itu, kebaikan Ali as untuk umat Islam dan kekhawatirannya dari perpecahan kaum muslimin mencegahnya untuk memperlambat hal itu. Terlebih lagi para pemimpin kaum yang berkehendak secepatnya mengokohkan asas pemerintahan sudah pasti tidak akan membiarkan hal itu terus berlanjut.

Dengan demikian, Abbas, Zubair dan yang lainnya merasa bimbang untuk berbaiat kepada Abu Bakar, namun akhirnya mereka memastikan diri untuk berbaiat dan pemerintahanpun terlaksana dengan baik.[91]

Kepribadian Nabi

Nama Baik

Nabi saw sebelum diutus, 40 tahun hidup di tengah-tengah masyarakat. Kehidupannya kosong dari kemunafikan, sifat-sifat yang kotor dan hal-hal yang tidak terpuji. Beliau dikenal dan dianggap oleh orang lain sebagai seorang yang jujur dan dipercaya (al-Amin). Nabi kemudian ketika menyampaikan risalahnya, mereka tidak mendustakan kepribadiannya akan tetapi mereka mengingkari ayat-ayat yang dibawanya. Hal ini juga disinggung dalam Alquran:

" فَإِنَّهُمْ لا يُكَذِّبُونَكَ وَ لكِنَّ الظَّالِمينَ بِآياتِ اللَّهِ يَجْحَدُونَ "
"mereka sebenarnya bukan mendustakan kamu, akan tetapi orang-orang yang zalim itu mengingkari ayat-ayat Allah."[92]

Juga dinukil dari Abu Jahal yang berkata: Kami tidak mendustakanmu, akan tetapi kami tidak menerima tanda-tanda yang kamu bawa. [93] Nabi saw di permulaan risalahnya kepada Quraisy, berkata:

"Jika aku kabarkan kepada kalian bahwa di belakang gunung ini ada pasukan tengah berkumpul, apakah perkataanku ini akan kalian terima? Semua mengatakan: Ya, kami sama sekali tidak pernah mendengarmu berdusta."[94]

Ketika itu Nabi mengatakan bahwa beliau telah diutus oleh Allah untuk memberi peringatan kepada masyarakat.

Selain latar belakang yang baik, urgensitas kabilah dan keluarga Nabi saw dan juga beliau dari kalangan Arab sendiri memiliki peran penting pada kedudukan dan keberhasilan Nabi. Kabilah Quraisy sejak dulu dari tahun-tahun sebelumnya adalah sebuah kabilah yang sudah tersohor dan memiliki kedudukan penting di kalangan Arab. Kepentingan ini telah menyebabkan banyak dari para kabilah yang menerimanya sebagai kabilah yang tak tertandingi sehingga pada batas-batas tertentu sebagian kabilah mengikutinya dalam berbagai urusan. Dari sisi lain, kakek buyut Nabi (Qushai bin Kilab, Hasyim dan Abdul Muththalib adalah sosok-sosok pribadi terkenal yang memiliki kemuliaan dan keagungan.

Komunitas semenanjung Arab pada waktu itu, adalah sebuah komunitas tertutup dan tidak memiliki hubungan kebudayaan tertentu dengan daerah-daerah lain. Kondisi semacam ini memunculkan semangat Arabisme secara kuat di dalam diri mereka dan hal ini menyebabkan mereka tidak dapat menerima orang lain karena mereka orang lain dan mereka hanya menerima apa yang datang dari diri mereka sendiri. Barangkali ayat dibawah ini mengisyaratkan hal ini:

" (199) وَ لَوْ نَزَّلْناهُ عَلى‏ بَعْضِ الْأَعْجَمينَ (198) فَقَرَأَهُ عَلَيْهِمْ ما كانُوا بِهِ مُؤْمِنينَ "
"Dan kalau Alquran itu Kami turunkan kepada salah seorang dari golongan bukan Arab. lalu ia membacakannya kepada mereka (orang-orang kafir Arab); niscaya mereka tidak akan beriman kepadanya." [95]

Mengingat bahwa penduduk Arab adalah audien pertama Islam, maka jati diri Nabi saw sebagai orang Arab telah menambah kuat penerimaan pesan dan nasehatnya di kalangan mereka. Alquran juga telah mengisyaratkan hal tersebut.[96]

