Penyimpangan Peristiwa Asyura

Prioritas: c, Kualitas: b
tanpa alih
Dari wikishia

Penyimpangan Peristiwa Asyura (bahasa Arab:تحريف واقعة عاشورا) adalah distorsi penceritaan tentang peristiwa Karbala yang dianggap palsu atau tidak benar oleh beberapa ulama dan peneliti. Kutipan-kutipan palsu dan klaim-klaim tanpa sanad sahih tersebut telah masuk ke dalam sumber-sumber sejarah dan riwayat di zaman setelah peristiwa Karbala, khususnya selama periode Safawiah dan Qâjâriah.

Beberapa kitab yang dituduh telah menyajikan laporan, peristiwa dan kisah palsu tentang Asyura adalah: Raudhat al-Syuhadâ yang ditulis oleh Wa'idz Kâsyifi (W. 910 H), Asrâr al-Syahâdah yang ditulis oleh Fâdzhil Darbandi dan Muhriq al-Qulûb, karya Mulla Ahmad Narâqi.

Sekelompok ulama telah mengkritik masalah distorsi dalam peristiwa Karbala dan mereka menuliskannya di dalam karya buku. Diantaranya adalah Muhaddits Nûri di dalam Lu’lu' wa Marjân dan Murtadha Muthahari di dalam Hamâsah Husaini.

Slogan Kullu Yaumin ‘Asyûra wa Kullu Ardhin Karbalâ (setiap hari Asyura dan seluruh tanah Karbala) dan Hal min Nâshir Yansurani (Adakah penolong yang bisa membantu saya?), kisah kesyahidan anak-anak Muslim seperti yang diceritakan masyhur, dan kisah Za'far Jenni dianggap sebagai salah satu distorsi Asyura.

Terminologi

Tahrif Asyura berarti laporan peristiwa, kisah dan ungkapan yang tidak benar terkait dengan peristiwa Karbala dan analisis yang salah yang diambil dari kebangkitan Imam Husain as. Murtadha Muthahari, dalam bukunya Hamâsah Huseini, menyebutkan beberapa analisa yang salah yang disebut sebagai distorsi makna dari peristiwa Karbala dan laporan sejarah palsu, adapun penisbatan kata-kata palsu kepada individu tertentu dinamakan sebagai distorsi tekstual.[1]

Faktor dan Motif yang Melatarbelakangi Tahrif

Tahrif peristiwa Asyura dilakukan karena berbagai macam motif. Muhaddits Nûri menganggap bahwa dorongan untuk mengadakan majelis duka Ahlulbait as,[2] usaha untuk menyajikan buku yang komprehensif dari para penulis,[3] keinginan untuk menyebarkan keutamaan Ahlulbait as dan menangisi musibah mereka [4] di antara sebagian motif dan sebab tersebarnya informasi yang tidak berdasar dan palsu dalam peristiwa yang berkaitan dengan Asyura.

Begitu juga keinginan untuk menunjukkan lebih besar tingkat keteraniayaan Imam Husain as dan keluarganya, memberikan kebesaran atau penghormatan kepada keluarga Nabi as, menuruti keinginan orang-orang yang hadir di dalam majelis duka, tangisan untuk menunjukkan wajah musuh,[5] kecerobohan dalam menceritakan narasi sejarah, menggunakan sumber–sumber riwayat dan sejarah yang lemah, mencampurkan bahasa puisi dengan prosa, mengandalkan hafalan dan penukilan secara lisan, membuat dongeng dari kutipan pendapat-pendapat sejarah, dan menjadikan bahasa sekarang sebagai bahasa di zaman kejadian merupakan sebagian faktor-faktor penyebab pemalsuan dan distorsi lainnya dalam peristiwa Asyura.[6]

Kata-Kata yang Dinisbahkan Kepada Imam Husain as

Beberapa ucapan dan puisi yang dinisbahkan kepada Imam Husain as dan dikenal sebagai distorsi Asyura adalah sebagai berikut:

  • Inna al-Hayah Aqidah wa Jihad (إنّ الحیاة عقیدة و جهاد); Sesungguhnya kehidupan itu adalah akidah dan jihad.

