Nabi Ismail as

Prioritas: a, Kualitas: a
Dari wikishia
Nabi Ismail as
Lukisan penyembelihan Ismail, karya Farasyciyan
Lukisan penyembelihan Ismail, karya Farasyciyan
Tempat TinggalMakkah
Nama dalam Al-Qur’anIsmail
Tempat DimakamkanHijr Ismail
Nabi SebelumnyaNabi Ishak as
Kerabat TermasyhurNabi Ibrahin asHajar • Nabi Ishak as
AgamaAgama Hanif
Usia130 Tahun
Pengulangan Nama dalam Al-Qur’an11 kali
Peristiwa PentingPeristiwa penyembelihan Ismail • Pembangunan Kakbah


Nabi Ismail as (bahasa Arab: اسماعیل علیه السلام) adalah termasuk salah seorang dari para Nabi dan putra Nabi Ibrahim as. Menurut keyakinan mayoritas kaum muslimin, ialah yang diyakini sebagai sang Dzabih. Begitu pula, menurut riwayat-riwayat Islam, nasab Nabi Muhammad saw sampai kepada Nabi Ismail as.

Hijrah ke tanah Makkah bersama dengan ibunya Hajar, munculnya mata air Zamzam dikarenakan karena keberkahannya, bermaksud dikurbankan oleh ayahnya, dan membangun Kakbah adalah diantara peristiwa-peristiwa penting dalam hidupnya.

Kata Ismail

Nama Ismail dalam literatur Islam kebanyakan bukan termasuk dari nama-nama Islam dan itu diyakini tersusun dari dua kata "Isma’" dan "Il" (yang berarti ya Allah dengarlah). [1] Dan dikatakan bahwa Nabi Ibrahim as ketika memohon kepada Allah swt untuk mengaruniakannya seorang anak, dia memulai permohonannya dengan kata tersebut. [2] Arthur Jefri, dalam kajiannya mengenai nama ini telah menyebutkan akar dan sumber tertua nama tersebut. Ia menunjukkan contoh-contohnya dalam literatur Ibrani, Habasyi dan dalam bahasa-bahasa Sami lainnya. [3]

Ismail dalam Al-Qur'an

Nama Ismail 11 kali disebut dalam Al-Qur'an dalam topik-topik seperti peristiwa pembangunan Kakbah bersama Nabi Ibrahim as, [4] penurunan wahyu kepadanya dan juga mengenangnya di samping nabi-nabi Allah lainnya, [5] kelahirannya merupakan karunia dan anugrah dari Allah swt kepada Ibrahim[6] dan juga penyebutan sifat-sifat baiknya[7] termasuk salah satu hal yang patut dikenang.

Dalam ayat 85, surah Al-Anbiya, Nabi Ismail di sisi para nabi lainnya seperti Nabi Idris as dan Dzulkifli diyakini sebagai salah satu dari para nabi yang penyabar. Sebagian para mufasir meyakini bahwa peletakan kepala Ismail untuk disembelih adalah salah satu dari tanda-tanda nyata akan kesabarannya.[8]

Ismail Shadiq al-Wa'd

Sebagian dari mufasir meyakini bahwa Ismail yang memiliki sifat "Shadiq al-Wa'd" [9] adalah Ismail anak Nabi Ibrahim as, dalam menjelaskan kesetiaannya pada penepatan janji, mereka membawakan sebuah cerita. [10]

Kisah Kehidupan Ismail as

Dalam sumber-sumber riwayat, telah termuat secara mendetail kisah kehidupan Ismail bahwa Sarah istri Nabi Ibrahim as, disebabkan dia mandul dan dia melihat suaminya sangat berhasrat ingin mempunyai keturunan, dia meminang budak wanitanya, Hajar untuk dijadikan istri bagi Ibrahim dengan harapan supaya dapat memberikan keturunan bagi mereka. Pasca menikah, tidak menunggu lama Hajar pun hamil dan melahirkan seorang putra yang diberi nama Ismail. [11]