Akhlak

Keistimewaan yang paling tinggi dan yang paling mencolok dari sosok pribadi Nabi saw adalah dimensi akhlak yang beliau sandang. Alquran dalam hal ini mensifati: وَ إِنَّكَ لَعَلى‏ خُلُقٍ عَظيمٍ Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung. [97]

Dalam mensifati prilaku dan sifat-sifat Nabi saw mereka mengatakan: Dia kebanyakannya diam dan tidak berbicara kecuali seperlunya saja. Dan sama sekali jarang membuka mulutnya. Banyak tersenyum dan tidak pernah tertawa terbahak-bahak, ketika hendak menghadap seseorang beliau dengan seluruh tubuhnya berbalik. Dia sangat senang terhadap kebersihan dan aroma yang harum, yang mana jika seseorang melewati sebuah tempat yang pernah didatanginya, seakan-akan merasakan kehadirannya di tempat tersebut karena aroma yang tertinggal masih terasa.

Dia hidup dalam puncak kesederhanaan dan makan di atas lantai dan tidak pernah sombong. Dia makan tidak pernah sampai kenyang. Dan di sebagian besar waktu, khususnya ketika dia baru memasuki Madinah, dia mampu menahan rasa laparnya. Dengan ini semua, dia tidak hidup seperti para pendeta, dan dia berkata kepada dirinya sendiri bahwa dia akan memanfaatkan kenikmatan-kenikmatan dunia, dia juga sering berpuasa dan beribadah.

Prilakunya dengan sesama muslim bahkan dengan non muslim berlaku dengan cara yang bijaksana, penuh derma, penuh kasih dan pemaaf. Perjalanan hidup dan kehidupannya begitu menyejukkan hati kaum muslimin sehingga sampai dinukil ke pelosok-pelosok daerah dan hal tersebut sampai sekarang menjadi panutan dan tauladan bagi kita semua. [98]

Amirul Mukminin Ali as dalam mensifati paras Nabi saw mengatakan: "Siapa saja yang melihatnya sebelum mengenalnya, ia akan merasakan kewibawaannya. Dan siapa saja yang berinteraksi dengannya dan atau mengenalnya ia akan menyukainya. [99]

Nabi membagi pandangannya di tengah kaum muslimin dan melihat mereka dengan kadar yang sama. [100] Dia sama sekali tidak berjabatan tangan dengan seseorang dan kemudian melepas tangannya kecuali orang tersebut melepaskan tangannya terlebih dahulu. [101]

Nabi saw dengan siapa saja berkomunikasi sesuai dengan kadar kapasitas akal orang yang diajak bicara. [102] Pengampunan dan pemaafannya bagi orang yang telah menzaliminya begitu tersohor [103] sehingga Wahsyi (pembunuh pamannya Hamzah) dan Abu Sufyan musuh utama Islam juga dimaafkan.

Zuhud

Nabi saw hidup dalam kezuhudan. Di sepanjang umurnya, dia tidak memiliki sesudut kamarpun untuk dirinya dan kamar-kamar sederhana yang terbuat dari tanah, yang ada di samping masjid itu adalah khusus milik istri-istrinya. Atapnya terbuat dari batang kurma dan pintunya digantungi korden yang terbuat dari bulu-bulu kambing atau bulu-bulu unta sebagai ganti dari pintu kayu. Kemudian beliau juga mempunyai sebuah bantal kepala yang isinya penuh dengan daun-daun kurma. Kasur dari kulit yang dipenuhi dengan daun-daun kurma yang mana sepanjang umur, beliau tidur di atasnya. Selimutnya terbuat dari kain yang kasar yang membuat badan gatal dan beliau juga memiliki kain selempang yang terbuat dari bulu unta. Padahal ketika itu, beliau baru saja menyelesaikan peperangan Hunain yang mana harta rampasan dari perang tersebut adalah empat ratus ribu unta, lebih dari empat puluh ribu domba, emas dan perak dengan kadar yang tidak sedikit, yang telah beliau bagikan ke sana dan ke sini.

