Abbas bin Ali as
Peran | pemegang panji Imam Husain as pada peristiwa Karbala |
---|---|
Nama | Abbas bin Ali bin Abi Thalib |
Kunya | Abul Fadhil • Abul Qasim |
Afiliasi Agama | Islam |
Ayah | Imam Ali as |
Ibu | Ummul Banin |
Lahir | 4 Sya'ban 26 H/647 |
Tempat Lahir | Madinah |
Tempat Tinggal | Madinah |
Pasangan | Lubabah binti Ubaidillah bin Abbas |
Anak-anak | Fadhl, Ubaidullah |
Wafat | 10 Muharram 61 H/681 |
Tempat Dimakamkan | Karbala |
Abbas bin Ali bin Abi Thalib (bahasa Arab: العباس بن علي بن أبي طالب عليه السلام) (61-26.H) yang lebih dikenal dengan Abul Fadhl dan Qamar Bani Hasyim adalah anak kelima Imam Ali as dan anak pertama Ummul Banin. Keikutsertaan Abbas pada tragedi Karbala dan kesyahdannya pada hari Asyura merupakan fase terpenting kehidupannya. Tidak ditemukan banyak informasi terkait riwayat hidupnya hingga sebelum bulan Muharram tahun 61 H, namun menurut beberapa informasi, ia ikut dalam perang Shiffin.
Pada tragedi Karbala, ia menjadi komandan dan pemegang panji pasukan Imam Husain as serta pemberi air yang diambilnya dari sungai Furat untuk rombongan Imam as. Dia bersama saudara-saudaranya menolak dua surat jaminan keamanan dari pihak Ubaidillah bin Ziyad dan mereka menjadi bagian dari pasukan Imam Husain as yang berperang dan mati syahid. Menurut sebagian buku-buku Maqtal, ia gugur sebagai syahid pada hari Asyura dalam keadaan kedua tangannya terputus dan sebatang besi menghantam kepalanya. Sebagian lagi menuturkan Imam Husain as menangis di sisinya.
Beberapa sumber menyifati Abul Fadhl Abbas memiliki badan yang sangat tinggi dan wajah yang tampan. Para Imam Syiah dalam beberapa riwayat menjelaskan kedudukan tinggi di surga untuknya. Demikian juga dinukil banyak keramat-keramatnya dengan konten pemenuh hajat-hajat masyarakat bahkan untuk selain Syiah dan non muslim.
Muslim Syiah menyakini Abul Fadhl Abbas memiliki kedudukan spiritual yang tinggi. Mereka memandangnya sebagai pintu permintaan hajat-hajat (Bab al-Hawāij) dan bertawassul kepadanya. Haram Abul Fadhl Abbas yang berada di dekat Haram Imam Husain as merupakan salah satu tempat ziarah terpenting kaum muslim Syiah. Demikian juga mereka menyebut Abul Fadhl Abbas dengan pemberi minum di Karbala dan pada hari Tasu'a (9 Muharram) mereka mengadakan majelis duka untuknya.
Sedikitnya Sumber-sumber Penelitian terkait Abbas bin Ali
Menurut sebagian peneliti, tidak banyak informasi sejarah yang tersedia tentang kehidupan Abbas bin Ali as sampai sebelum peristiwa Karbala, karena itu terkait dengan hari kelahiran dan kehidupannya terdapat banyak perbedaan pendapat.[1]Chelkoski, seorang peneliti tentang Iran berasal dari Amerika, menganggap kehidupan Abbas bin Ali hanyalah kisah dan cerita legenda belaka.[2]
Ada beberapa kitab-kitab yang membahas Abbas bin Ali as secara khusus, yang kebanyakan terkait dengan abad ke-14 dan 15 Hijriyah, seperti; Abdul Wahid Mudzhafar penulis 3 jilid buku Batlu al-Alqami, wafat di tahun 1310 H, Muhammad Ibrahim Kulbasi Najafi penulis kitab Khasais al-Abbasiyah, wafat di tahun 1362 H,[3]Muhammad Ali Urdubadi penulis kitab Hayat abi al-Fadl al-Abbas, wafat tahun 1380 H, Musawi Muqarram penulis kitab Qomaru bani Hasyim al-Abbas, wafat tahun 1391 H dan Rabbani Khalkhaali pengarang kitab Chor dar Khesane Qomaru bani Hasyim, wafat di tahun 1389 H.S.