Dalam banyak riwayat, kabar gembira Ilahi untuk Ibrahim itu adalah kelahiran seorang anak yang berpengetahuan "Alim" dan "Halim" yang disebutkan dalam beberapa ayat Al-Qur'an al-Karim, [12] itu diyakini sebagai kabar gembira akan kelahiran Ismail, dan ialah yang dianggap sebagai pemilik sifat-sifat ini. [13] Meskipun terdapat riwayat-riwayat yang berbeda mengenai waktu kelahiran Ismail namun menjadi kesepakatan bahwa ia dilahirkan ketika ayahnya berusia lanjut. Namun mengenai usia Ibrahim as sendiri ketika itu juga terdapat perbedaan pendapat. Sebagian meyakini ketika Ismail dilahirkan, Ibrahim as berumur 99 tahun.[14]

Ismail as dan Ishak as

Setelah kelahiran Ismail as, Sarah yang tidak mempunyai anak, cemburu terhadap Hajar dan anaknya, namun tidak lama kemudian dia juga diberikan kabar gembira oleh Allah swt bahwa di usianya yang lanjut akan dikaruniai seorang anak yang dinamakan Ishak. Dalam riwayat dikatakan bahwa Ibrahim as sangat mencintai Ismail, suatu ketika Ishak berada di pangkuannya, dengan melihat Ismail dia menggantikan tempat duduk Ishak dengan Ismail. [15] Hal ini telah membangkitkan rasa kesal pada Sarah. Ia kemudian mengungkapkan rasa tertekannya dihadapan Ibrahim as dengan kehadiran Hajar dan anaknya. Karenanya ia meminta suaminya untuk menjauhkan keduanya dari kawasan Syam, kemudian datanglah perintah Allah swt supaya membawa Hajar dan anaknya menuju Makkah. [16]

Masuk ke Makkah

Sesuai dengan riwayat-riwayat Islam, Ibrahim as sendiri yang membawa Hajar dan Ismail dalam perjalanan menuju Makkah. Dalam perjalanan tersebut Allah swt memerintahkan malaikat Jibril as sebagai penunjuk jalan mereka. Sampai kemudian mereka tiba pada sebuah tempat tandus yang tidak ada air dan rerumputan. Malaikat Jibril as menyampaikan kepada Ibrahim as, itulah tanah Makkah yang dijanjikan Allah swt. Setelah memasuki Makkah, Ibrahim as meninggalkan istri dan anaknya di tempat tersebut dengan penjagaan Allah swt, dan ia sendiri bergegas kembali menuju Syam.

Sumur Zamzam

Dalam kelanjutan kisah dijelaskan, karena sisa bekal makanan telah habis, kehausan melanda Ismail kecil yang membuat Hajar khawatir dan bergegas mencari air untuk meredakan rasa haus anaknya. Ia berlari-lari ke setiap tempat dan tujuh kali melewati bukit Shafa dan Marwah namun tetap tidak menemukan air setetespun. Kali terakhir ia mendengar suara di sekitar Ismail, kemudian ia pergi menuju kepadanya karena khawatir seekor hewan akan mencabik-cabik bayinya, namun dengan sangat senangnya ia baru tahu bahwa di bawah telapak kaki anaknya mengalir sebuah mata air. Mata air tersebut kemudian dikenal dengan nama Zamzam dan masih ada sampai saat ini. [17] Sebagian literatur menyebutkan, mata air itu juga disebut dengan sumur Ismail. [18]

Mempelajari Bahasa Arab

Dalam sumber-sumber Arab Islam, disebutkan Nabi Ismail as kemudian hidup berbaur dengan penduduk Arab utamanya dari Kabilah Jurhum (salah satu kabilah dari Arab Baidah) sehingga iapun digolongkan sebagai orang Arab yang telah berhijrah.

