Perang Badar

Prioritas: a, Kualitas: a
Dari wikishia

Perang Badar

Masa kejadian bulan Ramadhan tahun ke-2 Hijriah
Tempat kejadian di sekitar Hijaz bernama Badr
Akibat Kemenangan Muslimin
Alasan Perang Pembalasan kaum Muslimin atas penindasan kaum kafir Quraisy kepada mereka
Pihak-pihak yang berperang
Muslimin kaum musyrik Quraisy
Para Panglima
Nabi Muhammad saw Abu Jahal
Para Korban
14 orang Syahid (6 orang dari pihak Muhajirin dan 8 dari pihak Anshar) 70 orang tewas dan sebanyak bilangan tersebut dari orang-orang kafir disandera


Ghazwah Badar (bahasa Arab:غزوة بدر) atau Badar al-Kubra (بدر الکبری) adalah pertempuran pertama dan terpenting antara kaum muslimin dan kaum musyrikin Quraisy, yang terjadi di lembah Badar, pada tanggal 17 Ramadhan tahun ke-2 H,(17 Maret 624). Meskipun jumlah kaum muslimin lebih sedikit dibandingkan kaum musyrikin, namun mereka dapat memenangkan pertempuran tersebut. Menurut referensi sejarah, sebab kemenangan kaum muslimin adalah pengorbanan dan keberanian kaum muslimin, khususnya Ali as dan Hamzah Sayidus Syuhada.

Dua pertempuran lainnya juga dinamakan dengan Badar; Badar Pertama dan Badar al-Mau'id (yang dijanjikan); namun maksud dari pertempuran atau ghazwah Badar dalam referensi sejarah adalah Badar al-Kubra.

Lembah Badar

Lembah Badar terletak sekitar 150 km dari kota Madinah, kurang lebih 310 km dari kota Mekah dan dengan jarak 45 km dari laut Merah. Sekarang ini termasuk salah satu kota yang maju. Sebelumnya dikenal sebagai jalan raya untuk migrasi, jalan lintas Mekah menuju Madinah dan sebaliknya melewati Badar, namun sekarang ini para musafir tidak melintasinya. Pusara para syuhada Badar di kawasan ini menjadi tempat ziarah kaum muslimin. Terdapat juga pekuburan umum di samping kuburan para syuhada. Kawasan Badar, dahulu merupakan tempat perkumpulan Arab dan pasar tahunan mereka yang diselenggarakan pada bulan Dzulkaidah, yang berlangsung selama 8 hari.[1]

Alasan Penamaan Perang Badar

Menurut penukilan yang masyhur, peristiwa penting ini terjadi di pagi hari Jumat, 17 Ramadhan [2] dan menurut penuturan lainnya pada hari Senin tanggal 17 atau 19 Ramadhan[3] , tahun ke- 2 Hijriah. Sebelum hijrah, kaum Muslimin selalu mendapat penganiayaan, penyiksaan dan diskriminasi dengan pelbagai bentuk dari orang-orang kafir dan diusir dari rumah dan tempat tinggalnya[4] serta dilarang untuk menunaikan manasik haji[5] ; namun, dari sisi lain Allah swt tidak mengizinkan kaum muslimin untuk berhadapan atau bertempur dengan kaum musyrikin Quraisy dan hanya menyuruh mereka untuk tetap bersabar. Dengan hijrahnya kaum muslimin ke Madinah, Allah swt mengizinkan mereka untuk melakukan pertempuran, dengan menunjukkan penindasan yang telah dilalui kaum muslimin.[6]

Kaum muslimin melakukan beberapa Sariyah (peperangan yang tidak diikuti Nabi) dan ghazwah (peperangan yang diikuti Nabi saw) sebelum pertempuran Badar, dimana tujuan mereka adalah menghantam Quraisy atau menguasai kafilah dagang mereka, meskipun sama sekali tidak membuahkan hasil, kecuali hanya Sariyah Nakhlah saja. Dalam Sariyah ini, yang terjadi pada bulan suci Rajab, dengan dipimpin oleh Abdullah bin Jahsy dan kurang lebih peristiwa ini terjadi satu bulan setengah sebelum pertempuran Badar. Dengan terbunuhnya Amr bin Hadhrami salah seorang dan penawanan dua orang dari kelompok musyrikin, sehingga kaum muslimin dapat merampas dan menguasai kafilah dagangan mereka.[7]. Quraisy memandang kekalahan ini sebagai aib di tengah-tengah kabilah Arab, sehingga mereka memutuskan untuk menuntut darah Amr bin Hadhrami.

