Penantian Imam Zaman
Syiah |
---|
Penantian (bahasa Arab:إنتظار الفرج) dalam istilah Syiah bermakna menunggu kemunculan Imam ke-12 yang secara adikodrati, luar biasa dan mukjizat akan memenuhi dunia dengan keadilan. Menurut ajaran Syiah, menunggu kemunculan Imam Zaman as meniscyakan adanya kesiapan spiritual dan moral.
Pengertian secara Etimologis
Faraj adalah kata berasal dari bahasa Arab berarti terbuka dan pembebasan. Dalam bahasa Arab doa "farrajallahu ghammaka" berarti Semoga Allah swt membebaskan kalian dari kesedihan. [1] Arti faraj dalam susunan imbuhan "intidzar faraj" dalam istilah bahasa Persia adalah pembebasan dan terbuka, yang akan terjadi dengan kemunculan Imam ke-12 bagi masyarakat diseluruh dunia.
Keyakinan akan Juru Penyelamat dalam Agama-agama Lain
Iman kepada munculnya sang juru penyelamat bagi manusia untuk menegakkan keadilan merupakan kepercayaan yang sangat diyakini oleh masyarakat dan pengikut agama-agama dan bukan merupakan akidah khusus agama Islam. Pada agama-agama samawi dan kepercayaan-kepercayaan yang mirip dengan agama-agama, mengenal seseorang sebagai juru selamat, misalnya:
- Yahudi: Uzair atau Munhas bin Azar bin Harun atau Nabi Daud as
- Kristen: Nabi Isa as
- Zoroaster: Saoshyant
- Hindu: Wisnu
- Agama Budha: Budha
Menunggu Kemunculan Imam Zaman as dalam Pandangan Ahlusunah
Menunggu kemunculan Imam Mahdi as tidak terkhususkan bagi Syiah dan sangat banyak riwayat-riwayat tentang Imam Mahdi as yang berasal dari Ahlusunah dalam bentuk sanad yang kuat. Dalam kitab riwayat Ahlusunah dinukil bahwa Rasulullah saw menjanjikan akan munculnya seorang laki-laki dari ahlulbaitnya dan keturunan Sayidah Fatimah az-Zahra sa yang akan memenuhi dunia ini dengan keadilan.[2] Abdurahman bin Khaldun, seorang cendekiawan pada kurun ke-9 H, pengarang kitab "Mukaddimah" yang terkenal dengan kitab "Al-'Ibar" berkata: "Ketahuilah bahwa kebanyakan orang Islam di sepanjang masa percaya bahwa mau tidak mau pada akhir zaman terdapat seorang laki-laki yang akan muncul dari kalangan Ahlulbait dan telah di sepakati oleh ajaran agama, ia akan menegakkan keadilan dan kaum Muslimin akan mengikutinya. Ia akan menjadi penguasa di kalangan masyarakat-masyarakat Islam dan memiliki nama Mahdi as. Dajjal dan kejadian-kejadian lain setelahnya, munculnya Nabi Isa as setelah kemunculan Imam Mahdi as, kemudian akan membunuh Dajjal atau Nabi Isa as akan muncul bersamaan dengan Imam Zaman as dan akan menolong Imam Zaman as dalam membunuh Dajjal kemudian Nabi Isa as akan menjadi makmum bagi salat yang diimami oleh Imam Mahdi as merupakan tanda-tanda pasti kemunculan Imam Mahdi as yang ada dalam riwayat sahih.” [3] Ahlusunnah meskipun memiliki keyakinan terhadap masalah kemunculan Imam Mahdi as, namun mereka memiliki kepercayaan bahwa Imam Mahdi as hingga sekarang belum lahir. Syiah Imamiyah dan sebagian madzhab-madzhab Islam dan bukan Islam percaya bahwa ada seorang juru penylamat yang telah lahir ke dunia dan ia hidup di tengah-tengah manusia lain. Ia menyaksikan tindakan-tindakan dan perilaku-perilaku manusia serta memperhatikan penderitaan-penderitaan kaum Muslimin.