Murtadha muthahari mengatakan bahwa ucapan tersebut tidak memiliki sanad dan dari sisi makna adalah keliru.[7] Muhammad Shihhati Sardarudi, seorang peneliti peristiwa Asyura, menganggap bahwa kalimat tersebut merupakan bagian dari syair Ahmad Syauqi (1247 – 1311 S), seorang penyair dari Mesir.[8]

  • In Kana Dinu Muhammad Lam Yastaqim Illa bi Qatliy Ya Suyuf Khudzini (اِن کانَ دینُ محمدٍ لمْ یَستَقِم اِلّا بِقَتلی یا سُیوفُ خُذینی); Jikalau agama Muhammad saw tidak akan tegak kecuali dengan terbunuhnya diriku, maka wahai pedang ambillah nyawaku.

Muhammad Shihhati Sardarudi meragukan kalimat ini sebagai ucapan Imam Husain as, karena ia melihat bahwa kalimat tersebut bagian dari bait syair Abu al-Hub al-Huwaizi (1235-1305 H).[9]

  • Usquni Syarbatan min al-Ma' (اُسْقونی شَربةً مِنَ الماء); Berilah aku air minum.

Murtadha Muthahari mengatakan bahwa ungkapan ini tidak terdapat dalam kitab Maqâtil. Dia juga menganggap bahwa ungkapan ini bertolak belakang dengan kepribadian yang luhur dari Imam Husain as; karena Imam as bukanlah termasuk orang yang meminta air kepada mereka (pasukan musuh).[10]

  • Hal min Nashirin Yanshuruni (هَل مِن ناصرٍ یَنصُرُنی); Apakah ada penolong yang menolongku?.

Muhammad Shihhati Sardarûdi meragukan ucapan ini berasal dari Imam Husain as, dan juga di dalam beberapa sumber tidak ditemukan sanad dari ucapan ini;[11] Oleh sebab itu, Jawâd Muhadditsi, seorang penulis Budaya Asyura (Farhangge Asyura), menganggap bahwa, ucapan ini dinukil secara makna, dan ia pun menuliskan di dalam bukunya bahwa ungkapan ini dituliskan di dalam sumber-sumber sejarah dengan ungkapan lain yang serupa.

  • Ya Kaukaban Ma Kana Aqshara 'Umroh Wa Kadzalika 'Umru Kawakib al-Ashar (و کَذلِکَ عُمرُ کواکبِ الاَسحار یا کوکباً ما کانَ اَقصرَ عُمرَه); Wahai bintang betapa pendek umurmu! Begitu juga umur bintang yang terbit di waktu sahar. [12]

Menurut Muhaddits Nûri syair ini berasal dari Abu al-Hasan al-Tihâmi (meninggal 416 H) yang mengucapkan syair duka ini ketika putranya meninggal; Sehingga syair ini dinisbahkan kepada Imam Husain as yang diucapkan di atas kepala Ali Akbar as syahid ketika menemui kesyahidannya.[13]

  • Syiati Ma In Syaribtum Maa 'Adzbin Fadzkuruni (شیعتی ما اِن شَرِبتُم ماءَ عَذْبٍ فَاذْکرونی/اَو سَمِعتُم بِغَریبٍ اَو شَهیدٍ فَانْدُبونی) ; Wahai syiahku, kapanpun kalian meminum air segar maka ingatlah aku, atau ketika kalian mendengar kisah seorang yang terasing dan syahid maka menangislah untukku.

Syekh Abbas Qommi mengatakan bahwa Sukainah, putri Imam Husain as, dalam kondisi sakit hanya mendengar satu bait syair ini dari ayahnya as, adapun bait syair sisanya yang dibacakan di baris ini bukan dari Imam Husain as.[14]

  • Kullu Yaumin Asyuro wa Kullu Ardhin Karbala (کُلُّ یَومٍ عاشورا و کُلُّ أرضٍ کَربَلا); Setiap hari adalah Asyura dan seluruh bumi adalah karbala

Muhammad Shihhati Sardarûdi telah memastikan bahwa kalimat ini tercatat tanpa sanad, walaupun dalam sebagian sumber, kalimat ini ada dan dinukil dari Imam Shadiq as.[15]