Juga, dikarenakan barang dan harta kekayaan kaum Muhajirin di Mekah disita oleh orang-orang Quraisy, rombongan pedagang Quraiys, yang dipimpin oleh Abu Sufyan yang berangkat dari Mekah ke Syam, dicari dan kejar oleh kaum Muslimin [8], meskipun kaum Muslimin tidak menemukannya [9], Namun para sejarawan menganggap bahwa peristiwa ini memiliki peran yang sangat penting dalam pembentukan Perang Badar. perlu Rujukkan

Aksi Dua Pasukan Sebelum Pertempuran

Keluarnya Kaum Muslimin dari Madinah

Dengan kembalinya kafilah dari Syam menuju Mekah, Allah swt memerintahkan Nabi-Nya untuk keluar dari Madinah dan mengalahkan kafilah atau pasukan kaum musyrikin.[10] Rasulullah saw juga keluar dari Madinah dengan mengumumkan masalah ini. Menurut pendapat masyhur, Rasulullah saw pada tanggal 12 atau 13 Ramadhan bersama 313 [11] sahabatnya keluar dari Madinah.[12] Beliau mengecek pasukannya di persinggahan pertama dan memulangkan beberapa orang, karena tidak cukup umur.

Aksi Abu Sufyan di Mekah

Dari sisi lain, Abu Sufyan yang telah memberitakan persiapan kaum muslimin untuk menghadang kafilah Quraisy ketika berada di Syam, dia bergegas ke Mekah dan meminta bantuan penduduknya untuk menyelamatkan harta bendanya. Masyarakat Mekah, yang mayoritas dari mereka memiliki saham dalam kafilah tersebut, dengan mendengar berita tersebut – yang dengan anjuran Abu Sufyan supaya disampaikan dengan suara provokasi – dalam sebuah pasukan yang terdiri dari 950 orang dari semua kabilah, kecuali bani Udai bin Ka'ab dan dengan dihadiri semua pembesarnya, kecuali Abu Lahab, yang mengutus Ash bin Hasyim sebagai penggantinya – bergerak menuju Badar dengan dipimpin oleh Abu Jahal (Amr bin Hisyam) Makhzumi. Dengan ini semua, beberapa orang dari pemuka Quraisy, seperti Utbah dan Syaibah dan Umayyah bin Khalaf – yang ketiga-tigannya terbunuh dalam pertempuran itu – tidak menyetujui gerakan tersebut.[13]

Menetapnya Kaum Muslimin di Badar

Rasulullah saw setelah menempuh beberapa persinggahan, beliau sampai ke Yuha pada tanggal 15 Ramadhan dan melakukan salat di samping sumurnya dan melaknat para pemuka Quraisy seperti Abu Jahal dan Zam'ah bin al-Aswad.[14]

Di dekat Badar, malaikat Jibril as mengabarkan dekatnya pasukan Quraisy kepada Rasulullah saw. Beliau meminta para sahabatnya untuk bermusyawarah. Dikatakan dalam sejarah bahwa, Abu Bakar dan Umar akan berpidato; namun dikarenakan tidak ada penukilan ucapan mereka berdua [15] maka jelaslah di sini ucapan mereka tidaklah bagus.

Hanya Waqidi satu-satunya orang yang menukil ucapan Umar, yang benar-benar menunjukkan ketakutan dan keputusasaan atas kekuatan kaum muslimin terhadap Quraisy; namun Miqdad, salah seorang Muhajirin mengatakan: "Wahai Rasulullah! kami bukanlah kaum Yahudi yang mengatakan kepada nabi Musa as: Pergilah kamu dan Tuhanmu dan berperanglah, sementara kami duduk-duduk di sini, namun kami akan bertempur dari arah kanan dan kiri, sebelum dan sesudah engkau".[16]

Sa'ad bin Muadz ketua Aus sebagai wakil dari Anshar mendeklarasikan ketaatan Anshar terhadap perintah Rasulullah saw. Beliau sangat gembira akan ucapan Miqdad dan Sa'ad, kemudian bersabda, "Allah menjanjikanku kemenangan terhadap salah satu dari dua kelompok (perdagangan atau pasukan kiriman Mekah)."[17] Dengan mendengar ucapan beliau, maka kaum Muslimin mengibarkan panji-panji perang dan meneruskan perjalanan dan beliau turun di Badar pada malam ke 17 Ramadhan dan dengan saran Hubab bin al-Mundzir. Turunnya hujan pada malam tersebut mengokohkan tanah pasir yang ada di bawah telapak kaki kaum Muslimin dan membuat becek tanah kamp tempat pasukan Quraisy Mekah berada.[18]

