Hadis Qurbu Nawafil

Prioritas: b, Kualitas: b
Dari wikishia
Hadis Qurbu Nawafil
Diriwayatkan dariHadis Qudsi
Periwayat utamaNabi saw
Periwayat lainImam Baqir as, Imam Shadiq as, Aisyah, Maimunah, Abu Hurairah
Validitas hadisSahih tapi sebagiannya dianggap lemah

Hadis Qurbu Nawāfil (bahasa Arab: حديث قرب النوافل ) adalah hadis qudsi yang disampaikan Allah Swt kepada Nabi Muhammad saw saat mi'raj. Hadis ini berbicara tentang kedudukan seorang mukmin di sisi Allah Swt dan kedekatannya dengan Allah melalui pelaksanaan kewajiban-kewajiban dan sunah-sunah.

Dalam hadis ini diterangkan bahwa menghina waliyullah seperti berperang dengan Allah, dan Allah lebih cepat berbicara soal pemberian pertolongan kepada wali-Nya ketimbang masalah lain. Sesuai penggalan lain dari hadis ini, hamba mukmin akan mendapatkan kedekatan kepada Allah dengan perantara pelaksanaan nawāfil (sunah-sunah) sehingga Dia menjadi telinga dan matanya.

Para arif Muslim meyakini bahwa ungkapan tersebut bersifat hakiki dan menjadi bukti atas teori wahdatul wujud serta menjelaskan kedudukan fana' (melebur) dalam sifat-sifat Tuhan atau fana kepada Allah. Namun menurut ahli hadis dan fukaha, ungkapan itu bersifat majazi (kiasan) dan mengisyaratkan kepada pertolongan Ilahi kepada seorang Mukmin atau kedekatan Allah kepada pribadi Mukmin dan atau makna-makna lainnya.

Dalam referensi Syiah dan Sunni, Hadis Qurbu Nawāfil dinukil dari Nabi saw dengan sedikit perbedaan redaksi.

Akhlak


Ayat-ayat Akhlak
Ayat-ayat al-IfikAyat UkhuwahAyat Istirja'Ayat Ith'amAyat Naba'Ayat Najwa


Hadis-hadis Akhlak
Hadis ''Qurb Nawāfil''Hadis Makarim AkhlakHadis MikrajHadis ''junud aql'' dan ''jahl''


Keutamaan-keutamaan Akhlak
Rendah HatiKepuasanDermawanMenahan AmarahIkhlasLembutZuhud


Keburukan-keburukan Moral
CongkakTamakHasudDustaGibahGunjingkikirMendurhakai orang tuaHadis ''Nafs''Besar DiriMengupingMemutus hubungan silaturahmiPenyebaran Kekejian


Istilah-istilah Akhlak
Jihad NafsNafs LawamahNafsu AmarahJiwa yang tenangPerhitunganMuraqabahMusyaratahDosaPelajaran AkhlakRiadat


Ulama Akhlak
Mulla Mahdi NaraqiMulla Ahmad NaraqiSayid Ali QadhiSayid Ridha BahauddiniDastgheibMuhammad Taqi Bahjat


Sumber Referensi Akhlak

AlquranNahjul BalaghahMishbah al-Syari'ahMakarim al-AkhlaqAl-Mahajjah al-Baidha' Majmu'atu WaramJami' al-Sa'adatMi'raj al-Sa'adahAl-Muraqabat

Penamaan

Hadis Qurbu Nawāfil ialah hadis qudsi yang disampaikan Allah kepada Nabi saw pada peristiwa Mi'raj. Hadis ini merupakan jawaban terhadap pertanyaan Nabi saw kepada Allah tentang kedudukan hamba Mukmin di sisi-Nya. [1] Alasan populernya hadis ini dengan Qurbu Nawāfil adalah karena paragraf akhir dari hadis tersebut yang menjelaskan bahwa pelaksanaan nawāfil (sunah-sunah) oleh seorang Mukmin menyebabkan kedekatan khusus kepada Allah, dan orang-orang arif dengan terinspirasi dari penggalan tersebut menggunakan ungkapan Qurbu Nawāfil untuk memberikan isyarat kepada kedudukan Mukmin tersebut.[2] Nāfilah memiliki arti segala sesuatu yang lebih[3] anugerah dan pekerjaan tambahan.[4]