Sesuai dengan riwayat-riwayat yang ada, dengan berlalunya masa dari hijrahnya Ismail ke Makkah, dengan keberadaan mata air Zamzam, daerah kawasan yang kering dan tandus itu dapat dihuni dan ditempati. Kaum Jurhum yang mengadakan perjalanan, ketika melalui tempat itu (atau dalam riwayat lain dikatakan bahwa mereka memang sebelumnya tinggal disekitar wilayah tersebut) ketika tahu keberadaan mata air Zamzam, mereka meminta izin untuk menetap dan bermukim disekitar kawasan tersebut. [19]

Dalam riwayat disebutkan Ismail mempelajari bahasa Arab dari kaum Jurhum. [20]Disebutkan ketika bersama ayahnya membangun Kakbah, Ibrahim as ketika berbicara dengan bahasanya, Ismail menjawabnya dengan bahasa Arab, dan kedua-duanya saling mengerti. [21]

Dalam riwayat disebutkan bahwa bahasa Arab yang digunakan Ismail betul-betul berkesan sehingga mengundang perhatian orang seakan-akan dia adalah orang pertama yang mengetahui dan berbicara dengan bahasa Arab. [22]Dalam sebagian riwayat disebutkan, bahwa orang pertama yang menulis tulisan Arab juga dinisbatkan kepadanya.[23]

Membangun Kakbah

Salah satu dari peristiwa-peristiwa penting dalam kehidupan Ismail adalah kebersamaannya dengan Ibrahim as dalam membuat rumah Kakbah. Dalam ayat-ayat Al-Qur'an dari ayat 125 sampai 127 dari surah Al-Baqarah menyinggung pembangunan dan berdirinya Baitullah dan penjagaannya dari gangguan oleh Ibrahim dan Ismail as. Riwayat-riwayat Islam telah menceritakannya secara rinci. Dalam sumber-sumber sejarah dimuat bahwa Ibrahim demi menjalankan perintah Allah tentang pendirian Kakbah, dia datang ke Makkah dan bersama Ismail membangun Kakbah.[24]

Mengenai hal ini terdapat banyak riwayat yang menyebutkannya yang mana terkadang dalam perinciannya menjurus pada kisah-kisah dongeng. [25] Dalam sebagian riwayat diyakini bahwa tujuan yang mendasar dari perjalanan yang dilakukan Ibrahim, Hajar dan Ismail dari Syam ke Makkah adalah untuk membangun Kakbah. [26]

Dengan berlandaskan ayat-ayat dari surah Al-Baqarah,[27] pada proses pembangunan rumah Kakbah, Ismail bersama ayahnya ikut memanjatkan doa, dan memohon kepada-Nya untuk memberikan hidayah dan petunjuk kepada anak keturunannya dan meminta kepada-Nya untuk mengutus dan membangkitkan seorang rasul dari kalangan mereka. [28]

Mengorbankan Ismail as

Sebuah hadis yang masyhur dari Rasulullah saw yang di dalamnya Nabi menyebut dirinya sebagai Ibnu Dzabihain (putra dua penyembelihan, yang mana hal itu mengisyaratkan kepada Ismail dan Abdullah bin Abdul Mutthalib.)[29]

Dalam perincian riwayat, kisah penyembelihan kita temukan bahwa setelah pembangunan Kakbah, Ibrahim as mendapat perintah dalam mimpinya untuk menyembelih Ismail, kemudian ia sampaikan hal itu kepada anaknya yang dijawab oleh Ismail agar ayahnya menjalankan perintah Allah swt tersebut. [30] Dalam riwayat dijelaskan adanya usaha Iblis untuk membujuk Ibrahim mengurungkan niatnya menyembelih Ismail. Ketika Ibrahim bersama anaknya tengah berjalan menuju gunung Tsubair demi melaksanakan perintah Allah, Iblis terus berusaha menggoda keduanya namun tidak berhasil. Bahkan diantara upayanya, Iblis pergi ke sisi Hajar dan juga berusaha mempengaruhinya, namun upaya tersebut juga menemui kegagalan.