Menetapnya Kaum Musyrikin di Badar

Dari pihak lain, Abu Sufyan dengan kehati-hatian dan hati penuh cemas, turun di dekat Badar dan setelah melakukan pengintaian, akhirnya mendapat informasi bahwa kaum Muslimin berada di sekitar Badar. Oleh karenanya, dia bergegas merubah jalan kafilah dan bergerak ke Mekah dari arah pinggiran. Setelah itu mengirim pesan untuk Quraisy, yang sekarang ini masih berada di Juhfah dan mensuport mereka untuk kembali ke Mekah. Hasilnya, Thalib bin Abi Thalib dan semua bani Zuhrah (dan juga bani Uddai, menurut penuturan sebagian referensi) kembali di pertengahan jalan. Sejumlah lainnya, dikarenakan bersikeras Abu Jahal, yang hendak memamerkan kekuatan di hadapan kaum muslimin dan kabilah-kabilah Arab, terpaksa melanjutkan perjalanannya.

Al-Udwatu al-Qashwa Letak lokasi kaum Musyrikin Mekah dalam perang Badar

Pasukan Quraisy tiba di Badar sebelum tibanya pasukan Islam dan mengambil tempat di belakang bukit 'Aqanqal. 'Umair bin Wahab al-Jumahi dan Abu Usamah al-Jusyami mendapat giliran untuk mengintai posisi kaum muslimin dan keduanya melaporakan bahwa jumlah dan sarana perang kaum muslimin sangatlah minim, namun mereka siap untuk bertempur dan siap mati terbunuh.[19] Waqidi meriwayatkan bahwa Rasulullah saw setelah orang-orang Mekah datang dan bermukim di Badar, beliau mengirim sebuah pesan kepada mereka, memperingatkan mereka untuk tidak melakukan pertempuran dan mengumumkan keengganan beliau untuk bertempur dengan Quraisy.[20]

Ungkapan Alquran tentang Tempat Menentapnya Dua Pasukan

Alquran menguraikan secara mendetail tentang posisi kaum muslimin dan kaum musyrikin: (Yaitu di hari) ketika kamu berada di pinggir bukit di Udwatul Qushwa (yang dekat dengan Madinah) dan mereka berada di pinggir lembah yang jauh (dari Madinah) sedang kafilah itu berada di bawah kamu. Sekiranya kamu mengadakan persetujuan (untuk menentukan hari pertempuran), pastilah kamu tidak sependapat dalam menentukan hari pertempuran itu, akan tetapi (Allah mempertemukan dua pasukan itu) agar Dia melakukan suatu urusan yang mesti dilaksanakan". [21]

Langkah-langkah Rasulullah saw di Pinggir Bukit al-Udwah al-Dunya

Al-Udwatu al-Dunya, bukit-bukit lokasi pasukan kaum Muslimin dalam perang Badar

Dengan perintah Rasulullah saw, sumur-sumur yang ada dipenuhi, kecuali sumur yang dimiliki oleh pasukan Islam dan mengirim intelijen untuk mencari berita tentang posisi kafilah dan pasukan Quraisy.[22]

Rasulullah mengutus beberapa orang, termasuk Ali as ke sebuah sumur yang dekat dengan mereka untuk mencari informasi. Mereka bertemu dengan mata-mata Quraisy dan menawan dua orang dari mereka. Setelah diintrogasi maka dapat diketahui bahwa pasukan Quraisy berjumlah 900 – 1000 orang dan mayoritas pemuka Quraisy ikut serta mendirikan kemah di belakang bukit-bukit. Rasulullah saw bersabda, "Mekah telah mencampakkan para tokohnya ke hadapan kalian." [23]

Peristiwa-peristiwa Perang

Perang Badar termasuk dari salah satu ghazwah yang berlangsung cukup singkat karena perang ini hanya berlangsung tidak lebih dari setengah hari.[24]