Makanannya dikirim dari rumah, perlengkapan serta baju yang dipakainya sangat zuhud. Apalagi lewat berbulan-bulan di rumahnya api tidak menyala untuk memasak, makanannya secara keseluruhan adalah kurma, dan roti yang terbuat dari tepung ju (seperti gandum). Dua hari berturut-turut beliau tidak pernah makan dengan perut kenyang. Beliau sehari dua kali tidak beranjak dari taplak meja makan dengan perut kenyang. Sering kali beliau dan keluarganya malam-malam tidur dalam keadaan lapar. Suatu hari Fatimah membawa roti ju untuknya dan berkata: Aku membuat roti dan hatiku tidak puas jika aku tidak membawakannya untukmu. Makanlah itu dan lantas Nabi berkata: "Hanya makanan inilah yang ayahmu makan dari semenjak tiga hari yang lalu". Suatu ketika di perkebunan kurma salah satu dari sahabat Anshar sedang makan kurma, beliau bersabda: "Sudah hari keempat aku tidak makan". Terkadang saking laparnya, dia meletakkan batu ke perut dan mengikatnya (sehingga rasa lapar dapat teratasi). Ketika dia wafat perisainya digadaikan dengan tiga puluh canting ju kepada seorang Yahudi. [104]

Berpenampilan Rapi dan Teratur

Nabi saw dalam kehidupannya sangat-sangat rapi teratur. Beliau setelah membangun masjid, memberikan nama untuk setiap tiang masjid supaya mudah diketahui dan di samping tiang-tiang ini banyak hal yang telah dilakukan; tiang wufud (tempat para komisi), tiang Tahajjud (tempat menghidupkan malam-malam) dan... [105] Saf-saf salat begitu rapi dan teratur, beliau atur seakan-akan kayu-kayu panah yang teratur rapi tertata dan berkata: "Wahai hamba-hamba Allah, rapikanlah barisan saf kalian, karena jika tidak demikian, akan terjadi perbedaan di antara hati-hati kalian. Begitu juga benahi diri di dalam urusan kehidupan kalian". [106] Dia membagi waktu-waktunya menjadi tiga bagian; sebagian untuk beribadah kepada Tuhan, sebagian waktunya dikhususkan untuk diri dan keluarganya, dan sebagian yang lainnya untuk diri dan lingkungan masyarakatnya. [107]

Nabi saw bercermin di depan kaca, merapikan rambut kepalanya dan menyisirnya, beliau berpenampilan bukan hanya untuk keluarganya namun untuk para sahabatnyapun beliau melakukan hal itu. [108] Dalam mengadakan perjalananpun dia menjaga dan memperhatikan kebersihan dan kerapiannya, dan dia selalu membawa bersamanya lima hal; cermin, celak, sisir, sikat gigi dan gunting. [109]

Ke-ummi-an

Di dalam Alquran Nabi saw disebut "Ummi". Dan istilah ini biasanya digunakan untuk seseorang yang tidak mampu membaca dan menulis, Nabi tidak membaca dan tidak menulis. Alquran berkata: "Dan kamu tidak pernah membaca sebelumnya (Alquran) sesuatu Kitab pun dan kamu tidak (pernah) menulis suatu kitab dengan tangan kananmu" hal ini menunjukkan bahwa Nabi sebelum wahyu turun kepadanya, dia tidak membaca dan tidak menulis, di kelanjutan ayat tersebut Allah swt berfirman: "...andai kata (kamu pernah membaca dan menulis), benar-benar ragulah orang yang mengingkari(mu)." [110]

