Ayat
Ayat (bahasa Arab: آیة) secara teknis adalah kalimat-kalimat yang membentuk Al-Qur'an dengan urutan-urutan tertentu dipisahkan antara yang satu dengan yang lainnya dan akan membentuk surah-surah Al-Qur'an. Dalam Al-Qur'an, kata ayat digunakan dengan makna teknis ini. Ayat-ayat Al-Qur'an digunakan sebagai "bayyinat" yaitu penjelas dan terang.
Para pakar Ulumul Quran membahas tentang ayat dalam berbagai pembahasan misalnya: jumlah ayat, tauqifi ayat, koherensi dan ketidaksesuaian urutan ayat.
Dalam Al-Qur'an ayat memiliki makna lain, yaitu setiap makhluk yang menunjukkan sifat Tuhan dan mukjizat yang dibawakan oleh para nabi. Dalam penggunaan makna ini, Al-Qur'an membagi tanda-tanda Tuhan menjadi ayat-ayat āfāqi dan ayat-ayat anfusi. Ayat-ayat āfāqi adalah tanda-tanda yang berada di luar wujud manusia, sedangkan ayat-ayat anfusi adalah tanda-tanda yang berada di dalam wujud diri manusia dan memberi bimbingan manusia kepada Tuhan.
Arti Ayat
Kata "ayat" secara leksikal berarti tanda-tanda, [1] sesuatu yang terang dan jelas. [2] Adapun makna ayat secara teknikal adalah potongan dari Al-Qur'an yang terletak pada sebuah surah, mempunyai awal dan akhir, terbentuk oleh beberapa kalimat atau kata, walaupun sebagiannya tidak dinyatakan secara eksplisit (muqaddar). [3]
Dengan kata lain, ayat secara teknis (yang juga diambil dari makna "tanda" dan alamat) adalah kata, ungkapan atau kalimat Al-Qur'an yang kemudian membentuk surah dalam Al-Qur'an. Jumlah ayat-ayat yang terdapat itu dalam setiap surah sudah ditentukan dari sisi Pembuat Syariat dan bersifat tauqifi. Setiap bagian ini merupakan satu tanda yang menunjukkan keberadaan Allah swt seperti tanda-tanda natural tentang wujud Allah swt atau sebagiannya tentang akidah, hukum-hukum praktis dan akhlak.[4]
Ayat dalam Al-Qur'an
Dalam Al-Qur'an, kata ayat dinyatakan dalam bentuk tunggal/mufrad, tasyniyah/dua (ayatain) dan jama'/plural (āyāt) semuanya berjumlah 382. [5]
Makna asli ayat adalah tanda dan kadang-kadang juga digunakan dengan makna: tanda[6], ibrah/pelajaran[7], mukjizat[8], perintah aneh dan indah[9], argumen dan dalil/bukti[10][11]
Ayat-ayat Al-Qur'an merupakan sebuah ketetapan (tauqifi) [12] dan pengetahuan mengenai hal itu hanya dapat diperoleh dengan ilmu-ilmu Ilahi karena sebagian huruf dan kata seperti "Alif-lam-mim-shad" adalah sebuah ayat tapi sebagian yang lain seperti "Alif-lam-mim-ra" bukan merupakan sebuah ayat. [13]
Ayat Pertama dan Terakhir
Pendapat yang paling sahih dan paling berkembang mengenai surah yang pertama kali turun atas Nabi Muhammad adalah 5 ayat pertama surah Al-'Alaq.[14] Namun terdapat ragam pendapat terkait dengan ayat atau ayat-ayat yang terakhir turun. Salah satu pendapat itu berkata bahwa ayat yang terakhir turun adalah ayat Ikmal:
- "Pada hari ini telah Kusempurnakan untukmu agamamu dan telah Kucukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Kuridai Islam itu menjadi agama bagimu."[15]
Ayat ini turun ketika Nabi Muhammad saw pulang dari Haji Wida di Ghadir Khum. Surah Al-Maidah berisi tentang hukum-hukum dan mengabarkan tentang kesempurnaan dan kemenangan Islam, khususnya bahwa ayat ini mengabarkan tentang berakhirnya tugas risalah Nabi Muhammad saw, oleh karena itu, tepat saja jika ayat Ikmal ini adalah ayat yang terakhir turun dari surah yang terakhir turun (surah Al-Maidah).[16]
Ayat Terpendek dan Terpanjang
Terlepas dari adanya huruf-huruf terputus (muqattha'ah), ayat terpendek dari sisi jumlah katanya adalah ayat مُدْهَامَّتَانِ[17] [18] dan dari sisi jumlah hurufnya adalah وَالْفَجْرِ[19] dan وَالْعَصْرِ[20] dan seperti keduanya. [21]
Ayat Al-Qur'an yang paling panjang adalah:
"Hai orang-orang yang beriman, jika kamu mengambil utang atau melakukan muamalah tidak secara tunai untuk masa tertentu, hendaklah kamu menulisnya…[22]. Ayat ini dikenal dengan nama ayat al-dain (ayat yang menerangkan tentang utang) kira-kira mencakup satu halaman Al-Qur'an.