Formasi Dua Pasukan

Di saat pagi menjelang, Rasulullah saw ketika tengah mempersiapkan pasukannya, tiba-tiba pasukan Quraisy terlihat sudah berada di hadapan mereka. Karena beliau melihat mereka, maka ia pun berkata: "Ya Allah, Kaum Quraisy ini dengan sombong dan congkak datang memerangi-Mu dan mendustakan utusan-Mu. Ya Allah! Aku meminta kemenangan yang telah Engkau janjikan. Ya Allah! Binasakanlah mereka bersama dengan bala bantuannya".[25] Pasukan Rasulullah saw membelakangi matahari sementara pasukan Quraisy menghadap matahari.[26] Panji kepemimpinan yang diberi nama burung Elang[27] – yang biasanya dipegang oleh para pembesar dan orang-orang khusus – dipegang oleh Ali as.[28]

Pada awalnya Rasulullah saw lewat sebuah pesan, mengumumkan keengganannya untuk berhadapan dengan Quraisy dan memperingatkan mereka untuk tidak bertempur. Sebagian orang seperti Hakim bin Hizam menyebut Rasul sebagai orang yang bijak, menghendaki pulang; namun orang-orang ambisius seperti Abu Jahal merintanginya.[29]

Kaum muslimin membuat anjungan (Arisy) [30] untuk Rasulullah saw dan Sa'ad bin Mu'adz bertugas melindunginya, dengan dibantu oleh beberapa sahabat Anshar; namun menurut riwayat yang dinukil dari Imam Ali as dalam Musnad Ahmad bin Hanbal[31] dan kebanyakan referensi sejarah[32], Rasulullah berada di tempat yang paling dekat sekali dengan musuh pada hari Badar dan kaum muslimin berlindung kepadanya saat bentrokan semakin sengit. Dimungkinkan anjungan tersebut didirikan sebagai tempat memimpin dan Rasulullah terkadang menetap di situ.

Duel Satu Lawan Satu dan Dimulainya Perang

Sebelum duel satu lawan satu dimulai, Abu Jahal untuk mempropvokasi emosi masyarakat Quraisy, memerintahkan Amir al-Hadhrami supaya menggundul rambut kepalanya, dia menuntut darah saudaranya dengan melumuri tanah di atas kepalanya. Dituturkan, Amir adalah orang pertama yang menyerang ke barisan kaum muslimin guna memporak-porandakan barisan mereka; namun pasukan Rasulullah saw menunjukkan kekokohannya. Dukungan keras dan berkesinambungan Abu Jahal dan Quraisy kepada Utbah memaksanya untuk berupaya turun ke medan tempur guna memadamkan pertempuran, dia adalah orang pertama yang turun ke medan laga bersama anaknya, Walid dan saudaranya Syaibah dan memulai duel satu lawan satu.[33]

Tiga orang dari golongan Anshar maju ke medan tempur dan siap erperang dengan mereka, Utbah berkata kepada mereka: Siapa kalian? Mereka pun menyebutkan asal nasab dan ketrurnan mereka, Utbah berkata: Kami tidak ada hubungan sengketa dengan kalian, kami hanya meminta anak-anak paman kami (dari keturunan Quraisy) untuk berperang melawan kami, lalu Rasulullah saw berkata kepada tiga orang Anshar tersebut: "Kembalilah kalian ke posisi kalian masing-masing".[34] Kemudian Nabi saw mengutus Hamzah, Ali as dan Ubaidah bin Harits ke medan pertempuran. Hamzah dapat membunuh Utbah dan Ali as dapat membunuh Walid dan Ubaidah dengan dibantu oleh Hamzah dan Ali as berhasil membunuh Syaibah. Menurut riwayat dari Ali as, dia ikut berpartisipasi dalam pembunuhan tiga orang tersebut.[35]

Predestinasi Pertempuran

Setelah terbunuhnya Utbah, Syaibah dan Walid, api pertempuran semakin berkobar, namun dengan bantuan gaib Allah dan dengan ketabahan dan keberanian kaum muslimin akhirnya mereka dapat mengalahkan kaum musyrikin dengan cepat. Menurut penuturan sejarah, Rasulullah saw dalam pergolakan pertempuran mengambil segenggam tanah dan meniupkannya ke arah Quraisy dan mengutuk mereka. [36] Hal inilah yang menyebabkan kabur dan kekalahan kaum musyrikin. Pasukan Quraisy meninggalkan harta bendanya dan mereka memilih kabur dari medan perang dan seseorang memberikan kabar kekalahan kepada penduduk Quraisy Mekah.[37]

