Khalid bin Walid
Khalid bin Walid Al-Makhzumi (bahasa Arab: خالد بن الوليد المخزومي) merupakan salah satu tokoh militer terkemuka pada periode awal perkembangan Islam. Sebelum memeluk Islam, Khalid terlibat dalam peperangan melawan kaum Muslim, termasuk dalam Perang Badar, Uhud, dan Ahzab. Ia kemudian memeluk Islam sebelum peristiwa Penaklukan Makkah (Fathu Makkah). Setelah masuk Islam, Khalid memainkan peran penting dalam berbagai pertempuran, seperti Perang Mu'tah, Penaklukan Mekkah, dan Perang Hunain.
![]() Foto makam Khalid bin Walid di Homs, Suriah | |
Info pribadi | |
---|---|
Nama lengkap | Khalid bin Walid bin Mughirah bin Abdullah bin Umar (Umair) bin Makhzum Qarasyi Makhzumi |
Lakab | Saifullah (di kalangan Ahlusunah) |
Kerabat termasyhur | Walid bin Mughirah (ayah), Abu Jahal (sepupu) |
Tempat Tinggal | Makkah, Madinah |
Wafat/Syahadah | Tahun 21 atau 22 H/Syam (Suriah sekarang) |
Tempat dimakamkan | Homs |
Informasi Keagamaan | |
Memeluk Islam | 1 Safar tahun 8 H, sebelum Fathu Makkah |
Keikutsertaan dalam Ghazwah | Perang Badar, Perang Uhud, Perang Ahzab dalam barisan kaum musyrikin. Setelah memeluk Islam: Perang Mutah, Fathu Makkah, Perang Hunain. Pada masa khulafa': Peperangan Riddah, Perang dengan Iran dan Fathu Syam |
Aktivitas lain | Pembunuhan terhadap sejumlah anggota Bani Jadzimah setelah mereka memeluk Islam; mengalahkan Ukaydir bin Abdul Malik, penguasa Kristen di Dumatul Jandal; serta tindakan-tindakan rahasia yang dilakukan melawan Imam Ali as. |
Salah satu peristiwa kontroversial yang melibatkan Khalid bin Walid adalah tindakannya terhadap Malik bin Nuwairah, seorang sahabat Nabi Muhammad saw. Meskipun Malik bin Nuwairah dan kabilahnya, Bani Tamim, telah memeluk Islam, Khalid menahan mereka dan memerintahkan eksekusi terhadap Malik serta beberapa anggota kabilahnya. Pada malam yang sama, Khalid menikahi istri Malik bin Nuwairah. Tindakan ini menuai kritik dari beberapa sahabat, termasuk Umar bin Khattab, yang berpendapat bahwa Khalid layak dikenai hukuman qisas atas pembunuhan Malik dan hukuman rajam atas pernikahannya dengan istri Malik. Namun, Abu Bakar, sebagai pemimpin saat itu, memaafkan Khalid dengan alasan bahwa tindakannya didasarkan pada ijtihad pribadi.
Selain itu, Khalid bin Walid juga disebut-sebut sebagai salah satu tokoh yang memiliki permusuhan dengan Imam Ali as. Beberapa sumber sejarah menyatakan bahwa ia turut berperan dalam peristiwa yang mengarah pada pembunuhan Imam Ali as.