Menunggu Kemunculan Imam Zaman as dalam Pandangan Syiah
Setiap orang tidak dapat mengklaim bahwa dirinya sebagai penunggu kedatangan keghaiban Imam Zaman as karena orang yang menunggu seorang pembaharu, ia sendiri harus menjadi seorang yang saleh dan layak serta harus memperbaiki diri sehingga ia akan mengenal Imam Zamannya, jika tidak demikian, maka seperti seseorang yang hidup pada zaman jahiliyah dan pastilah ia akan seperti masyarakat jahiliyah. [4]
Dengan memperhatikan beberapa pandangan tentang pemerintahan Islam di masa kegaiban Imam Zaman as, maka pandangan tentang tugas dalam menunggu Imam Zaman as juga berbeda-beda.
Menunggu tidak mempunyai tugas khusus
Sebagian meyakini bahwa tanda-tanda kegaiban Imam Zaman as itu sendiri adalah tidak mungkin bisa menerapkan hukum-hukum Islam, oleh karena itu tidak perlu berusaha untuk hal itu karena jika ada kemungkinan untuk menjalankan hukum-hukum islam maka Imam Zaman pasti muncul.[5] Ali Syariati dalam ceramahnya yang terkenal tentang masalah Menunggu adalah Mazhab Protes, mengatakan bahwa sebagian orang memahami menunggu sebagai menerima keterpaksaan sejarah bahwa supaya Sang Juru Penyelamat muncul maka mereka harus hidup dalam kelaliman dan kerusakan, keyakinan seperti ini merupakan alat dan senjata bagi para pemerintah lalim dalam menekan, membungkam dan mendiamkan masyarakat.
Pandangan lain tentang pemerintahan di masa kegaiban adalah kegaiban merupakan penyebab menjauhnya semua keberkahan Imam Zaman as yang diantara keberkahannya adalah terbentuknya pemerintahan.[6] Syahid Mutahhari menukil pandangan ini dan mengatakan bahwa pandangan yang seperti inilah yang menyebabkan sebagian para Ulama Klasik menguburkan saham Imam Zaman as yang berasal dari khumus.[7]
Dengan memperhatikan hadis taqiyah dan menerapkan hadis tersebut kepada masa kegaiban Imam Zaman as menjadi penyebab bagi sebagian ulama mewajibkan untuk bertakiyah dan berdiam diri dihadapan pemerintahan lalim hingga munculnya dan bangkitnya Imam Zaman as.[8] Namun kelompok Akhbari dalam mazhab Syiah yang mengingkari dan tidak menerima ijtihad, pada dasarnya tidak menerima masalah pemerintahan di masa kegaiban karena mereka meyakini bahwa ijtihad dan pandangan para mujtahid adalah Zhanni dan tidak valid.[9] Pandangan yang berbeda diutarakan oleh Ayatullah Muntazeri dengan mengisyaratkan bahwa penyerahan pemerintahan kepada individu seperti Malik Asytar atau penyerahan penanggung jawab fatwa kepada Aban bin Taglib atau Zakaria bin Adam menunjukkan bahwa pandangan selain Maksum yang mana hal itu merupakan pandangan yang berasal dari dirinya sendiri, harus ditaati oleh yang lainnya.[10]
Menunggu mempunyai tanggung jawab yang berat.
Imam Khomeini ra dalam mengkritik pandangan diatas berkeyakinan bahwa Taqiyah berhubungan dengan cabang agama (furu'), tetapi ketika berhubungan dengan fondasi dan dasar-dasar keislaman maka tidak boleh bertaqiyah.[11] Dan beliau menekankan bahwa apakah kita harus menyerah dalam menjalankan hukum-hukum Islam yang ada sejak 1200 tahun sebelumnya dan kemungkinannya hingga seribu tahun lagi juga tidak akan muncul imam zaman as. Bagaimana bisa menerima Non aktifnya hukum dan islam? Dalam defenisi pahaman tentang menunggu, beliau meyakini bahwa menunggu jika hanya dipahami bahwa kewajiban bagi dirinya hanyalah berdoa dan dia tidak punya kewajiban yang lain, maka hal itu bukanlah penunggu yang hakiki dan bahkan ketika dia hanya menjalankan kewajiban syar'inya