Zaid bin Haritsah

tanpa prioritas, kualitas: c
tanpa referensi
Dari wikishia
Sahabat
Zaid bin Haritsahhttp://id.wikishia.net/view/Majma_Jahani_Ahlulbait_As
Makam Zaid bin Haritsah di Yordania
Info pribadi
Nama lengkapZaid bin Haritsah bin Syarahil al-Kalbi
JulukanAbu Usamah
LakabZaid al-Hubb
Garis keturunanKabilah al-Kalb
Kerabat termasyhurUsamah (anak)• Ummu Aiman (istri pertama)• Zainab binti Jahsy (istri kedua)
Muhajir/AnsharMuhajir
Tempat TinggalMekahMadinah
Wafat/Syahadah8 H/629
Penyebab Wafat /SyahadahSyahid di Perang Mu'tah
Tempat dimakamkanYordania
Informasi Keagamaan
Memeluk IslamKelompok pertama yang masuk Islam
Keikutsertaan dalam GhazwahPerang Badar• Perang Mu'tah
Hijrah keMadinah
Terkenal sebagaiAnak angkat Nabi Muhammad saw
Aktivitas lainKomandan Perang Mu'tah • Sahabat Nabi saw

Abu Usamah Zaid bin Haritsah bin Syarahil (Syurahbil) al-Kalbi (bahasa Arab: ابواسامه زید بن حارثه بن شراحیل (شرحبیل) کلبی) (W. 8 H/629) sebelumnya adalah budak, kemudian dimerdekakan oleh Nabi Muhammad saw dan dijadikan anak angkat. Ia termasuk dalam kelompok pertama yang masuk Islam dan satu-satunya sahabat Nabi saw yang namanya disebutkan dalam Alquran. Ia diangkat sebagai panglima pasukan dalam Perang Mu'tah dan menemukan kesyahidannya di perang tersebut. Ia dimakamkan bersama dengan syuhada Mu'tah lainnya di Yordania, dan menjadi tempat ziarah kaum muslimin sampai hari ini.

Nasab dan Masa Kecil

Ayah Zaid bernama Haritsah bin Syarahil, berasal dari Bani Kalb Qadha'ah. [1] Ibunya bernama Sa'di bin Tsa'labah bin 'Amir dari Bani Ma'an dan Thayy. [2]Zaid mendapat julukan Zaid al-Hubb, karena ia sangat dicintai oleh Rasulullah saw.[3]Zaid sebelumnya adalah budak yang dimerdekakan oleh Rasulullah saw, oleh karena itu Zaid dan putranya Usamah disebut mawali (budak) Rasulullah saw. [4]

Mengenai tahun kelahiran Zaid tidak ditemukan informasi yang akurat. Ia bersama ibunya pada masa jahiliyah melakukan perjalanan menuju Kabilah Bani Ma'an. Pada saat berada ditengah-tengah Bani Ma'an, kabilah tersebut mendapatkan serangan dari musuhnya. Zaid tertangkap dan dijadikan tawanan. Usianya kala itu sekitar 8 tahun ketika Hakim bin Hazam membelinya untuk Sayidah Khadijah sa di pasar budak dekat Mekah. Setelah menikah dengan Nabi saw, Khadijah menghadiahkan Zaid untuk Rasulullah saw yang kemudian memerdekakannya. Zaid tinggal di rumah Nabi saw[5] yang disebutkan usia Nabi saw kala itu lebih tua 10 tahun dari Zaid.