Biografi dan Kedudukan
Khalid bin Walid berasal dari keluarga Bani Makhzum, Quraisy,[1] salah satu keluarga besar dan penting di Quraisy yang bersaing dengan bani Hasyim.[2] Berdasarkan perkiraan sejarawan dan usia saat wafat, Khalid lahir 26 tahun sebelum pengutusan Nabi Muhammad saw di Mekkah. Ayahnya, Walid bin Mughirah, adalah seorang pemuka dan tokoh terkemuka di Quraisy.[3]
Sebelum memeluk Islam, Khalid merupakan bangsawan dan prajurit Quraisy.[4] Pada tahun 2 Hijriah, ia ikut serta dalam perang Badar melawan kaum Muslim,[5] dan menurut Waqidi, ia sempat menjadi tawanan.[6] Pada tahun ke-3 Hijriah, Khalid menjadi komandan Quraisy dalam perang Uhud dan berhasil mengalahkan kaum Muslim.[7] Pada tahun kelima, ia turut serta dalam Ghazwa Ahzab.[8]
Namun, Khalid bin Walid akhirnya memeluk Islam. Mengenai waktu ia masuk Islam, terdapat berbagai pendapat. Pendapat paling terkenal menyebutkan bahwa ia masuk Islam pada awal bulan Safar tahun ke-8 Hijrah, sebelum Penaklukan Mekkah.[9] Sumber lain menyebutkan ia memeluk Islam pada tahun kelima Hijriah setelah Perang Bani Quraizhah atau antara Perjanjian Hudaibiyah (Dzulqa'dah tahun ke-6 H) dan Perang Khaibar (Muharram tahun ke-7 H).[10]
Permusuhan dengan Imam Ali
Sebagian sejarawan Sunni menggambarkan Khalid bin Walid sebagai panglima yang berani, cerdas, penuh kasih, bijaksana, dan berwibawa;[11] namun dalam kitab Sulaym bin Qays disebutkan bahwa Khalid terlibat dalam pemaksaan baiat Imam Ali as kepada khalifah pertama.[12] Dalam sumber-sumber Syiah, diriwayatkan bahwa Khalid terlibat dalam beberapa tindakan rahasia melawan Imam Ali as, termasuk dalam rencana pembunuhan beliau, sehingga ia dikecam keras.[13]
Sebagai Perawi Hadis
Khalid meriwayatkan beberapa hadis dari Nabi Muhammad saw.[14] Abdullah bin Abbas, Miqdad bin Ma‘di Karib, dan Malik bin Harits al-Asytar meriwayatkan hadis darinya.[15]
Peran dalam Peperangan
Setelah masuk Islam, Khalid bin Walid turut serta dalam Perang Mu'tah pada bulan Jumadil Awal tahun 8 Hijriah. Setelah para pemimpin pasukan Muslim gugur, ia mengambil alih komando dan berhasil membawa sisa pasukan kembali ke Madinah.[16] Ia juga hadir dalam Penaklukan Mekkah pada 20 Ramadhan tahun 8 Hijriah,[17] dan atas perintah Nabi, ia memimpin kelompok untuk menghancurkan berhala terkenal, Al-'Uzza, berhala terbesar suku Quraisy.[18]
Misi Dakwah Islam
Pada bulan Rajab tahun 9 Hijriah, Khalid diutus Nabi saw untuk memimpin 420 penunggang kuda menuju Ukaidir bin Abdul Malik, seorang penguasa Kristen di Dumat al-Jandal. Setelah pertempuran singkat, ia berhasil menawan Ukaydir dan kemudian membuat perjanjian damai dengannya.[19] Pada tahun ke-10 Hijriah, Nabi mengutus Khalid bersama 400 orang ke Bani Harits di Najran untuk mengajak mereka memeluk Islam.[20]
Pada tahun yang sama, Nabi saw mengutus Khalid ke Yaman untuk mendakwahi penduduknya. Selama enam bulan Khalid berdakwah, tetapi tidak ada yang menerima ajakannya. Setelah itu, Nabi saw mengutus Ali bin Abi Thalib as untuk menggantikan Khalid dan memerintahkan agar ia kembali.[21]
Nekat dan Membunuh Orang Tak Bersalah
Khalid bin Walid pernah membunuh orang-orang tak bersalah, yang membuat Nabi menyatakan ketidaksenangan atas tindakannya dan melarang pembunuhan terhadap anak-anak, perempuan, dan budak. Pada awal bulan Syawal tahun ke-8 Hijriah, Khalid memimpin 350 orang dari kelompok Muhajirin, Anshar, dan Bani Sulaim menuju Bani Jadzimah di sekitar Makkah untuk mengajak mereka memeluk Islam. Meskipun Bani Jadzimah telah menyatakan keislaman mereka dan menyerahkan senjata, Khalid tetap memerintahkan eksekusi terhadap beberapa anggota suku tersebut. Ketika Nabi mengetahui hal ini, beliau mengutus Ali bin Abi Thalib untuk membayar diyat kepada keluarga korban. Menurut Abdurrahman bin Auf, tindakan Khalid ini semata-mata untuk membalas dendam atas kematian pamannya, Fakah bin Mughirah.[22]