Klasifikasi Ayat
Klasifikasi ayat-ayat Al-Qur'an dari berbagai sudut pandang:
Muhkam dan Mutasyabih
Dalam Al-Qur'an, pembagian ayat dibagi menjadi dua: muhkam dan mutasyabih. [23] Menurut Allamah Thabathabai muhkamat adalah ayat-ayat yang maknanya jelas dan tidak akan keliru dengan makna selainnya. Ayat-ayat muhkamat ini harus diyakini dan diamalkan. Mutasyabihat adalah ayat-ayat yang memiliki makna samar dan bermakna lain dari apa yang nampak secara lahir. Tiada yang mengetahui makna hakiki dari ayat-ayat mutsayabih ini selain Allah swt. Ulama Syiah berpendapat bahwa Nabi Muhammad saw dan para Imam juga mengetahui takwil ayat-ayat mutasyabih. [24]
Allamah Thabathabai menambahkan bahwa ayat mutasyabih harus dikembalikan kepada ayat-ayat muhkamat. Dari riwayat-riwayat yang ada mengenai hal ini, ayat-ayat mutasyabih tidak dapat menyampaikan maksud ayatnya sendiri secara bebas dan harus dikembalikan ke ayat-ayat muhkamat supaya memperoleh makna dan arti yang terang. Oleh karena itu, dalam Al-Qur'an, tidak ada satu ayat pun yang tidak dapat diperoleh makna-makna hakikinya. [25]
Kebanyakan ayat-ayat mutasyabih adalah ayat-ayat yang berkaitan dengan sifat-sifat dan perbuatan (af'āl) Tuhan. Dengan menyandarkan kepada ayat-ayat muhkamat, maka ayat-ayat mutasyabih ini akan memiliki makna-makna yang kuat dan jelas. Dari sisi jumlah, ayat-ayat mutasyabih tidak lebih dari 200 ayat. [26]
Pembagian Lain Ayat
Para pakar Ulumul Quran mengklasifikasikan ayat dalam pembagian yang beragam [27]seperti: ayatul Ahkam, ayatul Istidraj[catatan 1], ayat Nasikh dan ayat Mansukh.
Ayat-ayat Masyhur
Sebagian ayat Al-Qur'an menjadi masyhur dan memiliki nama khusus disebabkan oleh dalil yang beragam. Jumlah ayat-ayat masyhur ini mencapai lebih dari 100 ayat. Terdapat sebagian hadis dan perkataan yang berkembang di masyarakat terkait dengan membaca, menghafal, menulis dan membawa sebagian ayat-ayat ini. Karena diyakini bahwa ayat-ayat ini memiliki manfaat dan khasiat tertentu bagi mereka yang membaca, menghafal, menulis dan membawanya. Meski sebagian dari hadis dan perkataan itu memiliki sandaran dan sebagiannya tidak.
