Zuhair bin Qain

Prioritas: c, Kualitas: b
tanpa referensi
Dari wikishia


Zuhair bin Qain
Nama LengkapZuhair bin Qain al-Bajali
Sahabat dariImam Husain as
Garis keturunanBani Bajilah
Tempat TinggalKufah
Wafat/Syahadah10 Muharram 61 H/681
Penyebab
Wafat / Syahadah
Syahid dalam Tragedi Asyura
Tempat dimakamkanKarbala
AktivitasMembela Imam Husain as dan turut gugur dalam Tragedi Asyura


Zuhair bin Qain al-Bajali (bahasa Arab: زهير بن قين البجلي) adalah tokoh penting di kalangan bani Bajilah. Ia bergabung dengan Imam Husain as beberapa hari sebelum terjadi Tragedi Karbala dan gugur syahid di hari Asyura (10 Muharram 61 H/681). Di kota Kufah dan kaumnya, Zuhair bin Qain al-Bajali tergolong orang yang terhormat dan pemberani. Karena banyak andil dalam pertempuran dan penaklukan, ia berhasil meraih kedudukan tinggi.

Sebagian referensi menyebutkan, Qain, ayah Zuhair, adalah salah seorang sahabat Nabi Muhammad saw.

Bergabung dengan Imam Husain as

Zuhair dulunya adalah pendukung Utsman. Pada tahun 60 H/680, saat pulang dari ibadah haji menuju Kufah, di sebuah peristirahatan ia bersama istri, sebagian keluarga, dan orang-orang dari kabilahnya bertemu dengan Imam Husain as dan rombongannya yang juga hendak menuju Kufah. Menurut kutipan al-Dinawari, pertemuan itu terjadi di peristirahatan bernama Zarud. [1]

Imam Husain as mengutus seseorang kepada Zuhair untuk mengabarkan bahwa ia ingin menjumpainya. Zuhair awalnya enggan berjumpa dengan Imam as, namun atas saran istrinya, Dilam atau Dalham binti Amr, [2] akhirnya ia menjumpai Imam Husain as. Perjumpaan tersebut ternyata merubah jalan hidup Zuhair. Setelah berjumpa dengan Imam as, dengan gembira ia kembali kepada keluarga dan rombongannya lalu menyuruh mereka memindahkan kemah dan barang bawaan ke dekat kemah Imam Husain as. [3]

Zuhair lalu menemui istrinya untuk berpamitan. Ada yang menyebutkan, ia mencerai istrinya. Zuhair berkata kepada istrinya, "Pulanglah ke keluargamu, karena aku ingin kau hanya dapat yang terbaik dariku." [4]

Seusai berpamitan kepada istri, Zuhair menyampaikan kepada rombongannya, "Barang siapa yang ingin meraih kesyahidan hendaknya ikut denganku, kalau tidak maka kalian boleh pergi dan ini adalah perjumpaan terakhir kita." [5]

Zuhair menceritakan kenangan kepada mereka dan berkata, "Dulu waktu ikut perang di Balanjar dan akhirnya meraih kemenangan lalu mendapat banyak harta rampasan, kita begitu gembira. Salman al-Farisi –di sebagian referensi disebutkan Salman al-Bahili-[6] yang saat itu bersama kita berkata:"Suatu saat, ketika bersama Penghulu Pemuda dari keluarga Muhammad saw (Imam Husain as) dapat bertempur dan mati bersamanya, kalian harus lebih senang dibanding mendapat harta rampasan ini" [7]

Sebagian referensi menyebutkan, Salman bin Mudlorib, sepupu Zuhair, mengikutinya untuk bergabung dengan pasukan Imam Husain as.