Nabi saw ketika ia mendengar berita tentang kematian Abu Jahal (yang mana dia adalah kepala dan imam orang-orang kafir dan disebat sebagai Firaun umat [38]). berkata: "Ya Allah, Engkau telah menepati janji-Mu maka lengkapilah nikmat-Mu padaku."[39]

Abu Jahal terbunuh di tangan dua remaja muda masing-masing bernama, Mu'adz bin 'Amr dan Mu'adz bin Afra', namun karena dia masih bernafas, akhirnya Abdullah bin Mas'ud memisahkan kepalanya dari badannya. [40]

Di antara orang-orang yang terkena kutukan Nabi dan beliau memohon pembunuhannya adalah Noufal bin Khowailid, yang terbunuh ditangan Ali as. Dengan kematiannya, Nabi saw bertakbir dan berkata: Puji syukur kepada Allah, yang telah mengabulkan permohonanku. [41]

Pada akhirnya, tentara Quraiys gagal, meninggalkan semua asetnya dan melarikan diri dari medan pertempuran. [42]

Perang Badar berakhir dengan kesyahidan 14 orang muslim (6 orang dari Muhajirin dan 8 orang dari Anshar) dan dengan terbunuhnya 70 orang musyrik dan sejumlah tawanan dari mereka.[43] Ibnu Qutaibah menyebut jumlah para tentara Quraisy yang terbunuh sebanyak 50 orang dan tawanannya berjumlah 44 orang [44], sedangkan 21 orang dari mereka terbunuh di tangan Ali as .[45] Sementara mayoritas dari musyrikin tercerai-berai di padang pasir yang ada di sekitarnya; mereka menghitung waktu sambil menunggu malam dan terlepas dari incaran kaum muslimin.[46]

Peristiwa Pasca Pertempuran

Dialog Nabi dengan kaum musyrikin yang terbunuh

Harta benda rampasan perang yang tersisa atas perintah Rasulullah saw dikumpulkan jadi satu. Setelah menguburkan jasad-jasad suci para syuhada, mayat-mayat kaum musyrikin dilempar ke dalam lobang seperti sumur dan Rasululllah saw yang berbicara kepada mereka:

Apakah kalian telah mendapatkan apa yang dijanjikan Tuhan kalian kepada kalian? Sesungguhnya aku telah mendapatkan keyakinan dengan apa yang telah dijanjikan Tuhanku kepadaku.

Untuk membuktikan huungan orang-orang yang sudah meninggal dengan orang-orang yang masih hidup, bisa merujuk pada artikel tulisan Sama' al-Mauta yang membahasa tentang hal ini.

Pembagian Ghanimah dan Nasib Para Tawanan

Kaum muslimin kembali ke Madinah bersama dengan para tawanan dan harta rampasan perang (ghanimah) yang mana di pertengahan jalan semuanya telah dibagi-bagikan kepada semua orang yang berpartisipasi dalam perang ini.

Dua tawanan yang menjadi pemicu utama penganiayaan kaum muslimin di Mekah mendapat hukuman mati di tengah perjalanan tersebut dan Ali as yang menjalankan hukuman tersebut. Umaiyah bin Khalaf juga di detik-detik awal penawanannya telah berhadap-hadapan dengan Bilal bin Rabah, yang dulu pernah menyiksanya secara brutal sewaktu berada di Mekah dan pada akhirnya iapun mati di tangannya kaum muslimin atas dorongan Bilal.[47]

Di Madinah para tawanan dibagi-bagi diantara kalangan kaum muslimin dan Rasulullah saw menganjurkan supaya berbuat baik kepada mereka. Mayoritas dari mereka dibebaskan dengan cara ditebus dengan membayar fidyah (tebusan) seperti Abbas bin Abdul Muththalib, paman Rasulullah saw dan beberapa orang dari mereka terbebaskan melalui pengajaran ilmu kepada Zaid bin Tsabit dan anak-anak keturunan Anshar lainnya dan beberapa orang lainnya juga dibebas dengan tanpa membayar fidyah .[48]

Refleksi Pertempuran Badar di Madinah

Rasulullah saw tinggal selama tiga hari di Badar dan setelah itu mengutus Zaid bin Haritsah dan Abdullah bin Rawahah ke Madinah supaya menyampaikan berita kemenangan kaum muslimin.[49]