Sebagian ayat-ayat yang mempunyai nama khusus:
- Ayat Kursi (Q.S. Al-Baqarah [2]: 255-257)
- Ayat Nur (Q.S. Nur [24]: 35)
- Ayat Syahadah (Q.S. Ali Imran [3]: 18)
- Ayat Al-Ifk (Q.S. Nur [24]: 12)
- Ayat Amanah (Q.S. Al-Ahzab [33]: 72)
- Ayat Mulk (Q.S. Ali Imran [3]: 26)
- Ayat Mubahalah ( Q.S. Ali Imran [3]: 61)
- Ayat Tathir (Q.S. Al-Ahzab [33]: 33)
- Ayat al-Saif (Q.S. At-Taubah [9]: 5)
- Ayat Tabligh (Q.S. Al-Maidah [5]: 67)
- Ayat Wilayah (Q.S. Al-Maidah [5]: 55)
- Ayat Hijab (Q.S. Nur [24]: 31)
- Ayat Ikmal (Q.S. Al-Maidah [5]: 3)
- Ayat Ujian Nabi Ibrahim as (Q.S. Al-Baqarah [2]: 124)
- Ayat Shadiqin (Q.S. At-Taubah [9]: 119)
- Ayat Lailatul Mabit (Q.S. Al-Baqarah [2]: 201)
- Ayat Khairul Bariyyah ( Q.S. Al-Bayyinah [97]: 98)
Dalam sebagian riwayat Nabi Muhammad saw dan Ahlulbait as sebagian nama-nama tertentu disandarkan kepada sebagian ayat-ayat, seperti ayat yang paling kuat(Q.S. An-Nahl [16]: 90) dan ayat yang paling komprehensip atau menakutkan (Q.S. Al-Zalzalah [99]: 7 dan 8).
Sebagai contoh, Nabi Muhammad bersabda: Ayat yang paling mulia adalah ayat Kursi.
- "Allah, tiada tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia yang hidup kekal lagi terus-menerus mengurus (makhluk-Nya), tidak mengantuk dan tidak tidur. Kepunyaan-Nya apa yang ada yang di langit dan di bumi. Tiada yang dapat memberi syafaat di sisi Allah tanpa izin-Nya. Allah mengetahui segala yang berada di hadapan dan di belakang mereka, dan mereka tidak mengetahui sedikit pun dari ilmu Allah melainkan apa yang dikehendaki-Nya. Kursi Allah meliputi langit dan bumi dan Allah tidak merasa berat memelihara keduanya. Dan Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar."[28]
Diriwayatkan dari Imam Ali as bahwa ayat yang paling memberi harapan adalah ayat: [29]
- "Dan kelak Tuhan-mu pasti memberikan karunia-Nya kepadamu, lalu (hati)mu menjadi puas."
Urutan Ayat
Para ulama berbeda pendapat mengenai urutan ayat-ayat Al-Qur'an. Kebanyakan ulama Ahlusunah dan Syiah berkeyakinan bahwa kedudukan ayat pada surah ditentukan oleh Nabi Muhammad saw berdasarkan petunjuk malaikat Jibril yang kemudian dijalankan oleh para sahabat. Oleh sebab itu, urutan ayat-ayat yang ada adalah "tauqifi", artinya tidak diperbolehkan mengganti urutan surah yang ada. [30]
Pendapat lainnya yang berbeda dengan pendapat di atas adalah boleh jadi ayat-ayat Al-Qur'an sudah disusun sejak zaman Nabi Muhammad saw tapi dalam proses penyusunannya selera dan ijtihad para sahabat berpengaruh dalam menyusun ayat-ayat itu. Menurut Allamah Thabathabai, riwayat tentang pengumpulan Al-Qur'an pada zaman khalifah Abu Bakar menegaskan bahwa ijtihad para sahabat berperan dalam menyusun urutan ayat Al-Qur'an. Apabila riwayat ini kita terima yaitu bahwa semua ayat disusun berdasarkan perintah Nabi, maka tidak berarti bahwa yang disusun oleh para sahabat itu adalah ayat-ayat yang disusun pada zaman Nabi saw itu sendiri. Klaim kesepakatan atas kesamaan urutan yang ada pada zaman sekarang dengan urutan pada zaman Nabi Muhammad saw adalah konsensus naratif (ijma' manqul) dan tidak bisa bersandar kepadanya. [31]
Jumlah Ayat
Para ulama berbeda pendapat tentang jumlah ayat Al-Qur'an. Salah satu faktor-faktor yang menentukan perbedaan ini adalah pada saat Nabi Muhammad saw membaca sebuah ayat, maka suatu ketika ia berhenti pada akhir sebuah ayat, jika demikian, jelaslah bahwa di situ merupakan akhir sebuah ayat. Namun kadang-kadang beliau demi untuk menyempurnakan dan karena ada kaitannya dengan ayat sebelumnya, maka tempat waqf itu disambungkan dengan ayat selanjutnya. Dari sinilah pendengar kadang-kadang menyangka dan menghitung dua ayat sebagai satu ayat.
