Tauhid Dzati

Prioritas: b, Kualitas: b
tanpa foto
tanpa infobox
tanpa alih
Dari wikishia

Tauhid Dzati (bahasa Arab:التوحيد الذاتي) adalah salah satu jenis tauhid yang memiliki arti keesaan dan ketunggalan Tuhan. Tauhid dzati dalam istilah umum para teolog, tauhid dzati berarti tidak memiliki sekutu atau yang sederajat dengan-Nya; Namun menurut sebagian ulama, tauhid itu juga berarti bahwa hakikat Tuhan tidak tersusun dari apa pun dan tidak memiliki bagian – bagian pada dzat-Nya.

Ayat seperti وَ لَم یَکُن لَه کُفواً أحَد dan لیس کَمِثلِه شَیء memiliki makna penafian terhadap suatu kemiripan dan sekutu, sedangkan ayat قُلْ هُوَ اللّٰهُ أَحَد mengacu pada penafian terhadap suatu susunan dan bagian terhadap dzat Tuhan.

Imam Ali as, dalam suratnya kepada Imam Hasan as, berargumentasi mengenai ketiadaan sekutu bagi Tuhan: Jika Allah mempunyai sekutu, maka para nabi-Nya dari sekutu-Nya akan datang kepadamu dan kamu akan melihat bukti kerajaan dan kekuasaan sekutu-Nya itu dan kamu akan mengetahui tentang sekutu-Nya dan karya-karyanya; Sedangkan semua nabi telah menyeru kepada Tuhan yang sama.

Dalam buku-buku teologi, argumentasi-argumentasi rasional telah diajukan untuk membuktikan kedua makna tauhid dzati tersebut.

Urgensitas

Tauhid dzati merupakan salah satu tingkatan dan jenis makrifat tauhid teoritis[1] [Catatan 1] dan dianggap sebagai salah satu prinsip ilmu - ilmu Islam dan pengetahuan tertinggi manusia, di mana menurut Murtadha Muthahhari, pembahasan tersebut secara khusus telah melekat pada mazhab Syiah,[2] Dalam Filsafat Islam tauhid dzati di ungkapkan dengan tema "Tauhid di dalam Wajib al-Wujub".[3]

Definisi

Dalam istilah umum para teolog, tauhid dzati berarti bahwa Tuhan itu esa dan tidak mempunyai persamaan, kemiripan ataupun sekutu.[4] Murtadha Muthahari mengatakan bahwa tauhid dzati adalah pengetahuan dan keyakinan terhadap ketunggalan dan keesaan dzat Tuhan.[5] Berbeda halnya dengan lawannya tauhid dzati, yakni syirik dzati, yaitu keyakinan bahwa Tuhan memiliki sekutu yang akan berujung pada keluarnya seseorang dari agama Islam dan pemeluknya akan dibebani dengan hukum kemusyrikan yang berat.[6]

Arti lain dari tauhid dzati

Tauhid dzati terkadang digunakan dalam arti yang lebih luas, yakni selain dimaknai tidak mempunyai kemiripan, kesamaan dan sekutu juga mencakup batsâtah Tuhan (negasi terhadap adanya kombinasi dan susunan pada dzat Tuhan). Menurut pengertian ini, tauhid dzati mempunyai dua tatanan dan makna:

1. Tuhan itu esa dan tidak ada sekutu atau padanannya. Dan hal ini dikatakan sebagai tauhid wâhidi.

2. Tuhan itu satu dan ahad dalam segala hal dan dzat-Nya adalah basith; Artinya, Tuhan tidak mempunyai bagian apa pun pada dzat - Nya dan tidak tersusun dari komponen eksternal atau internal seperti akal dan benak dan hal ini disebut sebagai tauhid ahadi.[7] Abdullah Jawadi Amuli, seorang filosof dan mufasir Syiah, mengatakan bahwa Tuhan itu satu dan tunggal; Satu  artinya tidak mempunyai sekutu, padanan, atau semisal dengan-Nya, dan tunggal artinya basith dan tidak mempunyai bagian-bagian pada dzat-Nya.[8] Dalam istilah para filosof, ke-satu-an ini diartikan sebagai wahdat haqqah (Satu yang sebenar benarnya), dimana pada dzat-Nya tidak ada kemungkinan multiplisitas, bagian-bagian dan kombinasi.[9]