Muatan Hadis

Dalam hadis Qurbu Nawāfil diterangkan bahwa menghina wali Allah dianggap seperti memerangi-Nya. Allah lebih cepat berbicara soal pemberian pertolongan kepada wali-Nya daripada berbicara masalah lain, seraya berfirman, Aku tidak ragu dalam pekerjaan apapun seperti aku ragu dalam hal kematian seorang Mukmin, karena dia takut akan kematian, dan Aku resah dari perasaan takutnya. Dalam hadis ini juga disebutkan bahwa sebagian hamba Mukmin bisa diperbaiki hanya dengan kefakiran dan ketidakpunyaan, sementara sebagian yang lain hanya dengan kelapangan dan kekayaan dan jika mereka masuk pada kondisi lain niscaya akan binasa.

Dalam hadis Qurbu Nawāfil diperkenalkan bahwa melaksanakan hal-hal yang wajib merupakan perbuatan yang paling dicintai Allah dan menjadi sarana kedekatan hamba dengan-Nya. Nawāfil (mustahabbāt) juga dianggap sebagai sarana mendekatkan diri kepada-Nya. Demikian juga dimuat bahwa jika seseorang dengan perantara nāfilah (perbuatan sunah) mendekatkan diri kepada-Ku, yakni Tuhan, niscaya Aku mencintainya dan Aku menjadi telinganya yang dengannya ia mendengar, matanya yang dengannya dia melihat, lisannya yang dengannya ia berbicara dan tangannya yang denganya ia mengambil. Dan jika dia memanggil-Ku pasti Aku menjawabnya dan mengabulkan permintaan-permintaannya.[5]

Interpretasi Hadis

Pandangan Orang Arif

Para Arif menjadikan hadis ini sebagai landasan kajian irfannya.[6] Ibnu Arabi menilai hakiki lafal hadis Qurbu Nawāfil dan meyakininya sebagai bukti atas teori wahdatul wujud[catatan 1].[7] Menurutnya, maksud dari ungkapan "Allah menjadi mata dan telinga hamba Mukmin" ialah kefanaan manusia dalam sifat-sifat Tuhan.[8]

Sayid Haidar Amuli meyakini hadis tersebut sebagai bukti atas "kefanaan kepada Allah" dan menyatunya pecinta dengan Sang kekasih.[9] Menurut pandangan para Arif, sair-suluk akan terlaksana dalam dua tahap; mendekatkan diri kepada Allah dengan kewajiban (qurbu farāidh) dan mendekatkan diri kepada-Nya dengan sunah (qurbu nawāfil). Imam Khomeini berkeyakinan bahwa qurbu nawāfil mengacu pada kefanaan af'āli (fana dalam tindakan-tindakan Allah), shifati (fana dalam sifat-sifat Allah) dan dzati (fana dalam zat Allah), sementara ia meyakini bahwa qurbu farāidh adalah kekekalan setelah kefanaan.[10]

Sebagian para Arif menilai tahapan qurbu farāidh lebih tinggi dari qurbu nawāfil. Menurut mereka hasil qurbu farāidh adalah kefanaan dalam zat Tuhan, sementara hasil qurbu nawāfil adalah kefanaan dalam sifat-sifat Tuhan. Mereka juga meyakini bahwa pada tahap qurbu farāidh, manusia melakukan mi'raj kepada Tuhan, namun pada tahap qurbu nawāfil, Tuhan turun kepada manusia.[11]

Pandangan Fukaha dan Ahli Hadis

Sebagian dari Fukaha dan ahli hadis meyakini lafal hadis ini bersifat kiasan dan majaz dan harus ditafsirkan sedemikian rupa sehingga tidak menimbulkan wahdatul wujud, hulul[catatan 2] dan fana.[12] Kelompok ini menjelaskan beragam makna untuk kalimat yang dibahas dalam hadis,[13] misalnya Syekh Hur Amili menganggap makna-makna berikut sebagai makna yang benar:

  • Pertolongan Ilahi kepada hamba Mukmin untuk mengerjakan perbuatan hanya untuk keridaan Allah semata
  • Pertolongan Allah kepada hamba Mukmin seperti pertolongan anggota tubuh dan raganya kepadanya
  • Kemulian Allah dimata Mukmin seperti anggota tubuh dan raganya
  • Tumpuan dan sandaran hamba Mukmin hanyalah Allah
  • Kedekatan Allah kepada hamba Mukmin[14]

Sanad Hadis

Hadis Qurbu Nawāfil dinukil dalam referensi hadis Syiah dan Sunni dengan sedikit perbedaan redaksi. Hadis ini dinukil oleh Aban bin Taghlib dari Imam Baqir as, dan Hammad bin Basyir dari Imam Shadiq as, dan mereka berdua dari Nabi saw.[15]

Dalam referensi hadis Ahlusunah, hadis tersebut dinukil oleh perawi-perawi seperti Aisyah,[16]Maimunah,[17]dan Abu Hurairah[18] dari Rasulullah saw. Hadis ini dinukil dengan beragam sanad yang mana sebagian darinya dinilai shahih dan sebagian lagi dhaif.[19]

Teks Hadis dan Artinya

Arti Teks Hadis
Saat Nabi saw melakukan Mi'raj berkata: Tuhanku, bagaimana keadaan hamba Mukmin disisi-Mu? Allah berfirman: hai Muhammad barangsiapa menghina wali-Ku berarti ia berperang dengan-Ku, dan Aku orang yang paling cepat menolong wali-wali-Ku. Dan aku tidak ragu dalam sesuatu sebagaimana Aku ragu dalam hal kematian hamba Mukmin, sebab ia takut mati dan Aku resah dari perasaan takutnya. Sungguh sebagian hamba Mukmin tidak bisa baik kecuali dengan kekayaan dan jika Aku posisikan mereka pada kondisi lain niscaya akan binasa. Dan sungguh sebagian lagi dari hamba Mukmin tidak bisa baik kecuali dengan kefakiran, dan jika Aku tempatkan pada kondisi lain niscaya akan binasa. Dan, seorang hamba dari hamba-hamba-Ku tidak mendekatkan diri kepada-Ku dengan suatu perbuatan lebih Aku cinta dari melakukan perbuatan yang Aku wajibkan kepadanya. Dan, sungguh ia mendekatkan diri kepada-Ku dengan perbuatan sunah hingga Aku mencintainya, dan apabila Aku mencintainya niscaya Aku menjadi telinganya yang dengannya ia mendengar, dan matanya yg dengannya ia melihat, dan lisannya yang dengannya ia berbicara, dan tangannya yang dengannya ia mengambil, jika ia menyeru-Ku, aku menjawabnya dan jika ia memohon permintaan niscaya akan Ku kabulkan لَمَّاأُسْرِی‏ بِالنَّبِی ص‏ قَالَ يَا رَبِّ مَا حَالُ الْمُؤْمِنِ عِنْدَكَ؟ قَالَ يَا مُحَمَّدُ! مَنْ أَهَانَ لِي وَلِيّاً فَقَدْ بَارَزَنِي بِالْمُحَارَبَةِ، وَأَنَا أَسْرَعُ شَيْ‌ءٍ إِلَى نُصْرَةِ أَوْلِيَائِي، وَمَا تَرَدَّدْتُ عَنْ شَيْ‌ءٍ أَنَا فَاعِلُهُ كَتَرَدُّدِي عَنْ وَفَاةِ الْمُؤْمِنِ يَكْرَهُ الْمَوْتَ، وَأَكْرَهُ مَسَاءَتَهُ، وَإِنَّ مِنْ عِبَادِيَ الْمُؤْمِنِينَ مَنْ لَا يُصْلِحُهُ إِلَّا الْغِنَى، وَلَوْ صَرَفْتُهُ إِلَى غَيْرِ ذَلِكَ لَهَلَكَ، وَإِنَّ مِنْ عِبَادِيَ الْمُؤْمِنِينَ مَنْ لَا يُصْلِحُهُ إِلَّا الْفَقْرُ، وَلَوْ صَرَفْتُهُ إِلَى غَيْرِ ذَلِكَ لَهَلَكَ، وَمَا يَتَقَرَّبُ إِلَيَّ عَبْدٌ مِنْ عِبَادِي بِشَيْ‌ءٍ أَحَبَّ إِلَيَّ مِمَّا افْتَرَضْتُ عَلَيْهِ، وَإِنَّهُ لَيَتَقَرَّبُ إِلَيَّ بِالنَّافِلَةِ حَتَّى أُحِبَّهُ فَإِذَا أَحْبَبْتُهُ كُنْتُ إِذاً سَمْعَهُ الَّذِي يَسْمَعُ بِهِ، وَبَصَرَهُ الَّذِي يُبْصِرُ بِهِ، وَلِسَانَهُ الَّذِي يَنْطِقُ بِهِ، وَيَدَهُ الَّتِي يَبْطِشُ بِهَا، إِنْ دَعَانِي أَجَبْتُهُ، وَ‌إِنْ سَأَلَنِي أَعْطَيْتُهُ