Ketika Nabi saw memimpin perang melawan suku Hawazin dalam perang Hunain pada tahun ke-8 Hijriah, Khalid memimpin pasukan kavaleri dari Bani Sulaim. Namun, ia sempat melarikan diri saat pertempuran dimulai. Disebutkan bahwa ia kembali dan ikut bertempur hingga terluka. Dalam pertempuran ini, ia membunuh beberapa orang, termasuk seorang wanita, sehingga Nabi melarangnya membunuh anak-anak, perempuan, dan budak.[23]
Bersama Abu Bakar dan Umar
Menurut Waqidi, Khalid turut serta dalam Haji Wada' (Haji Perpisahan).[24] Setelah wafatnya Nabi Muhammad saw, ia menjadi salah satu pendukung setia Abu Bakar[25] dan karena itu, ia mendapatkan posisi istimewa serta perlindungan penuh dari Abu Bakar.[26]
Dalam perang Riddah, Abu Bakar memerintahkan Khalid untuk memulai misinya ke kabilah Thai di Aknaf, kemudian ke Tulaiha bin Khuwailid al-Asadi di Buzakhah, dan selanjutnya ke Malik bin Nuwairah di Bathah. Abu Bakar memerintahkan Khalid untuk memerangi mereka jika mereka tidak kembali kepada Islam.[27] Namun, kemudian Abu Bakar menyesal telah mengutus Khalid ke Buzakhah.[28] Khalid berhasil mengalahkan Tulaiha, yang mengaku sebagai nabi, dalam pertempuran sengit dan menumpas pengikutnya.[29]
Setelah itu, Khalid membunuh Malik bin Nuwairah dan anggota kabilahnya, meskipun mereka telah memeluk Islam, lalu menikahi istrinya.[30] Tindakan Khalid yang bertentangan dengan syariat Islam ini memicu protes dari beberapa sahabat.[31]
Umar bin Khattab menilai Khalid layak dihukum kisas atas pembunuhan Malik dan dihukum rajam atas perbuatannya menikahi istri Malik.[32] Namun, Abu Bakar berpendapat bahwa Khalid telah bertindak berdasarkan ijtihadnya dan tidak layak disalahkan.[33]
Pada awal pemerintahan Umar bin Khattab, yaitu pertengahan bulan Jumadil Akhir tahun 13 Hijriah, Khalid bin Walid diberhentikan dari jabatan panglima tertinggi pasukan Syam atas perintah Umar. Posisi tersebut kemudian diberikan kepada Abu Ubaidah bin al-Jarrah.[34]
Ketika Umar pergi ke Syam pada tahun ke-17 Hijriah, ia menghibur Khalid dan, menurut sebuah riwayat, mengangkatnya sebagai gubernur kota-kota di Jazirah seperti Ruhā, Harran, Raqqah, Tall Mawzin, dan Amid. Khalid tinggal di wilayah tersebut selama satu tahun.[35] Menurut riwayat lain, Khalid adalah gubernur Qinnasrin yang diangkat oleh Abu Ubaidah. Pada masa itu, ia melakukan beberapa serangan ke daerah perbatasan Bizantium di Asia Kecil, meraih banyak harta rampasan. Ketika Umar mengetahui hadiah-hadiah yang diberikan Khalid dari rampasan perang terakhirnya, terutama sejumlah besar yang ia berikan kepada Asy’ats bin Qais, Umar marah dan memerintahkan Abu Ubaidah untuk memecat Khalid serta meminta penjelasan tentang asal-usul harta tersebut. Setelah itu, Umar menyita setengah dari kekayaan Khalid.[36]
Wafat
Beberapa riwayat menyebutkan bahwa setelah mengundurkan diri atau dipecat dari jabatannya, Khalid pergi ke Madinah. Setelah beberapa waktu, ia jatuh sakit dan wafat di sana. Umar turut menghadiri prosesi pemakamannya.[37] Menurut riwayat lain yang lebih terkenal, setelah dipecat, Khalid menunaikan umrah. Ia kemudian hidup menyendiri di Homs, menjadikan Umar sebagai pelaksana wasiatnya. Akhirnya, menurut pendapat yang lebih populer, ia wafat di sana pada tahun 21 Hijriah, dan menurut pendapat lain pada tahun 22 Hijriah.[38] Ia dimakamkan di pinggiran kota Homs.[39] Khalid meninggal pada usia 60 tahun.[40]
Masjid Khalid bin Walid terkenal karena memiliki sembilan kubah dan dua menara. Namun, dalam serangan ISIS setelah tahun 2011. Masjid ini diserang dan mengakibatkan beberapa bagiannya mengalami kerusakan.[41]
Catatan Kaki
- ↑ Ibnu Sa'ad, al-Thabaqat al-Kubra, 1968, jld 7, hlm. 394; Zubairi, Nasab Quraisy, 1953, hlm. 320; Ibnu Abdul Barr, Al-Isti'ab, 1412 H, jld. 2, hlm. 427.