Ibrahim dan Ismail as sampai di atas puncak gunung dan ketika itu Ismail melihat ayahnya khawatir akan pekerjaan tersebut, ia menepiskan kekhawatiran ayahnya dari hatinya dan mengingatkan kepadanya atas keridhaannya pada perintah Allah swt. Ketika Ibrahim meletakkan pisau di atas leher Ismail, terdengar suara gaib yang mencegahnya untuk meneruskan pekerjaannya. Dengan kesabaran dan kesetiaan keduanya, Allah swt mengganti pengorbanan itu dengan seekor kambing dan memerintahkan Ibrahim supaya menyembelih kambing itu sebagai korban yang menggantikan posisi Ismail.[31]Kisah mengenai dikorbankannya Ismail as terdapat dalam surah Ash-Shaffat dari ayat 100 sampai ayat 107. [32]

Wafat dan Tempat Dikuburkan

Sumber-sumber sejarah periwayatan menulis bahwa usia Ismail hingga mencapai 130 tahun bahkan lebih, yang mana setelah wafatnya, jasadnya dimakamkan di sekitar Hijr di sisi pusara ibunya Hajar.[33]

Kenabian Ismail as

Ismail dengan penegasan Al-Qur'an tergolong dari para nabi Allah swt. Agamanya adalah agama yang mengajak kepada Tauhid Ibrahimi as yang memerangi kesyirikan dan penyembahan berhala.[34] Namanya berkali-kali disebut dalam Al-Qur'an sebagai salah satu dari para nabi.[35]

Sesuai dengan beberapa riwayat, kenabiannya bertujuan untuk memberikan hidayah dan petunjuk bagi kaum Jurhum, dan juga kabilah-kabilah Yamani dan 'Amaliq. Nabi Ismail as selama 50 tahun menyampaikan risalah Ilahinya di tengah-tengah umatnya dengan mengajak untuk melaksanakan salat dan menunaikan zakat serta mengingatkan mereka untuk berhati-hati jangan sampai menyembah patung berhala. Namun diantara mereka masih terdapat kelompok yang tetap dan masih bersikeras pada kekufurannya.[36]

Ishak Pengganti Ismail as

Ismail sebelum wafat memberi wasiat supaya putrinya dinikahkan dengan 'Ishu ('Ish) salah seorang dari putra Nabi Ishak as dan dia juga menyerahkan kedudukan kenabiannya kepada saudaranya Ishak. [37] Ismail yang bertahun-tahun memegang urusan-urusan Kakbah, kepengurusan selanjutnya atas Kakbah diserahkan kepada anaknya Nabit. [38]

Putra-putra Ismail

Dari kedua belas putra-putra Ismail yang paling masyhur dari mereka adalah Qaidar, Madyan dan Adbil. Madyan pergi ke sebuah daerah di sebelah utara yang kemudian daerah tersebut terkenal dengan namanya dan dari anak keturunannya seperti Syu'aib dipilih menjadi nabi. [39]

Dalam sumber-sumber yang sudah disebutkan tadi, dikatakan bahwa Ismail dianggap sebagai salah satu nenek moyang Arab asli dan nasab Adnan, adalah datuk terbesar dari kabilah-kabilah Arab yang semuanya kembali kepadanya; sementara sangat sedikit sekali dari sumber-sumber lama pengetahuan silsilah nasabiah, yang menyatakan bahwa nasab seluruh kabilah, walau bangsa Arab Qahthani sampai kepadanya dan menyebut bahwa Ismail adalah Abu al-Arab. [40]

Atas dasar beberapa riwayat, Ismail diperkenalkan sebagai salah satu dari 5 nabi yang berkebangsaan Arab selain Hud as, Shaleh as, Syu'aib as dan Nabi Muhammad saw. [41]Dan Rasulullah saw dikenal sebagai seorang cucu pilihan dari para cucunya. [42]

