Al-Amin (Laqab)

Prioritas: b, Kualitas: b
tanpa foto
Dari wikishia

"Artikel ini tentang gelar Amin. Untuk informasi tentang kehidupan dan pribadi Nabi saw, lihat artikel Nabi Muhammad saw."

Al-Amin (bahasa Arab:الأمين) adalah salah satu laqab atau gelar Nabi Muhammad saw, yang telah diberikan oleh orang-orang, bertahun-tahun sebelum Bi'tsah. Julukan al-Amin ditujukan kepada orang yang dipercaya sehingga orang lain akan meyakini sepenuhnya bahwa yang bersangkutan tidak mungkin melakukan pengkhianatan. Salah satu karakteristik Rasulullah saw yang menjadikannya mendapat julukan al-Amin adalah sifat dapat dipercaya. Dalam riwayat Imam-imam Syiah, keterpercayaan Nabi Muhammad saw ditekankan dan dalam beberapa bacaan-bacaan ziarah, ia disebutkan dengan ungkapan السَّلَامُ عَلَى أَمِينِ اللَّهِ عَلَى رُسُلِه "Salam sejahtera atasmu wahai kepercayaan Allah atas rasul-rasul-Nya".

Pengertian dan Kedudukan

Al-Amin adalah salah satu julukan Nabi Muhammad saw yang dipanggil dengan nama itu bertahun-tahun sebelum periode Bi'tsah.[1] Amin adalah orang yang dapat dipercaya dan diyakini tidak akan melakukan pengkhianatan.[2] Ibnu Sa’ad, sejarawan abad 3 H dalam kitab al-Tabaqat al-Kubra berkata, “Cukuplah sifat-sifat baik Nabi Muhammad saw telah mencapai kesempurnaannya di Makah dengan tidak ada namanya selain Amin”.[3] Menutut catatan dalam kitab Tarikh Tabari (ditulis 303 H) diriwayatkan bahwa Quraisy telah menyebut Nabi Muhammad saw dengan julukan Amin sebelum wahyu ditutunkan untuknya.[4]

Diriwayatkan pula dari Ibnu Abbas, bahwa kaum musyrik Quraisy menyebut Rasulullah saw al-Amin[5] dan juga mengakui bahwa Nabi Muhammad saw tidak pernah bohong namun mereka tetap menolak mengakui kenabiannya. Musuh-musuh Nabi Muhammad saw juga mengakui keterpercayaannya, bahkan cerita terkait pengakuan Abu Jahal mengenai masalah ini telah diriwayatkan dalam sejarah.[6] Dalam riwayat tersebut, alasan penolakan mereka terhadap Nabi Muhammad saw bukan karena mereka tidak mempercayai sabda Nabi, melainkan karena alasan keluarga dan persaingan antar suku menyebabkan pengingkaran terhadap kenabian Nabi Muhammad saw.[7]

Muhammad Amin dan Amin adalah nama yang diberikan umat Islam kepada putra-putranya.

Yang Dipercaya oleh Umat

Salah satu karakteristik Nabi Muhammad saw yang membuatnya dikenal sebagai al-Amin adalah sifat dapat dipercaya.[8] Ada banyak laporan tentang sifat amanah Rasulullah saw dalam sumber-sumber sejarah. Antara lain, ketika Nabi Muhammad saw melakukan perniagaan dengan menggunakan modal Sayidah Khadijah dan ia berhasil dalam usaha perniagaan tersebut. Sekembalinya dari perjalanan berdagang, Sayidah Khadijah sa berkata kepadanya: "Wahai putra pamanku; Saya bangga dengan garis keturunan, kekerabatan, kejujuran, akhlak, dan terpercayanya anda di tengah-tengah umat.” Setelah itu Sayidah Khadijah sa menawarkan diri untuk dinikahi oleh Nabi Muhammad saw.[9]

Demikian juga, orang-orang juga mempercayakan amanahnya kepada Nabi. Ketika Nabi Muhammad saw memutuskan untuk hijrah ke Madinah. Ia meminta Imam Ali as untuk berhijrah dari Makah ke Madinah hanya setelah ia mengembalikan amanah yang ditinggalkan orang-orang pada Nabi Muhammad saw kepada pemiliknya.[10] Begitupun disebutkan dalam sebuah riwayat, dalam perang Khaibar, umat Islam mengalami kekurangan ketersediaan bekal makanan. Pada saat itu, seorang penggembala yang sedang menggembalakan ternak orang Yahudi datang kepada Nabi dan setelah berbicara dengannya, dia masuk Islam dan memberi tahu Nabi Muhammad saw, “Domba-domba orang Yahudi itu dititipkan kepadaku, dan sekarang aku telah menjadi seorang Muslim, apa kewajibanku?.” Meskipun saat itu pasukan umat Islam sangat membutuhkan makanan, namun Nabi Muhammad saw tetap meminta penggembala untuk menyerahkan dombanya kepada pemiliknya yang orang Yahudi itu.[11]