Kemenangan ini sangat penting sekali dan di kalangan kaum muslimin dan kaum yahudi bahkan di kalangan kaum munafikin [50] memiliki refleksi yang sangat luas. Masyarakat, seperti para pemuka Khazraj keluar menuju Ruha saat mendengar berita tersebut dan mengucapkan selamat atas kemenangan Badar kepada Rasulullah saw dan orang-orang yang tidak ikut serta dalam perang ini meminta maaf kepada Rasulullah saw.[51]

Suatu hari (sebelum pelarangan minum khamar) sebagian muslimin seperti Umar bin Khattab dan berkumpul di rumah Abu Thalhah al-Anshari, dengan meminum minuman keras. Umar dalam perkumpulan itu melantunkan bait-bait syair yang berisikan duka dan ratapan atas tewasnya orang-orang musrik Quraisy. Saat Rasulullah saw mengetahui bait-bait syair itu, beliau mendatanginya dengan wajah murka. Umar dengan melihat kemurkaan beliau, berlindung kepada Allah dari kemurkaan beliau [52] Sebagian dari para sejarawan menegaskan akan kehadiran Abu Bakar bin Abi Quhafah di dalam majelis tersebut.[53]

Refleksi Pertempuran Badar di Mekah

Refleksi pertempuran Badar di Mekah lebih luas dari apa yang telah terefleksikan di Madinah. Masyarakat Mekah juga sama seperti masyarakat Madinah, mereka mengingkari hasil akhir dari perang Badar. [54]

Abu Sufyan menahan dan tidak meluapkan kemarahan mereka kepada kaum Muslim dengan tidak menangis dan berduka untuk orang-orang yang tewas dan untuk kesenangan dan kesenangan apa pun.

Abu Sufyan memberikan peringatan kepada mereka untuk tidak melakukan segala bentuk tangisan dan ratapan duka cita untuk orang-orang yang tewas dan segala bentuk kenikmatan dan kelezatan, guna mengobarkan kemurkaan kaum musyrikin terhadap kaum muslimin. [55] Namun Quraisy Mekah selama satu bulan berada dalam kedukaan dan kesedihan dan tidak ada satu rumah manapun kecuali di dalamnya meratapi kematian orang-orangnya. Rambut para wanita kusut. Quraisy juga melontarkan banyak syair-syair duka lara, yang telah dituturkan dalam buku-buku sejarah dan sastra.[56]

Musibah berat Badar bagi masyarakat Mekah tidak hanya membekas dan merefleksi di tahun setelah perang Uhud, bahkan dendam dan kebencian tetap merekat di dalam hati para pembesar Quraisy, terkhusus bani Umayyah yang bahkan setelah mereka masuk Islam setiap saat ketika mereka memiliki kesempatan maka mereka akan menampakkan dendam dan permusuhannya dengan segala bentuk. Dalam hal ini, Ahlulbait Nabi saw dan Anshar menjadi target pelampiasan dendam tersebut, sebagaimana yang ditegaskan oleh Utsman bin Affan (dari bani Umaiyah) yang secara terang-terangan menampakkan kebencian Quraisy kepada Amirul Mukminin as karena perang Badar.[57] Puncak permusuhan kepada Ahlulbait as ini tampak terlihat dalam Tragedi Karbala, sebagaimana Yazid dalam syair-syairnya dengan gamblang mengakui pembalasan dendamnya atas orang-orang yang tewas di Badar.

Pertempuran Badar dalam Alquran

Alquran dalam beberapa surah seperti surah Ali Imran: 12-13, 123-127; surah Al-Nisa: 77-78; surah Al-Anfal: 1-19, 36-51, 67-71 telah mengisyaratkan cerita tentang Badar dan menyebutnya sebagai "Yaumul Furqan".[58] Dalam ayat-ayat tersebut, upaya kaum Musyrikin yang gagal diumpamakan seperti perbuatan-perbuatan kaum terdahulu, khususnya Al Firaun dan partisipasi mereka dalam perang ini disebut sebagai akibat dari tipuan setan.

Menurut penuturan Alquran, sebagian kaum Muslimin enggan untuk pergi berjihad, sementara Allah swt adalah pendukung kaum Mukminin dan dengan menggoyahkan hati kaum kafir dan dengan menunjukkan sedikitnya jumlah mereka di pandangan kaum Muslimin dan menurunkan hujan dan aksi-aksi lainnya, maka kemenangan ada pada pihak mereka. Yang lebih penting dan lebih tegas lagi adalah para malaikat datang membantu kaum muslimin pada hari Badar [59] dan menyebabkan teguhnya hati mereka.