catatan

  1. Dalam teori irfan, wujud itu hanya satu dan tidak bertingkat, Dialah Allah, dan yang lain tidak ada, karena mereka hanya esensi belaka. Dan, esensi ini tidak memiliki realitas/wujud, tetapi menjadi wajah, bayang, cerita dan cermin dari pada wujud itu sendiri
  2. masuknya/menyatunya Tuhan ke dalam hati/diri manusia yang sudah mensucikan dirinya dari selain-Nya

Catatan Kaki

  1. al-Kulaini, al-Kafi, jld. 2, hlm. 352, 1407 H.
  2. Muzhaffari, Qurbu Nawāfil wa Farāidh va Taqbiq onho bar Maqāmāte Erfāni, hlm. 7
  3. Thabathabai, al-Mizān, jld. 13, hlm. 175, 1417 H.
  4. Makarim Syirazi, Tafsir Nemuneh, jld. 13, hlm. 454, 1374 S.
  5. al-Kulaini, al-Kafi, jld. 2, hlm. 352
  6. Azarakhsyi, Jaigāhe Hadits Qurbe Nawāfil dar Manābe'i Fariqain va Barresiye Taqbiqi Ruyekerde 'Urafa va Mohadditsān Nistbat be on, hlm. 18
  7. Ibnu Arabi, al-Futuhalāt al-Makkiyah jld. 2, hlm. 322-323; Ibnu Turkah, Syarhu Fushush al-Hikam, jld. 1, hlm. 319
  8. Qaishari, Syarhu Fushush al-Hikam, hlm. 350 dan 351, 1375 HS.
  9. Amuli, al-Muqaddimāt min Kitabi Nashshi al-Nushush, hlm. 269, 1352 HS.
  10. Muzhaffari, Qurbu Nawāfil va Farāidh va Tathbiq onho bar Maqāmat Erfāni, hlm. 11
  11. Shamadi Amuli, Syarhe Daftare dele Allameh Hasanzadeh Amuli, jld. 1, hlm.345-348, 1379 S.
  12. Mowahhedi, Nardebane 'Uruj; Guzari bar Haditse Qurbe Nawāfil, hlm. 174-177; Ghazali, Ihyā al-Ulum, jld. 14, hlm. 1-62
  13. Silakan lihat: al-Majlisi, Bihār al-Anwār, jld. 84, hlm. 31-32; al-Majlisi, Mir'āt al-'Uqul, jld. 10, hlm. 290-293; Hur Amili, al-Fawāid al-Thusiyah, hlm. 81-82
  14. Hur Amili, al-Fawāid al-Thusiyah, hlm. 81-82
  15. Kulaini, al-Kafi, jld. 2, hlm. 352
  16. Thabrani, al-Mu'jam al-Ausath, jld. 9, hlm. 139
  17. Mushili, Musnad Abi Ya'la, jld. 12, hlm. 520
  18. Bukhari, Shahih al-Bukhari, jld.7, hlm. 190
  19. Azarakhsyi, Jaigāhe Haditse Qurbe Nawāfil dar Manābe'i Fariqain va Barresiye Tathbiqi Ruyekerde Urafa va Muhadditsan nisbat be on, hlm. 18

