Konsep:Nabi Ummi
b || ||
||
||
|| - ||
||
||
Nabi Ummi (bahasa Arab:النبيّ الأُمّيّ) adalah sebuah deskripsi Qur'ani untuk Nabi Muhammad saw. Ummi merujuk pada seseorang yang tidak mempelajari baca tulis dengan metode konvensional. Karakteristik ini dipandang sebagai bukti mukjizat Al-Qur'an dan sifat ilahiahnya pengetahuan Nabi saw, karena bagaimana mungkin seseorang yang tidak pernah menerima pengajaran manusiawi dapat menyampaikan sebuah kitab yang penuh dengan ilmu dan hikmah.
Hal ini juga menjadi saksi atas orisinalitas atau kemurnian Al-Qur'an dan bahwa ia tidak disadur dari kitab-kitab lain. Berdasarkan ayat-ayat Al-Qur'an, sifat ummi Nabi saw juga telah diberitakan dalam Taurat dan Injil, dan dianggap sebagai sebuah keutamaan bagi Nabi saw.
Terdapat berbagai pendapat mengenai makna dari sifat "Ummi" yang disandang oleh Rasulullah saw; di antaranya adalah bahwa beliau "tidak pernah mengenyam pendidikan formal" sehingga tidak mampu menulis dan membaca, bermakna "sosok yang berasal dari Ummul Qura (Mekah)", atau seorang yang "menjadi bagian dari umat" dan diutus kepada kaum yang tidak memiliki kitab suci sebelumnya.
Buku Payambar-e Ummi karya Murtadha Muthahhari dan buku Maktab-e Wahy wa Mafhum-e Ummi Budan-e Payambar membahas topik tersebut.
Deskripsi Ummi dalam Al-Qur'an
Berdasarkan ayat-ayat Al-Qur'an, sifat ummi adalah salah satu gelar Nabi Muhammad saw yang juga telah disinggung dalam kitab-kitab samawi Taurat dan Injil.[1] Menurut Muhammad Jawad Mughniyah, seorang mufasir Syiah, sifat ini dikhususkan untuk Nabi Islam saw dan tidak mencakup nabi-nabi lainnya.[2] Kata "Ummi" digunakan dua kali dalam Al-Qur'an untuk mendeskripsikan Nabi saw.[3]
Ummi adalah sebutan untuk seseorang yang tidak mempelajari baca tulis[4] dan tetap buta huruf sebagaimana ia dilahirkan dari ibunya.[5]
Berbagai Tafsiran tentang Ummi
Tidak Belajar dan Tidak Mampu Membaca dan Menulis
Menurut Murtadha Muthahhari, pandangan umum di kalangan mufasir adalah bahwa kata "Ummi" berarti seseorang yang tidak dapat membaca dan menulis.[6] Ulama seperti Syekh Thusi (ulama Syiah abad ke-5 H),[7] Allamah Thabathaba'i, dan Rasyid Ridha (seorang mufasir Ahlusunah) berpendapat demikian. Mereka masing-masing menafsirkan "Ummi" sebagai "orang yang tidak bisa menulis", "individu yang tidak memiliki kemampuan membaca dan menulis"[8], dan "orang yang tidak membaca dan mempelajari sesuatu".[9]
Makna ini ditegaskan oleh ayat-ayat Al-Qur'an lainnya[10] dan juga ijma' (konsensus) para sejarawan.[11] Beberapa orientalis seperti John Davenport,[12] Thomas Carlyle,[13] Will Durant[14], dan Constantin Virgil Gheorghiu[15] juga menerima kenyataan bahwa Nabi saw adalah Ummi.