- ↑ Syalabi, Tarikh Sayfullah Khalid bin al-Walid, 1933, hlm. 20–24.
- ↑ Abul Faraj al-Isfahani, Kitab al-Aghani, Kairo, jld. 16, hlm. 194.
- ↑ Ibnu Abd Rabbih, Al-‘Iqd al-Farid, Dar Ihya’ at-Turats al-‘Arabi, jld. 3, hlm. 278; Ibnu Abdul Barr, Al-Isti'ab, 1412 H, jld. 2, hlm. 427.
- ↑ Ibnu Sa'ad, al-Thabaqat al-Kubra, 1968, jld. 7, hlm. 394.
- ↑ Waqidi, al-Maghazi, 1989, jld. 1, hlm. 130.
- ↑ Ibnu Ishaq, Sirah Ibnu Ishaq, 1401 H, hlm. 305; Waqidi, al-Maghazi, 1989, jld 1, hlm. 220, 229, 232, 275, 283; Ibnu Hisyam, al-Sirah al-Nabawiyyah, 1936, jld. 3, hlm. 70, 91.
- ↑ Waqidi, Al-Maghazi, 1989, jld. 2, hlm. 465–466, 470, 472–473, 490.
- ↑ Waqidi, Al-Maghazi, 1989, jld. 2, hlm. 661; Ibnu Hisyam, al-Sirah al-Nabawiyyah, 1936, jld. 3, hlm. 290–291; Ibnu Sa'ad, Al-Tabaqat al-Kubra, 1968, jld. 4, hlm. 252.
- ↑ Khalifah bin Khayyat, Tarikh, 1415 H, hlm. 40; Ibnu Abdul Barr, Al-Isti'ab, 1412 H, jld. 2, hlm. 427; Ibnu Atsir, Usud al-Ghabah, 1415 H, jld. 2, hlm. 140.
- ↑ Azdi, Tarikh Futuh al-Syam, 1970, hlm. 96, 99; Zubairi, Nasab Quraisy, 1953, hlm. 320; Ibnu Asakir, Tarikh Madinah Dimasyq, Beirut, jld. 16, hlm. 250.
- ↑ Sulaim bin Qays al-Hilali, Kitab Sulaim, 1426 H, hlm. 386–387; lihat juga Ibnu Abi al-Hadid, jld. 2, hlm. 57.
- ↑ Sulaim bin Qays al-Hilali, Kitab Sulaim, 1426 H, hlm. 394; Ibnu Syadzan, Al-Idhah, 1363 H, hlm. 155–158; Ibnu Babawayh, ‘Ilal asy-Syarai‘, tanpa tahun, jld. 1, hlm. 191–192; Kasysyi, Ikhtiyar Ma'rifat ar-Rijal, 1404 H, jld. 2, hlm. 695.
- ↑ Ahmad bin Hanbal, Musnad, 1313 H, jld. 4, hlm. 88–89; Fasaweh, Ma‘rifat al-Tarikh, 1401 H, jld. 1, hlm. 312; Ibnu Asakir, Tarikh Madinah Dimasyq, Beirut, jld. 16, hlm. 216–219; Ibnu Hajar al-Asqalani, al-Ishabah, 1412 H, jld. 2, hlm. 295–298.