Amanah dalam Menyampaikan Wahyu

Kenabian Nabi Muhammad saw menunjukkan bahwa ia dapat dipercaya, karena kenabian adalah amanah Allah dan harus dipercayakan kepada orang yang dapat dipercaya.[12] Diriwayatkan dari Imam Ali as: “Allah Swt mengutus Nabi Muhammad saw sebagai peringatan bagi dunia dan amanah dalam menyampaikan wahyu”.[13] Dalam kitab Tafsir al-Qummi, kata “Amin” pada ayat مُطَاعٍ ثَمَّ أَمِينٍ ditafsirkan dengan keterpercayaan Nabi Muhammad saw. Diriwayatkan dari Imam Shadiq as tentang ayat ini yang artinya: “Perkataan Nabi Muhammad saw di sisi Allah, berpengaruh dan pada Hari Kebangkitan terpercaya.”[14] Juga, dalam beberapa doa ziarah yang diriwayatkan oleh para Imam as, Rasulullah saw disebutkan dengan ungkapan أَمِينِ اللَّهِ عَلَى رُسُلِه.[15] Abu Thalib, paman Nabi, juga menulis syair di mana ia menyapa Rasulullah saw dengan sebutan Aminullah: ٲنْتَ الأَمِينُ ٲَمِينُ اللهِ لَاكَذِبُ وَالصَّادِقُ الْقَوْلِ لَالَهْوٌ و َلا لَعِبُ

Anda adalah orang yang terpercaya, yang dipercaya Allah dan sama sekali tidak akan berdusta Dan anda [adalah insan] yang terpercaya, yang sama sekali tidak akan bimbang dan berkata sia-sia.[16]

Pranala Terkait

Catatan Kaki

  1. Lihat: Thabari, Tārīkh Thabarī, jld. 2, hlm. 290.
  2. Dehkhuda, Lughat Name-e Dehkhuda, jld. 3, hlm. 3408.
  3. Ibn Sa'd, at-Thabaqāt al-Kubrā, jld. 1, hlm. 156.
  4. Thabari, Tārīkh Thabarī, jld. 2, hlm. 290.
  5. Zamakhsyari, al-Kassyāf, jld. 2, hlm. 18-19.
  6. Lihat: Zamakhsyari, al-Kassyāf, jld. 2, hlm. 18-19.
  7. Zamakhsyari, al-Kassyāf, jld. 2, hlm. 18-19.
  8. Lihat: Farajullahi, Amanat Dari-e Payambar-e Rahmat, majalah Darshai Az Maktab-e Eslam, vol. 673, hlm. 31-34.
  9. Thabari, Tārīkh Thabarī, jld. 2, hlm. 281.
  10. Syekh Mufid, al-Irsyād, jld. 1, hlm. 53.
  11. Ibn Hisyam, as-Sīrah an-Nabawiyyah, jld. 2, hlm. 344-345.
  12. Lihat: Farajullahi, Amanat Dari-e Payambar-e Rahmat, majalah Darshai Az Maktab-e Eslam, vol. 673, hlm. 31.
  13. Nahj al-Balāghah, hlm. 68.
  14. Qumi, Tafsīr al-Qummī, jld. 2, hlm. 409.
  15. Ibn Qoulawih, Kāmil az-Ziyārāt, hlm. 201.
  16. Ibn Syahr Asyub, Manāqib Āl Abī Thālib, jld. 1, hlm. 56.

Daftar Pustaka

  • Dehkhuda, Ali Akbar. Lughat Name-e Deh Khuda. Tehran: Universitas Tehran, 1377 HS/1998.
  • Farajullahi, Farajullah. Amanat Dari-e Payambar-e Rahmat. Majalah Darshai Az Maktab-e Eslam. Vol. 673, 1396 HS/2017.
  • Ibn Hiysam, Abdul Malik bin Ayyub. As-Sīrah an-Nabawiyyah. Beirut: Dar al-Ma'rifah.
  • Ibn Qoulwih, Ja'far bin Muhammad. Kāmil az-Ziyārāt. Najaf: Dar al-Murtadhawiyah, 1356 HS/1977.
  • Ibn Syahr Asyub, Muhammad bin Ali. Manāqib Āl Abī Thālib. Qom: Allame, 1379 HS/2000.
  • Qumi, Ali bin Ibrahim. Tafsīr al-Qummī. Qom: Dar al-Kitab, 1367 HS/1988.
  • Syekh Mufid, Muhammad bin Muhammad. Al-Irsyād Fī Ma'rifah Hujaj Allāh 'Alā al-'Ibād. Qom: Kongres Syekh Mufid, 1413 H.
  • Thabari, Muhammad bin Jarir. Tārīkh Thabarī. Beirut: Dar at-Turats, 1387 HS/2008.
  • Zamakhsyari, Mauhmud. Al-Kassyāf 'An Haqā'iq Ghawāmidh at-Tanzīl. Beirut: Dar al-Kutub al-Arabi, 1407 H.