Nama dan Garis Keturunan
Abbas bin Ali bin Abi Thalib yang terkenal dengan julukan Abul Fadhl Abbas adalah anak kelima Imam Ali as dari hasil pernikahannya dengan Fatimah binti Hizam yang lebih dikenal dengan Ummul Banin. Ia dinikahi oleh Imam Ali as beberapa tahun setelah syahadah Fatimah binti Muhammad sa, dan Abbas merupakan anak pertamanya.[4]
Julukan-Julukan yang Dimiliki
- "Abul Fadhl" adalah julukan yang paling terkenal baginya. [5]Menurut sebagian besar ulama dan para penyair sebab pemberian julukan ini adalah karena ia memiliki keutamaan yang sangat banyak. [6]
- "Abul Qasim" adalah julukan lain baginya. Para ahli sejarah dengan mencermati kata-kata yang ada pada ziarah Arbain, kalimat ini diyakini sebagai julukan Abul Fadhl Abbas. Yaitu ketika Jabir bin Abdillah al-Anshari berkata kepadanya, "Assalamu 'alaika Ya Abal Qasim. Assalamu 'Alaika Ya Abbas bin Ali as" (Salam atasmu, Wahai Abul Qasim; Salam atasmu, Wahai Abbas bin Ali as). [7]
- "Abul Qirbah": qirbah bermakna kantong air.[8]Sebagian orang meyakini bahwa ia mendapat julukan ini karena pada tragedi Karbala berulang kali ia membawa kantong air ke kemah. Julukan ini disebutkan dalam beberapa sumber.[9]
- "Abul Farajah": farajah bermakna lapang dan hilangnya kegundahan.[10] Alasan pemberian julukan ini karena orang-orang yang dalam pekerjaan mereka bertawassul kepada Abbas as, maka akan dilapangkan.[11]
Gelar-gelar yang Disandang
Biografi
Hari Lahir dan Wafat
Abbas bin Ali as lahir pada tanggal 4 Sya'ban 26 H/647 di Madinah dan gugur sebagai syahid pada Tragedi Asyura yang terjadi tepatnya pada tanggal 10 Muharram 61 H/681 di padang Karbala. [18]
Masa Kanak-Kanak
Pada masa kanak-kanak Abbas, ayahanda dan kedua saudaranya, Hasan as dan Husain as berada di sampingnya. Abbas memperoleh ilmu dan banyak berguru dari mereka serta memanfaatkan pandangan mereka. Imam Ali as terkait dengan kesempurnaan dan kedinamisan putranya bersabda, "Sesungguhnya putraku Abbas telah belajar semenjak usia kanak-kanak. Ia belajar dariku sebagaimana bayi burung merpati mengambil makanan dan minuman dari induknya." [19] Pada awal-awal ketika Abul Fadhl dapat berbicara, Imam Ali as berkata kepadanya, "(Katakanlah) Satu." "Satu." Sahut Abbas. "Katakan dua." Imbuh Imam Ali as. "Aku malu berkata dua dengan lisan yang aku serukan tentang keesaan Tuhan." Tegas Abbas.[20];[21] Kemudian Imam Ali as dengan pandangan keimamahannya, melihat masa depan Abbas yang gemilang. Kemudian wajah Imam Ali as nampak sedih dan lantaran istrinya bertanya apa gerangan yang membuatnya menangis. "Kisah Abbas akan berakhir pada jalan menolong Husain as." ujar Imam Ali as. Kemudian beliau mengabarkan tentang keutamaan kedudukan putranya: "Allah swt akan menganugerahkan dua sayap kepadanya seperti pamannya, Ja'far bin Abi Thalib yang akan terbang di surga." [22]
Masa Remaja dan Pemuda
Imam Ali as dengan perhatian dan kasih sayang khusus mengenalkan adab dan akhlak kepada Abbas dan mendidiknya dengan ajaran-ajaran Islam. [23] Putra Imam Ali as ini hidup bersamanya selama 14 tahun 47 hari. Ia selalu berada di samping ayahandanya. [24] Pada hari-hari sulit masa pemerintahan ayahandanya, tidak sekejap-pun Abbas berpisah darinya. [25] Ketika pada tahun 37 H/658 meletus perang Shiffin, Abbas kecil yang ketika itu masih berusia 12 tahun telah menorehkan epik abadi dalam perang tersebut.[26]
Keikutsertaan dalam Perang Shiffin
- Pembawa Air pada Perang Shiffin
Setelah masuknya 85 ribu pasukan dari tentara Muawiyah ke wilayah Shiffin untuk mengalahkan Imam Ali as, beberapa orang dikirim dan ditugaskan untuk menjaga air dan diangkatlah Abul Al-A'war Aslami untuk melaksanakan tugas ini. Pasukan Imam Ali as yang lelah dan haus, ketika sampai di wilayah Shiffin, melihat bahwa musuh telah menutup air bagi mereka. Kehausan yang melanda pasukan Imam Ali as membuat Imam Ali as harus menempuh jalan sehingga beberapa panglima Sha'sha'ah bin Shauhan dan Syabats bin Rab'i ditunjuk untuk mengambil air. Mereka bersama beberapa anggota pasukan menyerang ke sungai Eufrat kemudian mengambil air. Imam Husain as dan Abul Fadhl as juga ikut serta dalam penyerangan ini. [27]
- Ksatria di Perang Shiffin
Pada puncak perang Shiffin, terdapat seorang remaja dari pasukan Islam yang maju ke medan laga dan mengenakan topeng. Umurnya ketika itu kira-kira 13 tahun. Ia berdiri dihadapan laskar Muawiyah dan berperang dengan musuh. Muawiyah memerintahkan Abu Sya'tsa, yang merupakan jagoan dari pasukannya supaya berduel dengan Abul Fadhl.
