Perang Bani Qainuqa'

Prioritas: c, Kualitas: a
Dari wikishia
Perang Bani Qainuqa'
Masa kejadian 15 Syawal 2 H - 1 Dzulkaidah 2 H
Tempat kejadian Madinah
Akibat Kekalahan dipihak Bani Qainuqa' yang berakibat diusirnya mereka dari Madinah
Alasan Perang Kaum Yahudi di Madinah melanggar perjanjian dan menyulut peperangan melawan Nabi Muhammad saw
Pihak-pihak yang berperang
Kaum Muslimin Yahudi Bani Qainuqa'
Para Panglima
Nabi Muhammad saw Bani Qainuqa'


Perang Bani Qainuqa' (bahasa Arab: غزوة بني قينقاع) adalah perang pertama Nabi Muhammad saw menghadapi kaum Yahudi di Madinah.

Bani Qainuqa' memiliki salah satu pasar Arab yang paling terkenal dan kekuatan ekonomi kota Madinah berada di tangan mereka. Setelah Bani Qainuqa melihat posisi mereka dalam bahaya seiring dengan bertambahnya kekuatan Nabi saw di Madinah, mereka mulai melakukan konfrontasi terhadap umat Islam. Mereka melanggar perjanjian Madinah dengan menyerang seorang wanita Muslim. Setelah peringatan terhadap mereka tidak berhasil, Nabi saw menyatakan perang terhadap mereka pada tanggal 15 Syawal tahun kedua Hijriah dan mengepung benteng mereka. Setelah lima belas hari pengepungan, kaum Yahudi Bani Qainuqa' menyerah. Atas perintah Nabi saw mereka kemudian diasingkan ke Syam.

Beberapa sejarawan menganggap Perang Bani Qainuqa' sebagai ujian bagi kaum Khazraj; Karena dalam perang ini, sebagian orang Khazraj, seperti Ubadah bin Shamit, lebih mengutamakan perjanjian dengan Nabi saw daripada perjanjiannya dengan Bani Qainuqa'. Namun sebagian lainnya, seperti Abdullah bin Ubay, menentang perintah perang Nabi saw.

Dengan kekalahan Bani Qainuqa', banyak harta rampasan jatuh ke tangan umat Islam. Dikatakan bahwa, hukum Khumuss diterapkan pertama kali dalam perang ini. Setelah pengasingan Bani Qainuqa', persatuan politik-agama terjadi di Madinah dan mayoritas mutlak Madinah jatuh ke tangan umat Islam.

Pentingnya Perang Bani Qainuqa' dalam Sejarah Islam

Perang Bani Qainuqa' adalah perang ketujuh Nabi saw [1] dan perang pertamanya melawan orang-orang Yahudi.[2] Dengan kekalahan Bani Qainuqa', yang merupakan kabilah Yahudi paling berani di Madinah, orang-orang Yahudi lainnya takut dengan kekuatan Nabi saw dan menghindari serangan terhadap umat Islam selama beberapa waktu.[3] Dengan kekalahan kabilah Yahudi yang kuat ini, umat Islam menjadi lebih percaya diri, lebih berani dan tidak ragu-ragu.[4]

Dengan diusirnya Bani Qainuqa' dari Madinah, persatuan politik-agama pun terjalin di Madinah dan mayoritas mutlak Madinah jatuh ke tangan umat Islam.[5] Dengan peristiwa perang Bani Qainuqa', Nabi saw menunjukkan tekadnya dalam masalah pemerintahan, dan menepis prasangka orang-orang Yahudi yang meyakini bahwa toleransi Nabi saw bukan berasal dari kekakutan melainkan dari kekuatannya.[6]

Beberapa peneliti berpendapat bahwa perang Bani Qainuqa' adalah sebuah ujian bagi masyarakat Madinah, khususnya kaum Muslimin Khazraj. Mereka berpendapat bahwa kepatuhan kaum Khazraj terhadap Nabi saw dan Islam diukur berdasarkan perjanjian kesukuan mereka, dan dalam ujian ini, sebagian besar mereka (kecuali beberapa orang dari mereka seperti Abdullah bin Ubay) menunjukkan ketaatan mereka terhadap Islam.[ 7]