Mutiara Hadis

  • "Tidak dibenarkan seorang mukmin kenyang sementara tetangganya kelaparan." [111]
  • "Tidak dibenarkan seorang mukmin bersembunyi dibalik darah seseorang." [112]
  • "Tidak diterima iman tanpa amal dan amal tanpa iman." [113]
  • "Tiga hal yang jika seseorang tidak memilikinya maka pekerjaannya tidak akan terlaksana: Ketaqwaan yang mencegahnya untuk berbuat maksiat, akhlaq yang bertoleransi dengan masyarakat dan keramahan yang dengannya dapat mencegah keringanan orang-orang yang berbuat ringan." [114]
  • "Merasa mudahlah dengan sesama sehingga mereka juga berbuat mudah kepadamu." [115]
  • "Pahala berbuat baik dan bersilaturahmi lebih cepat sampai dari berbagai kebaikan lainnya dan pembalasan kezaliman dan memutus silaturahmi lebih cepat sampai dari perbuatan buruk lainnya." [116]
  • "Malapetaka agama ada tiga hal: Kepintaran orang jahat, kepemimpinan orang zalim dan seorang mujtahid yang bodoh." [117]
  • "Talak adalah perbuatan halal yang paling dibenci Allah swt." [118]
  • "Bertemanlah dengan orang-orang faqir sesungguhnya di hari pembalasan mereka memiliki pemerintahan yang besar." [119]
  • "Sebaik-baiknya makhluk di sisi Allah adalah seorang yang lebih baik dari segi akhlaknya." [120]
  • "Makhluk yang paling dicintai Allah adalah seorang yang lebih berguna bagi hamba-hamba Allah." [121]
  • "Sebaik-baiknya orang di antara kalian adalah seorang yang lebih baik untuk istrinya." [122]

Kedudukan Nabi dalam Keyakinan Syiah

Menurut akidah dan keyakinan Syiah, Nabi Muhammad saw adalah seorang Nabi dan Rasul. Karena beliau adalah nabi yang terakhir, maka tidak akan ada lagi nabi yang diutus setelahnya. Nabi Muhammad saw termasuk salah satu dari para nabi Ulul Azmi dan membawa ajaran syariat baru dari sisi Allah swt untuk manusia. Nabi saw adalah orang pertama dari empat belas manusia suci. Beliau bukan hanya maksum dalam penerimaan wahyu tetapi dalam segala aspek kehidupannya pun terjaga dari dosa. Begitu juga telah dinukil bahwa Nabi saw memiliki beberapa mukzijat dan yang terpenting dari itu semua adalah Alquran.

Sumber-sumber Riwayat dari Nabi saw

Menurut akidah orang-orang Syiah, prinsip pertama adalah riwayat-riwayat para imam dari sisi kehujahannya sama dengan riwayat-riwayat Nabi yang mulia saw dan harus berpegang teguh dengannya, dan dari sisi ini tidak ada perbedaan di antara riwayat-riwayat tersebut. Oleh karena itu, Kutub al-Arba'ah (empat kitab seperti Usul al-Kāfi, al-Tahdzib, Man Lā Yahduruhu al-Faqῑh dan al-Istibshār) sebagai sumber dasar hadis-hadis Syiah, mencegah adanya pemilahan antara sabda-sabda Nabi saw dan para imam as, dan dalam berbagai tema telah dinukil riwayat-riwayat yang bermacam-macam dari mereka.

Meski demikian, masih ada sumber-sumber yang mengumpulkan kumpulan hadis dari sabda-sabda Rasulullah atau mengkhususkan sebuah bab terpisah untuk hadis-hadis nabi saw. Di antara sumber-sumber tersebut yang dapat disebutkan di sini adalah:

  • Tuhafu al-Uqūl an Āli al-Rasūl, karya Ibnu Syu'bah al-Harrāni, salah seorang ulama dan fugaha besar Syiah pada abad ke-4 H. Buku ini adalah sebuah kumpulan bernilai dari sabda-sabda dan nasehat-nasehat Nabi saw dan Ahlulbait as yang membuat satu bab secara terpisah untuk sabda-sabda nabi saw.
  • Al-Majāzat al-Nabawiah karya Sayid Radhi. Ini adalah sebuah karya hadis yang memandang sabda-sabda Nabi saw dari sudut pandang sastra, isyarat, tegoran, kiasan dan penyerupaan.
  • Makātibu al-Rasūl karya Ali Ahmadi Miyanaji. buku ini berisikan surat-surat nabi saw yang ditujukan kepada raja-raja, para petugas, para pejabat dan tulisan-tulisan yang berkaitan dengan beberapa surat perjanjian, kontrak dan bermacam-macam tema yang berbeda.
  • Sunan al-Nabi tulisan Allamah Thabathabai. Buku ini ditulis dengan tujuan pengenalan secara menyeluruh tentang akhlak, tata cara sair suluk (perjalanan spritual), serta perangai Nabi dan segala hal yang secara keseluruhan dinamakan "Sunnah Nabi".
  • Nahju al-Fashāhah kumpulan hadis yang disusun oleh Abu al-Qasim Yabandeh. Buku ini disusun dalam dua bagian; hadis dan ceramah-ceramah. Ia mencakup atas riwayat-riwayat dan perkataan Rasulullah saw.