  • Perkataan Zuhair di Dzu Husam

Setelah bertemu dengan pasukan al-Hurr, di peristirahatan bernama Dzu Husam, Imam Husain as menyampaikan sebuah khutbah. Setelah menyinggung tentang perubahan dunia, kebatilan yang melanda masyarakat, dan sepelenya kehidupan duniawi, ia menyampaikan, "Tidakkah kalian saksikan?! kini kebenaran sudah tidak dijalankan dan kebatilan tidak dielakkan. Seorang mukmin harus selalu memperjuangkan kebenaran dan rindu berjumpa dengan Allah swt. Bagiku, kematian tak lain adalah kesyahidan, sementara kehidupan hanyalah hal sepele dan tak berarti." [8]

Setelah Imam Husain as selesai berkhotbah, Zuhair adalah orang pertama yang menyatakan siap menjalankan segala perintah Imam as. Ia berkata: "Wahai putra Rasulullah, kami telah mendengar ucapanmu. Demi Allah! Seandainya kami bisa hidup abadi di dunia dan memiliki segala fasilitas, kami tetap memilih berjuang bersamamu." Menanggapi hal itu, Imam Husain as mendoakan kebaikan baginya. [9]

  • Saran Bertempur dengan al-Hurr

Kamis 2 Muharram 61 H, rombongan Imam Husain as tiba di daerah Nainawa. Saat itu utusan Ubaidillah bin Ziyad menyampaikan surat kepada Hurr bin Yazid al-Riyahi. Di dalam surat itu Ibnu Ziyad berpesan kepada al-Hurr: "Ketika utusanku datang dan suratku telah sampai kepadamu, kamu harus mempersulit Husain. Jangan biarkan dia berhenti, kecuali di gurun yang tidak berpelindung dan tanpa air. Aku perintahkan utusanku untuk tetap bersamamu supaya dia dapat melapor kepadaku tentang pelaksanaan perintahku. Wassalam."

Al-Hurr memberitahukan isi surat tersebut kepada Imam Husain as. Imam Husain as berkata kepadanya, "Biarkan aku berhenti di Nainawa atau al-Ghadhiriyah, atau Syufayyah." Al-Hurr berkata, "Itu tidak mungkin, karena Ubaidillah menyuruh pembawa surat ini untuk mengawasiku."

Zuhair berkata, "Demi Allah, sepertinya mereka ingin lebih mempersulit kita. Wahai putra Rasulullah, bagi kami, saat ini perang dengan kelompok ini (al-Hurr dan pasukannya) lebih mudah dibanding dengan orang-orang yang bakal bergabung dengan mereka. Demi jiwaku, nanti akan ada rombongan yang menyusul orang-orang ini. Kita tidak mungkin mampu melawan mereka." Imam Husain as berkata, "Aku tidak akan memulai perang."

Zuhair berkata, "Di dekat sini, dekat Sungai Furat, ada daerah yang memiliki benteng pertahanan alami, kita bisa berhenti di sana." Imam Husain as menanyakan nama daerah itu. Zuhair menjawab: 'Aqr. Imam Husain as berkata, "Aku berlindung kepada Allah dari 'Aqr." [10]

Hari Tasu'a (9 Muharram 61 H)

Pada hari Tasu'a waktu Ashar, saat pasukan Umar bin Sa'ad bergerak ingin menyerang kemah rombongan Imam Husain as sekaligus memulai pertempuran, imam meminta saudaranya, Abbas, untuk mendekati mereka dan memantau untuk mengetahui maksud dan tujuan mereka.

Abbas bersama dua puluhan sahabat Imam Husain as, termasuk Zuhair bin Qain dan Habib bin Muzhahir, mendekati pasukan musuh lalu bertanya tujuan mereka. Mereka menjawab, "Jika kalian tidak mau tunduk kepada titah Ibnu Ziyad, kami diperintahkan untuk memerangi kalian." Abbas berkata, "Beri kami waktu, aku akan sampaikan maksud dan pesan kalian kepada Abu Abdillah as."