Mengenal Kabilah Bani Qainuqa'

Bani Qainuqa' adalah salah satu dari kabilah Yahudi yang menetap di Madinah dimasa Nabi Muhammad saw. Sebagian ahli sejarah meragukan akan keyahudian mereka, meski mereka mengaku berasal dari keturunan 'Aisu, saudara Nabi Ya'qub as.[1]Dengan banyaknya penggunaan nama yang sama serta kemiripan tradisi yang dimiliki bani Qainuqa' dengan masyarakat Arab pada umumnya[2]membuat akar keyahudian mereka sulit untuk dilacak. Tempat tinggal bani Qainuqa' dan masa hijrah mereka ke Madinah juga tidak diketahui secara pasti.

Setelah beberapa lama kabilah-kabilah Yahudi menguasai kota Madinah, kekuasaan mereka berpindah ke tangan orang-orang Arab bani Qilah dan orang-orang Yahudi terpaksa melakukan perjanjian damai dengan kabilah-kabilah Arab yang lain. Ketika dua kabilah lain bergabung dengan Aus, maka bani Qainuqa' mengikat perjanjian dengan Khazraj.[3] Menurut Jawad Ali, mereka juga mengikat perjanjian dengan Aus.[4] Menurut catatan sejarah, hubungan bani Qainuqa' dengan kabilah Yahudi lainnya seperti bani Quraizhah dan bani Nadhir sangat panas, bahkan berkali-kali mereka saling berperang.[5]

Bani Qainuqa' menetap di bagian selatan kota Madinah. Mereka memiliki benteng dan pasar yang terkenal.[6] Karena itu, pendapat yang menyebutkan bahwa mereka menetap di jantung kota Madinah [7] tidak benar. Berbeda dengan kabilah Yahudi lainnya, mereka tidak memiliki areal persawahan dan perkebunan kurma di Madinah. Pekerjaan utama mereka, adalah pengrajin emas, tukang pandai besi dan pembuat sepatu.[8]

Latar Belakang Terjadinya Perang

Nabi Muhammad saw setelah hijrah ke Madinah melakukan serangkaian perjanjian dengan kabilah Yahudi dan mengizinkan mereka tetap menetap di Madinah dengan syarat mereka tidak boleh membantu musuh umat Islam. Bani Qainuqa' adalah kabilah pertama yang mengingkari perjanjian tersebut dan mengobarkan peperangan melawan kaum Muslimin.[9]

Riwayat para ahli sejarah mengenai dimulainya perang, dapat disimpulkan menjadi 3 versi:

  • Nabi Muhammad saw sepulangnya dari perang Badar (pada bulan Ramadhan tahun ke-2 H) mengumpulkan bani Qainuqa' di pasar mereka dan meminta mereka untuk mengambil pelajaran dari kekalahan Quraisy dan memeluk Islam. Namun pembesar Yahudi bani Qainuqa' mengatakan, mereka adalah pasukan perang yang terlatih dan tidak akan mengalami kekalahan seperti nasib Quraisy di perang Badar.
  • Seorang perempuan muslimah dengan maksud hendak menjual susu [10] atau membeli perhiasan[11] menuju ke pasar bani Qainuqa'. Namun setibanya di pasar, seorang Yahudi penjual emas mengejek dan menjadikannya bahan tertawaan. Seorang muslim yang melihat kejadian tersebut, karena tersinggung dan membela kehormatan muslimah tersebut, membunuh penjual emas tersebut, yang kemudian juga terbunuh ditangan orang Yahudi yang lain. Berita kejadian tersebut sampai ke telinga Nabi Muhammad saw, yang seketika itu juga ia mengumumkan perang dengan bani Qainuqa'.
  • Sewaktu ayat 58 surah Al-Anfal turun kepada Nabi Muhammad saw, ia pun mengerahkan pasukan perang menuju ke pemukiman bani Qainuqa'.

Ibnu Ishak meriwayatkan ketiga versi ini namun ia menulis ayat lain pada versi yang ketiga. [12]Waqidi menukil versi pertama dan kedua secara berurutan namun Ibnu Sa'ad hanya menukilkan versi yang ketiga.