Beberapa tahun setelahnya, Zaid bertemu dengan sejumlah orang dari kabilahnya pada musim haji. Dari pertemuan tersebut, ia mendapatkan berita mengenai kondisi ayah dan ibunya dan iapun meminta untuk memberi tahu orangtuanya mengenai keadaan dirinya. Ayahnya telah menulis puisi kerinduan untuk Zaid sejak keduanya terpisah.[6] Ayah Zaid meminta kepada Nabi saw agar putranya dikembalikan dengan imbalan uang. Nabi saw memberi pilihan kepada Zaid, untuk tetap tinggal bersamanya atau kembali kepada kabilahnya. Zaid memilih untuk tetap bersama Rasulullah saw. Haritsah berkata, "Wahai putraku. Apakah engkau lebih menyukai perbudakan dari pada kebebasaan dan ayahmu engkau tinggalkan sendiri?". Zaid menjawab, "Sejak aku melihat Muhammad, aku tidak akan pernah memilih orang lain untuknya." Mendengar ucapan tersebut Nabi saw berkata ke penduduk Mekah, "Zaid adalah anakku. Dia mewarisi dariku dan aku mewarisi darinya." Sejak saat itu Zaid disebut Zaid bin Muhammad sampai kemudian turun ayat 4-6 dari surah al-Ahzab yang memerintahkan agar anak angkat tetap dipanggil dengan nama ayahnya sehingga Zaid tidak lagi dipanggil dengan Zaid bin Muhammad. [7]

Islam, Hijrah dan Akad Persaudaraan

Literatur sejarah Islam menyebutkan Zaid bin Haritsah sebagai salah seorang yang termasuk dalam kelompok pertama yang masuk Islam.[8]Ketika Nabi Muhammad saw diangkat sebagai nabi dan kembali ke rumah Sayidah Khadijah sa, Ali bin Abi Thalib as dan Zaid bin Haritsah saat itu turut berada dalam rumah. Ia masuk Islam setelah Imam Ali as.[9]

Setelah Nabi Muhammad saw hijrah ke Madinah, Zaid dan Abu Rafi' ditugaskan untuk bersama Fatimah az-Zahra sa, Ummu Kultsum dan Saudah. Turut serta pula istri Zaid yang bernama Ummu Aiman serta putranya Usamah dalam perjalanan tersebut. [10]

Hamzah bin Abdul Muththalib membuat perjanjian persaudaraan dengan Zaid bin Haritsah di Mekah. Pada Perang Uhud, Hamzah menunjuk Zaid sebagai pelaksana wasiatnya jika ia gugur.[11]Setelah Hijrah, Nabi Muhammad saw mempersaudarakan antara Zaid dan Usaid bin Hudair. [12]

Zaid adalah satu-satunya sahabat Nabi saw yang namanya disebutkan dalam Alquran. [13]

وَإِذْ تَقُولُ لِلَّذِي أَنْعَمَ اللَّـهُ عَلَيْهِ وَأَنْعَمْتَ عَلَيْهِ أَمْسِكْ عَلَيْكَ زَوْجَكَ وَاتَّقِ اللَّـهَ وَتُخْفِي فِي نَفْسِكَ مَا اللَّـهُ مُبْدِيهِ وَتَخْشَى النَّاسَ وَاللَّـهُ أَحَقُّ أَن تَخْشَاهُ ۖ فَلَمَّا قَضَىٰ زَيْدٌ مِّنْهَا وَطَرً‌ا زَوَّجْنَاكَهَا لِكَيْ لَا يَكُونَ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ حَرَ‌جٌ فِي أَزْوَاجِ أَدْعِيَائِهِمْ إِذَا قَضَوْا مِنْهُنَّ وَطَرً‌ا ۚ وَكَانَ أَمْرُ‌ اللَّـهِ مَفْعُولًا

"Dan (ingatlah), ketika kamu berkata kepada orang yang Allah telah melimpahkan nikmat kepadanya dan kamu (juga) telah memberi nikmat kepadanya: "Tahanlah terus isterimu dan bertakwalah kepada Allah", sedang kamu menyembunyikan di dalam hatimu apa yang Allah akan menyatakannya, dan kamu takut kepada manusia, sedang Allah-lah yang lebih berhak untuk kamu takuti. Maka tatkala Zaid telah mengakhiri keperluan terhadap istrinya (menceraikannya), Kami kawinkan kamu dengan dia supaya tidak ada keberatan bagi orang mukmin untuk (mengawini) isteri-isteri anak-anak angkat mereka, apabila anak-anak angkat itu telah menyelesaikan keperluannya daripada isterinya. Dan adalah ketetapan Allah itu pasti terjadi."