Menurut Murtadha Muthahhari, sekelompok orang seperti Sayid Murtadha meyakini bahwa Nabi saw memiliki kemampuan membaca dan menulis selama masa kenabian dan mereka merujuk pada Peristiwa Dawat dan Qalam (Pena dan Tinta). Namun, Muthahhari menolak pandangan ini dan menafsirkan permintaan Nabi saw akan dawat dan qalam bukan untuk menulis secara pribadi, melainkan sebagai perintah untuk mencatat dan mendokumentasikan pesan oleh orang lain, dan memandangnya sebagai makna kiasan.[16]
Dinisbatkan ke Ummul Qura (Mekah)
Berdasarkan beberapa riwayat yang dinisbatkan kepada Imam Muhammad al-Baqir as yang menafsirkan Nabi Ummi sebagai Nabi dari Mekah.[17] Beberapa mufasir juga berpendapat sama.[18] Pandangan ini dikritik karena kelemahan sanad-nya.[19] Selain itu, "Ummul Qura" bukanlah nama eksklusif khusus untuk Mekah, melainkan sebuah gelar umum untuk setiap pusat atau wilayah utama. Terlebih lagi, dalam Surah Al-Baqarah: 78, orang-orang Yahudi yang tinggal di Madinah juga disebut "Ummi", di mana bertentangan dengan penisbahan ke Mekah. Dari sudut pandang sastra Arab, memanggil seseorang yang dinisbatkan ke Ummul Qura dengan sifat "Ummi" juga bukanlah hal yang lazim.[20]
Orang yang Dinisbatkan kepada Umat (Ummah)
Menurut Makarim Syirazi, selain dua makna yang disebutkan, kata Ummi juga bermakna seseorang yang bangkit dari tengah-tengah ummat dan massa rakyat. Ia memandang maksud dari kata ini sebagai gabungan dari ketiga kemungkinan tersebut dan dalam kombinasi Nabi Ummi mengatakan: "Seorang Nabi yang tidak bersekolah, bangkit dari tengah masyarakat, dan terbit di tanah Ummul Qura."[21]
Kaum yang Tidak Memiliki Kitab Samawi
Sebagian meyakini bahwa Ummi merujuk pada orang-orang yang bukan termasuk Ahli Kitab.[22] Dan Nabi Ummi berarti bahwa Allah swt telah mengutus Nabi tersebut di tengah kaum yang tidak memiliki kitab dan syariat.[23] Oleh karena itu, istilah "Ummiyyun" (bentuk jamak dari Ummi) dalam Al-Qur'an digunakan untuk kaum Arab yang tidak memiliki kitab samawi.[24] Dan istilah ini juga mencakup orang-orang Arab yang melek huruf dan memiliki kemampuan membaca dan menulis.[25]
Menurut Murtadha Muthahhari, kemungkinan makna ini disebutkan dalam bentuk jamak kata Ummi dan berkaitan dengan orang-orang musyrik Arab, tetapi tidak ada yang memberikan kemungkinan ini untuk bentuk tunggalnya dan terkait dengan Nabi saw.[26]
Konsekuensi Sifat Ummi Nabi
Kesempurnaan Nabi dengan Ilmu Laduni dan Sifat Ummi
Sifat Ummi Nabi saw dipandang sebagai sifat kesempurnaan dan keutamaan bagi Nabi saw, karena meskipun tidak bisa membaca dan menulis secara konvensional, beliau dianugrahi ilmu laduni.[27] Sifat ini ketika digunakan untuk menggambarkan Rasulullah saw memiliki aspek pujian, sementara jika disandang oleh orang lain justru dapat menjadi tanda kebodohan dan celaan.[28] Perbedaan ini serupa dengan sifat "takabur", yang dalam hakikat Allah dianggap sebagai sebuah kesempurnaan, namun bagi selain-Nya merupakan aib dan tercela.[29]
Sifat Ummi sebagai Bukti Keilahian Al-Qur'an