Mereka menerima permintaan Abbas lalu menunggu jawaban darinya. Habib bin Muzhahir dan Zuhair bin Qain memanfaatkan kesempatan itu untuk menasehati pasukan Umar bin Sa'ad. Habib bin Muzhahir melarang mereka membunuh keluarga Nabi saw dan para sahabatnya.

Uzrah bin Qais salah seorang pasukan dari Ubaidillah bin Ziyad berkata kepada Habib, "Selagi bisa, puji saja diri sendiri!" Zuhair bin Qain menyahutinya, "Wahai Uzrah, Allah swt telah mensucikannya dan memberinya hidayah, takutlah kepada Allah. Ketahuliah, aku hanya ingin menasehatimu. Demi Allah, jangan sampai kau menjadi penolong orang-orang sesat untuk membunuh jiwa-jiwa suci."

Uzrah berkata, "Wahai Zuhair, kau itu bukan pengikut keluarga ini (Ahlulbait), kau pendukung Utsman!"

Zuhair menjawab, "Sekarang aku bersama al-Husain as, apa itu tidak cukup membuatmu tahu bahwa aku adalah pengikut keluarga ini?!"

"Demi Allah, aku tidak pernah menulis dan mengirim surat kepada al-Husain bin Ali as, aku tidak pernah mengutus seseorang kepadanya, aku tidak pernah berjanji untuk menolongnya, namun sekarang jalan dan tujuan telah menyatukan aku dan dia. Begitu melihatnya aku teringat Rasulullah saw dan kedudukannya di samping Rasulullah saw. Aku tahu ia sedang menuju ke arah musuhnya dan kelompok kalian. Sikap yang terbaik saat ini menurutku adalah membantunya, bergabung dengan kelompoknya, dan mempersembahkan jiwaku untuk melindungi jiwanya." [11]

Malam Asyura

Pada malam Asyura, setelah Imam Husain as membebaskan baiat dari para sahabat dan keluarganya kemudian mengijinkan mereka untuk pergi menyelamatkan diri, masing-masing sahabatnya menyatakan kesetiaan dan pendirian mereka untuk tetap bersamanya. Setelah keluarga Imam Husain as dan Muslim bin Ausajah selesai berbicara, tibalah giliran Zuhair bin Qain. Ia bangkit dan berkata, "Demi Allah, aku bahagia jika harus terbunuh lalu dihidupkan kembali, kemudian terbunuh lagi hingga seribu kali seperti itu, supaya Allah swt melindungimu dan keluargamu dari kematian!" [12]

Makam Syuhada Karbala berada di sebelah kiri dharih Imam Husain as

Tragedi Asyura

Memimpin Sayap kanan

Di pagi hari Asyura, setelah menunaikan salat Subuh, Imam Husain as mengatur para sahabat dan pasukannya. Ia menunjuk Zuhair bin Qain sebagai komandan pasukan sayap kanan. Sedangkan Habib bin Muzhahir ia tunjuk sebagai komandan pasukan sayap kiri. Untuk pemegang panji perang, ia percayakan kepada saudaranya, Abbas. [13]

Nasehat untuk Pasukan Umar bin Sa'ad

Pada hari Asyura, saat dua pihak pasukan saling berhadapan, sebelum pertempuran dimulai, Imam Husain as memberikan nasehat kepada pasukan musuh. Setelah Imam Husain as selesai berbicara, Zuhair bin Qain memohon izin untuk menyampaikan sesuatu kepada warga Kufah:

"Wahai warga Kufah, aku peringatkan kalian akan azab Allah. Karena salah satu hak muslim adalah saling menasehati antara satu dengan yang lainnya. Sebelum adu pedang dan perang antara kita terjadi, kita masih saudara, satu agama dan bangsa. Kalian berhak menerima nasihat dan sebaliknya. Namun, begitu pedang telah beradu dan hubungan persaudaraan kita terputus, maka kita tidak lagi satu umat. Ketahuilah, Allah swt sedang menguji kita lewat putra Nabi-Nya, Muhammad saw. Dia ingin melihat bagaimana sikap kita terhadap mereka. Sekarang aku mengajak kalian untuk membantu mereka dan melawan Ubaidillah bin Ziyad. Selama Ubaidillah dan ayahnya berkuasa, yang kalian lihat hanyalah keburukan. Merekalah yang membutakan mata kalian, [14] memotong tangan dan kaki kalian, memutilasi kalian [15], dan membunuh para pembesar dan qari' kalian, seperti, Hujr bin 'Adi dan pendukungnya, Hani bin Urwah dan semisalnya."