Oleh karena itu, perbedaan riwayat tentang washl atau waqf menyebabkan perbedaan dalam jumlah ayat dan pada akhirnya terbentuklah berbagai pendapat dalam hal ini, misalnya:
- Penduduk Kufah: 6236 ayat
- Penduduk Madinah: dua angka yaitu 6000 dan 6214 ayat
- Penduduk Basrah: 6204 ayat
- Penduduk Syria: 6225 ayat
Menurut ulama Ulumul Quran dan tafsir, jumlah ayat yang dikatakan oleh kelompok Kufi karena disandarkan kepada Ali as, lebih mendekati kepada kebenaran dan memiliki kredibilitas khusus. Jumlah ayat pada lembaran mulia sesuai dengan kelompok Kufah.
Menurut Allamah Thabathabai, tidak terdapat "nash mutawatir" atau "khabar wāhid" yang terpercaya tentang jumlah ayat yang dikatakan sehingga bisa disandarkan kepadanya. Oleh karena itu tidak perlu percaya kepada hitungan manapun, namun bisa menerima masing-masing dari pendapat itu dengan mengadakan penelitan atasnya. [32]
Koherensi Ayat-ayat
Koherensi (kesesuaian) antara ayat-ayat dalam satu surah adalah bermakna kesatuan dan kesamaan konteks yang menjadi kesepakatan mufasir, atau bermakna korelasi antara beberapa ayat dalam satu surah yang mempunyai satu tujuan atau beberapa tujuan dan setelah mencapai tujuan itu, maka surah itu akan berakhir. Panjang atau pendeknya surah kembali kepada sebab ini. [33]
Sekelompok ulama yang berkeyakinan bahwa urutan surah secara tauqifi, menandakan pentingnya membahas korehensi ini. Allamah Thabarsi (lahir 548/1153) adalah mufasir yang paling menaruh perhatian terhadap koherensi (munasabah) ayat-ayat dan surah-surah. Ia menjelaskan munasabah dalam setiap permulaan surah dan kaitan atau hubungannya dengan surah sebelumnya. Ia ketika menafsirkan setiap ayat dengan nama "al-nazhm" menjelaskan keterkaitan maknawi ayat yang sedang dibahas dengan ayat sebelum dan setelahnya. Mufasir-mufasir yang juga menaruh perhatian dalam hal munasabah adalah Zamakhsyari dalam Al-Kasyaf, Fakhru Razi dalam Tafsir al-Kabir, Alusi dalam Ruh al-Ma'ani, Muhammad Rasyid Ridha dalam Tafsir al-Manar, Syekh Mahmud Syaltut dalam Tafsir Al-Qur'an al-Karim.
Sebagian mufassir yang lain, walaupun meyakini adanya koherensi antara ayat, namun mereka berkata, "Al-Qur'an bukan merupakan kitab ilmu eksak dan pelajaran sehingga mempunyai bagian-bagian dan keteraturan yang khusus dalam penulisannya. Namun koherensi ini harus berdasarkan hubungan antara bagian awal dan akhir surah yang harus berkaitan. Oleh karena itu, tidak seharusnya memberi hubungan-hubungan yang keliru terhadap Al-Qur'an. [34]
Menurut Allamah Thabathabai, boleh jadi beberapa ayat dalam bentuk kalimat sisipan yang merupakan penjelas bagi ayat-ayat lain, berada di antara dua ayat yang memiliki konteks yang sama. Oleh sebab itu tidak perlu untuk bersusah payah mencari korelasi dan hubungan antara ayat yang satu dengan yang lainnya dan tidak ada dalil untuk keharusan korelasi ini, kecuali pada surah-surah yang turun pada satu tempat atau ayat-ayat yang memiliki koherensi jelas dan terang. [35]
Makna Lain Ayat
Ayat juga mempunyai makna umum dan maknanya adalah bahwa ayat-ayat Ilahi merupakan suatu perkara yang membuktikan adanya Tuhan, kekuatan, hikmah, kebesaran dan sifat-sifat tinggi-Nya. Oleh sebab itu, ayat digunakan dalam hubungannya dengan hal-hal yang berkenaan dengan Tuhan. Al-Qur'an al-Karim setelah menjelaskan tentang penciptaan dunia, berfirman: إِنَّ في ذلِكَ لَآياتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ "Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir." [36]
