Baiat Nisa

tanpa prioritas, kualitas: c
Dari wikishia

Baiat Nisa (bahasa Arab:بيعة النساء) adalah baiat kaum wanita dengan Rasulullah saw. Kandungan baiat ini, seperti yang ditegaskan ayat 12 surah Al-Mumtahanah, adalah menjauhkan diri dari kesyirikan, pencurian, perzinaan, pembunuhan anak keturunan, kedurhakaan kepada Nabi saw dan penisbatan anak keturunan orang lain kepada suami mereka. Mengenai cara pelaksanaan baiat ini menurut pendapat yang paling populer adalah pertama Nabi saw meletakkan tangannya di dalam bejana air dan menjelaskan isi dan kandungan baiatnya, kemudian kaum wanita dengan meletakkan tangan mereka di dalam bejana air itu menerima baiat tersebut. Baiat ini terjadi setelah Fathu Mekah, dan sebagain sejarawan mengatakan bahwa Baiat Nisa adalah nama lain dari Baiat Aqabah Awal dan oleh karenanya ia berkaitan dengan periode akhir dari masa tinggalnya Nabi saw di Mekah.

Sejarah Baiat

Baiat berarti perjanjian dan penerimaan kepemimpinan dan pemerintahan seseorang atau pengumuman sumpah setia dan ketaatan [1]. Ia merupakan sunah/kebiasan terpenting orang Arab sebelum Islam yang diterima oleh Islam. Pada periode Jahiliyah kaum wanita tidak memiliki peran apapun dalam baiat dan urusan-urusan penting.

Menurut catatan sumber-sumber historis, kaum wanita turut hadir di dalam Baiat Aqabah Kedua (13 tahun setelah bi'tsah). [2] Ada juga beberapa laporan menceritakan baiat kaum wanita Mekah pada masa itu. [3] Setelah Rasulullah saw berhijrah ke Madinah, kaum wanita dengan berkelompok-kelompok [4] dan terkadang sendirian[5] datang kepada beliau untuk memberikan baiatnya. Terkadang mereka berkumpul di suatu tempat dan Nabi saw mengutus salah satu sahabatnya untuk mengambil baiat dari mereka. [6] Dan terkadang pula pada peristiwa-peristiwa tertentu, kaum wanita bersama kaum lelaki memberikan baiatnya. Pada Baiat Ridhwan turut hadir sejumlah wanita muslim termasuk Ummu Salamah, istri Nabi saw, Ummu Imarah, Ummu Mani' dan Ummu Asyhaliyah. [7]

Kandungan Baiat Nisa

Sesuai penukilan yang populer, pada hari Fathu Mekah disaat Nabi saw mengambil baiat dari kaum lelaki di atas gunung Shafa, kaum wanita pun datang di sisi beliau guna memberikan baiat mereka kepada beliau. Ayat 12 surah Al-Mumtahanah turun dan menjelaskan perihal baiat tersebut: یا أَیهَا النَّبِی إِذا جاءَكَ الْمُؤْمِناتُ یبایعْنَكَ عَلیٰ أَنْ لایشْرِکْنَ بِاللهِ شَیئاً وَ لایسْرِقْنَ وَ لایزْنینَ وَ لایقْتُلْنَ أَوْلادَهُنَّ وَ لایأْتینَ بِبُهْتانٍ یفْتَرینَهُ بَینَ أَیدیهِنَّ وَ أَرْجُلِهِنَّ وَ لایعْصینَكَ فی مَعْرُوفٍ فَبایعْهُنَّ وَ اسْتَغْفِرْ لَهُنَّ اللهَ إِنَّ اللهَ غَفُورٌ رَحیمٌ ; Hai Nabi, apabila datang kepadamu perempuan-perempuan yang beriman untuk mengadakan janji setia, bahwa mereka tiada akan menyekutukan allah, tidak akan mencuri, tidak akan berzina, tidak akan membunuh anak-anaknya, tidak akan berbuat dusta yang mereka ada-adakan antara tangan dan kaki mereka dan tidak akan mendurhakaimu dalam urusan yang baik, maka terimalah janji setia mereka dan mohonkanlah ampunan kepada Allah untuk mereka. sesungguhnya Allah maha Pengampun lagi Maha Penyayang. [8] [9]