Seolah ingin mengejek Zuhair sambil memuji Ubaidillah bin Ziyad, pasukan Umar bin Sa'ad berkata, "Demi Allah, kami tidak akan meninggalkan tempat ini sebelum berhasil membunuh atau menyerahkan pemimpin kalian dan pengikutnya kepada Ubaidillah bin Ziyad."

Zuhair berkata, "Wahai para hamba Allah, putra Fatimah sa lebih layak dicintai dan dibantu dibanding putra Sumayyah. Jika kalian enggan membantunya, kalian harus berlindung kepada Allah, jangan lumuri tangan kalian dengan darahnya. Ayolah, kita biarkan saja Husain bin Ali as dengan sepupunya –Yazid bin Muawiyah-, demi jiwaku, tanpa membunuh Husain as, Yazid akan tetap senang dengan ketaatan kalian."

Syimr bin Dzil Jausyan membidikkan anak panah ke arahnya lalu berkata, "Diam kamu, mudah-mudahan Allah membungkammu. Ocehanmu membuat kami sumpek." Zuhair berkata, "Wahai putra orang yang kencing sambil berdiri! Aku tidak berbicara denganmu. Kamu itu tidak lebih dari binatang. Demi Allah, aku tidak yakin kamu dapat memahami dua ayat Alquran dengan benar! Ketahuilah, di hari kiamat kamu akan dihinakan dan mendapat balasan yang pedih."

Syimr berkata, "Sekarang juga Allah akan membunuhmu dan pemimpinmu."

Zuhair berkata, "Kamu menakutiku dengan kematian?! Demi Allah, mati bersama al-Husain as lebih aku sukai dibanding hidup abadi denganmu." Ia kemudian menghadap ke orang-orang di sana. Dengan suara lantang ia berkata, "Wahai para hamba Allah, jangan sampai orang-orang yang hina dan rendah seperti mereka ini menyesatkan kalian."

"Demi Allah, orang-orang yang menumpahkan darah putra-putri dan keluarga Muhammad saw serta membunuh para sahabat dan penolongnya tidak akan mendapat syafaatnya."

Saat itu salah seorang pasukan Imam Husain as memanggil Zuhair dan berkata, "Abu Abdillah as memintamu kembali. Ia menyampaikan, sebagaimana Mukmin Ali Fir'aun yang telah menasehati kaumnya namun tidak ada pengaruhnya. Kau sudah menasehati mereka, jika memang berpengaruh itu sudah cukup."[16]

Ketenaran Zuhair di Kalangan Penduduk Kufah

Di kalangan warga Kufah, Zuhair adalah sosok pemberani, istimewa, dan tenar. Karena itu di kesempatan pertama hari Asyura, Zuhair ditantang tarung oleh Salim dan Yasar –anak buah Ziyad bin Abih dan Ubaidillah bin Ziyad. Saat itu mereka menyampaikan tantangan dengan melantunkan syair. Ketika Abdullah bin Umair al-Kalbi maju, mereka berkata, "Kami tidak mengenalmu. Biar Zuhair bin Qain atau Habib bin Muzhahir yang melawan kami." [17] Zuhair pun bangkit memenuhi tantangan mereka. Namun Imam Husain as tidak mengijinkannya bertarung. Ia mengutus Abdullah bin Umair untuk mengahadapi dua orang tersebut.