Perlu diperhatikan bahwa dalam Al-Qur'an kata "mukjizat" tidak dipakai dan sebagai gantinya digunakan istilah "ayat" dan "bayyinah." [37] Istilah "mukjizat" biasanya digunakan oleh para teolog. [38]
Sisi koherensi antara makna teknikal dan leksikal ayat adalah bahwa ayat-ayat Al-Qur'an dari satu sisi adalah mukjizat karena seseorang tidak mampu membawakan sepertinya dan dari sisi lain adalah bukti kebenaran pembawanya, mendatangkan pelajaran bagi ahli dzikir, berisi argumentasi-argumentasi atas kandungannya yang merupakan hidayah dan ilmu bagi manusia-manusia dan juga sebagai penjelas bagi kekuatan, ilmu, hikmah dan sifat-sifat Ilahi yang lain. [39]
Sesuatu dapat disebut sebagai ayat karena standar yang berbeda-beda dan memiliki tingkatan yang lemah dan kuat. Misalnya sebagian ayat dari Al-Qur'an disebut sebagai ayat Tuhan karena manusia tidak mampu membawakan yang semisalnya dengannya. Hukum-hukum dan taklif Ilahi disebut sebagai ayat-ayat Tuhan karena dengan perantaranya manusia akan menjadi takwa dan mendekatkan diri kepada Allah swt. Makhluk-makhluk dan entitas-entitas disebut sebagai ayat Tuhan karena wujud dan tipologi eksistensialnya mengantarkan manusia untuk mengenal Tuhan. Para nabi dan auliya juga merupakan ayat-ayat Allah karena mengajak manusia kepada Tuhan dengan ucapan dan amalan mereka. Misalnya ketika ditanya tentang ayat, "Dan (Dia ciptakan) tanda-tanda (penunjuk jalan). Dan (di malam hari) dengan bintang-bintang itulah mereka mendapat petunjuk", [40] Imam Shadiq as dari Imam Ridha as menjawab: "Yang dimaksud dengan "najm" adalah Rasulullah saw dan yang dimaksud dengan "alamat" adalah para Imam. [41]
Perkara-perkara luar biasa dan mukjizat para nabi juga disebut ayat karena merupakan sebuah petunjuk yang jelas akan kebesaran dan kekuasan Tuhan dan juga menunjukkan kebenaran Nabi dalam dakwah mereka. [42]
Ayat Takwini dan Tasyri'i
Ayat-ayat Ilahi, pada tahap pertama dapat dibagi menjadi dua bagian: tasyri'i dan takwini. Ayat tasyri'i adalah Al-Qur'an dan kitab-kitab samawi lainnya. [43] Namun sebagian ayat-ayat Al-Qur'an juga menjelaskan tentang ayat-ayat takwini yang meliputi akidah, hukum-hukum praktis atau akhlak yang mengantarkan manusia kepada Tuhan. [44]
Ayat-ayat takwini Tuhan adalah segala yang nampak di alam semesta yang menunjukkan tentang keesaan Tuhan dalam penciptaan dan penyifatan Tuhan dengan sifat-sifat sempurna dan terbebas dari kekurangan dan kebutuhan. [45] Ayat-ayat takwini Ilahi terbagi lagi menjadi dua bagian: biasa dan luar biasa. Ayat takwini biasa terdiri dari kejadian-kejadian alam semesta namun ayat takwini luar biasa meliputi perkara-perkara di luar dari kebiasaan-kebiasaan dan merupakan mukjizat para Nabi. [46]
Ayat Āfāqi dan Anfusi
Pada umumnya terdapat dua cara untuk mengenal Allah swt:
- Mempelajari tanda-tanda Tuhan yang ada di badan dan jiwa manusia. Hal yang demikian disebut ayat Ānfusi.
- Mempelajari ayat-ayat yang berada di luar wujud manusia. Hal yang demikian disebut ayat Āfāqi.[47]
Dalam Al-Qur'an dan riwayat-riwayat terdapat penekanan untuk mempelajari dan merenungi kedua ayat diatas khususnya ayat-ayat Anfusi, sebagaimana firman Allah swt:
Ulama Islam mempunyai pandangan yang berbeda-beda mengenai macam-macam dan contoh-contoh ayat Āfāqi dan Anfusi. [48] Seperti: langit-langit, bumi, keteraturan yang ada di lautan, gurun pasir, tumbuh-tumbuhan dimana berkontemplasi (tadabbur) tentangnya akan membawa manusia untuk mengenal-Nya dan membukakan jalan bagi pencari kebenaran.