Para mufasir memandang sifat Ummi Nabi saw sebagai bukti keilahian risalah[30] dan mukjizat Al-Qur'an.[31] Pasalnya, meskipun Nabi saw tidak memiliki pendidikan dan melek huruf konvensional, beliau mampu menuntun orang-orang dari kebodohan menuju hidayah dan keselamatan.[32] Demikian pula, diturunkannya Al-Qur'an yang mengandung berbagai ilmu dan hikmah melalui seorang yang ummi merupakan sebuah mukjizat.[33] Allamah Thabathaba'i dalam Al-Mizan dalam pembahasan mukjizat Al-Qur'an, menyebutkan salah satu bentuk tahaddi Al-Qur'an adalah "tantangan yang berkaitan dengan orang yang menerima wahyu Al-Qur'an". Menurutnya, Allah menurunkan Al-Qur'an kepada seorang yang tidak dapat membaca dan menulis, tidak pernah belajar dari guru mana pun, dan bahkan selama empat puluh tahun hidupnya sebelum diangkat menjadi nabi, tidak ada satu pun tanda yang menunjukkan ilmu atau kefasihan berbicara padanya.[34]
Meniadakan dugaan bahwa Al-Qur'an disadur dari sumber lain

Menurut para mufasir, Ayat 48 Surah Al-Ankabut dengan menyebutkan ketidakmampuan membaca dan menulis Nabi saw pada masa sebelum bi'tsah, menolak segala klaim bahwa Al-Qur'an disadur atau dipelajari dari sumber-sumber lain.[35] Ayat ini menegaskan bahwa jika Nabi saw bisa baca tulis, para penentang dapat mengklaim bahwa Al-Qur'an adalah produk dari mempelajari dan mengombinasikan kitab-kitab sebelumnya.[36] Tentu saja, beberapa orientalis seperti Noldeke, Weil, Blachere, dan Watt telah menyangkal sifat Ummi Nabi saw, yang dikatakan bahwa penyangkalan ini dilakukan tanpa memberikan argumen dan dengan tujuan menciptakan keraguan tentang sumber ilahi Al-Qur'an.[37]
Monografi
Buku Payambar-e Ummi karya Murtadha Muthahhari pada awalnya adalah sebuah makalah yang diterbitkan pada tahun 1387 H dalam buku Muhammad saw Khatam al-Anbiya' oleh lembaga Husainiyah Irsyad. Kemudian buku tersebut telah dicetak berkali-kali oleh penerbit Shadra.[38]
Abdullatif Hindi dan Ja'far Subhani juga telah menerbitkan buku Maktab-e Wahy wa Mafhum-e Ummi Budan-e Payambar melalui penerbit Risalat pada tahun 2007.[39]
Catatan Kaki
- ↑ Qurasyi, Tafsir Ahsan al-Hadits, 1377 H, jld. 4, hlm. 17.
- ↑ Mughniyah, Tafsir al-Kasyif, 1424 H, jld. 3, hlm. 404.
- ↑ Thayyib, Athyab al-Bayan, 1378 HS, jld. 5, hlm. 477 dan jld. 6, hlm. 4.
- ↑ Qurasyi, Qamus Qur'an, 1371 HS, jld. 1, hlm. 119.
- ↑ Ibnu Manzhur, Lisan al-'Arab, 1414 H, jld. 12, hlm. 34.
- ↑ Muthahhari, Payambar-e Ummi, 1381 HS, hlm. 40.
- ↑ Syekh Thusi, Al-Tibyan, Beirut, jld. 4, hlm. 559.
- ↑ Thabathaba'i, Al-Mizan, 1417 H, jld. 1, hlm. 215.
- ↑ Rasyid Ridha, Al-Manar, 1990 M, jld. 2, hlm. 385.
- ↑ Muthahhari, Payambar-e Ummi, 1381 H, hlm. 36–40.
- ↑ Makarim Syirazi, Tafsir Nemuneh, 1374 H, jld. 6, hlm. 400; Muthahhari, Payambar-e Ummi, 1381 H, hlm. 9.
- ↑ Davenport, An Apology for Mohammed and the Koran, 1344 H, hlm. 17–18.
- ↑ Muthahhari, Majmu'ah Atsar Syahid Muthahhari, Penerbitan Shadra, jld. 3, hlm. 206–207.
- ↑ Jawhari, Pasokh be Syobahat-e I'jaz wa Tahaddi, 1397 H, hlm. 226.
- ↑ Jawhari, Pasokh be Syobahat-e I'jaz wa Tahaddi, 1397 HS, hlm. 227.
- ↑ Muthahhari, Payambar-e Ummi, 1381 HS, hlm. 19–20.
- ↑ Al-'Ayyasyi, Al-Tafsir, 1380 H, jld. 2, hlm. 31; Al-Shaffar, Basha'ir al-Darajat, 1404 H, jld. 1, hlm. 226.