Laporan Mengenai Tahrif

Di dalam kitab Lu'lu' wa Marjân, Muntaha al-Âmâl, Hamâsah Husaini, dan lainnya adalah sebagian dari kitab-kitab yang menuliskan laporan mengenai keberadaan tahrif, dan secara rinci kitab-kitab tersebut akan diuraikan sebagai berikut:

Lu'lu' wa Marjân; penulisnya adalah Muhaddits Nûri

Muhaddits Nûri menyebutkan beberapa peristiwa di dalam kitabnya Lu'Lu' wa Marjân sebagai laporan palsu, dan tidak bersanad, peristiwa tersebut diantaranya adalah:

  • Imam Husain as, ketika di tempat pembunuhannya melihat Zainab Kubra sa, sembari meminta darinya untuk membawanya kembali ke dalam kemah.[16]
  • Imam Husain as, di hari Asyura beberapa kali menyerang, dan setiap melakukan penyerangan sepuluh ribu dari musuh terbunuh.[17]
  • Sampainya Ahlulbait Imam Husain as di hari Arba'in di Karbala.[18]
  • Athiyah Kûfi, seorang budak Jabir bin Abdullah Anshari, ketika ia membawa kabar baik tentang kedatangan Ahlulbait Imam Husain as kepadanya, ia dibebaskan sebagai imbalan.[19]
  • Hidupnya Hâsyim Mirqâl dan kehadirannya dalam peristiwa Asyura.[20]
  • Perjanjian sahabat Imam Husain as dengan pemimpin kelompoknya yakni Habib bin Mazhahir di malam Asyura, untuk tidak membiarkan bani Hâsyim mendahului mereka untuk maju ke medan perang.[21]
  • Peristiwa Za'far Jinni,[22] pembesar dari kelompok jin yang menawari bantuannya kepada Imam Husain as ketika peristiwa Asyura, akan tetapi Imam as menolak tawaran tersebut.[23]
  • Imam Sajjâd as yang tidak mengetahui berita mengenai peristiwa Asyura. Imam Husain as datang kepadanya, dan setelah menceritakan peristiwa tersebut, berkata: "Tidak ada pria yang tersisa di tengah-tengah tenda kecuali anda dan saya."[24]
  • Ketika perpisahan dan akan maju ke medan perang, dikarenakan tidak ada yang membantu Imam Husain as untuk menaiki kuda, maka Sayidah Zainab sa membantunya untuk menaiki kuda tersebut.[25]
  • Ungkapan yang dinisbahkan kepada Zainab sa, yang diucapkan di atas kepala Imam Husain as di tempat terbunuhnya Imam as:
أأنت أخی، أأنت رجائنا،..
(Apakah Anda saudaraku, apakah Anda harapanku...)

[26]

  • Dalam satu hari Imam Sajjâd as mengalami pingsan dua kali dikarenakan menangis, lalu Abu Hamzah Tsumali menghiburnya dan menasihatinya.[27]
  • Pernikahan Qasim di Karbala.[28]
  • Kisah pertempuran Hadhrat Abbâs as di perang Shiffin.[29]
  • Peristiwa Abbâs yang membawa air untuk Imam Husain as ketika masa kecilnya.[30]
  • Ketika Ali Akbar as masuk ke medan perang, Imam Husain as meminta kepada Laila, ibu dari Ali Akbar as untuk mendoakannya, sebab Rasul saw pernah bersabda bahwa doa sang ibu untuk hak anaknya adalah mustajâb.[31]

Muntaha al-Âmâl, penulis Muhaddits Qommi

Syekh Abbas Qommi meragukan keaslian beberapa laporan peristiwa dan menganggap di antaranya adalah salah atau tidak mungkin terjadi, diantaranya adalah:

  • Masyhur dikalangan orang awam bahwa Umar bin Sa'ad dikenal sebagai "Janggut Putih Karbala"[32]
  • Peristiwa kesyahidan putra Muslim yang banyak diceritakan secara rinci dan masyhur.[33]
  • Penisbahan peristiwa pemukulan bagian atas kepala (tathbir) yang dilakukan Sayidah Zainab sa, dan ungkapannya yang makruf :
یا هِلالاً لَمّا اسْتَتَمَّ کمالاً غالَهُ خَسفُهُ فَأَبَدا غُروباً
(Wahai bulan ketika sempurna purnamamu, gerhana tiba-tiba mencurinya dan terbenam)