Ayat-ayat Anfusi juga merupakan ayat-ayat yang ada didalam wujud manusia, berupa keruwetan anggota badan manusia dan kekuatan manusia [49] atau tentang non-materinya jiwa dan pelbagai tipologi khasnya.
Pada riwayat juga ditegaskan tentang pentingnya makrifat afaqi dan secara khusus makrifat anfusi. Nabi saw bersabda, "Barang siapa yang mengenal dirinya, maka ia akan mengenal Tuhannya." [50]; [51]
Imam Ali as memaparkan dalil melalui ayat Āfāqi dalam menjelaskan wujud Tuhan: "Karena itu, Anda lihatlah matahari, bulan, tumbuhan, tanaman, air, batu, perbedaan malam ini dan siang, mengalirnya sungai-sungai, banyaknya gunung-gunung, tingginya puncak-puncaknya, perbedaan bahasa-bahasa dan aneka ragamnya lidah yang semua itu merupakan tanda-tanda Tuhan yang jelas . Maka celakalah orang yang tidak mempercayai Pengatur dan menolak Penguasa. Mereka mengira bahwa mereka adalah seperti tumbuh-tumbuhan yang tak ada penanamnya, dan tak ada yang membuat bentuknya yang aneka ragam. Mereka tidak bersandar pada sesuatu argumen dan dalil atas apa yang mereka tegaskan. Mungkinkah ada bangunan tanpa pembangun?"[52]
Dalam dispilin ilmu Filasafat dan Irfan juga dibahas mengenai ayat-ayat Āfāqi dan Anfusi. [53]
Catatan
- ↑ Ayat-ayat yang menjelaskan bahwa orang-orang yang senantiasa berbuat dosa dan kufur nikmat atas segala karunia yang diberikan kepadanya akan mendapatkan azab Allah secara berangsur-angsur (istidraj)
Catatan Kaki
- ↑ Al-Burhān fi Ulumul Qurān, jld. 1, hlm. 363.
- ↑ Raghib Isfahani, Mu’jam Mufradāt Alfādz al-Qurān, hlm. 34.
- ↑ Suyuthi, Al-Itqān, jld. 1, hlm. 145.
- ↑ Thabathabai, Al-Mizān, jld. 18, hlm. 159.
- ↑ Abdul Baqi, Al-Mu’jam Al-Mufahras, hlm. 103-108.
- ↑ Q.S. Al-Baqarah [2]: 284
- ↑ Q.S. Yunus [10]: 92
- ↑ Q.S. Al-Baqarah [2]: 12
- ↑ Q.S. Al-Mukminun [23]: 50
- ↑ Q.S. Ar-Rum [30]:
- ↑ Al-Mu’jam Al-Wasith, jld. 1, hlm. 25; Manāhil al-Irfān fi Ulumul Qurān, jld. 1, hlm. 338; Burhān fi Ulumul Qurān, jld, 1, hlm. 266.
- ↑ Gharāib Al-Qur'an wa Raghāib al-Furqān, jld. 1, hlm. 66.
- ↑ Manāhil al-Irfān, jld. 1, hlm. 339.
- ↑ Kebanyakan kitab tafsir sehubungan dengan ayat terkait.
- ↑ Q.S. Al-Maidah [5]: 3
- ↑ Tārikh al-Qur’ān, hlm. 46.
- ↑ Q.S. Ar-Rahman [55]:64
- ↑ Al-Tahrir wal-Tanwir, jld. 1, hlm. 77.
- ↑ Q.S. Al-Fajr [89]: 1
- ↑ Q.S. Al-'Ashr [103]:1
- ↑ Al-Itqān, jld. 2, hlm. 357.
- ↑ Q.S. Al-Baqarah [2]: 282
- ↑ Q.S. Ali Imran [3]: 7.
- ↑ Thabathabai, Al-Mizān, jld. 3, hlm. 32-43.
- ↑ Thabathabai, Qurān dar Islām, hal 37.
- ↑ Al-Tamhid, jld. 3, hlm. 14.
- ↑ Al-Itqān, jld. 1, hlm. 10.
- ↑ Q.S.Al-Baqarah [2]: 255
- ↑ Al-Itqān, jld. 2, hlm. 353.
- ↑ Al-Itqān, jld. 1, hlm. 132.
- ↑ Thabathabai, Al-Mizān, jld. 12, hlm. 127-129.