Lihat Juga

Catatan Kaki

  1. Ayati, Tārikh Payāmbar-e Islām, hlm. 42, 1378 S.
  2. Majlisi, Bihār al-Anwār, jld.15, hlm.117.
  3. Thabarsi, I'lām al-Wara bi A'lām al-Hudā, jld. 1, hlm. 43.
  4. Muqaddasi, Bazpazuhi Tārikh-e Welādat wa Syahādat-e Ma'shumān, hlm. 91.
  5. Syahidi, Tārikh Tahlil-e Islām, hlm. 42.
  6. Ayati, Tārikh-e Payāmbar-e Islām, hlm. 43.
  7. Kulaini, al-Kāfi, jld.1, hlm.439; Ibnu Syahrasyub, al-Manāqib, jld.1, hlm. 172; Amili, al-Shahih min al-Sirah al-Nabi al-A'zam, jld.2, hlm.68 .
  8. Syahidi, Tārik-e Tahlili-e Islām, hlm. 37.
  9. Ayati, Tārikh-e Payāmbar-e Islām, hlm. 42.
  10. Syahidi, Tārikh-e Tahlili-e Islām, hlm. 37, 38.
  11. Syahedi, Tārikh Tahlile Islām, hlm. 38.
  12. Ibnu Hisyam, jld. 1, hlm. 141-142.
  13. Muhammad Hamidullah, Sirah Ibnu Ishak, hlm. 59; Syahedi, Tārikh Tahlile Islām, hlm. 39.
  14. Syahedi, Tārikh Tahlilie Islām, hlm. 39-40.
  15. Ayāti, Tārikh Payāmbar Islām, hlm. 56-60.
  16. Ayāti, Tārikh Payāmbar Islām, hlm. 60-61.
  17. Syahidi, Tārikh Tahlile Islām, hlm. 40.
  18. Ayati, Tārikh Payāmbar Islām, hlm. 67.
  19. Syahidi, Tārikh Tahlile Islām, hlm. 41.
  20. Syahidi, Tārῑkh Tahlῑle Islām,hlm. 41.
  21. Syahidi, Tārῑkh Tahlῑle Islām, hlm. 41.
  22. Ibnu Hisyām, jld. 1, hlm. 262.
  23. Ibnu Hisyām, jld. 1, hlm. 264-266.
  24. Ibnu Hisyām, jld. 1, hlm. 281-282.
  25. Syahidi, Tārikh Tahlile Islām, hlm. 41.
  26. Syahidi, Tārῑkh Tahlῑle Islām, hlm. 41-44.
  27. Sirah Ibnu Ishak, hlm. 127; dinukil dari Syahidi, Tārῑkh Tahlῑle Islām, hlm. 44.
  28. Tārikh al-Rusul wa al-Muluk, jld. 3, hlm. 1172; dinukil dari Syahedi, Tārῑkh Tahlῑle Islām, hlm. 44.
  29. Syahidi, Tārῑkh Tahlῑle Islām, hlm. 44.
  30. Sirah Ibn Hisyam, jld. 1, hlm. 279; dinukil dari Syahidi, Tārikh Tahlilie Islām, hlm. 49.
  31. Syahidi, Tārikh Tahlilie Islām, hlm. 49.
  32. Syahidi, Tārikh Tahlilie Islām, hlm. 56.
  33. Syahidi, Tārikh Tahlilie Islām, hlm. 51-52.
  34. Syahidi, Tārikh Tahlilie Islām, hlm. 53.
  35. Syahidi, Tārikh Tahlilie Islām, hlm. 53.
  36. Syahidi, Tārikh Tahlilie Islām, hlm. 53.. hlm. 53.
  37. Ibnu Hisyam, jld. 2, hlm. 60 dan seterusnya; Thabari, jld. 2, hlm. 344-346.
  38. Syahidi, Tārikh Tahlilie Islām, hlm. 56.