.[34]

  • Imam Sajjâd as membawa kepala suci Imam Husain as dan para syuhada karbala lainnya di hari Arbain, serta menyambungkan kepala-kepala tersebut pada badan-badan mereka.[35]

Syekh Abbas Qommi juga mengatakan bahwa para penulis peristiwa Maqtal yang muktabar dan makruf tidak menuliskan dan menukilkan apapun dari kondisi dan keadaan Ahlulbait Imam Husain as di negeri Syam.[36]

Hamâsah Husaini, penulis Murtadha Muthahari

Murtada Muthahari juga menyebutkan beberapa hal yang dianggap sebagai tahrif peristiwa Asyura, yakni:

  • Peristiwa pembubaran para sahabat Imam Husain as pada malam Asyura setelah pidato Imam Husain as. Menurut Muthahari, hal ini adalah salah satu kisah yang hanya terdapat di dalam kitab Nâsikh al-Tawârikh.[37]
  • Kisah Asad Fiddhah (Singa Fiddhah).[38]
  • Kisah seorang anak perempuan yang sembuh dari kelumpuhannya, setelah tetesan darah Imam Husain as mengenai badannya melalui perantaraan seekor ayam.[39]

Buku Negâhi be Hamâsah Husaini Muthahari, penulis Shâlihi Najaf Âbâdi

  • Permintaan dari tawanan Karbala untuk bisa melewati tempat pembantaian.[40]
  • Para tawanan menjatuhkan diri mereka ke tanah dari kendaraan.[41]
  • Pemberian sedekah masyarakat Kufah kepada Ahlulbait Imam Husain as.[42]

Pandangan dari Para Peneliti Sejarah Pada Tahrif Lain Peristiwa Asyura

Kisah-kisah berikut telah dianggap oleh beberapa peneliti sebagai contoh distorsi Asyura:

  • Menurut Fadhl Ali Qazwîni dalam bukunya al-Imam al-Husain wa Ashâbihi, kalimat "Imam Husain as yang mengizinkan para sahabatnya pergi pada malam Asyura dan meminta mereka untuk membawa salah satu Ahlulbait bersama mereka,” tidak ditemukan sama sekali dalam sumber-sumber terdahulu, kecuali hanya ada dalam riwayat Muhammad bin Jarîr Thabari dari Dhahâk Masyrîqi, oleh karena itu kalimat tersebut tidaklah autentik.[43] Menurutnya kemungkinan kalimat yang sahih adalah “Setiap orang harus membawa ahlulbait (keluarga) sendiri bersamanya;” Sebagaimana tercantum dalam kitab Raudhah al-Shafâ.[44]
  • Imam Husain as, ketika mendengar kesyahidan Muslim bin Aqil menginginkan untuk kembali ke Madinah, tetapi putra-putra Aqil melarangnya.[45]
  • Kisah “panah tiga cabang” yang menancap dada Imam Husain as dan mencabutnya dari belakang, merupakan kisah yang tidak memiliki sanad.[46]
  • Peristiwa kota Kufah dan Damaskus yang dikelilingi dengan lampu dan dekorasi ketika Ahlulbait Imam Husain as memasuki kedua kota tersebut. Kisah ini layak untuk diragukan dan diteliti kembali; Apalagi dikaitkan dengan kota Kufah, maka sangat kecil kemungkinan terjadi.[47]
  • Penyitaan konvoi pedagang Yaman oleh Imam Husain as.[48]
  • Mengenai fatwa Syuraih al-Qâdhi untuk membunuh Imam Husain as, karena kisah ini tidak memiliki sanad yang jelas.[49]
  • Kemasyhuran orang-orang Kufah dengan ketidaksetiaan mereka, seperti pepatah:
الکوفی لا یوفی

(Orang-orang Kufah tidak setia)

Hal ini muncul dan tersebar dikarenakan propaganda Bani Umayyah dan orang-orang Syam).[50]

Sumber-Sumber yang Diindikasi Pembuat Tahrif

Buku Rawdhah as-Syuhadâ yang disebut sebagai salah satu sumber pembuat tahrif Asyura

Beberapa sumber-sumber kitab telah diindikasi memuat dan mengutip laporan dan kisah palsu. Sumber – sumber tersebut dikenal sebagai sumber – sumber pembuat dan penyebar tahrif.[51] Beberapa di antaranya adalah:

  • Maqtal al-Husain: Menurut Muhaddits Nûri kitab Abu Mikhnaf adalah autentik, akan tetapi kitab tersebut tidak sampai kepada kita, adapun kitab yang tersebar dengan tema Maqtal Abi Mikhnaf tidak bisa dipercaya dan dijadikan sandaran.[52]
  • Rawdhah as-Syuhadâ, penulisnya adalah Wâ’idz Kâsyifi (meninggal 910 H); Muhaddits Nûri menganggap bahwa kisah Za’far Jinni, pertama kali ditemukan di dalam kitab ini, dan termasuk dalam distorsi Asyura.[53]
  • Asrâr as-Syahâdah, penulisnya adalah Fâdhil Darbandi: Menurut Muhaddits Nûri, kisah mengenai jumlah pasukan Umar bin Sa’ad yang terbunuh di tangan Imam Husain as dan Hadhrat Abbâs as termasuk dalam bagian tahrif Asyura yang terdapat dalam kitab ini; karena di dalam kitab ini tertuliskan jumlah pasukan yang dibunuh Imam Husain as sebanyak 300 ribu, dan yang dibunuh Abbâs as adalah 250 dari tentara Umar bin Sa’ad.[54]
  • Muhriq al-Qulûb, sebagai karya dari Mulla Ahmad Narâqi: Muhaddits Nûri dan Murtada Muthahari menganggap bahwa kisah bangkit Hâsyim Mirqâl dari kematiannya di Karbala sebagai bagian dari distorsi Asyura yang ada didalam kitab ini.[55]
  • Unwân al-Kalâm, sebagai karya dari Mulla Muhammad Bâqir Fisyârki; beberapa contoh yang dilaporkan sebagai bagian dari distorsi Asyura diantaranya: "Malam setelah kesyahidan Ali Ashghar, susu terkumpul penuh di dada Rubâb, kemudian Rubâb mencari Ali Ashghar, dan berkata: Ali Ashghar, dimana kamu...," "Kain yang membungkus Ali Ashghar dikeluarkan dari tanah dan kepalanya ditusuk tombak."[56]

Kitab-kitab seperti Nûr al-'Âin fi Masyhad al-Husain yang dinisbahkan kepada Abu Ishâq Isfarâyini, al-Mutakhab fi Jam'i al-Marâtsi wa al-Khuthab yang ditulis oleh Fakhr al-Din at-Thuraihi, Tadzallum az-Zahra yang ditulis oleh Mulla Ridha Qazwini, Nâsikh at-Tawârikh yang ditulis oleh Muhaqqiq Taqi Sipahr, Ma’âlim as-Sibthain yang ditulis oleh Muhammad Mahdi Hairi Mozandarâni dan al-Dam'ah al-Sâkibah yang ditulis oleh Muhammad Bâqir Bahbahâni (W. 1285 H) termasuk dalam kitab-kitab pembuat dan penyebar tahrif Asyura.[57]

Anti-Tahrif

Pertarungan melawan distorsi peristiwa Asyura dimulai pada era Qâjâr. Muhaddits Nûri telah dianggap sebagai ulama Syiah pertama yang menulis sebuah buku melawan tahrif Asyura.[58] Setelahnya, Muhammad Baqir Khurasâni Birjandi dan Murtadha Muthahari yang menulis karya melawan distorsi Asyura:

  • Lu'lu' wa Marjân adalah salah satu dari karya Muhaddits Nûri. Kitab ini ditulis untuk menanggapi keyakinan yang tersebar mengenai Asyura di kalangan masyarakat dan orang-orang yang membacakan kisah duka. Muhaddits Nûri menyelesaikannya pada akhir tahun 1319 H (satu tahun sebelum wafatnya). Sebagian besar isi buku Lu'lu' wa Marjan adalah bantahan terhadap kitab Aksîr al-Îbâdah fi Asrâr al-Syahâdah karya Fadhil Darbandi. Dan sebagiannya merupakan kritikan terhadap tahrif yang ada pada buku Raudhah al-Syuhadâ karya Mulla Husain Kâsyifi.[59]
  • Hamâsah Husaini, yang ditulis oleh Murtadha Muthahari. Dalam buku ini, Muthahari membagi tahrif kedalam dua kelompok, teks dan makna. Muthahari menganggap bahwa pengabaian aspek filosofi dari kebangkitan Imam Husain as dan tersebarnya pemahaman awam mengenai Asyura sebagai bagian dari tahrif secara makna. Ia juga di dalam kitabnya menyebutkan contoh-contoh tahrif secara teks.[60]