- ↑ Thabathabai, Al-Mizān, jil 13, hlm. 232.
- ↑ Al-Tamhid, jld. 5, hlm. 239.
- ↑ Syekh Izzuddin berdasarkan Al-Itqān, jld. 2, hlm. 234.
- ↑ Al-Mizān, jld. 4, hlm. 359.
- ↑ Quran Syināsi, jld. 1, hlm. 33.
- ↑ Majmu’ah Atsār, jld. 2, hlm. 161; Rāh Syenāsi, hlm. 82.
- ↑ Majmu’ah Atsār, jld. 2, hlm. 161; Idhāh al-Murād, hlm. 381.
- ↑ Manāhil Irfān fi Ulumul Qurān, jld. 1, hlm. 339.
- ↑ (Q.S. An-Nahl [16]: 16)
- ↑ Ushul Kāfi, jld. 1, hlm. 207; Al-Mizān, jld. 1, hlm. 250.
- ↑ Qurān Syināsi, jld. 1, hlm. 33.
- ↑ Qurān Syināsi, jld. 1, hlm. 33.
- ↑ Al-Mizān, jld. 18, hlm. 159.
- ↑ Ibid, jld. 18, 185.
- ↑ Quran Syenasi, jld. 1, hlm. 34.
- ↑ Tafsir Nemuneh, jld. 18, hlm. 328.
- ↑ Silahkan lihat: Jāmi' al-Bayān, jld. 11, hlm. 4; Majma' al-Bayān, jld. 9, hlm. 29; Al-Mizan, jld. 17, hlm. 405.
- ↑ Al-Mizān, jld. 18, hlm. 405.
- ↑ Bihār al-Anwār, jld. 2, hlm. 32; Ghurār al-Hikam, hlm. 232.
- ↑ Untuk melihat tafsir hadis ini silahkan lihat: Mashābih al-Anwār, jld. 1, hlm. 204; Ilāhiyāt fi Madrasah Ahlul Bayt as
- ↑ Nahj al-Balāghah, khutbah 185.
- ↑ Al-Asfār al-Arba'ah, jld. 7, hlm. 14; Asrār al-Ayāt, hlm. 16, al-Asfār al-Arba’ah, jld. 7, hlm. 14.
Daftar Pustaka
- Al-Qur'an al-Karim
- Abdul Baqi, Muhammad Fuad. Al-Mu'jam al-Mufahras. Beirut: Dar al-Fikr li al-Thaba'ah wa al-Nasyr wa al-Tauzi', 1407 H.
- Allamah Hilli, Hasan bin Yusuf. Idhah al-Murad fi Syarh Kasyf al-Murad. Qom Nasyr Raid, 1395 S.
- Alusi, Muhammad bin Abdullah. Ruh al-Ma'ani fi Tafsir al-Qur'an al-Aazhim wa al-Sab'u al-Matsani. Riset: Ali Abdulbari Athiyah. Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 1415.
- Amadi, Abdul Wahid. Ghurar al-Hikam wa Durar al-Kalim. Editor: Sayid Mahdi Raja'i. Qom: Dar al-Kutub al-Islamiyah, 1410 H.
- Farahidi, Khalil bin Ahmad. Tartib Kitab al-Ain. Riset: Mahdi al-Makhzumi. Qom: Nasyr-e Uswah, 1414 H.
- Fairuz Abadi, Muhammad bin Ya'kub. Bashair Dzawi al-Tamyiz fi Lathaif al-Kitab al-Aziz. Kairo: Wizarah al-Auqaf, 1416 H.
- Hiskani, Ubaidillah bin Abdullah. Syawahid al-Tanzil. Penerjemah: Ahmad Ruhani. Qom: Dar al-Huda, 1380 S.
- Ibnu Asyur, Muhammad Thahir. Tafsir al-Tahrir wa al-Tanwir al-Maa'ruf bi Tafsir Ibnu Asyur. Beirut: Muasasah al-Tarikh al-Arabi, 1420 H.
- Ibnu Manzhur, Muhammad bin Mukram. Lisan al-Arab. Beirut: Dar al-Fikr li al-Thaba'ah wa al-Nasyr wa al-Tauzi', 1414 H.
- Kulaini, Muhammad bin Ya'qub. Al-Kafi. Editor: Ali Akbar Gifari. Teheran: Dar al-Kutub al-Islamiyah, 1407 H.
