Tahannuts
Tahannuts (bahasa Arab: التَحَنُّث) adalah tradisi yang biasa dilakukan oleh masyarakat Hijaz sebelum datangnya Islam di mana mereka selama berhari-hari dalam setiap tahunnya mengasingkan diri dari masyarakat untuk menempa jiwa. Orang-orang yang melakukan tahannuts adalah Abdul Muththalib dan Nabi Muhammad saw. Tahannuts dikerjakan pada masa sebelum Bi'tsah dilakukan setiap tahun selama satu bulan di gua Hira untuk berkhalwat dan beribadah.
Definisi Tahannuts
Hints bermakna melanggar sumpah atau melakukan dosa. Namun ketika digunakan dalam bab tafa'ul (tahannuts) bermakna menjauhkan dosa dan pada akhirnya tahannuts bermakna menjauhkan diri dari dosa. [1] Oleh sebab itu sebagian ahli bahasa memaknai tahannuts sebagai penghambaan [2] atau kadang-kadang kata-kata ta'abbud dan nusk digunakan untuk mengganti makna tahannuts. [3]
Tahannuts adalah sebuah keadaan ruhani seperti iktikaf yang selama waktu tertentu, seseorang berkhalwat dan mengasingkan diri dari masyarakat untuk beribadah, muraqabah nafs dan berbuat baik sehingga diharapkan dari khalwat yang ia lakukan ia akan terhindar dari dosa dan juga dari keadaan itu, akan tercapai sebuah keadaan jiwa seseorang yang murni. [4]
Tahannuts Nabi Muhammad saw
Menurut sebuah hadis dari Imam Ali as, Nabi Muhammad saw memiliki kebiasaan untuk pergi ke gua Hira dan tinggal di sana untuk sementara waktu setiap tahun sebelum Bi'tsah. [5] Sesuai dengan tradisi orang Quraisy, beliau tinggal di gua Hira selama satu bulan dalam setahun. Ketika berada di sana, Nabi memberi makanan kepada orang-orang miskin yang mengunjunginya. Kemudian ia pergi ke Kakbah dan melakukan thawaf sebanyak tujuh putaran atau lebih. Kemudian ia pulang ke rumah. Ia melakukan kebiasaan seperti ini hingga masa sebelum Bi'tsah. [6]
Menurut sebuah hadits dari Aisyah, Nabi Muhammad saw lebih mencintai untuk melakukan khalwat dari pada aktivitas-aktivitas lainnya. Ia pergi ke gua Hira selama beberapa hari. Kemudian pergi ke rumah Khadijah sa untuk mengambil makanan dan bekal dan kembali lagi ke gua Hira dan memperlama khalwatnya. Nabi Muhammad saw melakukan tindakan ini sampai Bi'tsah. [7]
Beberapa orang telah menyatukan kedua hadis dengan berkata bahwa Nabi Muhammad saw kembali ke rumah setelah beberapa malam dari Tahannuts untuk mengambil bekal dan kemudian kembali ke gua. Ia datang dan pergi (bolak-balik) antara rumah dan gua selama satu bulan. [8] Riwayat-riwayat yang ada menunjukkan bahwa Nabi Muhamad saw pergi ke gua Hira sendirian, tanpa disertai orang lain [9].
Namun beberapa hadis [10] menunjukkan bahwa Sayidah Khadijah sa juga menemani Nabi ke gua Hira untuk membawakan air dan bekal [11]. Dari perkataan Imam Ali as menunjukkan bahwa Imam Ali as tidak melihat orang lain selain Nabi yang melakukan tahannuts dan di sana wahyu turun. [12]
Setelah Islam
Nabi Muhammad saw pada masa bi'tsah tidak lagi melakukan tahannuts yang menurut beberapa orang bertujuan untuk menjauhkan diri dari masyarakat jahiliyyah. [13] Setelah hijrah pada setiap tahun selama puluhan tahun, Nabi Muhammad saw pada bulan Ramadhan melakukan iktikaf di masjid Nabawi. [14]
Latar Belakang Tahannuts
Beberapa hadits menjelaskan bahwa sebelum kedatangan Islam, Tahannuts dikenal di antara orang-orang Quraisy. Menurut beberapa catatan sejarah, beberapa orang Quraisy telah melakukan Tahannuts di gua Hira selama Bulan Suci Ramadhan. Mereka pergi ke gua Hira pada bulan Ramadhan dan tinggal di sana selama sebulan dan memberi makanan orang miskin yang pergi ke sana. Pada akhir bulan, mereka pergi ke Masjid al-Haram, dan tawaf mengelilingi Kakbah sebanyak tujuh putaran kemudian kembali ke rumah. [15] Mengingat bahwa gua Hira berukuran kecil, maka hanya sedikit orang Quraisy yang melakukan Tahnannuts di sana. Kemungkinan besar, yang melakukan tahannuts adalah hunafa (penganut agama yang hanif) [16]