"Warga Kufah mengakui kehebatanku sebanding dengan 1000 pasukan berkuda (namun kau menginginkan supaya Aku berduel dengan seorang remaja?)" Protes Abu Sya'tsa. Kemudian ia memerintahkan salah seorang anaknya untuk berduel dengan Abul Fadhl. Setelah beberapa lama terlibat perang sengit, Abbas berhasil membuat musuhnya jatuh tersungkur dan bersimbah darah. Abu Sya'tsa dengan takjub yang sangat luar biasa melihat bahwa anaknya tersungkur ke tanah dan bersimbah darah. Ia mempunyai tujuh anak. Kemudian ia mengutus anaknya yang lain, namun hasilnya tidak berubah sedemikian sehingga semua anaknya satu persatu dikirim ke medan perang, namun remaja gagah berani itu mengirim mereka satu persatu ke neraka.
Pada akhirnya Abu Sya'tsa turun ke gelanggang perang melawan sang remaja itu, namun remaja gagah berani itu berhasil membinasakannya, sehingga tidak ada lagi orang yang berani melawannya. Keheranan dan ketakjuban pasukan Imam Ali as menjadi semakin tiada tara. Ketika Abul Fadhl kembali ke perkemahan, Imam Ali as membuka tutup muka putranya itu dan membersihkan debu dari mukanya. [28]
Istri dan Anak-anak
Abbas menikah dengan Lubabah cucu dari Abbas bin Abdul Muthalib antara tahun 40 dan 45 H.[29] Sebagian sumber menyebut nama ayah Lubabah adalah Ubaidillah[30] dan sebagian sumber lain menyebutnya Abdullah.[31]
Ibnu Habib al-Bagdadi, sejarawan abad ke-3 H menyatakan bahwa Lubabah istri Abbas adalah putri Ubaidullah dan Lubabah putri Abdullah adalah istri dari Ali bin Abdullah Ja'far.[32] Buah dari pernikahan ini adalah dua orang putra bernama Fadhil dan Ubaidillah.[33]
Keturunan Abbas as berlanjut dari jalur Ubaidillah. Ubaidillah mempunyai 2 putra bernama Abdullah dan Hasan.[34] Hasan mempunyai 5 putra dan nama-nama itu adalah: Ubaidillah, ia beberapa lama bertanggung jawab sebagai gubernur Mekah dan Madinah, pada saat itu ia juga menduduki hakim pada dua kota itu. Putra Hasan yang lain adalah Abbas yang terkenal dengan kemampuan berretorika tinggi, Hamzah al-Akbar, Ibrahim Jurdaqah yang termasuk salah seorang fukaha, zahid, sastrawan, dan orang yang mempunyai keutamaan. [35]
Setiap putra-putra Abul Fadhl ini menghasilkan buah hati yang juga mempunyai keutamaan seperti Muhammad bin Ali bin Hamzah bin Hasan bin Ubaidillah, seorang ahli hadis yang terkenal pada abad ke-3 H. [36]
Tipologi, Keutamaan dan Kebaikan
Abbas bin Ali as di Mata Para Imam as
- Imam Hasan Mujtaba as
Selama masa keimamahan Imam Hasan as, Abbas as dengan segala kemampuan yang dimilikinya selalu berada pada jalan Imam Hasan as. Pada masa ini, dikarenakan penentangan dan permusuhan yang dilancarkan oleh Muawiyah kepada Imam Hasan Mujtaba as dan bahaya mereka yang mengancam Imam Hasan as, Abbas sangat berhati-hati dalam menjaga keselamatan saudaranya.
Abbas pada masa imamah Imam Hasan as berkedudukan sebagai "Bāb al-Hawāij" (Seseorang yang memenuhi keinginan dan keperluan orang lain karena beliau selalu membantu dan menolong orang yang memerlukan) para penganut Syiah. Orang-orang mustadhafin (yang tidak mampu) memperoleh berkah darinya. Orang-orang yang membutuhkan pergi ke rumah Imam Hasan as dan mengatakan keperluannya kepada Abbas. Dalam semua hal, sang Purnama bani Hasyim, menjelaskan masalah masyarakat kepada saudaranya, Imam Hasan as dan melaksanakan perintah saudaranya tentang mereka.