Kandungan Baiat Nisa sesuai ayat di atas adalah menjauhkan diri dari kesyirikan, mencuri, zina, membunuh anak keturunan, tidak menisbatkan anak-anak orang lain kepada suami-suami mereka dan tidak akan melanggar perintah Nabi saw dalam pekerjaan baik apapun.

Paragraf akhir dari ayat (وَ لایعْصینَكَ فی مَعْرُوفٍ) mengandung makna universal dimana terdapat beberapa pendapat yang dilontarkan mengenainya. Sebagain peneliti memandang bahwa maknanya universal dimana mempertegas ketaatan kepada perintah-perintah Nabi saw. [10] Sebagain mufasir menafsirkannya dengan pelarangan berdiamnya (khalwat) kaum wanita dengan kaum lelaki yang bukan mahram. [11] Sebagian mufasir dalam menafsirkan paragraf tersebut mengisyaratkan kepada pelarangan melakukan adab-adab dan adat istiadat kaum wanita masa Jahiliyah terkait upacara duka cita. Kaum wanita pada masa Jahiliyah dengan tangisan dan ratapan khususnya pada majelis-majelis duka memberikan gairah dan melukai wajah-wajah mereka sebagai tanda berduka, memotong-motong rambut mereka dan merobek-robek pakaian mereka. Tindakan-tindakan ini menimbulkan kejengkelan hati dan emosi kaum lelaki. Sebagian orang berkeyakinan bahwa bagian akhir dari ayat diatas menolak dan menjelekkan tindakan kaum wanita tersebut dan melarangnya. [12]

Orang-orang yang Hadir dalam Baiat

Dalam baiat ini, para wanita Mekah yang beriman datang kepada Nabi saw untuk berbaiat. Begitu juga ikut hadir sebagain istri-istri Nabi saw, Sayidah Fatimah sa, Fatimah binti Asad (ibunda Imam Ali as) dan Ummu Hani, putri Abu Thalib dalam baiat ini.[13] Ibnu Abil Hadid berkata: "Fatimah binti Asad adalah wanita pertama yang berbaiat kepada Nabi saw". [14]

Poin yang layak diperhatikan pada baiat ini adalah kehadiran Hind istri Abu Sufyan secara sembunyi di tengah-tengah orang-orang yang memberikan baiat. Dikarenakan dia memiliki permusuhan dengan Rasulullah saw dan mencabik-cabik jasad Hamzah, penghulu syuhada serta merasa khawatir beliau akan membalas dendam, maka ia secara sembunyi hadir di tengah-tengah mereka. Namun, ketika Nabi saw menyampaikan isi baiat tersebut ia protes dan memandang baiat itu sebagai pembedaan (tab'id) yang merugikan kaum wanita. Dengan menunjukkan reaksinya terhadap berbagai butir-butir baiat tersebut, ia memperkenalkan jati dirinya, namun Nabi saw memaafkannya dan tidak mau menghukumnya. [15]

Tatacara Baiat dengan Kaum Wanita

Mayoritas sejarawan meyakini bahwa Rasulullah saw saat mengambil baiat dari kaum wanita meminta bejana yang diisi air dan memasukkan tangannya ke dalam bejana tersebut, kemudian membacakan butir-butir baiat itu kepada mereka seraya berkata, 'masukkan tangan-tangan kalian ke dalam bajana ini', demikianlah mereka membaiat Rasulullah.[16]

Terkait cara baiat kaum wanita dengan Rasulullah saw dijelaskan beberapa cara lain. [catatan 1]