Menurut Baladzuri, Abdul Muththalib, kakek Nabi Muhammad saw yang memulai kebiasaan ini diantara kaum Quraisy. [17] Namun Ibnu Hasyim menilai bahwa tahannuts adalah kebiasaan yang dilakukan untuk melanjutkan apa yang telah dilakukan oleh hunaifi. Menurutnya [18] tahannuts merupakan perubahan tahannuf dari ts menjadi f dan tahannuf dalam bahasa Arab bermakna kebenaran dan tahannuts. [19]
Menurut beberapa hadits, Abdul Muttalib melakukan Tahannuts untuk pertama kalinya di gua Hira pada bulan suci Ramadhan. Selama bulan suci Ramadhan, dia pergi ke gua Hira dan memberi makanan kepada orang miskin. Setelah itu, orang-orang lainnya, seperti Waraqah bin Naufal dan Abu Umayyah bin Mughairah juga melakukan tahannuts seperti yang dikerjakan oleh Abdul Muththalib dan tinggal di gua Hira sampai akhir bulan Ramadhan. Boleh jadi mereka tidak melakukan tahannuts di satu tempat seperti di gua Hira, tetapi mereka mengasingkan diri dari masyarakat di bulan suci Ramadhan. Tindakan ini merupakan tanda penghormatan untuk bulan suci Ramadhan dan mungkin saja kebiasaan ini telah ada pada masa sebelum-sebelumnya. [20]
Pada masa menjelang datangnya Islam, beberapa orang dari suku Quraisy yang dikenal sebagai Hunafa (bentuk plural dari hanif) berupaya untuk menarik diri dari beberapa kebiasaan buruk yang terjadi di suku mereka, seperti penyembahan berhala, memakan binatang yang mati, minum darah, dan mengorbankan manusia untuk berhala. Salah satunya adalah Zaid bin Amr bin Nufail yang mengkritik kaum musyrik. Untuk gangguan dari pamannya sendiri, Khithab bin Nufail, ia berlindung ke gua. [21] Meskipun demikian, dikatakan bahwa tahannuts dilakukan bukan karena mengikuti kebiasaan kaum Quraisy atau kebiasaan Hunafa.
Beberapa orientalis berpendapat bahwa Tahannuts berasal dari bahasa Ibrani: "Tihinnut" atau "Tihinnuf" yang berarti ibadah individu. Mereka membantah ada hubungan antara "Tahannuts" dan "Tahannuf" dan meragukan apakah itu kebiasaan umum yang dilakukan oleh orang-orang Quraisy sebelum munculnya Islam. [22] Namun menurut sebagian penulis, tahannuts telah menjadi kebiasaan umum yang dilakukan oleh masyarakat Quraisy. [23] Bahkan menurut sebagian penulis, tahannuts yang dilakukan oleh Nabi Muhammad saw merupakan kebiasaan yang tidak terjadi pada masa-masa sebelumnya dan tidak mengikuti kebiasaan siapapun. [24] Oleh itu tidak bisa dikatakan bahwa tahannuts diambil dari bahasa Ibrani.
Catatan Kaki
- ↑ Zaryab, Sirah Rasulullah, hlm. 102.
- ↑ Misalnya silahkan lihat: Bukhari Jamfi, jld. 1, hlm. 3.
- ↑ Silahkan lihat: Ibnu Atsir, al-Kāmil, jld. 2, hlm. 48; Dzahabi, Tārikh al-Islām, hlm. 129.
- ↑ Azhari, Tahdzib al-Lughah, jld. 4, hlm. 481; Zaryab, Sirah Rasulullah, hlm. 102.
- ↑ Silahkan lihat: Khutbah Qashi'ah, Nahj al-Balaghah, hlm. 222.
- ↑ Ibnu Ishaq, Sirah Ibnu Ishaq, hlm. 101; Silahkan lihat Ibnu Hisyam, al-Sirah al-Nabawiyyah, jld. 1, hlm. 251-252; Thabari, Tarikh, jld. 2, hlm. 300.
- ↑ Ibnu Sa'ad, Thabaqāt, jld. 1, Bag 1, hlm. 129; Thabari, Tarikh, jld. 2, hlm. 298; Bukhari Jamfi, Sahih, jld. 1, hlm. 3.
- ↑ Halabi, al-Sirah al-Halabiyyah, jld. 1, hlm. 236.
- ↑ Misalnya silahkan lihat: Ibnu Sa'ad, Thabaqat, jld. 1, Bag. 1, hlm. 129; Thabari, Tārikh Thabari, jld. 2, hlm. 298, Bukhari Jamfi, Sahih, jld. 1, hlm. 3; Ibnu Hazm, Jawāmi' al-Sirah, hlm. 36.
- ↑ Ibnu Hisaym, al-Sirah al-Nabawiyyah, jld. 1, hlm. 252; Thabari, Tārikh Thabari, jld. 2, hlm. 300; Maqrizi, Imta' al-Asma', jld. 1, hlm. 12.
- ↑ Silahkan lihat: Nahj al-Balaghah, Khutbah Qashi'iyyah, hlm. 222.