- ↑ Ibnu Abi Hatim, jld. 3, hlm. 356; Ibnu Asakir, Tarikh Madinah Dimasyq, Beirut, jld. 16, hlm. 216.
- ↑ Waqidi, Al-Maghazi, 1989, jilid 2, hlm. 761-765; Ibnu Hisyam, al-Sirah al-Nabawiyyah, 1936, jilid 4, hlm. 19-22 dan 25.
- ↑ Waqidi, Al-Maghazi, 1989, jilid 2, hlm. 819 dan 825-826, serta 838-839; Ibnu Hisyam, al-Sirah al-Nabawiyyah, 1936, jilid 4, hlm. 49-50.
- ↑ Ibnu Kalbi, Kitab al-Ashnam, 1914, hlm. 24-27; Waqidi, al-Maghazi, 1989, jilid 1, hlm. 6; jilid 3, hlm. 873-874; Ibnu Hisyam, al-Sirah al-Nabawiyyah, jilid 4, hlm. 79.
- ↑ Waqidi, Al-Maghazi, 1989, jilid 3, hlm. 1025-1030; Ibnu Hisyam, al-Sirah al-Nabawiyyah, 1936, jilid 4, hlm. 169-170.
- ↑ Waqidi, al-Maghazi, 1989, jilid 3, hlm. 883-884; Ibnu Hisyam, al-Sirah al-Nabawiyyah, jilid 4, hlm. 239-240; Thabari, Tarikh al-Umam, jilid 3, hlm. 126-128.
- ↑ Thabari, Tarikh al-Umam, jilid 3, hlm. 131-132; Ibnu Hisyam, al-Sirah al-Nabawiyyah, 1936, jilid 4, hlm. 290-291.
- ↑ Waqidi, Al-Maghazi, 1989, jilid 3, hlm. 875-882; Ibnu Hisyam, al-Sirah al-Nabawiyyah, 1936, jilid 4, hlm. 70-74.
- ↑ Ibnu Hisyam, al-Sirah al-Nabawiyyah, 1936, jilid 4, hlm. 100; Abul Faraj Al-Isfahani, Kitab Al-Aghani, Kairo, jilid 16, hlm. 195.
- ↑ Waqidi, Al-Maghazi, 1989, jilid 3, hlm. 884.
- ↑ Zubair bin Bakkar, Akhbar al-Muwaffaqiyyat, 1972, hlm. 581.
- ↑ Zubairi, Nasab Quraisy, 1953, hlm. 320.
- ↑ Waqidi, Kitab al-Riddah, 1990, hlm. 69-70; Thabari, Tarikh al-Umam, jilid 3, hlm. 249 dan 253-255.
- ↑ Ya'qubi, Tarikh al-Ya'qubi, jilid 2, hlm. 137.
- ↑ Waqidi, Kitab al-Riddah, 1990, hlm. 81-94.
- ↑ Ya'qubi, Tarikh al-Ya'qubi, jilid 2, hlm. 131-132.
- ↑ Maqdisi, Al-Bad' wa al-Tarikh, Maktabah al-Tsaqafah al-Diniyah, jilid 5, hlm. 159.
- ↑ Abul Fida, Tarikh Abul Fida, jilid 1, hlm. 222.
- ↑ Ibnu Katsir, al-Bidayah wa al-Nihayah, 1407 H, jilid 6, hlm. 323.
- ↑ Ya'qubi, Tarikh al-Ya'qubi, jilid 2, hlm. 139-140; Thabari, Tarikh al-Umam, jilid 3, hlm. 435-436 dan 441.
- ↑ Yaqut, Tarikh Yaqut, jil. 2, hlm. 157.
- ↑ Thabari, Tarikh al-Umam, jil. 4, hlm. 66–67; Yaqut, Tarikh Yaqut, jil. 2, hlm. 157.
- ↑ Yaqut, Tarikh Yaqut, Dar Sader, jil. 2, hlm. 157; Ibnu Asakir, Tarikh Madinah Dimasyq, jil. 16, hlm. 270; Dzahabi, Siyar A'lam al-Nubala, 1401–1409 H, jil. 1, hlm. 381.