  39. Syahidi, Tārikh Tahlilie Islām, hlm. 56-59.
  40. Syahidi, Tārikh Tahlilie Islām, hlm. 59.
  41. Syahidi, Tārikh Tahlile Islām, hlm. 59-60.
  42. Syahidi, Tārikh Tahlile Islām, hlm. 60.
  43. Syahidi, Tārikh Tahlile Islām, hlm. 60-63.
  44. Ibnu Hisyām, jld. 2, hlm. 150-153.
  45. Ibid,. hlm. 147 dan seterusnya.
  46. Syahidi, Tārikh Tahlilie Islām, hlm. 68-67.
  47. Syahidi, Tārikh Tahlile Islām, hlm. 68
  48. QS. Al-Munafiqun, 1-2.
  49. QS. Ali Imran, 65-67
  50. QS. Al-Baqarah, 144
  51. QS. Al-Baqarah, 142
  52. Syahidi, Tārikh Tahlile Islām, hlm. 72.
  53. Syahidi, Tārikh Tahlile Islām, hlm. 73.
  54. Waqidi, jld. 1, hlm. 19 ke atas.
  55. Syahidi, Tārikh Tahlile Islām, hlm. 72.
  56. QS, Āli Imran/ 12-13
  57. Syahidi, Tārikh Tahlile Islām, hlm. 79-80.
  58. Thabari, jld. 2, hlm. 538-555.
  59. Waqidi, jld. 1, hlm. 363 ke atas.
  60. Waqidi, jld. 1, hlm. 402-404; Ibnu Hisyam, jld. 3, hlm. 224.
  61. Syahidi, Tārikh Tahlile Islām, hlm. 86-87.
  62. Syahidi, Tārikh Tahlile Islām, hlm. 87-88.
  63. Syahidi, Tārikh Tahlile Islām, hlm. 90
  64. Ibnu Hisyam, jld. 3, hlm. 302 ke atas.
  65. Waqidi, jld. 2, hlm. 633 ke atas; Thabari, jld. 3, hlm. 9 ke atas.
  66. Ayati, Tārikh Payāmbar Islām, hlm. 410-411.
  67. Syahidi, Tārikh Tahlile Islām, hlm. 90.
  68. Syahidi, Tārikh Tahlile Islām, hlm. 90-91.
  69. Syahidi, Tārikh Tahlile Islām, hlm. 91
  70. Syahidi, Tārikh Tahlile Islām, hlm. 92.
  71. Thabari, jld. 2, hlm. 644.
  72. Syahidi, Tārikh Tahlile Islām, hlm. 94-95.
  73. Waqidi, jld. 2, hlm. 885 ke atas.
  74. QS. Al-Taubah: 81.
  75. Waqidi, Al- Maghāzi, jld. 2, hlm. 996; kutipan Syahidi, Tārikh Tahlile Islām, hlm. 97.
  76. Syahidi, Tārikh Tahlile Islām, hlm.97-98.
  77. Ayati, Tārikh Payāmbar Islām, hlm. 537
  78. Al-Mufid, Al-Irsyād, jld. 1, hlm. 166-171
  79. Baladzuri, Ansāb al-Asyrāf, jld. 2, hlm. 108-111
  80. Syaikh Mufid, al-Irsyād, hlm. 166-167.
  81. QS. Al-Baqarah: 199
  82. Ibnu Sa'ad, Al-Thabaqāt al-Kubrā, jld. 2, hlm. 255
  83. Shahih Bukhari, jld.6, Bab. Maradhu al-Nabi wa Wafatuhu, hlm.12, .
  84. Shahih Muslim, jld.3, Kitab al-Washiyah, bab 5, hlm.1259.
  85. Nahjul Balāghah, terjemahan Sayid Ja'far Syahidi, Khotbah 202, hlm. 237.
  86. Syahidi, Tārikh Tahlile Islām, hlm. 106.