Catatan Kaki

  1. Qamus Ma'āni al-Asma, pada item Ismail, situs internet al-Ma'ani, diakses pada 16 April 2017
  2. Baghawi, jld.1, hlm: 153.
  3. Hlm.64; juga lihat: Gaznius, hlm.1035; Brait, hlm:90.
  4. QS. Al-Baqarah: 127.
  5. QS. Al-Baqarah: 133, 136,140; QS. Ali Imran: 84; QS. An-Nisa: 163; QS. Al-An'am: 86.
  6. QS. Ibrahim: 39.
  7. QS. Al-Anbiya: 85; QS. Shad: 38.
  8. Lihat: Fakhruddin Razi, jld. 22, hlm.210.
  9. QS. Maryam: 54.
  10. Lihat: Baghawi, jld.3, 624; Rawandi, hlm. 189; Thabrisi, jld.5, hlm. 800; Fakhruddin Razi, jld.21, hlm.232.
  11. Thabari, Tārikh, jld.1, hlm. 257-256; bandingkan dengan: Peidayesy, bab, 15 dan 16.
  12. QS. Al-Hijr: 53; Al-Shaffat: 101.
  13. Lihat: Kirmani, hlm.163-164; Mujahid, hlm.543 ;Thabrisi, jld.8, hlm.710.
  14. Lihat: Baghawi, jld.3, hlm.386; Zamakhsyari, jld.2, hlm.381; Ibnu Sa'ad, jld.1, bagian 1, hlm.25.
  15. Lihat: Mas'udi, Itsbāt, hlm. 31; yang mana usia Ishak pada waktu itu disebutkan 3 tahun.
  16. Lihat: Azraqi, jld.2,hlm.39; Thabari, Tarikh, jld.1, hlm. 253-254.
  17. Lihat: Thabari, Tārikh, jld.1, hlm. 254-258; Baihaqi, jld.1, hlm.48; Qummi, jld.1, hlm.60-61; Muqaddasi, jld.3, hlm.60-62.
  18. Lihat: Ibnu Hisyam, jld.1, hlm.116; Thabari, ibid, jld.2, hlm. 251.
  19. Lihat: Thabari, Tārikh, jld.1, hlm. 258; Ibnu Qutaibah, hlm.34; Qummi, jld.1, hlm.61;Thabrisi, jld.1, hlm.383; Muqaddasi, jld.3, hlm.60.
  20. Bukhari, jld.4, hlm.115; Baihaqi, jld.1, hlm.49.
  21. Tsa’labi, hlm.88; Abu al-Futuh, jld.1, hlm.330; bandingkan dengan: Mas'udi, Itsbat, hlm.32.
  22. Ibnu Saad, jld.1, bagian 1,hlm.24; Jahizh, jld.3, hlm.144-145; Mas'udi, al-Tanbih, hlm.70; Baladzuri, jld.1, hlm.6; bandingkan dengan: Ibnu Nadim, hlm.8.
  23. Ibnu Faris, hlm.10; Ibnu Abdi Rabbah, jld.4, hlm.157.
  24. Thabari, Tarikh, jld.1, hlm. 259-260; Bukhari, jld.4, hlm.116,117; Azraqi, jld.2,hlm.32; Baladzuri, jld.1, hlm.8.
  25. seperti Thabari, Tarikh, jld.1, hlm.252; Abu al-Futuh, jld.1, hlm.329-330.
  26. Thabari, ibid, jld.1,hlm.253.
  27. ayat: 127-129.
  28. Lihat: Akhfasy, jld.1, hlm.336; Tanwir…, hlm.18; Bukhari, jld.4, hlm.116; Thusi, jld.1, hlm.461 -462; Fakhruddin Razi, jld.4, hlm.63 dan seterusnya; untuk tafsir «طَهَّرا بَیتی‌» dalam ayat: 125 surah Al-Baqarah. Lihat: Qurtubi, jld.2, hlm.114.
  29. Lihat: Ibnu Babawaih, jld.1, hlm.56; juga untuk karya dengan judul Masalatu al-Dzabih karangan Makki bin Abi Thalib. Lihat: Ibnu Khair, hlm.41.
  30. Yakubi, jld.1, hlm.264-267; Thabarsi, jld.8, hlm.710-711
  31. Thabari, Tārikh, jld.1, hlm. 274-275; Thabrisi, jld.8, hlm.710-711.
  32. QS. Ash-Shaffat: 100-107.
  33. Ibnu Hisyam jld. 1, hlm. 8; Masudi, Istbat, hlm. 34; Muqaddasi, jld. 4, hlm. 105
  34. Lihat: Ibnu Hisyam, jld.1, hlm.79; Azraqi, jld.1, hlm.116
  35. Lihat: QS. Al-Baqarah: 136; QS. Ali Imran:84; QS. An-Nisa’: 163.
  36. Lihat: Baghawi, jld.3, 624; Masudi, Akhbār, hlm. 103; Thusi, jld.7, hlm.177; Ibnu Atsir, jld. 1, hlm.125.
  37. Masudi, Itsbāt, hlm. 35; Tsa'labi, hlm.100
  38. Ibnu Atsir, 2/42
  39. Lihat: Dinawari, hlm.9, Tsa’labi, bandingkan di situ dengan: Perjanjian lama: Sifr peidayesy, 25:13-15.
  40. Lihat: Ibnu Hisyam, jld.1, hlm.8; Masudi, Itsbāt, hlm. 34, Muqaddasi, jld.4, hlm.105.
  41. Al-Ikhtishas, hlm, 264-265; begitu pula lihat: Ibnu Abdi Rabbah, jld.3, hlm.405.
  42. Lihat: Ibnu Hisyam, jld.1, hlm.4; Ibnu Sa’ad, jld.1, bagian 1, hlm. 2; Ahmad bin Hambal, jld. 4, hlm. 107; Tirmizi, jld.5, hlm. 583; Thabari, Tārikh, jld. 7, hlm.165; untuk sambungan nasab Nabi saw, lihat: Ibnu Abdu Rabbah, jld.5, hlm. 89; Ibnu 'Anbah, hlm.59.