Waktu Baiat Nisa

Baiat wanita paling populer pada masa Rasulullah saw adalah Baiat Nisa yang terjadi setelah Fathu Mekah dan terlaksana di kota ini pula. Tentu saja sebagain sejarawan meyakini bahwa Baiat Aqabah Awal adalah Baiat Nisa, namun pendapat ini dengan beberapa alasan dibawah ini tidak dapat diterima, sebab:

  1. Ayat 12 surah Al-Mumtahanah yang menerangkan isi Baiat Nisa turun setelah Fathu Mekah dan berkenaan dengan peristiwa baiat para wanita dengan Rasulullah saw. [17]
  2. Beberapa sumber menyebutkan bahwa Baiat Nisa terjadi setelah Fathu Mekah. [18]
  3. Ibnu Hisyam berkenaan dengan keadaan Salma putri Qais berkata: Dia bersama Rasulullah saw melakukan salat ke dua kiblat dan memberikan baiat Nisa kepada beliau. [19] Mengingat bahwa pada Aqabah Awal tak seorang wanita pun hadir di dalamnya dan hanya 12 orang lelaki yang hadir [20] maka perkataan Ibnu Hisyam tidak menunjuk pada Baiat Aqabah.
  4. Baiat para wanita terjadi secara terpisah dari baiat para lelaki setelah Fathu Mekah dan hanya dihadiri oleh para wanita.[21]Rasulullah saw untuk membersihkan Kakbah dari patung-patung, pertama mengambil baiat dari para lelaki kemudian dari para wanita. Saat Nabi saw berada di atas gunung Shafa, para wanita mendatangi beliau untuk memberikan baiatnya. [22]
  • Beberapa Alasan Penamaan Baiat Aqabah dengan Baiat Nisa

Mereka yang menamakan Baiat Aqabah Pertama dengan Baiat Nisa menyodorkan beberapa alasan:

  1. Ia dinamakan Baiat Nisa dikarenakan Afra' putri Ubaid bin Tsa'labah termasuk dari orang-orang yang memberikan baiat dan dia adalah wanita pertama yang membaiat Nabi saw.[23] Alasan penamaan ini tidak memiliki dasar yang kuat sebab pada perkumpulan itu tidak ada wanita yang hadir.
  2. Mengingat bahwa kandungan baiat ini adalah mereka menganggap Nabi saw sebagai salah satu dari anggota keluarganya, maka baiat tersebut dinamakan Baiat Nisa.
  3. Karena sudah ditetapkan/disepakati diantara kaum muslimin dan orang-orang kafir jangan sampai terjadi peperangan, sementara perang adalah pekerjaan kaum lelaki maka baiat tersebut dinamakan Baiat Nisa.[24]

catatan

    • Nabi saw membalut tangannya dengan kain lalu membaiat kaum wanita. At-Thabaqāt, jld.8, hlm.3; Tafsir Ibnu Abi Hatim, jld.10, hlm.335.
    • Baiat Nabi saw dengan para wanita berbentuk ucapan. Musnad Ahmad, jld.6, hlm.358; Shahih al-Bukhari, jld.6, hlm.61.
    • Digelar sehelai kain diantara Nabi saw dan para wanita, dengan memegang salah satu ujungnya dan menyampaikan isi baiatnya, beliau mengambil baiat dari mereka. Raudhu al-Jinan, jld.19, hlm.169.
    • Orang lain mewakili Rasulullah saw dalan mengambil baiat dari para wanita. Tafsir Mawardi, jld.5, hlm.524; ad-Durr al-Mantsur, jld.6, hlm.209