- ↑ Faidh al-Kasyani, Tafsir al-Shafi, 1415 H, jld. 2, hlm. 242; Al-Husaini al-Syirazi, Tabyin al-Qur'an, 1423 H, hlm. 182.
- ↑ Makarim Syirazi, Tafsir Nemuneh, 1374 H, jld. 6, hlm. 402.
- ↑ Muthahhari, Payambar-e Ummi, 1381 H, hlm. 41–42.
- ↑ Makarim Syirazi, Tafsir Nemuneh, 1374 HS, jld. 6, hlm. 396–397 dan 400.
- ↑ Al-Zamakhsyari, Al-Kasyaf, 1407 H, jld. 1, hlm. 347 dan 375.
- ↑ Al-Tharaibishi, Min Islam al-Qur'an ila Islam al-Hadits, 2010 M, hlm. 89–90.
- ↑ Al-Raghib al-Isfahani, Mufradat Alfazh al-Qur'an, 1412 H, hlm. 87.
- ↑ Al-Qurthubi, Al-Jami' li Ahkam al-Qur'an, 1364 HS, jld. 19, hlm. 91.
- ↑ Muthahhari, Payambar-e Ummi, 1381 HS, hlm. 44.
- ↑ Rabi'nia, Ummi, hlm. 400.
- ↑ Rabi'naya, Ummi, hlm. 400.
- ↑ Rabi'naya, Ummi, hlm. 400.
- ↑ Qurasyi, Qamus Qur'an, 1371 HS, jld. 1, hlm. 120.
- ↑ Thabathaba'i, Al-Mizan, 1393 H, jld. 1, hlm. 63.
- ↑ Mughniyah, Tafsir al-Kasyif, 1424 H, jld. 3, hlm. 404.
- ↑ Rabi'naya, Ummi, hlm. 400.
- ↑ Thabathaba'i, Al-Mizan, 1393 H, jld. 1, hlm. 63.
- ↑ Thabathaba'i, Al-Mizan, 1352 HS, jld. 16, hlm. 139.
- ↑ Thabathaba'i, Al-Mizan, 1352 H, jld. 16, hlm. 139.
- ↑ Daulat Abadi, Talaqi na shahih mustasyriqan darbare-e ummi budan-e payambar akram saw, Kantor Berita IQNA.
- ↑ "Buku Payambar-e Ummi Karya Ustad Syahid Murtadha Muthahhari", Situs Penerbitan Shadra.
- ↑ "Maktab-e Wahy wa Mafhum-e Ummi Budan-e Payghambar", Situs Informasi Perpustakaan Iran.
Daftar Pustaka
- Al-Qur'an Karim.
- 'Ayyasyi, Muhammad bin Mas'ud. Al-Tafsir. muhaqqiq Hasim Rasul-i Mahallati, Teheran: Al-Mathbu'ah al-'Ilmiyyah, cet. pertama, 1380 H.
- Daulat Abadi, Masumeh. Talaqqi-ye Nashahih-e Mustasyqreqan darbareh-ye Ummi budan-e Payambar-e Akram saw. Khabarguzari-e IQNA, Tanggal Publikasi: 4 November 2013, Tanggal Kunjungan: 15 Agustus 2025.
- Davenport, John. 'Uzr-e Taqshir be Pisygah-e Muhammad wa Qur'an. terjemahan Sa'idi, Teheran: Nasyr-e Entesyar, 1965.
- Faidh Kasyani, Mulla Muhsin. Tafsir al-Shafi. tahqiq Husain A'lami, Teheran: Intisyarat al-Shadr, cet. kedua, 1415 H.
- Husaini Syirazi, Sayid Muhammad. Tabyin al-Qur'an. Beirut: Dar al-'Ulum, cet. kedua, 1423 H.
- Ibnu Manzhur, Muhammad bin Mukarram. Lisan al-'Arab. Beirut: Dar Shadir, cet. ketiga, 1414 H.
- Jauhari, Sayid Muhammad Hasan. Pasukh be Syubahat-e I'jaz wa Tahaddi. Pazuheshgah-e Farhang wa Andisyeh-e Islami, 2018.