Thabari dengan mempadukan versi yang pertama dan ketiga menuliskan, setelah bani Qainuqa' melakukan penolakan atas perkataan Rasulullah saw, ayat 58 surah Al-Anfal itu turun.

Sebagian sumber lain menyebutkan, pengkhianatan kabilah Yahudi terjadi setelah perang Badar usai, namun tidak mengungkap pemicu terjadinya perang dengan bani Qainuqa' tersebut. [13]Perkiraan Watt [14]pergerakan melawan Nabi Muhammad saw dan pembangkangan dari kabilah Yahudi adalah pemicu utama terjadinya perang tersebut.

Waktu Terjadinya Perang

Mayoritas sumber menyebutkan, perang dimulai pada hari sabtu 15 Syawal tahun ke-2 H dan berakhir pada awal bulan Dzulkaidah di tahun yang sama.[15] Riwayat lain menyebutkan, sewaktu Nabi Muhammad saw mendapat kemenangan atas bani Qainuqa' dan kembali ke Madinah, bertepatan dengan hari raya Idul Qurban (10 Dzulhijjah) dan beliau bersama penduduk menyelenggarakan salat Id yang pertama.[16]

Thabari dalam riwayat lain yang dinukilnya dari Ibnu Ishak, menulis bahwa setelah Nabi Muhammad saw kembali dari perang Badar, kecuali pada hari-hari pertama bulan Syawal, sebagian dari bulan Syawal dan Dzulqa'dah, ia menetap di kota Madinah. [17]Riwayat lain menyebutkan kemungkin terjadinya perang tersebut pada bulan Shafar tahun ke-3 H.[18] Bahkan dikatakan bahwa pengasingan bani Qainuqa' dan bani Nadhir terjadi pada waktu yang sama.[19] Banyaknya versi yang beragam mengenai waktu terjadinya perang ini, membuat sulitnya menentukan waktu yang pasti mengenai terjadinya peristiwa ini.

Akhir dari Peperangan

Usai memenangkan peperangan melawan bani Qainuqa', kaum Muslimin diperintahkan oleh Nabi Muhammad saw untuk memboikot kabilah Yahudi tersebut. Pasca 15 hari kemudian, Nabi saw memerintahkan agar bani Qainuqa' diasingkan keluar Madinah. Pada awalnya Nabi Muhammad saw hendak menghukum mati laki-laki dan menjadikan perempuan dan anak-anak bani Qainuqa' sebagai budak. Namun kemudian hal tersebut tidak dilakukannya, melainkan mengasingkan bani Qainuqa' ke Idzraat di Syam.

Bal'ami menulis [20]Nabi Muhammad saw menetapkan hukuman pengusiran atas bani Qainuqa'. Sebagian warga dari kaum Yahudi dengan menyatakan diri masuk Islam, mereka tetap diizinkan menetap di Madinah, sebagaimana disebutkan dalam riwayat, dalam proses pemakaman Abdullah bin Ubay tahun ke-9 H, sejumlah orang dari bani Qainuqa' juga turut hadir.[21] Pendapat yang mengatakan bahwa Abdullah bin Salam termasuk dari mereka yang menyatkan diri masuk Islam adalah tidak benar [22], sebab menurut satu riwayat dia masuk Islam sebelum Nabi saw berhijrah ke Madinah dan menurut riwayat lain ia masuk Islam tak lama setelah beliau melakukan hijrah.[23]

Pada perang ini, Sa'ad bin Mu'adz melarang ikut campurnya kabilah Yahudi lainnya.[24]Bendera putih Nabi Muhammad saw berada di tangan Hamzah bin Abdul Muththalib.[25] Abu Lubabah bin al-Mundzir Amri ditunjuk oleh Nabi Muhammad saw untuk menjadi wakilnya di Madinah.[26] Mudzir bin Qudamah Salma ditugaskan untuk mengikat tahanan dari bani Qainuqa' yang tertangkap [27] dan Muhammad bin Maslamah ditunjuk sebagai penanggungjawab yang mengumpulkan harta benda bani Qainuqa' sebagai harta rampasan perang.[28]