Catatan Kaki

  1. Lisan al-Arab, jld.8, hlm.26, kata بيع
  2. Al-Sirah al-Nabawiyah, jld.1, 441; al-Thabaqat, jld.8, hlm.303
  3. Al-Thabaqāt, jld.8, hlm.183; al-Isti'āb, jld.4, hlm.1800; Usd al-Ghābah, jld.6, hlm.48; al-Muntazham, jld.5, hlm.180
  4. Al-Thabaqāt, jld.8, hlm.8; Tarikh Dimasyq, jld.29, hlm.49
  5. Tarikh Dimasyq, jld.69, hlm.50
  6. Al-Thabaqāt, jld.8, hlm.4; al-Dur al-Mantsur, jld.6, hlm.209; Musnad Ahmad, jld.6, hlm.409
  7. Al-Maghāzi, jld.2, hlm.574; Imtā' al-Asmā', jld.1, hlm.276
  8. QS. Al-Mumtahamah: 12
  9. Tafsir Qummi, jld.2, hlm.364; Majma' al-Bayan, jld.9, hlm.413-414
  10. Al-Kasysyaf, jld.4, hlm.519; Majma al-Bayān, jld.9, hlm.414; al-Ashfa, jld.2, hlm.1295
  11. Jami al-Bayān, jld.28, hlm.54; al-Thabaqāt, jld.10, hlm.160
  12. Jami al-Bayān, jld.28, hlm.52; al-Tibyān, jld.9, hlm.588; Tafsir Qurthubi, jld.19, hlm.73
  13. Al-Maghazi, jld.2, hlm.580
  14. Ibnu Abil Hadid, Syarh Nahjul Balaghah, jld.1, hlm.14
  15. Tarikh Thabari, jld.3, hlm.61-62; Jami al-Bayān, jld.28, hlm.51, al-Bidayah wa al-Nihayah, jld. 4, hlm.319
  16. Tarikh Thabari, jld.3, hlm.62; Jami al-Bayan, jld.28, hlm.51; Tafsir Qummi, jld.2, hlm.364; al-Maghazi, jld.2, hlm.851; Raudhu al-Jinan, jld.19, hlm.169
  17. Tafsir Qummi, jld.2, hlm.364; Majma al-Bayan, jld.9, hlm.413-414
  18. Tafsir Tsa'ālibi, jld.5, hlm.422
  19. Al-Sirah al-Nabawiyah, jld.2, hlm.244
  20. Al-Thabaqāt, jld.1, hlm.170; al-Kāmil, jld.2, hlm.96
  21. Al-Thabaqāt, jld.1, hlm.170; al-Kamil, jld.2, hlm.96
  22. Majma al-Bayān, jld.9, hlm.413
  23. Tarikh al-Islam, Hasan Ibrahim Hasan, jld.1, hlm.95
  24. Abdurrahman bin Abdullah Suhaili, al-Raudhu al-Anf fi Syarh as-Sirah an-Nabawiyah li Ibni Hisyam, jld.4, hlm.70