Juga ketika Imam Hasan as syahid, musuh menarik anak panah ke arah jasad Imam Hasan as, oleh karena itu Abbas as dengan sigap menarik pedangnya, namun mengingat perkataan imamnya (untuk menahan diri) mengingatkan kita bahwa mengikuti secara totalitas perintah Imam adalah prinsip hidupnya, maka hal ini membuatnya untuk menahan diri. [37]
Bukti paling nyata terkait dengan keberadaan Abbas di samping Imam Hasan as adalah sabda Imam Shadiq as. Imam Shadiq as pada permulaan Ziarah Abbas bersabda, "Salam bagimu wahai hamba yang saleh dan taat terhadap perintah Allah dan yang menaati Amirul Mukminin, Hasan as dan Husain as." [38]
- Imam Sajjad as
"Ya Allah, rahmatilah pamanku, Abbas. Dalam peperangan kedua tangannya telah dipotong oleh musuh. Sesungguhnya dia telah mengorbankan jiwanya untuk saudaranya." Allah swt memberi ganjaran sebagaimana pamannya, Ja'far Thayyar dengan menggantinya dengan sepasang sayap untuk terbang dengan para malaikat di alam surga. Di sisi Allah ia memiliki kedudukan yang sangat agung sehingga samua para syahid pada hari Kiamat cemburu kepadanya dan berharap dapat mencapai kedudukan itu." Ungkap Imam Sajjad as [39]
- Imam Shadiq as
Imam Shadiq as dalam mendeskripsikan sifat pamannya, Abbas bin Ali, mempunyai sifat-sifat: "Cermat, mempunyai visi yang besar, keimanan yang sangat kuat, berjihad dengan Imam Husain as, cacat perang dan penuh pengorbanan, syahid di jalan imamnya, tunduk di hadapan penerus Rasulullah saw, meyakini Imam Zamannya, loyal, berusaha keras dan seterusnya." [40]
- Imam Mahdi as
Imam Mahdi as terkait dengan Abul Fadhl Abbas berujar, "Salam atasmu wahai Abul Fadhl Abbas, putra Amirul Mukminin as, seorang yang mengorbankan dirinya demi saudaranya, menjadikan dunia sebagai wasilah bagi dirinya dan yang telah mengorbankan dirinya bagi saudaranya. Ia adalah pelindung yang sangat luar biasa. Ia sangat berusaha keras untuk mendapatkan air guna menghapus dahaga-dahaga anak yang tercekik kehausan, dua tangannya terpotong di jalan Tuhan. Allah swt tidak merahmati orang-orang yang membunuhnya, Yazid bin Raqad dan Hakim bin Thufail al-Thai." [41]
Mengenal Imam
Terkait dengan ketaatan terhadap imam dan pengenalan imam yang ada pada diri Abbas, akan dijelaskan beberapa contoh: Pada buku pedoman cara berziarah kepada beliau, Imam Shadiq as bersabda, "Salam bagimu wahai hamba yang saleh, yang menaati Allah swt dan Rasulnya, pengikut Amirul Mukminin, Hasan as, Husain as semoga rahmat Tuhan menyertai mereka semua." [42]
Pada sore hari Tasu'a, Syimr membawa surat jaminan keamanan untuk Abbas dan saudara-saudaranya, namun Abbas tidak menaruh perhatian sedikit pun dan tidak memberikan jawaban kepadanya, sehingga imamnya menyuruhnya untuk memberikan jawaban atas pernyataan Syimr. Abbas berkata, "Kau berkata apa? Syimr menjawab, "Anda dan saudara-saudara Anda di jamin keamanannya." Abbas menjawab, "Semoga tanganmu terpotong dan semoga Allah swt melaknat orang-orang yang membawa surat jaminan keamanan itu, hai musuh Tuhan!. Apakah kau perintahkan kami untuk membiarkan saudara-saudara kami, tuan kami, Husain as putri Fatimah sa kemudian memasukkanku ke dalam golongan orang-orang yang terlaknat? Apakah kalian akan memberi surat jaminan kepada kami sementara putra Rasulullah saw (Husain as) tidak dalam jaminan keamanan." [43]
Abul Fadhl Abbas dan Asyura
Pembawa Air
Pada 7 Muharram, ketika Ubaidillah memerintahkan kepada Umar bin Sa'ad untuk mempersempit ruang gerak pasukan Imam Husain as dan tidak memberikan air sungai Eufrat kepada pasukannya, Imam Husain as memanggil Abul Fadhl Abbas dan menyertakan 30 personel penunggang kuda dan 20 personel berjalan kaki bersamanya untuk memenuhi kantong air dan kemudian untuk membawanya ke perkemahan. Abbas dengan pertolongan pasukan yang menyertainya mampu menembus kepungan musuh dan membawa air ke perkemahan. [44]
Pada hari Asyura, Abul Fadhl Abbas atas perintah Imam Husain as juga pergi ke bibir sungai Eufrat untuk mendapatkan air, namun setelah ia memenuhi kantong airnya, dalam perjalanan pulang menuju kemah, pasukan musuh memanah kantong air itu dan memanah Abul Fadhl Abbas as sehingga ia pun mencapai syahadah.
Utusan Sang Imam
Malam Asyura atau Tasu'a Umar bin Sa'ad berdiri dihadapan pasukannya dan berteriak lantang: "Hai tentara-tentara Tuhan! Naiklah ke kuda-kuda kalian dan dapatkan kabar gembira dari surga. Demi mendengar seruan musuh, Imam Husain as meminta Abbas untuk berusaha semaksimal bernegosiasi dengan pihak musuh supaya pihak musuh menunda penyerangan sampai besok harinya. Abbas as pergi ke kemah musuh dan berhasil menunda waktu peperangan. [45]
Pelindung Perkemahan
Pada malam Asyura, Abbas as bertanggung jawab untuk menjaga perkemahan. Meskipun pihak musuh menunda waktu penyerangan, namun demi kehati-hatiannya, ia tetap sibuk menjaga disekitar perkemahan. Kemudian Zuhair bin Qain mendekatinya. [46]Lalu ia menjelaskan peristiwa peminangan Imam Ali as kepada Ummul Banin dan mengingatkan kembali motivasi Imam Ali as tentang pernikahan dengannya.