Daftar Pustaka

  • Al-Quran Al-Karim
  • Abu Al-Fida. Al-Mukhtashar fi Akhbār Al-Basyar. Beirut: 1375 H/ 1956.
  • Abul Futuh Razi, Husain. Tafsir. Riset: Abul Hasan Sya’rani. Teheran: 1382 H.
  • Ahmad bin Hanbal. Musnad. Kairo: 1313 H.
  • Akhfasy, Said. Ma’āni Al-Quran. Riset: Abdul Amir Muhammad Amin Al-Wird. Beirut: 1405 H/1985.
  • Al-Ikhtishas. Dinisbahkan kepada Syaikh Mufid. Riset: Ali Akbar Ghaffari. Qom: Jama’ah Al-Mudarrisin.
  • Arzaqi, Muhammad. Akhbār Makkah. Rusydi Shaleh Mulhis. Beirut: 1403 H/ 1983.
  • Baghawi, Husain. Ma’ālim Al-Tanzil. Beirut: 1405 H/ 1985.
  • Baihaqi, Ahmad. Dalāil an-Nubuwah. Riest: Abdul Mu’thi Qal'aji. Beirut: 1405 H/1985.
  • Bal’ami, Muhammad. Tārikh. Riset: Muhammad Taqi Bahar. Teheran: 1394 H.
  • Baladzuri, Ahmad. Ansāb al-Asyraf. Riset: Muhammad Hamidullah. Beirut: 1959.
  • Bukhari, Muhammad. Shahih. Istanbul: 1982.
  • Dinawari, Ahmad. Al-Akhbār ath-Thiwāl. Riset: Abdul Mun’im Amir. Kairo: 1960.
  • Fakhruddin Razi. At-Tafsir Al-Kabir. Kairo: Al-Maktabah al-Bahiyah. Tanpa tahun.
  • Fakhruddin Razi. At-Tanbih wa al-Asyrāf. Kairo: 1357 H/1938.
  • Ibnu ‘Anbah, Ahmad. Al-Fushul al-Fakhriyah. Riset: Jalaluddin Muhaddits Armawi. Teheran: 1984.
  • Ibnu Abdu Rabbah, Ahmad. Al-‘Aqd al-Farid. Riset: Ahmad Amin dkk. Beirut: 1402 H/1982.
  • Ibnu Atsir. Al-Kamil.
  • Ibnu Babawaih, Muhammad. Al-Khishāl.Riset: Ali Akbar Ghaffari. Qom: 1403 H.
  • Ibnu Faris, Ahmad. Ash-Shahibi. Riset: Ahmad Shaqar. Kairo: percetakan ‘Isa Al-Babi, Tanpa tahun.
  • Ibnu Khaldun. Al-'Ibar. Ibnu Khair, Muhammad. Fihrisah. Riset: Fransisco Kudaro dan Taragu, Sarqasthah, 1893.
  • Ibnu Nadim. Al-Fihrist. Ibnu Hisyam, Abdul Malik. As-Sirah an-Nabawiyah. Riset: Musthafa Saqa dkk. Kairo: 1355 H/1936.
  • Ibnu Qutaibah, Abdullah. Al-Ma’ārif. Riset: Tsirwat ‘Akasyah. Kairo: 1960.
  • Ibnu Sa’ad. Kitab ath-Thabaqāt al-Kubra. Riset: Zakhau dkk. Liden: 1904-1918.
  • Jahidz, Amr, Al-Bayan wa Al-Tabyiin, Beirut, Dar Al-Kutub Al-Ilmiyah.