- ↑ Majlisi, Bihār al-Anwār, jil 39, hlm. 327-328.
- ↑ Azhari, Tahdzib al-Lughah, jld.4, hlm. 481.
- ↑ Kulaini, al-Kāfi, jld. 4, hlm. 175; Bukhari Jamfi, Sahih, jld. 2, hlm. 255-256; Ramyar, Tārikh Qur'an, hlm. 36-37.
- ↑ Baladzuri, Ansāb al-Asyrāf, jld. 1, hlm. 105; Silahkan lihat: Ibnu Hisyam, al-Sirah al-Nabawiyyah, jld.1, hlm. 251.
- ↑ Ja'fariyan, Sirah Rasulullah saw, hlm. 157.
- ↑ Baladzuri, Ansāb al-Asyrāf, jld. 1, hlm. 84.
- ↑ Ibnu Hisyam, al-Sirah al-Nabawiyyah, jld.1 , hlm. 251.
- ↑ Silahkan lihat Jauhari: al-Shihah, jld.1, hlm. 280; Ibnu Sayyidah al-Muhkam, jld. 3, hlm. 223.
- ↑ Ramyar, Tārikh Qur'ān, hlm. 37.
- ↑ Ibnu Ishaq, Sirah Ibnu Ishaq, hlm. 97' Ibnu Hisaym, al-Sirah al-Nabawiyyah, jld. 1, hlm. 337-240, 244-247; Zaryab, Sirah Rasulullah, hlm. 79-81.
- ↑ Untuk lebih detailnya silahkan lihat kritik atas pendapat ini dengan melihat: Qasthar, hlm. 228-231.
- ↑ Ibnu Hazm, Qasthar, hlm. 230-236.
- ↑ Ibnu Hazm, Jawāmi' al-Sirah, hlm. 36.
Daftar Pustaka
- Azhari, Muhammad bin Ahmad. Tahdzib al-Lughah. Kairo: Percetakan Abdul Karim Azbawi, tanpa tahun.
- Baladzuri, Ahmad bin yahya. Ansāb al-Asyrāf. Mesir: percetakan Muhamamd Hamidullah, 1959.
- Bukhari Ju'fi, Muhammad bin Ismail. Shahih al-Bukhari. Istambul: 1401/1981.
- Dzahabi, Muhammad bin ahmad. Tarikh al-Islam wa Wafāyāt al-Masyāhir wa al-A'lām, as-Sirah an-Nabawiyah. Beirut: percetakan Umar Abdussalam Tadmuri, 1415 H/1994.
- Encyclopedia of Islam, 2nd ed., s.v. "Tahannuth" (by G. R. Hawting).
- Halabi, Ali bin Ibrahim. As-Sirah al-Halabiyah. Beirut: 1320 H. Percetakan Ofset, tanpa tahun.
- Ibnu Atsir. Al-Kamil.
- Ibnu Hazm. Jawāmi' as-Sirah an-Nabawiyah. Beirut: 1982.
- Ibnu Hisyam. As-Sirah an-Nabawiyah. Percetakan Mustafa Saqa, Ibrahim Abyari dan Abdul Hafiz Syabli. Beirut: tanpa tahun.
- Ibnu Ishaq. Sirah Ibnu Ishaq. Quniah: Percetakan Muhammad Hamidullah, 14001 H/1981.
- Ibnu Saad. Thabaqāt.
- Ibnu Sayyidah. Al-Muhkam wa al-Muhith al-A'zham fi al-Lughah. Kairo: 1377-1393 H/ 1957-1973.
- Imam Ali bin Abi Thalib as. Nahjul Balaghah. Penerjemah: Syahidi. Teheran: 1371 HS.
- Jakfariyan, Rasul. Sirah Rasuli Khuda; Tarikh Siyasi Islam (1). Teheran: Sazman Chab wa Intisyarat, 1373 HS.
- Jauhari, Ismail bin Hammad. Ash-Shihah: Taj al-Lughah wa Shihah al-Arabiyah. Beirut: percetakan Ahmad Abdul Ghafur Athar, tanpa tahun. Teheran: percetakan Ofset, 1368 HS.
- Kulaini, Muhammad bin Ya'qub. Al-Kafi.
- M. J. Kister, Studies in Jahiliyya and early Islam: "al-tahannuth, an inquiry into the meaning of a term", London, 1980.
- Majlisi, Muhammad Baqir. Bihar al-Anwar.
- Maqrizi, Ahmad bin Ali. Imta' al-Asma'. Kairo: percetakan Mahmud Muhammad Syakir: Tim penyusun, penerjemah dan penerbit, tanpa tahun.
- Norman Calder, "Hinth, birr, tabarrur, tahannuth: an inquiry into the Arabic vocabulary of vows", BSO [ A ] S , lI , pt.2 (1988).
- Ramyar, Mahmud. Tarikh Quran. Teheran: 1362 HS.
- Thabari. Tarikh. Beirut.
- Zaryab Khui, Abbas. Sirah Rasulullah. Teheran: 1370 HS.