Kemudian Zuhair berkata, "Wahai Abbas! Ayahmu menginginkanmu untuk menghadapi hari-hari seperti ini, jangan sampai kurang bersungguh-sungguh dalam menolong saudaramu!. Abbas marah mendengar kata-kata ini, kemudian berkata, "Zuhair! Dengan perkataan ini, kau justru membangkitkan keberanian kepadaku. Sungguh Aku bersumpah demi Tuhan, sampai nyawa menjemputku, Aku tidak akan melepas saudaraku dalam menolongnya dan Aku tidak akan menganggap sepele dalam mendukungnya. Besok, Aku akan menunjukkan kepadamu di mana selama hidupmu tidak pernah kamu saksikan yang seperti itu."[47]
Pembawa Panji Karbala
Pada pagi hari Asyura, ketika Imam Husain as menyelesaikan salat dan munajatnya, pasukan musuh mengenakan perlengkapan perangnya dan mengumumkan perang. Imam Husain as menyiapkan anak buahnya untuk mempertahankan pasukannya. Laskar Imam Husain as terdiri dari 32 personel berkuda dan 40 personel dengan berjalan kaki. Imam Imam Husain as memerintahkan Zuhair bin Qain untuk memegang komando pasukan sebelah kanan, dan Habib bin Mazhahir, pasukan sebelah kiri. Sementara panji perang berada di tangan saudaranya, Abbas. [48]
Berhasil Menerobos Kepungan Musuh
Pada awal-awal peperangan, 4 orang dari pasukan Imam Husain as: Amr bin Khalid Sahidawi, Jabir bin Harits Salmani, Majma' bin Abdullah 'Aidi dan Sa'ad, budak Amr bin Khalid melakukan penyerangan bersama terhadap titik penting pasukan Kufah. Pihak musuh memutuskan untuk mengepung pasukan Imam Husain as. Pengepungan pun telah ditutup sedemikian sehingga tidak ada lagi hubungan antara mereka dengan pasukan Imam Husain as. Pada saat itu, Abul Fadhl Abbas as dengan melihat bahwa mereka berada dalam keadaan bahaya pergi ke tempat pengepungan itu seorang diri dan berhasil menjebol benteng pertahahan lawan dan 4 orang itu dapat diselamatkan. [49]
Menggali Sumur untuk Memperoleh Air
Pada tengah hari, ketika anak-anak dan para wanita, juga prajurit-prajurit Imam Husain as tercekik rasa kehausan yang amat sangat, Imam Husain as memberi instruksi kepada Abul Fadhl Abbas untuk menggali sumur, karena bumi Karbala berada di tepi sungai sehingga hal ini memungkinkan akan adanya air jika digali.
Abbas as tengah sibuk melakukan penggalian sumur. Setelah beberapa lama menggali, ia berputus asa memperoleh air keluar dari perut bumi. Ia kembali menggali dari titik yang lain, namun air tidak juga keluar dari sumur yang kedua itu.[50]
Mengirim Saudara-Saudaranya untuk Terlebih Dahulu ke Medan Perang
Ketika Abul Fadhl as melihat jasad para syahid bani Hasyim dan syuhada lainnya, ia memanggil saudaranya, Abdullah, Ja'far dan Utsman dan berucap kepada mereka, "Wahai Anak-anak ibuku! Aku harus menyaksikan bahwa kalian telah berkorban terlebih dahulu di jalan Tuhan. Mereka pun bergerak menuju medan perang dan setelah beberapa lama berperang dengan musuh, mereka syahid dihadapan Abbas."[51]
Pertarungan Gagah Berani
Abbas as berperang dan berhadap-hadapan dengan tiga jawara musuh. Orang yang pertama dari mereka adalah Marid bin Shudaif, ketika Marid berada di medan peperangan, ia menyerang Abbas as dengan tombak. Abbas menampik dengan tangkas tombak itu dan mengeluarkan tombaknya kemudian menikamkannya hingga ia terkapar. [52]
Jawara yang kedua adalah Shafwan bin Abthah yang mempunyai keahlian dalam bidang melemparkan batu dan tombak. Ia terluka setelah beberapa saat berhadap-hadapan dengan Abbas, namun ia diampuni oleh Abbas as dan diberi kesempatan kedua kalinya untuk hidup. Sedangkan jawara yang ketiga adalah Abdullah bin Uqbah Ghanawi. Abbas as mengenal ayah Abdullah. Oleh itu, supaya tidak terbunuh, Abbas as berkata kepadanya, "Kamu tidak tahu bahwa dalam perang ini kamu akan berhadap-hadapan denganku. Karena kebaikan yang dilakukan ayahku kepada ayahmu, urungkan perlawananmu terhadapku dan kembalilah." Namun Abdullah menolak. Tidak lama kemudian ia kalah dan lari dari medan peperangan. [53]