Daftar Pustaka

  • Allamah Thabathabai, Sayid Muhammad Husain. al-Mizan fi Tafsir al-Quran. Qom: kantor penerbit Islam Jamiah Modarresin Hauzah Ilmiah Qom, 1417 H.
  • Amuli, Sayid Haidar. al-Muqaddimāt min Kitab Nashsh al-Nushush. Teheran: Depertemen Studi Iran, Institut Iran dan Perancis, Penelitian Ilmiah di Iran, vol. 1, 1352 S.
  • Azarakhsyi, Mosthafa dan Majid Ma'arif. Kedudukan Hadis Qurbu Nawāfil di dalam Referensi Syiah dan Suni serta penelitian komparatifnya menurut kaca mata urafa dan ahli hadis, jurnal kajian Quran dan hadis, musim panas dan gugur, vol. 7, 1389 S.
  • al-Bukhari, Muhammad bin Ismail. Shahih al-Bukhari. Dar al-Fikr li Thabaah wa lz-Nasyr wa al-Tauzi", 1401 H (ofset naskah Dar al-Thabaah al-'Āmirah Istambul)
  • Ghazali, Muhammad bin Muhammad. Ihya' al-Ulum. Beirut: Dar al-Kitab al-Arabi.
  • Hur Amili, Muhammad bin Hasan. al-Fawāid al-Thusiyah. Editor: Mahdi Lajuardi. Qom: penerbit Ilmiah, 1403 H.
  • Ibnu Turkah, Ali bin Muhammad. Syarhu Fushush al-Hikam. Peneliti:Mohsin Bidari. Qom: penerbit Bidar, 1420 H/1378 S.
  • Ibnu Arabi, Muhammad bin Ali. al-Futuhāt al-Makkiyah. Beirut: Dar Shadir.
  • Al-Kulaini, Muhammad bin Yaqub. al-Kafi. Editor: Ali Akbar Ghaffari dan Muhammad Akhundi. Teheran: Dar al-Kutub al-Islamiyah, 1407 H.
  • Mozhaffari, Hasan. Qurbu Nawāfil va Farāidh va Tathbiqe onho bar Maqāmāte Erfāni, majalah Hikmate Erfani, vol. 10, Bahar va Tabestan, 1395 S.
  • Majlisi, Muhammad Baqir bin Muhammad Taqi. Bihār al-Anwār al-Jāmi'ah li Durar Akhbār al-Aimmah al-Athār. Editor: Muhammad Baqir Mahmudi dkk. Beirut: Dar Ihya al-Turats al-Arabi, 1404 H/1983.
  • Majlisi, Muhammad Baqir bin Muhammad Taqi. Mir'āt al-'Uqul fi Syarhi Akhbār Āl al-Rasul. Teheran: Dar al-Kutub al-Islamiyah, 1404 H/1363 S.
  • Makarim Syirazi, Nasir. Tafsir Nemuneh. Teheran: Dar al-Kutub al-Islamiyah, 1374 S.
  • Mowahhedi, Abdullah. Nardebane 'Uruj; Guzari bar Haditse Qurbe Nawāfil, di majalah Muthalaate Erfani, vol. 1, Tabestan, 1384 S.
  • Moshili, Abu Ya'la. Musnad Abi Ya'la. Diteliti oleh Hasan Salim Asad. Dar al-Ma'mun li al-Turats, 1408 H/1988.
  • Qishari, Daud. Syarhu Fushush al-Hikam. Teheran: Syirkat Intisayare Ilmi va Farhanggi, 1375 HS.
  • Shamadi Amuli, Daud. Syarhe Daftare dele Allameh Hasanzadeh Amuli. Nubugh, 1379 HS.
  • Thabrani. Al-Mu'jam al-Ausath. Diteliti oleh time peneliti Dar al-Haramain. Dar al-Haramain li al-Thabaah wa al-Nasyr wa al-Tauzi' 1415 H/1995.