- Majlisi, Muhammad Bagir. Bihar al-Anwar. Editor: Abdul Zahra Alawi. Beirut: Dar Ihya' al-Turats Arabi, 1368.
- Misbah Yazdi, Muhammad Taqi. Rah wa Rahnama Syenasi. Qom: Bustan Ketab, 1383 S.
- Misbah Yazdi, Muhammad Taqi. Qur'an Syenasi. Riset: Mahmud Rajabi. Qom: Muasasah Amuzesyi wa Pazuhesyi Imam Khomeini, 1385 S.
- Muthahari, Murtadha. Majmu'e Atsar. Qom: Istisyarat-e Sadra, 1395 S.
- Ma'rifat, Muhammad Hadi. Al-Tamhid fi Ulum al-Quran. Qom: Muasasah al-Nasyr al-Islami, 1388S.
- Ma'rifat, Muhammad Hadi. Tarikh Qur'an. Teheran: Intisyarat Syamt, 1382 S.
- Makarim Syirazi, Nashir. Tafsir Nemuneh. Teheran: Dar al-Kutub al-Islamiyah, 1380 S.
- Mir Muhammadi Zarandi, Abul Fadhl. Buhuts fi Tarikh al-Qur'an wa Ulumihi. Qom: Muasasah al-Nasyr al-Islami, 1421 H.
- Nizham al-A'raj, Hasan bin Muhammad. Tafsir Gharaib al-Qur'an wa Raghaib al-Furqan. Riset: Zakaria Amirat. Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 1416 H.
- Qurthubi, Muhammad bin Ahmad. Tafsir al-Qurthubi. Teheran: Nashir Khusru, 1364 S.
- Ragib Isfahani, Husein bin Muhammad. Mu'jam Mufradat Alfadz al-Qur'an. Riset: Nadim Murasyali. Beirut: Al-Dar al-Syamiyah, 1416 H.
- Sekumpylan penulis. Qur'an Syenasyi. Qom: Intisyarat Pazuhesy hai Tafsir wa Ulul al-Qur'an, 1390 S.
- Suyuthi, Abdurrahman bin Abi Bakr. Al-Itqan fi Ulum al-Qur'an. Riset: Fawaz Ahmad Zamrali. Beirut: Dar al-Kutub al-Arabi, 1421 H.
- Sadruddin Syirazi, Muhammad bin Ibrahim. Asrar al-Ayat. Editor: Muhammad Khujawi. Teheran: Anjuman Ilami Hikmat wa Falsafe Iran, 1360.
- Sadruddin Syirazi, Muhammad bin Ibrahim. Al-Hikmah al-Muta'aliyah fi al-Asfar al-Aqliyah al-Arba'ah. Qom: Maktabah al-Musthafawi, 1368 S.
- Sadruddin Syirazi, Muhammad bin Ibrahim. Asrar al-Ayat. Riset: Muhammad Musawi. Beirut:Muasasah al-Tarikh al-Arabiyah, 1428 H.
- Thabathabai, Muhammad Husein. Al-Mizan fi Tafsir al-Qur'an. Beirut: Muasasah al-A'lami li al-Mathbu'at, 1393 H.
- Thabathabai, Muhammad Husein. Qur'an dar Eslam. Editor: Hadi Khusrusyahi. Qom: Bustan Ketab, 1388S.
- Thabarsi, Fadhl bin Hasan. Majma' al-Bayan fi Tafsir al-Quran. Editor: Hasyim Rasuli. Beirut: Dar al-Ma'rifah, 13408 H.
- Thabari, Muhammad bin jarir. Jami' al-Bayan fi Tafsir al-Qur'an. Beirut: Dar al-Ma'rih, 1412 H.
- Thusi, Muhammad bin Hasan. Al-Tibyan fi Tafsir al-Qur'an. Editor: Ahmad bin Habib Amili. Beirut: Dar Ihya' al-Turats al-Arabi, tanpa tahun.
- Zarqani, Muhammad bin Abdul Azhim. Manahil al-Irfan fi Ulum al-Qur'an. Beirut: Dar Ihya' al-Turas al-Arabi, tanpa tahun.
- Zarkesyi, Muhammad bin Bahadar. Al-Burhan fi Ulum al-Qur'an. Riset: Ibrahim bin Abdullah Kurdi. Beirut: Dar al-Ma'rifah, 1972 M.