Mempertahankan Kemah Imam Husain as

Di awal-awal pertempuran, Syimr bin Dzil Jausyan bersama orang-orangnya mendekati kemah Imam Husain as dari arah belakang. Dia merusak kemah Imam Husain as dengan tombak dan berteriak, "Bawakan api sini, biar aku bakar kemah ini beserta penghuninya." Melihat hal itu, Imam Husain as berteriak, "Wahai anak Dzil Jausyan, kamu minta api untuk membakar tempat tinggal dan keluargaku?! Semoga Allah swt memanggangmu dengan api." Saat itu Zuhair bersama sepuluh temannya menyerang Syimr dan orang-orangnya sehingga mereka melarikan diri. Dalam serangan tersebut Zuhair berhasil membunuh Abu Izzah, salah seorang keluarga Syimr. [18]

Bertempur saling Melindungi

Menurut riwayat, sebelum masuk waktu Dhuhur, setelah Habib bin Muzhahir gugur syahid di hari Asyura, Zuhair dan Hurr bin Yazid al-Riyahi bersama-sama terjun ke medan perang. Selama bertempur mereka saling melindugi. Jika salah satunya terkepung, satunya segera datang membantu. Mereka selalu bertempur bersama sampai al-Hurr meraih kesyahidan. Setelah itu Zuhair kembali ke barisan teman-temannya. [19]

Melindungi Jamaah Salat Dhuhur di Hari Asyura

Di waktu Dhuhur, ketika Imam Husain as menunaikan salat Dhuhur, Zuhair bin Qain dan Said bin Abdullah al-Hanafi berdiri di samping Imam as dan sekitar setengah dari sahabat beliau untuk melindungi mereka dari serangan musuh. Mereka menjadikan tubuh sebagai tameng dari bidikan anak panah dan serangan musuh hingga Imam as dan para sahabatnya selesai menunaikan salat. [20]

Kesyahidan Zuhair

Seusai melaksanakan salat, Zuhair membacakan bait-bait ini kepada Imam as:

اقدم هدیت هادیاً مهدیا الیوم تلقی جدّک النّبیا

و حسناً و المرتضی علیا و ذا الجناحین الفتی الکمیا

و اسد الله الشّهید الحیا

Majulah! Anda mendapatkan hidayah. Hari ini Anda akan bertemu dengan datukmu, juga dengan Hasan al-Mujtaba, Ali al-Murtadha as, Ja'far al-Thayyar lelaki pemberani dan Hamzah singa Allah yang syahid dan hidup.

Setelah mendapatkan izin dari Imam as, Zuhair melantunkan bait-bait syair berikut:

انا زهیر و انا ابن القین اذودکم بالسیف عن حسین

ان حسیناً احد السبطین من عترة البر التقی الذی

ذاک رسول الله غیر المین اضربکم و لا اری من شین

Aku adalah Zuhair putra al-Qain, aku akan membela Husian as dengan pedangku. Sungguh Husain as salah seorang dari dua cucu Rasul, dari keluarga yang baik dan bertakwa. Dialah utusan Allah dari dua genarasi kenabian dan aku akan membunuh kalian dan itu tidak kupandang tercela.

Diriwayatkan, Zuhair menumbangkan 120 dari musuhnya di medan pertempuran. Karena kehabisan tenaga, Zuhair akhirnya gugur sebagai syahid di tangan Katsir bin Abdullah Syu'ba dan Muhajir bin Aus al-Tamimi.[21]

Doa Imam Husain as

Dengan syahidnya Zuhair, Imam Husain as berkata, "Wahai Zuhair, Allah swt tidak akan menjauhkanmu dari rahmat-Nya, dan Allah swt melaknat musuh-musuh dan pembunuh-pembunuhmu sebagaimana Dia melaknat kelompok yang terlaknat (bani Israel) dan dengan laknat itu akan sengsara selama-lamanya."[22]