Catatan Kaki

  1. Silakan rujuk ke: Syahid Muthahari, Majmue-ye Asar, jld. 17, hlm. 67-70 & 607
  2. Nuri, Lu'lu wa Marjan, hlm. 226
  3. Nuri, Lu'lu wa Marjan, hlm. 223
  4. Nuri, Lu'lu wa Marjan, hlm. 224
  5. Sulthani, Guzaresyhaye Nadurust az Hadese-ye Karbala, hlm. 68-71
  6. Fathimi, Manabi-e Tahrifgastar dar Hadese-ye Asyura, hlm. 53-54
  7. Syahid Muthahari, Majmue-ye Asar, jld. 23, hlm. 171
  8. Shihhati Sardarudi, Asyurapazhuhi, hlm. 423
  9. Suhti Shihhati Sardarudi, Asyurapazhuhi, hlm. 425
  10. Murtada Muthahari, Majmue-ye Asar, jld. 17, hlm. 49-187
  11. Shihhati Sardarûdi, Asyura Pazuhi, hlm. 431
  12. Muhaddisi, Farhangg-e Asyra, hlm. 471-472
  13. Nuri, Lu'lu wa Marjan, hlm. 260-261
  14. Qomi, Muntaha al-Amal, jld. 2, hlm. 787, catatan kaki no 1
  15. Shihhati Sardarûdi, Asyrapazuhi, hlm. 437
  16. Nuri, Lu'lu wa Marjan, hlm. 144
  17. Nuri, Lu'lu wa Marjan, hlm. 144
  18. Nuri, Lu'lu wa Marjan, hlm. 216-218
  19. Nuri, Lu'lu wa Marjan, hlm. 218
  20. Nuri, Lu'lu wa Marjan, hlm. 220
  21. Nuri, Lu'lu wa Marjan, hlm. 236
  22. Nuri, Lu'lu wa Marjan, hlm. 252
  23. Kasyifi, Raudhatu al-Syuhada, navid-e Islam, hlm. 431
  24. Nuri, Lu'lu wa Marjan, hlm. 237
  25. Nuri, Lu'lu wa Marjan, hlm. 237
  26. Nuri, Lu'lu wa Marjan, hlm. 237
  27. Nuri, Lu'lu wa Marjan, hlm. 237
  28. Nuri, Lu'lu wa Marjan, hlm. 252
  29. Nuri, Lu'lu wa Marjan, hlm. 261
  30. Nuri, Lu'lu wa Marjan, hlm. 261
  31. Nuri, Lu'lu wa Marjan, hlm. 144
  32. Qumi, Muntaha al-Amal, jld. 2, hlm. 691, catatan kaki no 2
  33. Qumi, Muntaha al-Amal, jld. 2, hlm. 752
  34. Qumi, Muntaha al-Amal, jld. 2, hlm. 938
  35. Qumi, Muntaha al-Amal, jld. 2, hlm. 1008
  36. Qumi, Muntaha al-Amal, jld. 2, hlm. 922
  37. Murtadha Muthahari, Majmue-ye Asar, jld. 17, hlm. hlm. 256
  38. Murtadha Muthahari, Majmue-ye Asar, jld. 17, hlm. hlm. 585
  39. Murtadha Muthahari, Majmue-ye Asar, jld. 17, hlm. hlm. 286
  40. Shalihi Najaf Abadi, Negahi be Hamase-ye Husaini Ustad Muthahari, hlm. 344
  41. Shalihi Najaf Abadi, Negahi be Hamase-ye Husaini Ustad Muthahari, hlm. 348
  42. Shalihi Najaf Abadi, Negahi be Hamase-ye Husaini Ustad Muthahari, hlm. 362
  43. Qazwini, al-Imam al-Husain wa Ashabuh, hlm. 36
  44. Qazwini, al-Imam al-Husain wa Ashabuh, hlm. 36
  45. Qazwini, al-Imam al-Husain wa Ashabuh, hlm. 175
  46. Shihhati sardarudi, Asyurapazuhi, hlm. 119
  47. Shihhati sardarudi, Asyurapazuhi, hlm. 119
  48. Shihhati sardarudi, Asyurapazuhi, hlm. 119
  49. Shihhati sardarudi, Asyurapazuhi, hlm. 120
  50. Shihhati sardarudi, Asyurapazuhi, hlm. 118-119
  51. Silakan rujuk ke: Muhammadi Rey Syahri, Danesh Nameh Emam Husain, jld. 1, hlm. 95-106
  52. Nuri, Lu'lu wa marjan, hlm. 211
  53. Nuri, Lu'lu wa marjan, hlm. 252
  54. Nuri, Lu'lu wa marjan, hlm. 254
  55. Nuri, Lu'lu wa marjan, hlm. 220; Murtadha Muthahari, Majmue-ye Asar, jld. 17, hlm. 591-592
  56. Fathimi, Manabi-e Tahrifgastar dar Vaqe-ye Asyra, hlm. 61-62
  57. al-Anduzali, Kitabsyenasi-e Tusifi-Intiqadi Piramun-e Tahrifhaye Asyura, hlm. 160-170
  58. Pisyineh va Jaryan Syenasi-e Mubarezeh ba Asibhaye Farhang-e Asyura Site Hawzah
  59. Pisyineh va Jaryan Syenasi-e Mubarezeh ba Asibhaye Farhang-e Asyura Site Hawzah
  60. Murtadha Muthahari, Majmue-ye Asar, jld. 17, hlm. 585-586