Pernikahan

Ummu Aiman sebelumnya adalah seorang budak yang kemudian dimerdekakan oleh Rasulullah saw. Setelah suaminya 'Ubayd bin Zaid al-Khazraji meninggal dunia, ia menikah dengan Zaid bin Haritsah dan dari pernikahan keduanya lahir Usamah bin Zaid.[14]Sejak itu Zaid memiliki Kuniyah Abu Usamah.

Setelah Zainab binti Jahsy hijrah ke Madinah, Nabi saw melamarnya untuk Zaid. Zainab awalnya mengira, ia dilamar oleh Rasulullah saw untuk dirinya, oleh karena itu ia berbahagia. Namun ketika mengetahui ia dilamar untuk Zaid, ia sempat menolak namun karena sadar itu keinginan Rasulullah saw, maka iapun menerima lamaran tersebut dan akhirnya menikah dengan Zaid. [15]Dikarenakan kehidupan rumah tangga Zainab bersama Zaid sering terjadi konflik, [16]Zaid pun mengeluhkan hal tersebut kepada Nabi Muhammad saw. Nabi saw meminta Zaid untuk bersabar dengan kondisi tersebut. [17]Sampai akhirnya pada tahun 5 H/626, sesuai dengan perintah dari Allah swt, Nabi Muhammad saw meminta Zaid untuk menceraikan Zainab. [18]

Setelah bercerai dengan Zainab, Zaid menikah dengan Ummu Kultsum binti 'Uqbah. Dari pernikahan tersebut lahir Zaid bin Zaid dan Ruqayyah binti Zaid. Tidak lama ia bercerai dengan Ummu Kultsum lalu kemudian menikah dengan Durrah binti Abi Lahab bin Abdul Muththalib. Setelah keduanya berpisah, ia menikah dengan Hindun binti al-'Awwam, saudara perempuan Zubair. [19]

Partisipasi dalam Peperangan

Zaid adalah komandan beberapa ekspedisi perang seperti Qarda, al-Jumum (Rabiul Akhir tahun 6 H/627), al-'Ish (Jumadil Awal tahun 6 H/627), Tharaf (Jumadil Akhir tahun 6 H/627), Hisma (Jumadil Akhir tahun 6 H/627), Wadi al-Qura (Rajab tahun 6 H/627) dan Perang Mu'tah. [20]

Dalam beberapa perjalanan, Nabi saw menunjuk Zaid sebagai wakilnya. [21]Ia juga turut hadir dalam Perang Badar dan berhasil membunuh Handzalah bin Abi Sufyan.[22]Setelah perang usai, Nabi saw mengutus Zaid dan Abdullah bin Rawahah dari Atsil menuju Madinah untuk mengabarkan ke penduduk Madinah mengenai kemenangan umat Islam di Perang Badar. [23]

Komandan Perang Mu'tah

Pada tahun 8 H/629, Nabi Muhammad saw mengirim pasukan ekspedisi sebanyak 3000 orang dalam Perang Mu'tah dibawah komando Zaid bin Haritsah. Nabi saw memesankan jika Zaid gugur, maka ia digantikan oleh Jakfar bin Abi Thalib dan jika Jakfar juga gugur maka bendera pasukan diserahkan ke tangan Abdullah bin Rawahah.[24]

Wafat dan Pemakaman

Zaid pada tahun 8 H/629 gugur dalam Perang Mu'tah bersama dengan Jakfar bin Abi Thalib dan Abdullah bin Rawahah. Ketika mendengar berita kesyahidannya, Nabi Muhammad saw sangat berduka dan mendoakan agar Zaid mendapatkan ampunan Ilahi.[25]Bersama dengan Jakfar ath-Thayyar, Nabi saw mengenangnya sebagai pribadi yang baik. [26]Disebutkan usianya ketika syahid 50[27]atau 55 tahun.[28]Hasan bin Tsabit menulis puisi berkenaan dengan kesyahidan Zaid dan Abdullah bin Rawahah.[29]