  • Kirmani, Mahmud. Al-Burhān fi Taujih Musyabih Al-Quran. Riset: Abdul Qadir Ahmad Atha. Beirut: 1406 H/1986.
  • Kulaini, Muhamamd. Al-Kāfi. Riset: Ali Akbar Ghaffari. Teheran: 1389 H.
  • Ma’zi, Muhammad. Diwan. Riset: Abbas Iqbal. Teheran: 1318 HS/1939.
  • Masudi, Ali, Itsbāt Al-Wasiah. Najaf: Perpustakaan Haidariyah
  • Masudi, Ali. Akhbār az-Zaman. Beirut: 1386 H/ 1966.
  • Mas'udi, Ali. Muruj adz-Dzahab. Riset: Yusuf As’ad Dagir. Beirut: 1385 H/1965.
  • Maulawi. Matsnawi. Riset: Nicklsen. Teheran: 1404 H.
  • Mujahid, Abu al-Hajjaj. Tafsir. Riset: Abdurrahman Tahir bin Muhammad Surati. Qatar: 1396 H/1976.
  • Muqaddasi, Mutahhar. Al-Badu wa at-Tārikh. Riset: Clement Huart. Paris: 1916.
  • Nasir Khusru. Diwan. Riset: Nasrullah Taqawi. Teheran: 1380.
  • Qummi, Ali. Tafsir. Riset: Tayyib Musawi Jazairi. Qom: 1404 H.
  • Qurthubi, Muhammad. Al-Jāmi’ li Ahkām al-Quran. Beirut: 1372 H/1952.
  • Rawandi, Sa’id. Qasash al-Anbiya. Riset: Ghulam Ridha Irfaniyan. Masyhad: 1409 H.
  • Sinai, Majdud. Diwan. Riset: Mudarris Rizavi. Teheran: 1382 H.
  • Tanwir al-Miqbās, dinisbahkan kepada Ibnu Abbas. Beirut: Dar Al-Fikr, Tanpa tahun.
  • Tirmizi, Muhammad. Sunan. Riset: Ahmad Muhammad Syakir dkk. Kairo: 1357 H dan seterusnya.
  • Thabari. Tārikh.
  • Thabari. Tafsir.
  • Thusi, Muhammad. At-Tibyan. Riset: Ahmad Habib Qashir, Amili. Beirut: 1383 H.
  • Thabrisi, Fadhl. Majma’ al-Bayan. Riset: Hasyim Rasuli Mahallati dan Fadhlullah Yazdi Thabathabi. Beirut: 1408 H/1988.
  • Tsa’labi, Ahmad. Qashash al-Anbiya. Kairo: 1401 H/ 1981.
  • Yakubi, Ahmad. Tārikh. Beirut: 1379 H/1960.
  • Zamahsyari, Mahmud. Al-Kasyaf. Kairo: 1366 H/ 1947.
  • Bright, J. A History of Israel. London: 1967.
  • Gesenius, W. A Hebrew and English Lexicon of the Old Testament. Boston/New York: 1906.
  • Goldziher, I. Muslim Studies. London: 1967.
  • Jeffery, A. The Foreign Vocabulary of the Qur'an. Baroda: 1938.
  • Nicholson, R. A. A Literary History of the Arabs. Cambridge: 1966.