saja, juga tidak bisa dikatakan sebagai penunggu yang hakiki karena Imam Zaman as dalam menegakkan pemerintahan dunia tidak dengan mukjizat, oleh karena itu beliau berkeyakinan bahwa : Tentunya memenuhi dunia ini dengan keadilan, kita tidak mampu melakukan itu karena jika kita bisa, maka kita sudah menjalankannya. Islam dan Alquran telah menugaskan kita, olehnya itu kita harus menjalankannya namun karena kita tidak mampu maka Imam Zaman as harus datang, tetapi terlebih dahulu kita yang harus menyiapkan kedatangannya, menyiapakan penyebab kemunculannya adalah kita harus mendekatkan kemunculannya dengan menyiapkan Alam semesta dengaan kemunculan Imam Zaman afs.[12] Ali Syariati menamakan Menunggu dengan memprotes keadaan yang ada dan beliau tidak menamai menunggu bagi orang yang rela dengan keadaannya. Menunggu dalam pandangan dia adalah beriman ke masa depan dan keniscayaannya adalah mengingkari keadaan sekarang.[13]
Keutamaan Menunggu dalam pandangan Riwayat
Dalam riwayat-riwayat yang dinukil di kitab-kitab Syiah, disebutkan bahwa banyak sekali keutamaan dalam menunggu Imam Zaman as, seperti menunggu adalam amalan paling terbaik dan bagi penunggu wali Tuhan akan dibangkitkan di hari Akhirat bersama dengan Ahlulbait as.[14] Imam Shadiq as bersabda: "Orang-orang yang mengenal pemimpinnya sendiri (Imam Zaman as) maka sejatinya ia telah melakukan penantian kemunculan." [15] Artinya seseorang yang mengenal Imam Zaman as, mengetahui bahwa Imam Zaman mengharapkan apa dari pengikutnya, mengetahui bahwa Imam Zaman as menginginkan apa dari pengikutnya, mengetahui bahwa Imam Zaman as akan mengadakan perlawanan dan setiap hari mengamalkan apa-apa yang diinginkan oleh Imam Zaman as, maka hari itu adalah hari kemunculan Imam Zaman as. Dalam sebuah riwayat, Imam Baqir as memperkenalkan bahwa menunggu Imam Zaman as, penyaksian terhadap esanya Tuhan dan kenabian Muhammad saw sebagai Rukun Agama.[16] Begitu pula mununggu bagaikan seseorang yang bersama dengan Imam Zaman as di dalam sebuah kemah dan berperang bersama dengan Nabi Muhammad saw yang pada akhirnya menuai cawan syahadah.[17][18]
Catatan Kaki
- ↑ Lisān al-Arabi, jld. 2, hlm. 341.
- ↑ Sunan abi Daud, Kitab al-Mahdi,hadis.4284; Sunan Ibnu Majah, jilid 2, hal.1367-kitab al-Fatin, bab munculnya Imam Mahdi as, hadis 4082
- ↑ Muqadimah Ibnu Khaldun, hlm. 311.
- ↑ Thabrisi, I'lām al-Warā, hlm. 415.
- ↑ Baqi, Dar Syenakht-e Hezb-e Qa'idin-e Zaman, Qom, Penerbit Danesh Islami, 1363 HS, hal.29 & 36
- ↑ Syekh Murtadha Anshari, al-Makashib, 1375 H, hal-154-155
- ↑ Syahid Tsani, al-Raudhah al-Bahiyyah, Qom, Markaz al-Nasyr, Maktab al-A'lam al-Islami, 1365 HS, jilid 1, hal.134 & 139.
- ↑ Ashdar Markaz al-Risalah, al-Taqiyah fi al-Fikri al-Islami, Qom, Entesyarat-e Mehr, 1419 H, Hal.75 & 80.
- ↑ Muhammad Amin Astarabadi, al-Qawaid al-Madaniyah, Qom, Dar al-Nasyr li Ahlilbait.
- ↑ Husainali Muntazeri, Darasat fi Wilayah al-Faqih, Jilid 1, hal.380 dan 395
- ↑ Imam Khomeini, Wilayatul Faqih, hal.135.
- ↑ Shahifah Nur, Sazman Madarik Farhanggi Engkelab-e Islami, 1369 HS, jildi 20, hal.198.
- ↑ Ali Syariati, Majmue Asar no.19, Entesyarat-e Qalam.
- ↑ Muhammadi Rey Syahri, Daneshname Imam Mahdi as, jilid ke-5.
- ↑ Majlisi, Bihār al-Anwār, jld. 5, hlm. 139.
- ↑ Kulaini, Muhammad bin Ya'qub, al-Kafi, Dar al-Kutub al-Islamiyah, 1365,jilid 2, hal.22.
- ↑ Syekh Shaduq, Kamaluddin wa Tamam al-Ni'mah, hal.338
- ↑ Ahmad bin Muhammad Barqi, al-Mahashin,jilid 1, hal.278