Turunnya para malaikat, Imam Ali as dan kaum muslimin seperti Abu Bakar dan kaum musyrikin seperti Abu Sufyan bin Harits) juga diterangkan oleh para sejarawan. [60]

Pranala Terkait

Catatan Kaki

  1. Al-Ali, Daulat-e Rasul-e Khudā, hlm. 212; Ja'fariyan, Atsār-e Islāmi Mekah wa Madinah, hlm. 393.
  2. Ibnu Sa'ad, al-Thabaqāt al-Kubrā, jld. 2, hlm. 14-15; Ya'qubi, Tārikh Ya'qubi, jld. 2, hlm. 45.
  3. Ibnu Sa'ad, al-Thabaqāt al-Kubrā, jld. 2, hlm. 14-15.
  4. Q.S. al-Baqarah: 217.
  5. Q.S. al-Anfal: 34.
  6. Q.S. Hajj: 39-40.
  7. Ibnu Hisyam, al-Sirah al-Nabawiyah, jld. 2, hlm. 252-254.
  8. Waqidi, al-Maghāzi, jld. 1, hlm. 28.
  9. Ibnu Hisyam, al-Sirah al-Nabawiyah, jld. 2, hlm. 248-249.
  10. Q.S. al-Anfal: 6-7.
  11. Ibnu Hisyam, al-Sirah al-Nabawiyah, jld. 2, hlm. 363-364; Ibnu Sa'ad, al-Thabaqāt al-Kubrā, jld. 2, hlm. 19-20.
  12. Bahramiyan, Dairāt al-Ma'ārif Buzurge Islāmi, jld. 11, hlm. 527.
  13. Tharimi, Daneshnāme-i Jahane-e Eslām, jld. 2, hlm. 480.
  14. Waqidi, al-Maghāzi, jld. 1, hlm. 46.
  15. Ibn Hisyam, al-Sirah al-Nabawiyah, jld. 2, hlm. 266.
  16. Waqidi, al-Maghāzi, jld. 1, hlm. 48.
  17. Q.S. al-Anfal: 7.
  18. Tharimi, Daneshnāme-i Jahan-e Eslām, jld. 2, hlm. 481.
  19. Tharimi, Daneshnāme-i Jahan-e Eslām, jld. 2, hlm. 481.
  20. Waqidi, al-Maghāzi, jld. 1, hlm. 61.
  21. Q.S. al-Anfal: 42.
  22. Tharimi, Dāneshnāme-i Jahān-e Islam, jld. 2, hlm. 481.
  23. Ibnu Hisyam, al-Sirah al-Nabawiyah, jld. 2, hlm. 269.
  24. Waqidi, al-Maghāzi, jld. 1, hlm. 75.
  25. Ibnu Hisyam, al-Sirah al-Nabawiyah, jld. 2, hlm. 273.
  26. Waqidi, al-Maghazi, jld. 1, hlm. 56.
  27. Ibn Abi Syaibah, al-Mushannaf, jld. 7, hlm. 721.
  28. Ibn Hisyam, al-Sirah al-Nabawiyyah, jld. 2, hlm. 264.
  29. Waqidi, al-Maghazi, jld. 1, hlm. 61.
  30. Sekarang ini, di tempat berteduh tersebut dibangun sebuah masjid bernama masjid al-Arisy.
  31. Ahmad bin Hanbal, Musnad, jld. 1, hlm. 126.
  32. Ibnu Sa'ad, al-Thabaqāt al-Kubrā, jld. 2, hlm. 23.
  33. Waqidi, al-Maghazi, jld. 1, hlm. 66-67.
  34. Syaikh Mufid, al-Irsyad fi Ma'rifati Hujajillahi ala al-Ibad, jld.1, hlm.73.
  35. Razi, Raudh al-Jinān, jld. 5, hlm. 48.
  36. Maqrizi, Imta' al-Asma', jld.1, hlm.108.
  37. Tharimi, Daneshnāme-i Jahān-e Islām, jld. 2, hlm. 480.
  38. Waqidi, al-Maghazi, jld. 1, hlm. 95.
  39. Waqidi, al-Maghazi, jld. 1, hlm. 91.
  40. Sahih Bukhari, jld.2, hlm.68-69.
  41. Waqidi, al-Maghazi, jld. 1, hlm. 91.
  42. Tharimi, Daneshnāme-i Jahān-e Islām, jld. 2, hlm. 480.
  43. Waqidi, al-Maghāzi, jld. 1, hlm. 145-152.
  44. Ibnu Qutaibah, al-Ma'ārif, hlm. 155.
  45. Ja'far Murtadha al-Amili, as-Shahih min as-Sirah an-Nai al-A'zham, jld. 5, hlm. 60.
  46. Waqidi, al-Maghāzi, jld. 1, hlm. 95.
  47. Baihaqi, Dalail al-Nubuwah, jld.3, hlm.92.
  48. Dzahabi, Tārikh al-Islām, jld. 2, hlm.119-120.
  49. Waqidi, al-Maghāzi, jld. 1, hlm. 114-115.
  50. Ibnu Hisyam, al-Sirah al-Nabawiyyah, jld. 2, hlm. 300-302.
  51. Waqidi, al-Maghāzi, jld. 1, 116-117.
  52. Zamakhsyari, Mahmud bin Umar, Rabi' al-Abrār, jld. 4, hlm. 51-53.
  53. Tafsir Qummi, jld. 1, hlm. 180.
  54. Waqidi, al-Maghāzi, jld. 1, hlm. 120.
  55. Waqidi, al-Maghāzi, jld. 1, hlm. 121.
  56. Ishfahani, Abul Faraj, al-Aghāni, jld. 1, hlm. 23-24.
  57. Syekh Mufid, al-Jamal, hlm. 186.
  58. QS, Al-Anfal: 41.
  59. QS, Ali Imran: 123.
  60. Shalihi syami, Subul al-Huda, jld. 4, hlm. 36-40.