Mereka mengatakan bahwa ayat-ayat seperti وَ لَم یَکُن لَه کُفواً أحَد[10] dan لیس کَمِثلِه شَیء[11] menunjukkan makna pertama dari tauhid dzati, yaitu penafian adanya padanan dan sekutu, dan ayat قُلْ هُوَ اللّٰهُ أَحَد mengacu pada makna kedua. Artinya, adalah penafian adanya komposisi dan kombinasi dari bagian-bagian.[12]

Dalil Tauhid Dzati

Para teolog dan filosof Muslim telah mengemukakan beberapa argumentasi untuk menafikan adanya padanan dan sekutu bagi Tuhan serta penafian adanya kombinasi dari bagian-bagian pada dzat- Nya[13] beberapa di antaranya antara lain:

Dalil “padanan” dan “semisal” tidak dimiliki oleh Tuhan

Para teolog telah membuktikan bahwa Tuhan tidak mempunyai kemiripan dan sekutu melalui dalil keharusan keberadaan Tuhan: jika ada Wajibul Wujud lain selain Tuhan, mereka berdua akan berbeda dan berpisah satu dengan lainnya ataukah tidak? Jika tidak ada perbedaan di antara keduanya, maka dianggap satu dan tidak berlaku anggapan adanya dualitas, dan hal ini dengan sendirinya menunjukkan bahwa Tuhan tidak mempunyai sekutu; Namun jika ada pembedaan di antara keduanya, maka hal itu menyebabkan keduanya menjadi tersusun dari bagian-bagian, yang mana hal ini tidak sah dan tidak mungkin disandingkan kepada Wajib al- Wujud. Karena kombinasi tersebut hanya berlaku pada  mumkin al-wujud, sedangkan asumsi awalnya adalah Allah itu Wajib al-Wujud.[14]

Dalam surat Imam Ali as kepada Imam Hasan as, Imam as mengemukakan argumentasinya bahwa Allah Swt tidak mempunyai sekutu, dan jika Allah Swt mempunyai sekutu, maka nabi-nabi dari sekutu-Nya tersebut akan datang kepadamu dan kamu akan melihat hasil karya dari kerajaan dan kekuasaan sekutu-Nya, serta kamu akan mengetahui tindakan dan sifat-sifat sekutu-Nya.[15] Nashir Makarim Syirazi, seorang ahli tafsir dan fakih Syiah, telah mengatakan dalam menjelaskan argumentasi ini bahwa jika Tuhan memiliki sekutu dan padanan, maka sekutu-Nya itu pasti bijaksana. Dzat yang bijak juga harus memberitahukan hamba-hamba sekutu-Nya tentang keberadaan sekutu-Nya dan menyampaikan perintah sekutu-Nya kepada manusia melalui utusan sekutu-Nya; Namun para nabi telah mengajak manusia kepada Tuhan Yang Maha Esa. Poin lainnya adalah jika ada tuhan lain, dampak kekuasaan dan kerajaannya seharusnya terlihat di alam semesta ini; Namun alam nyata adalah kumpulan yang satu terpadu dan teratur, dan kesatuan alam semesta ini menyiratkan bahwa Tuhan sebagai penciptanya adalah satu.[16]

Muhammad Taqi Mishbah Yazdi juga mengutip argumentasi para filosof Islam, dengan menggunakan burhan shiddiqîn, untuk membuktikan keesaan hakikat dzat Tuhan dan menganggapnya sebagai dalil yang paling meyakinkan.[17]

Dalil penafian terhadap adanya kombinasi bagian-bagian pada dzat Tuhan

Dalil penafian adanya susunan pada dzat Tuhan dikemukakan sebagai berikut: Setiap sesuatu yang tersusun memerlukan bagian-bagiannya dan setiap bagian dari suatu susunan bukanlah kombinasi susunan tersebut. Di sisi lain, sifat membutuhkan kepada yang lain adalah salah satu sifat yang melekat pada Mumkin al-wujud, sedangkan Allah adalah Wajib al-Wujud. Oleh karena itu, kombinasi dan susunan apa pun (baik eksternal maupun internal) mustahil kita nisbatkan kepada dzat Tuhan.[18]