Nama Zuhair dalam Doa Ziarah Tempat-tempat Suci

Dalam bacaan ziarah ke tempat-tempat suci, nama Zuhair bin Qain juga disebutkan:Salam untuk Zuhair bin Qain al-Bajali yang dikarenakan Imam as mengizinkan untuk kembali ia menjawab, "Tidak demi Allah. Aku tidak akan pernah meninggalkan putra Rasulullah saw yang salam Allah untuknya dan untuk keluarganya. Apakah aku akan membiarkan putra Rasulullah saw dalam keadaan tertawan di tangan musuh-musuhnya dan aku menyelamatkan diriku sendiri? Semoga Allah tidak mendatangkan hari itu untukku."[23]

Catatan Kaki

  1. Al-Dinawari,Al-Akhbar al-Thawal, hlm. 246
  2. Ansab al-Asyraf, jld. 3, hlm. 167; Tarikh al-Thabari, jld. 4, hlm. 298
  3. Ansab al-Asyraf, jld. 3, hlm. 167-168; Tarikh al-Thabari, jld. 4, hlm. 298; Tanqih al-Maqal, jld. 1, hlm. 452-453
  4. Tarikh Thabari, hlm. 396; Syaikh Mufid, hlm. 72-73 dan Fatal Naisyaburi, Muhammad bin Hasan; Raudhah al-Wa'dzin, jld. 2, hlm. 178 dan Hilli, Ibnu Nama; Mutsir al-Ahzan, hlm. 46-47
  5. Al-Akhbar al-Thiwal, hlm. 246-247
  6. Tarikh al-Thabari, jld. 4, hlm. 299
  7. Tarikh al-Thabari, jld. 4, hlm. 299; al-Irsyad, jld. 2, hlm. 73; al-Kamil fi al-Tarikh, jld. 4, hlm. 42; Maqtal al-Husain Khawarizmi, jld. 1, hlm. 323; Mu'jam ma Ustu'jim, jld. 1, hlm. 276; Syaikh Mufid, hlm. 73; Fatal Naisyaburi, jld. 2, hlm. 178; Ibnu Atsir, al-Kamil fi al-Tarikh, Beirut, Dar Shadr, jld. 4, hlm. 42
  8. Tarikh al-Thabari, hlm. 396
  9. Ansab al-Asyraf, jld. 3, hlm. 171; Tarikh al-Thabari, jld. 4, hlm. 305; al-Malhuf, hlm. 138
  10. Ansab al-Asyraf, jld. 3, hlm. 176; al-Kamil fi al-Tarikh, jld. 4, hlm. 51-52; al-Akhbar al-Thiwal, hlm. 251-252; Tarikh al-Thabari, jld. 4, hlm. 309; Irsyad, jld. 2, hlm. 83-84
  11. Al-Futuh, jld. 5, hlm. 177-178; Ansab al-Asyraf, jld. 3, hlm. 184; Maqtal al-Husain Khawarizmi, jld. 1, hlm. 353-354; Tarikh al-Thabari, jld. 4, hlm. 315-316
  12. Tarikh al-Thabari, jld. 4, hlm. 318; al-Irsyad, jld. 2, hlm. 92; al-Malhuf, hlm. 153
  13. Tarikh al-Thabari, jld. 4, hlm. 320; Ansab al-Asyraf, jld. 3, hlm. 187; al-Irsyad, jld. 2, hlm. 95; al-Akhbar al-Thiwal, hlm. 256; al-Kamil fi al-Tarikh, jld. 4, hlm. 59; Maqtal al-Husain as, al-Kharizmi, jld. 2, hlm. 6-7
  14. Yaitu tertipu oleh keinginan duniawi sehingga tidak melihat hakikat
  15. Tidak bisa berbuat apa-apa
  16. Tarikh al-Thabari, jld. 4, hlm. 323-324; al-Kamil fi al-Tarikh, jld. 4, hlm. 63-64; Tarikh al-Ya'qubi, jld. 2, hlm. 244-245; Ansab al-Asyraf, jld. 3, hlm. 188-189
  17. Tarikh al-Thabari, jld. 4, hlm. 327; al-Irsyad, jld. 2, hlm. 101
  18. Tarikh al-Thabari, jld. 4, hlm. 334; al-Kamil fi al-Tarikh, jld. 4, hlm. 69-70; Ansab al-Asyraf, jld. 3, hlm. 194; al-Irsyad, jld. 2, hlm. 105
  19. Tarikh al-Thabari, jld. 4, hlm. 336; al-Kamil fi al-Tarikh, jld. 4, hlm. 71; Ansab al-Asyraf, jld. 3, hlm. 195
  20. Maqtal al-Husain, al-Khawarizmi, jld. 2, hlm. 20; al-Malhuf, hlm. 165
  21. Manaqib Al Abi Thalib, jld. 3, hlm. 225; Tarikh al-Thabari, jld. 4, hlm. 336; Ansab al-Asyraf, jld. 3, hlm. 196; al-Kamil fi al-Tarikh, jld. 4, hlm. 71
  22. Maqtal al-Husain, al-Khawarizmi, jld. 2, hlm. 23
  23. Al-Iqbal, jld. 3, hlm. 77-78