Daftar Pustaka

  • Jaryansyenasi-e Tarikhi-e Qiraatha va Ruikardhaye Tarikhi Asyura Patuk Kitab Farda, dilihat 21 dey 1399 S
  • Pisyineh va Jaryan Syenasi-e Mubarezeh ba Asibhaye Farhang-e Asyura. SiteHawzah, majalah pegah Hawzah, no. 127, 29 Farwardin 1386
  • al-Anduzali, Muhammad. Kitabsyenasi-e Tusifi-intiqadi Piramun-e tahrifhaye Asyura. Ayeneh Pazuhesy, no 77 & 8, Adzar 8 Esfand 1381 s
  • Fathimi, Sayid Hasan. Manabi-e Tahrifgastar dar Hadese-ye Asyura. Ketabhaye Islami, no. 17, musim panas 1383 S
  • Muhaddisi, Javad. Farhangg-e Asyura. Qom: Penerbit Ma'ruf, 1374 S
  • Muhammad Shihati sardarudi. Asyra Pazuhi ba Ruikardi ba Tahrifsyenasi-e Tarikh-e Imam Husain (as). Qom: Khadim al-Ridha, cet. 2, 1385 S
  • Muthahari, Murtadha. Majmue-ye Asar Syahid Muthahari. Sadra 1377 S
  • Muthahari, Murtadha. Majmue-ye Asar Syahid Muthahari. Sadra, cet. 6, 1389 S
  • Nuri, Mirza Husain. Lu'lu va Marjan dar Syart-e Aval va Duvum Ruzehkhanan. Teheran: Afaq, 1388 S
  • Qadhi Thabathabi, Sayid Muhammad Ali. Tahqiq-e Darbare-ye Avale Arbain Hazrat-e Sayidu Syuhada. Teheran: Kemenrian Farhang va Irsyad-e Islami, 1383 S
  • Qazwini, Fadhl Ali. al-Imam al-Husain wa Ashabuh. Riset: Ahmad Husaini Asykuri. Qom: Mahmud Syariat al-Mahdawi, 1415 HS
  • Qumi, Syekh Abbas. Muntaha al-Amal fi Tawarikh al-Nabi wa al-Al. Qom: Dali-e Ma, 1379 S
  • Shalihi Najaf Abadi, Ni'matullah. Negahi be Hamase-ye Husaini Ustad Muthahari. Teheran: Kavir, 1384 S
  • Suthani, Muhammad Ali. Guzaresyhaye Nadurust az Hadese-ye Karbala. Ayeneh Pazuhsy, no. 77-78, Adzar & Esfand 1387 S