Catatan Kaki

  1. Jawadi Amuli, Tauhid dar Quran, hlm. 201.
  2. Muthahari, Majmue-e Āsar, jld. 2, hlm. 101.
  3. Silakan lihat ke: Mishbah Yazdi, Āmuzesy-e Falsafeh, jld. 2, hlm. 433 & 434.
  4. Subhani, al-Ilahiyat ala Huda al-Kitab wa al-Sunnah wa al-'Aql, jld. 2, hlm. 11; Jawadi Amuli, Tauhid dar Quran, hlm. 201.
  5. Muthahari, Majmue-e Āsar, jld. 2, hlm. 99.
  6. Jawadi Amuli, Tauhid dar Quran, hlm. 578.
  7. Jawadi Amuli, Tauhid dar Quran, hlm. 201 & 202; Subhani, al-Ilahiyat ala Huda al-Kitab wa al-Sunnah wa al-'Aql, jld. 2, hlm. 11 & 29; Rabbani Golpeygani, Kalam-e Tathbiqi (1), hlm. 41.
  8. Jawadi Amuli, Tauhid dar Quran, hlm. 223.
  9. Rabbani Golpeygani, Kalam-e Tathbiqi (1), hlm. 42.
  10. QS. Al-Ikhlash :4.
  11. QS. Al-Syura :11.
  12. Jawadi Amuli, Tauhid dar QUranhlm. 221 & 222; Subhani, al-Ilahiyat ala Huda al-Kitab wa al-Sunnah wa al-'Aql, jld. 2, hlm. 11.
  13. Untuk contoh silakan lihat ke: Musawi, Tauhid Dzati, hlm. 63-68.
  14. Allamah Hilli, Kasyf al-Murad, hlm. 291.
  15. Nahj al-Balaghah, surat no. 31, hlm. 396.
  16. Makarim Syirazi, Payam-e Amirul Mu'minin, jld. 9, hlm. 546.
  17. Mishbah Yazdi, Āmuzesy-e Falsafeh, jld. 2, hlm. 434.
  18. Allamah Hilli, Kasyf al-Murad, hlm. 292.

Daftar Pustaka

  • Allamah Hilli, Hasan bin Yusuf. Kasyf al-Murad fi Syarh Tajrid al-I'tiqad. Qom: Penerbit Jamiah Mudarrisin Hauzah Ilmiah Qom, 1413 H.
  • Jawadi Amuli, Abdullah. Tauhid dar Quran. :Tafsir Tematik al-Quran al-Karim. Riset dan penyusun: Haidar Ali Ayubi. Qom: Pusat penerbit Isra, cet. 8, 1395 HS.
  • Makarim Syirazi, Nashir. Payam-e Emam Amirul Mu'minin. Teheran: Penerbit Dar al-Kutub al-Ilmiah, cet. 1, 1386 HS.
  • Mishbah Yazdi, Muhammad Taqi. Āmuzesy-e Falsafeh. Qom: Penerbit Yayasan Āmuzesyi va Pazuhesyi Emam Khomeini, 1401 HS.
  • Musawi, Sayid Jabir. Tauhid Dzati. Dalam Ensiklopedia Kalam-e Eslami, jld. 3. Qom: Yayasan Imam Shadiq, 1403 HS.
  • Muthahari, Murtadha. Majmue-e Āsar. Teheran: Penerbit Shadra, 1390 HS.
  • Nahj al-Balaghah. Penghimpun: Sayid Radhi. Riset: Subhi Shalih. Qom: Penerbit Hijrat, cet. 1, 1414 H.
  • Rabbani Golpeygani, Ali. Kalam-e Tathbiqi (1). :Tauhid Sifat dan Keadilan Ilahi. Qom: Penerbit Jamiah al-Musthafa, cet. 5, 1399 HS.
  • Subhani, Ja'far. al-Ilahiyat ala Huda al-Kitab wa al-Sunnah wa al-'Aql. Qom: Penerbit Yayasan Imam Shadiq, 1413 H.