Mereguk Cawan Syahadah
Ahli sejarah menuliskan beberapa riwayat yang berbeda terkait dengan syahidnya Abul Fadhl Abbas as. Kharazmi berkata: "Ia pergi ke medan perang sambil meneriakkan yel-yel tentang peperangan, ia berperang melawan musuh. Setelah melukai dan membunuh sejumlah musuh, akhirnya ia gugur syahid. Kemudian Imam Husain as datang menghampirinya dan berucap, "Kini tulang punggungku telah patah, daya upayaku sudah menyurut." [54]
Ibnu Nama dan Ibnu Thawus menjelaskan, karena Imam Husain as didera oleh rasa haus yang mencekik, Imam Husain as bersama saudaranya Abbas pergi ke tepi sungai Eufrat, namun pihak musuh memutus hubungan mereka sehingga Abbas gugur sebagai syahid. [55]
Ibnu Syahr Asyub berkenaan dengan kesyahidan Abul Fadhl Abbas as berkata, "Abbas, pembawa air, Purnama bani Hasyim, pembawa panji Karbala yang merupakan anak terbesar dari saudara-saudaranya, pergi keluar dari medan peperangan demi mendapatkan air kemudian musuh menyerangnya. Tak lama setelah itu ia terlihat sangat lemah. Pada saat itu Hakim bin Thufail al-Thai al-Sinbisi yang saat itu berada di belakang pohon menyerangnya dan memukulnya hingga mengenai tangan kanannya. Tak lama setelah itu, pukulan itu pun mengenai tangan kirinya. [56] Ketika itu, Abbas bersenandung pelan: "Wahai jiwa janganlah takut kepada orang-orang kafir dan berikan kabar gembira akan rahmat Tuhan yang Maha besar dan kebersamaannya dengan Nabi Muhammad saw. Mereka dengan zalim telah memotong tangan kiriku. Tuhanku akan melemparkan mereka ke api neraka yang menyala-nyala." Kemudian orang yang terlaknat itu mengayunkan pedang secara vertikal ke arah kepala Abbas as sehingga ia syahid.[57]
Abbas adalah syahid terakhir dari pengikut setia Imam Husain as dan setelah ia adalah seorang bocah kecil dari keluarga Abu Thalib yang tidak mempunyai senjata. [58] Usia Abbas ketika ia syahid kira-kira 34 tahun. [59]
Lihat Juga
Catatan Kaki
- ↑ Bagdadi, Al-Abbas, hlm. 73-75; Mahmudi, Mooh bi Ghurub, hlm, 37
- ↑ Chelkoski, Abbas jawanmar wa delir, hlm. 373
- ↑ Mahdawi, 'Ilamu isfahan, jld. 1, hlm. 110
- ↑ Muhsin Amin, A'yān al-Syiah, jld. 7, hlm. 429; Syekh Abbas al-Qummi, Nafas al-Mahmum, hlm. 285.
- ↑ Ibnu Nama Hilli, Mutsir al-Ahzān, hlm. 245; Maqātil al-Thālibin, hlm. 280.
- ↑ Umdah al-Thālib, hlm. 280.
- ↑ Majlisi, Bihār al-Anwār, jld. 101, hlm. 330.
- ↑ Dehkhuda, Lughatnameh, jld. 11, hlm. 17497
- ↑ Baladzuri, Ansab al-Asyraf, jld. 4, hlm. 191; Thabrisi, I'lam al-Wara bi A'lam al-Huda, hlm. 204; Abul Faraj Isfahani, Maqatil al-Thalibin, hlm. 55; Bahesyti, Qahreman 'Alqamah, hlm. 43
- ↑ Dehkhuda, Lughatnameh, jld. 11, hlm.17037
- ↑ Muzhaffar, Mausu'ah Bathal al-'Alqami, jld. 2, hlm. 14
- ↑ Abul Faraj al-Isfahani, Maqātil al-Thālibiyyin, hlm. 90; Ibn Nama Hilli, Mutsir al-Ahzān, hlm. 254.
- ↑ Al-Nashiri, Maulid al-Abbas bin Ali as, hlm. 30.
- ↑ Muzaffar Bathal al-'Alqami, jld. 2, hlm. 108-109.
- ↑ Muzaffar Bathal al-'Alqami, jld. 2, hlm. 108-109
- ↑ Muhsin Amin,A'yan al-Syiah, jld. 7, hlm. 429; Al-Thabari, Muhammad bin Jarir, Tārikh al-Umam wa al-Mulk (Tārikh Thabari), jld. 5, hlm. 412-413, Abul Faraj al-Isfahani, Maqatil al-Thalibin, hlm. 117-118; 'Umdah al-Thalib, hlm. 280.
- ↑ 'Umdah al-Thālib, hlm. 280.
- ↑ Ibn Nama Hilli, Matsir al-Ahzān, hlm. 254; Sayid Muhsin Amin, A'yān al-Syiah, jld. 7, hlm. 429.
- ↑ Tsamarāt al-A'wād, jld. 10, hlm. 105; Maulid al-Abbās bin Ali as, hlm. 62.
- ↑ Farsan al-Haija, jld. 1, hlm. 190; Mustadrak Wasāil al-Syiah, jld. 3, hlm. 815.
- ↑ Tarjumeh Jāmi' Ahādits al-Syiah, jld. 26, hlm. 867.
- ↑ Qamar Bāni Hāsyim, hlm. 19; Maulid al-'Abbās bin Ali as, hlm. 60.
- ↑ Maulid al-'Abbās bin Ali as, hlm. 60.
- ↑ Maulid al-'Abbās bin Ali as, hlm. 63.
- ↑ Bathal al-'Alqami, jld. 2, hlm. 6.
- ↑ Wasilah al-Dārain, hlm. 269; Maulid al-'Abbās bin Ali as, hlm. 64.
- ↑ Hairi Mazandarani, Ma'āli al-Sibthain, jld. 1, hlm. 437.