- ↑ Ibnu Sa'ad, Thabaqat al-Kubra, 1968, jil. 7, hlm. 397; Baladzuri, Futuh al-Buldan, 1413 H, hlm. 172–173; Thabari, Tarikh al-Umam, jil. 4, hlm. 144 dan 160; Ibnu Katsir, al-Bidayah wa al-Nihayah, jil. 4, hlm. 120.
- ↑ Ibnu Sa’d, Thabaqat al-Kubra, 1968, jil. 7, hlm. 397; Baladzuri, Ansab al-Asyraf, jil. 8, hlm. 320; Dzahabi, 1401–1409 H, jil. 1, hlm. 367.
- ↑ Dzahabi, Siyar A'lam al-Nubala, 1401–1409 H.
- ↑ "Makam Khalid bin Walid yang Dihancurkan: Warisan Teroris di Homs + Gambar", Kantor Berita ABNA; "Makam Khalid bin Walid yang Dihancurkan: Warisan Teroris di Homs", Kantor Berita Tasnim.
Daftar Pustaka
- Abu al-Faraj al-Isfahani, Ali bin Husain. Kitab al-Aghani, Kairo: tanpa penerbit, 1383 H.
- Abu al-Fida, Isma’il bin Ali, Tarikh Abu al-Fida, Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 1417 H.
- Ahmad bin Hanbal, Musnad al-Imam Ahmad bin Hanbal, Kairo: 1313 H.
- Al-Azdi, Muhammad bin Abdullah. Tarikh Futuh al-Syam, penyunting Abdul Mun’im Abdullah ‘Amir. Kairo: tanpa penerbit, 1970 M.
- Al-Baladzuri, Ahmad bin Yahya. Ansab al-Asyraf, penyunting Mahmoud Ferdous Azam, Damaskus, tanpa penerbit, 1996–2000 M.
- Al-Baladzuri, Ahmad bin Yahya. Futuh al-Buldan, penyunting de Goeje, Leiden, 1866 M.
- Al-Dzahabi, Muhammad bin Ahmad. Siyar A‘lam al-Nubala, penyunting Syu’aib Arnawuth dan lainnya, Beirut: 1401–1409 H / 1981–1988 M.
- Al-Fasawi, Ya’qub bin Sufyan. Kitab al-Ma‘rifah wa al-Tarikh, penyunting Akram Diya’ ‘Umari, Beirut: Mu’assasah al-Risalah, cet. kedua, 1401 H.
- Al-Maqdisi, Muthahhar bin Thahir, Al-Bada’ wa al-Tarikh, Beirut, Port Said, Maktabah al-Tsaqafah al-Diniyyah, tanpa tahun.
- Al-Thabari, Muhammad bin Jarir. Tarikh al-Thabari': Tarikh al-Umam wa al-Muluk, penyunting Muhammad Abu al-Fadl Ibrahim, Beirut, Dar al-Turats, 1382–1387 H / 1962–1967 M.
- Al-Waqidi, Muhammad bin Umar. Kitab al-Maghazi, penyunting Marsden Jones, London, 1966.
- Al-Waqidi, Muhammad bin Umar. Kitab al-Riddah, riwayat Ahmad bin Muhammad bin A’tsam al-Kufi, penyunting Yahya Jaburi, Beirut: 1410 H / 1990 M.
- Al-Zubairi, Mush’ab bin Abdullah. Nasab Quraisy, penyunting Louis Provence, Kairo, Dar al-Ma’arif, 1953 M.
- Ibnu ‘Abd al-Barr, Yusuf bin Abdullah. Al-Isti‘ab fi Ma‘rifat al-Ashhab, penyunting Ali Muhammad Bujawi, Beirut: Dar al-Jil, 1412 H / 1992 M.
- Ibnu ‘Abd Rabbih, Ahmad bin Muhammad. Al-‘Iqd al-Farid, penyunting Ali Syarif, Beirut: Dar Ihya' Turats al-‘Arabi, 1408–1411 H / 1988–1990 M.