  87. Syahidi, Tārikh Tahlile Islām, hlm. 106-107.
  88. Syahidi, Tārikh Tahlile Islām, hlm. 107.
  89. Syahidi, Tārikh Tahlile Islām, hlm. 108.
  90. Ibid, hlm. 109.
  91. Syahidi, Tārikh Tahlile Islām, hlm. 109-110.
  92. QS. Al-An'ām, 33.
  93. Majma' al-Bayān, jld. 3, hlm. 294.
  94. Ibnu Hisyam, Sirah, jld. 1
  95. QS, As-Syu'ara, 198; juga QS, Fussilat, 44.
  96. QS.At-Taubah, 128; QS, Ali Imran, 164; .
  97. QS. Al-Qalam: 4.
  98. Maqālah "Islām" dar "Dāirah al-Ma'ārif Buzurgh Islami".
  99. Al-Syifa' bi Ta'rῑfi Huquqi al-Mushtafa, jld. 1, hlm. 150; al-Ma'rifah wa al-Tārikh, jld. 2, hlm. 283; al-Mushannaf lῑ Ibni Abi Syaibah, jld. 11, hlm. 512.
  100. Bihār al-Anwār, jld. 16, hlm. 260; al-Mizān fi Tafsir al-Qur'ān, jld. 6, hlm. 332.
  101. Bihār al-Anwār, jld. 16, hlm. 237; al-Bidāyah wa al-Nihāyah, jld. 6, hlm. 39.
  102. Bihār al-Anwār, jld. 16, hlm. 287.
  103. Hayāt al-Shahābah, jld. 2, hlm. 526.
  104. Payandeh, Nahj al-Fashāhah, hlm. 35-36.
  105. Delsyad Tehrani, Sirah Nabawi "Mantiq Amali", jld. 3, hlm. 352.
  106. Neisyāburi, Shahih Muslim, jld. 2, hlm. 31; Baihaqi, Sunan al-Kubrā, jld. 2, hlm. 21.
  107. Ibnu Sa'ad, Thabaqāt al-Kubrā, jld. 1, hlm. 423; Tsa'labi, Jawāhῑr al-hasan fῑ Tafsῑr al-Qurān, jld. 4, hlm. 306.
  108. Thabarsi, Makārim Akhlāk, hlm. 34-35.
  109. Halabi, Sirah al-Halabiah, jld. 3, hlm. 352.
  110. QS. Al-'Ankabut: 48.
  111. "لایشبع المؤمن دون جاره", Poyandeh, Nahjul Fashohah, hlm. 683, no. 2545.
  112. "لایفتک مؤمن", Poyandeh, Nahjul Fashohah, hlm. 683, no. 2550.
  113. Poyandeh, Nahjul Fashohah, hlm. 684, no. 2553.
  114. Poyandeh, Nahjul Fashohah, hlm. 683, no. 1288.
  115. "اسمح یسمح لک", Poyandeh, Nahjul Fashohah, hlm. 211, no. 293.
  116. Poyandeh, Nahju al-Fashahah, hlm. 211, no. 291.
  117. "آفة الدین ثلاثة: فقیه فاجر و امام جائر و مجتهد جاهل", Poyandeh, Nahjul Fashohah, hlm. 156, no. 4.
  118. "ابغض الحلال الی الله الطلاق", Poyandeh, Nahjul Fashohah, hlm. 157, no. 16.
  119. Poyandeh, Nahjul Fashohah, hlm. 160, no. 29.
  120. Poyandeh, Nahjul Fashohah, hlm. 169, no. 84.
  121. Poyandeh, Nahjul Fashohah, hlm. 163, no. 86.
  122. "خیارکم خیارکم لنسائهم", Poyandeh, Nahjul Fashohah, hlm. 465, no. 1477.