- ↑ Al-Abbās As, hlm. 153; Birjandi, Kibrit al-Ahmar, Teheran, Kitab Furusyi Islamiyah, hlm. 385, 1377.
- ↑ Al-Zubairi, Nasabe Quraisy, jld. 1, hlm. 79; Zujaji Kasyani, Saqaye Karbala, hlm. 98
- ↑ Lihat: al-Bagdadi, al-Mihbar, hlm. 441; Talmasani, al-Jauharah, hlm. 59
- ↑ Ibnu Shaufi, al-Majdi, hlm. 436
- ↑ Al-Bagdadi, al-Mihbar, hlm. 440-441
- ↑ Ibnu Shaufi Nasabah, al-Majdi, hlm. 436.
- ↑ Ibnu Shaufi, al-Majdi, hlm. 436; Ibn 'Anbah, Umdah al-Thalib, hlm. 328.
- ↑ Ibn 'Anbah, Umdah al-Thalib, hlm. 281.
- ↑ Abi Nashr, Sar al-Silsilah al-Alawiyah, hlm. 90; Ibn 'Anbah,Umdah al-Thalib, hlm. 281 dan 282.
- ↑ Sepahsālār Isyq, hlm. 47.
- ↑ Kāmil al-Ziyārāh, hlm. 786.
- ↑ Syekh Shaduq, Al-Khisāl,jld. 1, hlm. 68.
- ↑ Ibnu 'Anbah, 'Umdah al-Thālib, hlm. 280; Amin, A'yan Syiah, hlm. 430.
- ↑ Bathal al-'Alqami, jld. 2, hlm. 311.
- ↑ Kāmil al-Ziyārah, hlm. 786.
- ↑ Ibn A'tsam, Al-Futuh, jld. 5, jld. 5, hlm. 94; Ma'āli al-Sibthain, jld. 433; Abi Mikhnaf, Waq'iat al-Thaf, hlm. 219 dan 220.
- ↑ Tārikh al-Thabari, jld. 5, hlm. 412; Tadzkirah al-Khawwāsh, 152; A'yān al-Syiah, jld. 7, hlm. 430; Abul Faraj Isfahani, Maqātil al-Thālibin, hlm. 78; Ibn A'tsam, Al-Futuh, jld. 5, hlm. 92.
- ↑ Al-Irsyād, hlm. 335; Ibnu Syahr Asyub, Manāqib Ali Abi Thālib, jld. 4, hlm. 98; Bihār al-Anwār, jld. 44, hlm. 391; Thabrisi, I'lām al-Warā, jld. 1, hlm. 454 dan 455; Tārikh al-Thabari, jld. 5, hlm. 416; A'yān al-Syiah, jld. 7, hlm. 430.
- ↑ Bahrul 'Ulum, Maqtal al-Husain as, hlm. 314; Ma'āli al-Sibthain, jld. 1, hlm. 443.
- ↑ Bahrul 'Ulum, Maqtal al-Husain As, hlm. 314; Kibrit al-Ahmar, hlm. 386, Bathal al-'Alqami, jld. 1, hlm. 97.
- ↑ Syekh Mufid, Al-Irsyād, hlm. 338; Majlisi, Bihār al-Anwār, jld. 45, hlm. 4; Tadzkirah al-Khawwāsh, jld. 2, hlm. 161; Thabrisi, I'lām al-Warā, jld. 1, hlm. 457; Al-Akhbār al-Thiwāl, hlm. 25.
- ↑ Tārikh al-Thabari, jld. 5, hlm. 446; Al-Kāmil fi al-Tārikh, jld. 3, hlm. 293; A'yān al-Syiah, jld. 7, hlm. 430, Ma'āli as-Sibthain, jld. 1, hlm. 443.
- ↑ Yanābi' al-Mawaddah, jld. 2, hlm. 340; Maqtal Abi Mikhnaf, hlm. 57; Bathal al-'Alqami, jld. 2, hlm. 357.
- ↑ Majlisi, Bihār al-Anwār, jld. 45, hlm. 38; Abu al-Faraj Isfahani, Maqātil al-Thālibin, hlm. 54; Thabarsi, I'lām al-Warā, jld. 1, hlm. 66; Mufid, Al-Irsyād, hlm. 348.
- ↑ Kibrit al-Ahmar, hlm. 387.
- ↑ Kibrit al-Ahmar, hlm. 387.
- ↑ Al-Kharazmi, Maqtal al-Husain As, jld. 2, hlm. 34; Hadetseh Karbala dar Maqtal Muqarram, hlm. 287.
- ↑ Sayid bin Thawus, Luhuf, hlm. 117-118; Hilli, Matsir al-Ahzān, hlm. 257.
- ↑ Muqarram, Hadetseh Karbala dar Maqtal Muqarram, hlm. 262.
- ↑ Ibnu Syahr Asyub, Manāqib Ali Abi Thalib, jld. 4, hlm. 108.
- ↑ Abu Mikhnaf, Maqtal Abi Mikhnaf, hlm. 180; Abul Faraj al-Isfahani, Maqatil Al-Thalibin, hlm. 89.
- ↑ Ibnu 'Anbah, 'Umdah al-Thālib fi Ansāb Ali bin Abi Thālib as, hlm. 280; Thabarsi, I'lām al-Warā bi A'lām al-Hudā, jld. 1, hlm. 395.