Syuhada dalam Perang Mu'tah dimakamkan di desa Mazar, 12 km bagian selatan Karak sekarang berada dalam wilayah Yordania. [30]Menurut beberapa sumber, Jakfar bin Abi Thalib, Abdullah bin Rawahah dan Zaid bin Haritsah dimakamkan bersama di satu makam. [31]Pada tahun 1930 sampai 1934, Raja Yordania Malik Abdullah bin Malik Husain memerintahkan pembangunan masjid dengan tiga kubah dan dua menara di makam Jakfar al-Thayyar, dua kubah yang lebih keci di atas makam Zaid bin Haritsah dan Abdullah bin Rawahah.[32]Sebelumnya, pada hari-hari peringatan Asyura, makam Jakfar al-Thayyar dan Zaid bin Haritsah menjadi tempat pecinta Imam Husain as di Yordania berkumpul, namun dalam beberapa tahun terakhir, pemerintah Yordania melarang aktivitas peringatan Asyura di pemakaman tersebut. [33]

Periwayatan

Usamah meriwayatkan sejumlah hadis Nabi saw dari ayahnya Zaid bin Haritsah. [34]

Catatan Kaki

  1. Baladzuri, Ansab, jld. 1, hlm. 467
  2. Ibnu Atsir, Usdu al-Ghabah, jld. 1, hlm. 129
  3. Baladzuri, Ansab, jld. 1, hlm. 469
  4. Lih. Ibnu Hubaib, hlm. 128; Thabari, jld. 3, hlm. 169
  5. Baladzuri, Ansab, jld. 1, hlm. 467
  6. Ibnu Hisyam, Sirah, jld. 1, hlm. 248; Ibnu Atsir, Usd al-Ghabah, jld. 2, hlm. 130
  7. Baladzuri, Ansab, jld. 1, hlm. 468-469; Ibnu Hisyam, Sirah, jld. 1, hlm. 248
  8. Ibnu Hisyam, jld. 1, hlm. 247
  9. Ibnu Hisyam, Sirah, jld. 1, hlm. 262; Ibnu Atsir, Usd al-Ghabah, jld. 2, hlm. 131
  10. Baladzuri, Ansab, jld. 1, hlm. 414
  11. Ibnu Hisyam, Sirah, jld. 1, hlm. 505; Baladzuri, Ansab, jld. 1, hlm. 472
  12. Ibnu Abd al-Barr, Isti'ab, jld. 1, hlm. 93; Ibnu Atsir, Usdu al-Ghabah, jld. 1, hlm. 113; Baladzuri, Ansab, jld. 1, hlm. 472
  13. Qs. Ahzab: 37; Ibnu Atsir, Usd al-Ghabah, jld. 2, hlm. 132; Ibnu Hajar, al-Ishabah, jld. 2, hlm. 497
  14. Baladzuri, Ansab, jld. 1, hlm. 471; Ibnu Atsir, Usd al-Ghabah, jld. 2, hlm. 131
  15. Ibnu Sa'ad, jld. 8, hlm. 101; Thabrani, hlm. 39-40, 45; Abu Na'im Isfahani, jld. 2, hlm. 51-52
  16. Abu Na'im Isfahani, jld. 2, hlm. 52
  17. Ibnu Sa'ad, jld. 8, hlm. 103; Baladzuri, Ansab, jld. 1, hlm. 434
  18. Lih. Ibnu Sa'ad, jld. 8, hlm. 114; Baladzuri, Ansab, jld. 1, hlm. 521; Qis Ibnu Abd al-Barr, jld. 4, hlm. 1849, yang menukil waktu berpisahnya Zainab dan Zaid pada tahun 9 H, Baladzuri menyebut pendapat ini tidak punya dasar yang kuat; Baladzuri, Ansab, jld. 1, hlm. 521
  19. Ibnu Hajar, al-Ishabah, jld. 2, hlm. 496; Baladzuri, Ansab, jld. 1, hlm. 471
  20. Ibnu Hajar, al-Ishabah, jld. 2, hlm. 497; Baladzuri, Ansab, jld. 1, hlm. 377; Maghazi, jld. 1, hlm. 5, 197
  21. Ibnu Hisyam, Sirah, jld. 1, hlm. 601
  22. Ibnu Hisyam, Sirah, jld. 1, hlm. 708
  23. Ibnu Hisyam, Sirah, jld. 1, hlm. 642; Ibnu Atsir, Usd al-Ghabah, jld. 2, hlm. 131; Waqidi, al-Maghazi, jld. 1, hlm. 114, jld. 2, hlm. 553, 555, 564
  24. Ibnu Hisyam, Sirah, jld. 3, hlm. 829; Waqidi, jld. 2, hlm. 576; Ibnu Atsir, Usd al-Ghabah, jld. 2, hlm. 131
  25. Ibnu Hisyam, Sirah, jld. 3, hlm. 829; Waqidi, jld. 2, hlm. 576; Ibnu Atsir, Usd al-Ghabah, jld. 2, hlm. 131
  26. Baladzuri, Ansab, jld. 1, hlm. 473
  27. Ibnu Hajar, al-Ishabah, jld. 2, hlm. 497
  28. Baladzuri, Ansab, jld. 1, hlm. 473, dinukil dari Waqidi
  29. Ibnu Hisyam, Sirah, jld. 2, hlm. 378
  30. Reza Nejad, Yordania, hlm. 129
  31. 'Umdah al-Thalib, hlm. 36
  32. Al-Atsar al-Islamiyah fi Baladati Mu'tah wa al-Mazar, nmr. 4, hlm. 1074
  33. Masyraq, laporan mengenai kondisi terakhir komunitas Syiah di Yordania
  34. Ibnu Abi 'Ashim, jld. 1, hlm. 199-201