Daftar Pustaka

  • Abu Bakar bin Abi Syaibah.Al-Mushannaf fi al-Ahādits wa al-Atsār. Riset: Kamal Yusuf al-Hut, cet. I, Riyadh: Maktabah al-Rusyd, 1409 H.
  • Abul Faraj Ishfahani. Al-Aghāni. Beirut: Dar Ihya li Turats al-Arabi.
  • Abul Futuh Razi, Husain bin Ali. Raudh al-Jinan. Masyhad: Bunyad-e Pazuhesy-hae Eslami Astan Quds Razawi.
  • Bahramiyan, Ali. Dāirat al-Ma'ārif Buzurg-e Eslāmi. jld. 11, dibawah kata "Badar", Teheran: Markaz-e Dairat-e al-Ma'arif al-Islami, 1381 S.
  • Bukhari, Muhammad bin Ismail. Shahih al-Bukhāri. Beirut: Dar Ibnu Katsir, 1414 H.
  • Ibnu Hisyam, Abdul Malik. Al-Sirah al-Nabawiyyah. cetakan Ibrahim Abyari dan Abdul Hafiz Syalbi, Beirut: Dar Ihya al-Turats al-Arabi.
  • Ibnu Sa'd, Muhammad bin Sa'd. Al-Thabaqāt al-Kubrā. Beirut: Dar Shadir, 1968 H.
  • Ja'fariyan, Rasul. Ātsar Islāmi Makkah wa Madinah. cetakan VIII, Teheran: Nasyr Masy'ar, 1386 HS.
  • Qummi, Ali bin Ibrahim. Tafsir Qummi. Qom: Dar al-Kitab, 1363 S.
  • Syekh Mufid, Muhammad bin Muhammad Nu'man. Al-Jamal. Riset: Ali Mir Syarifi. Qom: Kongress Syekh Mufid, 1423 H.
  • Thabrisi, Fadhl bin Hasan. Majma' al-Bayān fi Tafsir al-Qurān. Teheran: Nashir Khosro, 1383 S.
  • Tharimi, Hasan. Daneshnāme-e Jahān-e Islām. jld 2, dibawah kata Badar. Teheran: Bunyad Dairat al-Ma'arif Islami, 1375 S.
  • Waqidi, Muhammad bin Umar. Kitab al-Maghāzi. London: cetakan marsern Junez, 1966 M.
  • Zamakhsyari, Mahmud bin Umar. Rabi' al-Abrār wa Nushus al-Akhbār. Riset: Abdul Amir Muhanna. Beirut: Muassasah al-A'lami li al-Mathbuat.

Pranala Luar