Daftar Pustaka

  • Āyāti, Muhammad Ibrahim. Tārikh Payāmbar Islām. Revisi dan tambahan dari Abul Qasim Gorji. Teheran: Cetakan Universitas Teheran, 1378 HS. Qal'aji dan Abdulbar Abbas. Beirut: Dar al-Nafais, 1412 H.
  • Abu Na'im Isfahani, Ahmad bin Abdullah. Dalāil an-Nubuwwah. Peneliti: Muhammad Rawwas
  • Bagian Biografi dikutip dari makalah "Islam" dalam "Dāirah al-Ma'ārif Buzurgh Islāmi" dan juga buku "Tārikh Tahlil Islam" karya Sayid Ja'far Syahidi.
  • Baihaqi, Ahmad bin al-Husain. As-Sunan al-Kubra. Beirut: Dār al-Fikr, Tanpa tahun.
  • Baihaqi, Ahmad bin Husain. Dalāil an-Nubuwwah wa Ma'rifah Ahwāl Shahib asy-Syari'ah. diteliti dan dikomentari oleh Abdul Mu'thi Qal'aji. Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 1405 H.
  • Baladzuri, Ahmad bin Yahya bin Jabir. Ansāb al-Asyrāf. Peneliti: Muhammad Baqir Mahmudi. Beirut: Muassasah al-A'lāmi lil Mathbu'āt, 1394 H/1974.
  • Delsyād Tehrani, Musthafa. Sirah Nabawi "Mantiq Amali". Tehran: Daryā, 2006.
  • Imam Khomaini, Ruhullah. Shahefeh Imam. Teheran: Muassasah Tanzhim wa Nasyr Atsari Imam Khomaini, 1378 HS.
  • Ibn Sa'ad. Thabaqāt al-Kubra. Beirut: Dār Shadir, Tanpa tahun.
  • Kulaini, Muhammad bin Ya'qub. Al-Kāfi.Teheran: Islamiyah, 1362 HS.
  • Makarim Syirazi, Nasir. Tafsir Nemuneh. Teheran: Dar al-Kutub al-Islamiyah, 1374 HS.
  • Muqaddasi, Yadullah. Bazpajuhi Tārikh Wilādat wa Syahādat Maksumān. Qom: Pazyuhesgah Ulum wa Farhanggi Islāmi, 2012.
  • Naisyāburi, Muslim. Shahih Muslim. Beirut: Dār al-Fikr, Tanpa tahun..
  • Payām Payāmbar: kumpulan surat, khotbah, wasiat, doa, perumpaaan, dan Sabda komprehensif Rasulullah (saw). Disusun, diterjemahkan dan direvisi oleh: Bahāuddin Khuramshāhi dan Mas'ud Anshāri. Teheran: Syirkat Intisyārāt Ilmi wa Farhanggi, 1387 HS.
  • Pāyandeh, Abul Qasim. Nahj al-Fashāhah, Kumpulan kalimat-kalimat ringkas Rasulullah (saw) dengan terjemahan Persia. Cetakan Dunyā Dānish, 1380 HS.
  • Rasuli Mahallati, Sayid Hasyim. Darhāi az Tārikhe Tahlili Islam. Qom: Pasdari Islam, 1371 HS.
  • Syahidi, Sayid Ja'far. Tārikh Tahlile Islām. Teheran: Markas Nasyr Danesghāhi, 1390 HS.
  • Syaikh Mufid, Muhammad bin Muhammad. Al-Irsyād. Peneliti: Muassasah Al al-Bait as li Ihya al-Turats. qom: Muktamar Internasional Syaikh Mufid, 1413 H.
  • Thabarsi. I'lām al-Wara bi A'lām al-Huda. Qom: Muassasah Ālul Bait li Ihyā al-Turāts, 1417 H.
  • Thabāthabāi, Muhammad Husain. Sunan al-Nabi. Perjemah dan peneliti: Muhammad Hādi Fikhi. Teheran: Islāmiyah, 1355 HS.
  • Tsa'ālibi. Jawāhir al-Hasan fῑ Tafsῑr al-Qurān. Peneliti: Abdul Fattah Abu Sanah, Syekh Ali Mumammad Muawwidh dan Syekh Adil Ahmad Abdul Maujud. Beirut: Dār Ihya al-Turāts al-Arabi, 1418 H.
  • Waqidi, Muhammad bin Umar. Al-Maghāzi. peneliti: Marsden Jhons. Nasyr Danesyi Islami, 1405 H.
  • Ya'qubi, Ahmad bin Ishāk. Tārikh Ya'qubi. Penerjemah: Muhammad Ibrahim Āyāti. Teheran: Syirkat Intisyārāt Ilmi wa Farhanggi, 1378 HS.