Daftar Pustaka

  • Abi Ja'far, Muhammad bin Habib. Al-Muhabbar. Riset Lichten Staedter. Hyderabad (India): 1361 H.
  • Abu Na'im, Abdullah Ishfahani. Hilyah al-Auliyā' wa Thabaqāt al-Ashfiyā' . Beirut: 1387 H.
  • Al-Ātsār al-Islāmiyyah fī Baladatai Mu'tah wa al-Mazār. Majalah al-Musim. No 4. hlm. 1072-73.
  • Asqalani, Ibnu Hajar. Al-Ishābah fī Tamyīz ash-Shahābah. Riset 'Adil Ahmad 'Abdul Maujud. Beirut: Dar al-Kutub al-'Ilmiyyah, 1415 H.
  • Baladzuri, Ahmad bin Yahya. Ansāb al-Asyrāf. Riset Suhail Zakkar. Beirut: 1417 H.
  • Ibnu 'Abdil Barr, Yusuf bin Abdullah. Al-Istī'āb fī Ma'rifah al-Ashhāb. Diedit oleh Ali Muhammad al-Bajawi. Beirut: Dar al-Jil, 1992.
  • Ibnu Abi 'Ashim, Ahmad. Al- Āhād wa al-Matsānī. Riset Basim Faishal Ahmad. Riyadh: 1411 H.
  • Ibnu 'Inabah Hasani. 'Umdah ath-Thālib fī Ansāb Āli Abī Thālib. Najaf: al-Mathba'ah al-Haidariyyah, 1380 H.
  • Ibnu Atsir, Ali bin Muhammad al-Jazari. Al-Kāmil fī At-Tārīkh. Beirut: Dar al-Fikr, 1409 H.
  • Ibnu Hisyam. As-Sīrah an-Nabawiyyah. Riset Musthafa as-Saqqa'. Beirut: Dar al-Ma'rifah, 1971.
  • Ibnu Sa'ad, Muhammad bin Mani'. Ath-Thabaqāt al-Kubrā. Riset Ihsan Abbas (Ikhtisharat).
  • Reza Nejad, Izzuddin. Sarzaminhā-ye Jahān-e Islām: (Yordania 1) . Majalah Andisye-e Taqrib. No 30, 1391 HS (2012).
  • Thabari, Muhammad bin Jarir. Tārīkh al-Umam wa al-Mulūk. Riset Muhammad Abul Fadhl Ibrahim. Beirut: Daru Ihya' at-Turats al-'Arabi, 1387 H.
  • Thabrani, Sulaiman bin Ahmad. Al-Mu'jam al-Kabīr. Cet II. Riset oleh Hamdi Abdul Majid as-Salafi. Mosul: 1405H.
  • Waqidi, Muhammad bin Umar. Al-Maghāzī. Riset Mersden Jones. Beirut: 1989.