Daftar Pustaka
- Burujerdi, Agha Husain. Edde-i az Fudhalā, Manābi' Fiqh Syiah (Terjemah Jāmi Ahadits al-Syi'ah). Teheran: Intisyarate Farhangge Sabz, 1386 HS.
- Hilli, Ibnu Nama. Mutsir al-Ahzān. Tarjumeh Ali Karimi. Qom: Nasyr Khadziq, Cet. I, 1380 HS.
- Al-Nashiri. Maulid al-'Abbās bin Ali as.
- Ibnu Qulawaih Qumi. Kāmil Al-Ziyārah, Tarjumeh Jawad Dzahabi Tehrani. Tehran: Payam Intisyarate Payam Haq, Cet. II, 1377 HS.
- Al-Muqaram, 'Abdul al-Razaq. Hadetseh Karbala dar Maqtal Muqaram. Terjemah Muhammad Jawad Maulai Niya. Qom: Intisyarate Jeluh Kamal, Cet. III, 1387 HS.
- Abi Nashr. Sar Silsilah al-'Alawiyah. Riset: Shadiq Bahrul 'Ulum. Najaf: Al-Maktabah al-Haidariyah, 1382 HS.
- Al-Thabari, Muhammad bin Jarir. Tārikh al-Umam wa al-Muluk (Tārikh al-Thabari). Riset: Muhammad Abul Fadhl Ibrahim. Beirut: Dar al-Turats, Cet. II, 1967 M.
- Al-Muzhafar. Mausu'ah Bathal al-'Alqami.
- Amin, Sayid Muhsin. A'yān al-Syiah. Beirut: Dar al-Ta'aruf li al-Mathbuat, 1406 H.
- Ibnu 'Anbah Hasani. 'Umdah al-Thālib fi Ansāb Ali Abi Thalib As. Qom: Anshariyan, 1417 H.
- Birjandi, Muhammad Baqir. Kibrit al-Ahmar. Teheran: Kitab Furusyi Islamiyah, 1377 HS.
- Thabarsi, Fadhl bin Hasan. I'lam al-Warā bi A'lām al-Hudā. Qom: Muasasah Alu al-Bait li Ihya al-Thurats, 1417 H.
- Syekh Shaduq. Al-Khisāl. Riset: Ali Akbar Ghifari. Beirut: Muasasah al-A'la lil Muthbu'at, Al-Aula, 1990 M/1410 H.
- Al-Isfahani, Abul Faraj. Maqātil Al-Thālibin. Riset: Ahmad Saqar. Muasasah al'A'la lil Mathbu'at, 1408 H/1987 M.
- Khashāish al-'Abāssiyah.
- Sayid bin Thawus. Al-Luhuf. Teheran: Jahan, 1348 HS.
- Majlisi, Muhammad Baqir. Bihār al-Anwār. Beirut: Muasasah al-Wafa, 1403 H/1983 M.
- Muhadits Qumi, 'Abbas. Nafas al-Mahmum. Terjemah Abul Hasan Sya'rani. Hijrat, Cet. III, 1376 HS.
- Bahrul 'Ulum. Maqtal al-Husain As.
- Mausu'ah Kalimāt al-Husain As
- Al-Kharazmi, Al-Mauquf bin Ahmad. Maqtal al-Husain As,. Riset: Muhammad al-Samawi. Qom: Anwar al-Huda, Al-Aula, 1418 H.
- Syekh Mufid. Al-Irsyād fi Ma'rifah Hujajillah 'ala al-'Ibād. Qom: Al-Nasyir Sa'id bin Jubair, Al-Aula, 1428 H.
- Abi Mukhnaf, Luth bin Yahya. Waqi'ah al-Thaf. Riset: Hadi Yusufi Gharawi, Al-Majma' al-'Alami li Ahlil Bait, 1427 H.
- Qamar Bani Hāsyim.
- Abi 'Unbah al-Asghar. Kitāb 'Umdah al-Thālib fi Ansāb Ali Abi Thālib As. Kairo: Maktabah al-Tsaqafah al-Diniyah, 1421 H/2001 M.
- Sibth Ibnu Jauzi. Tadzkirah al-Khawwāsh. Riset: Husain Taqi Zadeh. Markaz al-Thaba'ah wa al-Nasyr lil Jami' al-Alimi li Ahlil Bait, Al-Aula, 1426 H.
- Ibnu Syahr Asub. Manāqib Ali Abi Thālib. Beirut: Dar al-Adhwa, Tanpa Tahun.
- Ibnu A'tsam al-Kufi. Al-Futuh. Riset: Ali Syiri. Beirut: Dar al-Adhwa, Cet. I, 1411 H.
- Hairi Mazandarani, Muhammad Mahdi. Ma'āli al-Sibthain. Beirut: Muasasah al-Nu'man, 1412 H/1992 M.
- Al-Dinawari, Abu Hanifah Ahmad bin Dawud. Al-Akhbār al-Thiwāl. Qom: Mansyurat Radhi, 1368 HS.
- Ibnu Syahr Asyub. Manāqib Ali Abi Thālib as. Qom: Alamah, 1379 HS.
- Lukmani, Ahmad. Sepahsālār 'Isyq.