Mayoritas sumber menyebutkan, jumlah laki-laki dewasa bani Qainuqa' sebanyak 700 orang namun dari harta rampasan perang yang didapatkan nampak bahwa jumlah tersebut terlalu berlebih-lebihan dan pendapat penulis kitab al-Tanbih wa al-Isyrāf yang menyebutkan jumlah orang Yahudi 400 orang, lebih dekat pada realita.[29]

Usai perang, kaum perempuan dan anak-anak bani Qainuqa' tetap dibiarkan namun harta mereka harus diserahkan kepada kaum Muslimin. Diriwayatkan oleh Waqidi[30]yang dinukilnya dari ayah Rabi' bin Sabrah bahwa bani Qainuqa' menyertakan semua hartanya kecuali unta yang akan ditunggangi kaum perempuan dan anak-anak. Oleh Nabi Muhammad saw mereka diberi tenggang waktu selama tiga hari untuk meninggalkan kota Madinah. 'Ubadah bin Shamit diperintahkan Nabi saw untuk menjadi penanggungjawab yang menjamin mereka telah meninggalkan Madinah dalam 3 hari.

Peran Sekutu Bani Qainuqa'

Peran sekutu bani Qainuqa' dalam perang ini juga patut mendapat perhatian. 'Ubadah bin Shamit dan Abdullah bin Ubay bin Salul adalah dua pembesar kabilah Khazraj. 'Ubadah adalah seorang muslim yang terpercaya, ia mengecam pelanggaran perjanjian yang dilakukan bani Qainuqa' dan ketika ia menemui Nabi Muhammad saw, ia menyampaikan telah membatalkan perjanjian kerjasama dengan bani Qainuqa' yang sebelumnya disepakati.[31]

Sementara Abdullah bin Ubay, yang dikenal sebagai gembongnya kaum Munafikin, pada peristiwa ini berdiri di dua kaki. Ia mendukung dan mendorong bani Qainuqa' untuk melakukan pemberontakan dan mengobarkan peperangan melawan Nabi Muhammad saw, namun disaat yang sama ia menolak untuk mengirim pasukan membantu bani Qainuqa'.[32]Setelah Nabi saw memenangkan peperangan dan menjadikan bani Qainuqa' sebagai tahanan, Abdullah bin Ubay meminta kepada Nabi saw untuk memaafkan bani Qainuqa'. Namun Nabi Muhammad saw mengutuknya dan orang-orang Yahudi dan tetap menetapkan hukuman atas mereka dengan mengusir mereka dari Madinah.

Rampasan Perang dari Bani Qainuqa'

Nabi Muhammad saw membagikan rampasan perang dari bani Qainuqa' kepada sahabat-sahabatnya dan untuk pertama kalinya ia mengambil seperlima darinya.[33] demikian juga Nabi Muhammad saw dari harta rampasan perang tersebut mengambil 3 busur panah, 2 baju besi, 3 pedang dan juga 3 tombak. 2 baju besi yang diambilnya kemudian diserahkannya kepada Muhammad bin Maslamah dan Sa'ad bin Mu'adz.[34]