Daftar Pustaka

  • Abdrurrahman bin Abdullah Suhaili. Ar-Raudh al-Anf f Syarh as-Sirah an-Nabawiyah li Ibni Hisyam. Kairo: percetakan Abdurrahman Wakil, 1389 H/1969.
  • Abu al-Futuh Razi. Raudh al-Jinan. Riset: Yahaqqi dan Nasih. Masyhad: Astan Quds Rezavi, 1375 HS.
  • Abu Hayyan al-Andalusi. Al-Bahr al-Muhith. Beirut: Dar al-Fikr, 1412 H.
  • Ahmad bin Hanbal. Musad Ahmad. Beirut: Dar Shadir.
  • Al-Baladzuri. Ansāb al-Asyrāf. Riset: Zakkar dan Zirikli. Beirut: Dar al-Fikr, 1417 H.
  • Al-Bukhari. Shahih al-Bukhari. Beirut: Dar al-Fikr, 1401 H.
  • Al-Mawardi. Tafsir al-Mawardi (An-Nukat wa al-Uyun). Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiah, 1412 H.
  • Al-Maqrizi. Imtā' al-Asma'. Riset: Muhammad Abdul Hamid. Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiah, 1420 H.
  • Al-Qummi. Tafsir al-Qummi. Riset: al-Jazairi. Qom: Dar al-Kitab, 1404 H.
  • Al-Qurthubi. Tafsir Qurthubi (al-Jāmi' li Ahkām al-Quran). Beirut: Dar Ihya al-Turats al-Arabi, 1405 H.
  • Al-Suyuthi. Ad-Durr al-Mantsur. Beirut: Dar al-Makrifah, 1365 H.
  • Al-Thabari. Jami' al-Bayān. Beirut: Dar al-Ma'rifah, 1412 H.
  • Al-Thabari. Tarikh Thabari: Tarikh al-Umam wa al-Muluk. Riset: Muhammad Abul Fadhl. Beirut: Dar Ihya al-Turats al-Arabi.
  • Al-Thabrisi. Majma' al-Bayān. Beirut: Dar al-Makrifah, 1406 H.
  • Al-Tsa'alabi. Tafsir Tsa'alabi (al-Jawāhir al-Hassaān). Riset Abdul Fattah dkk. Beirut: Dar Ihya al-Turats al-Arabi, 1418 H.
  • Al-Waqidi. Al-Maghāzi. Riset: Marseden Johns. Beirut: A'lami, 1409 H.
  • Al-Zamakhsyari. Al-Kasysyāf. Qom: Balaghat, 1415 H.
  • Faidh Kasyani. Al-Ashfa. Qom: Maktabah al-A'lām al-Islami, 1418 H.
  • Hasan Ibrahim. Tarikh al-Islam as-Siyasi wa ad-Dini wa al-Ijtima'i. Kairo: 1964; cetakan Ofset Beirut: tanpa tahun.
  • Situs Haji, Makalah "Baiat Nisa". Hamid Ridha Muthahhari
  • Ensiklopedia Dunia Islam. "Baiat Aqabah", Sayid Jakfar Syahidi.
  • Ibnu Abdilbar. Al-Isti'āb. Riset: Al-Bajawi. Beirut: Dar al-Jabal, 1412 H.
  • Ibnu Abi Hatim. Tafsir Ibnu Abi Hatim (Tafsir al-Quran al-Azim). Riset: As'ad Muhammad. Beirut: al-Maktabah al-Ashriyah, 1419 H.
  • Ibnu Abilhadid. Syarh Nahjul Balaghah. Peneliti: Muhammad Abul Fadhl Ibrahim. Dar Ihya al-Kutub al-Arabiyah – Isa al-Bani al-Halabi dkk, 1378 H/1959.
  • Ibnu Asakir. Tarikh Dimasyq. Riset: Ali Syiri. Beirut: Dar al-Fikr, 1415 H.
  • Ibnu Atsir. Al-Kāmil fi at-Tārikh. Beirut: Dar Shadir, 1385 H.
  • Ibnu Atsir. Usd al-Ghabah. Beirut: Dar al-Fikr, 1409 H.
  • Ibnu Hajar al-Asqalani. Al-Ishābah. Riset: Ali Muawwadh dan Adil Abdul Maujud. Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiah, 1415 H.
  • Ibnu Hisyam. As-Sirah an-Nabawiyyah. Riset: al-Saqa dkk. Beirut: Dar al-Makrifah.
  • Ibnu Jauzi. Al-Muntazhim. Riset: Muhammad Abdul Qadir dkk. Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiah, 1412 H.
  • Ibnu Katsir. Al-Bidāyah wa an-Nihāyah. Beirut: Maktabah al-Ma'ārif.
  • Ibnu Manzhur. Lisan al-Arab. Qom: Adab al-Hauzah, 1405 H.
  • Ibnu Saad. Ath-Thabaqāt al-Kubra. Riset: Muhammad Abdul Qadir. Beirut: Dar alKutub al-Ilmiah, 1418 H.