- Ibnu Abi al-Hadid. Syarh Nahj al-Balaghah, penyunting Muhammad Abu al-Fadl Ibrahim, Kairo, 1385–1387 H / 1965–1967 M.
- Ibnu Abi Hatim, Kitab al-Jarh wa al-Ta'dil, Hyderabad Dekkan, 1371–1373 H / 1952–1953 M.
- Ibnu Asakir, Tarikh Madinah Dimasyq, penyunting ‘Amr bin Gharamah al-‘Amri, Beirut: Dar al-Fikr, 1415–1421 H / 1995–2001 M.
- Ibnu Atsir, Ali bin Abi al-Karam, Usud al-Ghabah fi Ma'rifat al-Shahabah, penyunting Ali Muhammad Mu’awwad dan ‘Adil Ahmad ‘Abd al-Mawjud, Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, cet. pertama, 1415 H.
- Ibnu Babawaih, ‘Ilal al-Syarai', cetak ulang Qom: tanpa tahun.
- Ibnu Hajar al-‘Asqalani, Ahmad bin Ali. Al-Ishabah fi Tamyiz al-Shahabah, penyunting Ali Muhammad Bujawi, Beirut: Dar al-Jil, 1412 H / 1992 M.
- Ibnu Hisyam, Al-Sirah al-Nabawiyyah, penyunting Mustafa Saqqa, Ibrahim Abyari, dan Abdul Hafizh Syalabi, Kairo: tanpa penerbit, 1355 H / 1936 M.
- Ibnu Ishaq, Sirah Ibnu Ishaq, penyunting Muhammad Hamidullah, Konya, tanpa penerbit, 1401 H / 1981 M.
- Ibnu Kalbi, Hisyam bin Muhammad. Kitab al-Ashnam, penyunting Ahmad Zaki Pasha, Kairo: tanpa penerbit, 1332 H / 1914 M.
- Ibnu Katsir, Isma’il bin ‘Umar, Al-Bidayah wa al-Nihayah, jil. 4, cetakan Ahmad Abu Milham dan lainnya, Beirut: tanpa tahun.
- Ibnu Katsir, Isma’il bin ‘Umar, Al-Bidayah wa al-Nihayah, Beirut: Dar al-Fikr, 1407 H.
- Ibnu Sa’d, Al-Tabaqat al-Kubra, penyunting Ihsan Abbas, Beirut: Dar Sader, cet. pertama, 1968 M.
- Ibnu Syadhan, Al-Idhah, penyunting Jalaluddin Muhaddis Armawi, Tehran: 1363 HS.
- Khalifah bin Khayyath. Tarikh Khalifah bin Khayyath, penyunting Mustafa Najib Fawwaz dan Hikmat Kasyli Fawwaz, Beirut: tanpa penerbit, 1415 H / 1995 M.
- "Makam Khalid bin Walid yang Dihancurkan: Warisan Teroris di Homs + Gambar", Kantor Berita ABNA, tanggal penerbitan: 21 Ordibehesht 1393 HS, tanggal akses: 11 Dey 1403 HS.
- "Makam Khalid bin Walid yang Dihancurkan: Warisan Teroris di Homs", Kantor Berita Tasnim, tanggal penerbitan: 22 Ordibehesht 1393 HS, tanggal akses: 11 Dey 1403 HS.
- Muhammad bin ‘Umar al-Kasyi. Ikhtiyar Ma‘rifat al-Rijal, dikenal sebagai Rijal al-Kasyi, diringkas oleh Muhammad bin Hasan al-Thusi, suntingan dan catatan Muhammad Baqir bin Muhammad Mirdamad, penyunting Mahdi Raja’i, Qom: 1404 H.
- Salim bin Qais Hilali. Kitab Sulaim bin Qais al-Hilali, penyunting Muhammad Baqir Anshari Zanjani, Beirut: 1426 H / 2005 M.
- Ya’qubi, Ahmad bin Ishaq. Tarikh al-Ya’qubi, Beirut: Dar Sader, [tanpa tahun].
- Zubair bin Bakkar. Akhbar al-Muwaffaqiyyat, penyunting Sami Makki ‘Ani, Baghdad: tanpa penerbit, 1972 M.