- Makarim Syirazi, Nashir. Tafsir Nemuneh. Teheran: Dar al-Kutub al-Islamiyah, cet. pertama, 1995.
- Mughniyah, Muhammad Jawad. Tafsir al-Kasyif. Teheran: Dar al-Kutub al-Islamiyyah, cet. pertama, 1424 H.
- Musthafawi, Hasan. Al-Tahqiq fi Kalimat al-Qur'an al-Karim. Teheran: Bunggah-e Tarjamah wa Nasyr-e Kitab, 1981.
- Muthahhari, Murtadha, Majmu'eh Atsar-e Shahid Muthahhari, Qom: Intisyarat-e Shadra, tanpa tahun.
- Muthahhari, Murtadha. Payambar-e Ummi. Intisyarat-e Sadra, 1381 HS.
- Qurasyi, Sayid Ali Akbar. Qamus Qur'an. Teheran: Dar al-Kutub al-Islamiyyah, cet. keenam, 1992.
- Qurasyi, Sayid Ali Akbar. Tafsir Ahsan al-Hadits. Teheran: Bunyad-e Ba'sat, cet. ketiga, 1998.
- Qurthubi, Muhammad bin Ahmad. Al-Jami' li Ahkam al-Qur'an. Teheran: Nasir Khosrow, cet. pertama, 1985.
- Rabi' Nia, Abuthalib. Ummi. Daireh al-Ma'arif Qur'an Karim, jld. 14. Qom: Bustan-e Kitab, 2002.
- Raghib Isfahani, Husain bin Muhammad. Mufradat Alfazh al-Qur'an. Beirut: Dar al-Qalam, cet. pertama, 1412 H.
- Rasyid Ridha, Tafsir Al-Manar. Mesir: Al-Hay'ah al-Mishriyyah al-'Ammah lil Kitab, 1990.
- Shaffar, Muhammad bin Hasan. Basha'ir al-Darajat fi Fadha'il Al Muhammad saw. muhaqqiq Muhsin Kuchah Baghi, Qom: Maktabah Ayatullah al-Mar'asyi al-Najafi, cet. kedua, 1404 H.
- Syekh Thusi, Muhammad bin Hasan. Al-Tibyan fi Tafsir al-Qur'an. tahqiq Qashir 'Amili, Ahmad, Beirut: Dar Ihya' al-Turats al-'Arabi, tanpa tahun.
- Thabathaba'i, Sayid Muhammad Husain. Al-Mizan fi Tafsir al-Qur'an. A'lami, Beirut: cet. kedua, 1393 H.
- Thabathaba'i, Sayid Muhammad Husain. Al-Mizan fi Tafsir al-Qur'an. Qom: Daftar Intisyarat-e Eslami, cet. kelima, 1417 H.
- Tharabisyi, Jurj. Min Islam al-Qur'an ila Islam al-Hadits. Beirut: Dar al-Saqi, 2010 M.
- Thayyib, Sayid Abdul Husain. Athyab al-Bayan fi Tafsir al-Qur'an. Teheran: Intisyarat-e Eslam, cet. kedua, 1998.
- Zamakhsyari, Mahmud. Al-Kasysyaf 'an Haqaiq Ghawamidh al-Tanzil. Beirut: Dar al-Kitab al-'Arabi, cet. ketiga, 1407 H.
- Dar Na't-e Rasul-e Akram. Situs Ganjoor, Tanggal Kunjungan: 12 Agustus 2025.
- Negar-e man ke be maktab na raft...; Goftogu ba Ostad Mostafa Delsyad Tehrani. Paygah-e Ettela'resani-ye Hauzah, Tanggal Publikasi: 30 Oktober 2011, Tanggal Kunjungan: 12 Agustus 2025.
- Kitab Payambar-e Ummi, Afkar-e Ostad Shahid Murtadha Muthahhari. Situs Intisyarat-e Sadra, Tanggal Kunjungan: 12 Agustus 2025.
- Maktab-e Vahy va Ummi budan-e Payambar. Paygah-e Ettela'resani-ye Ketabkhaneh-ha-ye Iran, Tanggal Kunjungan: 12 Agustus 2025.