Catatan Kaki

  1. Judaica, pada item Qaynuqa.
  2. Watt, hlm. 192-193.
  3. Thabari, Tārikh al-Rasul wa al-Muluk, jld. 3, hlm. 1361 H.
  4. Al-Mufashal fi al-Tārikh al-‘Arab qabl al-Islam, jld. 4, hlm. 39.
  5. Hasan Khalid, Mujtama' al-Madinah qabl al-Hijrah wa Ba'dahā, hlm. 39.
  6. Bal'ami, Tārikh Nameh Thabari, jld. 1, hlm. 151.
  7. Judaica, pada item Qaynuqa.
  8. Bal'ami, Tārikh Nameh Thabari, jld. 1, hlm. 151.
  9. Ibnu Ishak, Sirah Rasulullah, jld. 2, hlm. 561.
  10. Ibnu Hisyam, Sirah al-Nabi, jld. 2, hlm. 632.
  11. Waqidi, Kitab al-Maghāzi, jld. 1, hlm. 128.
  12. Qs. Ali Imran: 12-13.
  13. Ibnu Ishak, Sirah Rasulullah, jld. 2, hlm. 561; Ibnu Sa'ad, al-Thabaqāt al-Kubra, jld. 2, hlm. 29.
  14. Watt, hlm. 181.
  15. Ibnu Sa'ad, al-Thabaqāt al-Kubra, jld. 2, hlm. 28-29; Mas'udi, al-Tanbih wa al-Isyrāf, hlm. 206.
  16. Ibnu Syabah Namiri, Tārikh al-Madinah al-Munawarah, jld. 1, hlm. 136-137; Thabari, Tārikh al-Rasul wa al-Muluk, jld. 2, hlm. 1362.
  17. Ibnu Ishak, Sirah Rasulullah, jld. 2, hlm. 1363.
  18. Ibnu Atsir, al-Kāmil fi al-Tārikh, jld. 2, hlm. 139.
  19. Samhudi, Wafā al-Wafā bi Akhbār Dār al-Musthafa, jld. 1, hlm. 278.
  20. Bal'ami, Tārikh Nameh Thabari, jld. 1, hlm. 152.
  21. Waqidi, Kitāb al-Maghāzi, jld. 3, hlm. 806.
  22. Dairah al-Ma'ārif Judaica, pada item: Qaynuqa.
  23. Dairah al-Ma'ārif Islam, cet. II pada item: Abdullah bin Salam.
  24. Watt, hlm. 210.
  25. Thabari, Tārikh al-Rasul wa al-Muluk, jld. 3, hlm. 1362.
  26. Waqidi, Kitāb al-Maghāzi, jld. 3, hlm. 130.
  27. Waqidi, Kitāb al-Maghāzi, jld. 2, hlm. 33.
  28. Ibnu Sa'ad, al-Thabaqāt al-Kubra, jld. 2, hlm. 30.
  29. Mas'udi, al-Tanbih wa al-Isyrāf, hlm. 206.
  30. Waqidi, Kitāb al-Maghāzi, jld. 2, hlm. 130.
  31. Ibnu Ishak, Sirah Rasullah, jld. 2, hlm. 563.
  32. Waqidi, Kitāb al-Maghāzi, jld. 1, hlm. 129.
  33. Thabari, Tārikh al-Rasul wa al-Muluk, jld. 3, 1362; Mas'udi, al-Tanbih wa al-Isyrāf, hlm. 207.
  34. Waqidi, Kitāb al-Maghāzi, jld. 1, hlm. 129.

Daftar Pustaka

  • Ibnu Atsir. Al-Kāmil fi at-Tārikh. Beirut: 13991402/19791982.
  • Ibnu Ishak. Sirah Rasulullah. Terjemahan Rafi'uddin Ishak Muhammad bin Hamadani. Teheran: Asghar Mahdawi, 1361 HS.
  • Ibnu Sa'ad. Ath-Thabaqāt al-Kubra. Beirut: 1405 H/1985.
  • Ibnu Syabah Namiri. Tārikh al-Madinah al-Munawwarah. Beirut: Fahim Muhammad Syaltut, 1410 H.
  • Ibnu Hisyam. Sirah an-Nabi. Mesir: Muhammad Muhyiddin Abdul Hamid, tanpa tahun.
  • Bal'ami, Muhammad bin Muhammad. Tārikh Nameh Thabari. Teheran: Muhammad Rusyan, 1366 HS.
  • Hasan Khalid. Mujtama' al-Madinah Qabl al-Hijrah wa Ba'dahā. Beirut: tanpa tahun.
  • Samhudi, Ali bin Abdullah. Wafā al-Wafā bi Akhbār Dār al-Musthafa. Beirut: 1401 H/1981.
  • Thabari, Muhammad bin Jarir. Tārikh ar-Rasul wa al-Muluk. Dakhwaih, 1982-1985.
  • Jawad Ali. Al-Mufashshal fi at-Tārikh al-'Arab Qabl al-Islam. Baghdad: tanpa tahun.
  • Mas'udi, Ali bin Husain. At-Tanbih wa al-Isyrāf. Kairo: Abdullah Ismail Shawi, 1358 H/1937.
  • Waqidi, Muhammad bin Umar. Kitāb al-Maghāzi. Terjemahan Mahmud Mahdawi Damghani. Teheran: 1369 HS.
  • Encyclopaedia Judaica. Jerusalem, 1978-1982.