Daftar Pustaka

  • Baladzuri, Ahmad bin Yahya. Ansāb al-Asyrāf. Riset Muhammad Baqir Mahmudi. Beirut: Dar at-Ta'aruf, 1977.
  • Fattal al-Naisyabur, Muhammad bin Hasan. Raudhah al-Wā'idzīn. Qom: Radhi.
  • Ibnu A'tsam al-Kufi, Ahmad bin A'tsam. Kitāb al-Futūh. Riset Ali Syiri. Beirut: Dar al-Adhwa', Cet I, 1991.
  • Ibnu Atsir, Ali bin Muhammad al-Jazari. Al-Kāmil fī At-Tārīkh. Beirut: Dar ash-Shadir, 1965 H.
  • Ibnu Nama Hilli, Ja`far bin Ibrahim. Mutsīr al-Ahzān. Qom: Madrasah al-Imam al-Mahdi, 1406 H.
  • Ibnu Thawus, Ali bin Musa. Al-Luhūf. Qom: Anwar al-Huda, Cet I, 1417 H.
  • Ibnu Thawus, Ali bin Musa. Iqbāl al-A'māl. Teheran: Dar al-Kutub al-Islamiyyah, 1368 HS (1989).
  • Khawarizmi, Muwaffaq bin Ahmad. Maqtal al-Husain as. Riset Muhammad as-Samawi. Qom: Maktabah al-Mufid.
  • Mamaqani, Abdullah. Tanqīh al-Maqāl fī 'Ilm ar-Rijāl. Riset Muhyiddin al-Mamaqani. Qom: Muassisah Alulbait li Ihya at-Turats, Cet I, 1430H.
  • Mufid, Muhammad bin Muhammad bin Nu'man. Al-Irsyād fī Ma'rifati Hujajillah 'ala al-'Ibād. Qom: Muktamar Syeikh Mufid, 1413 H.
  • Samawi, Muhammad bin Thahir. Ibshār al-'Ain fī Anshār al-Husain as. Riset Muhammad Ja'far Thabasi. Qom: Markaz ad-Dirasat al- Islamiyyah li Mumatstsiliyyah al- Wali al-Faqih fi Haras ats-Tsaurah al-Islamiyyah, Cet I, 1419 H.
  • Thabari, Muhammad bin Jarir. Tārīkh al-Umam wa al-Mulūk. Riset Muhammad Abul Fadhl Ibrahim. Beirut: Daru Ihya' at-Turats al-'Arabi, Cet II, 1968.
  • Ya'qubi, Ahmad bin Ya'qub. Tārīkh al-Ya'qūbi. Beirut: Dar ash-Shadir.