Ayat Shadiqin

Prioritas: a, Kualitas: b
tanpa referensi
Dari wikishia
Ayat Shadiqin
Informasi Ayat
NamaAyat Shadiqin
SurahSurah At-Taubah
Ayat119
Juz11
Informasi Konten
TentangAkidah
DeskripsiArgumentasi Imamah dan Ahlulbait as


Ayat Shadiqin (bahasa Arab:آية الصادقين) adalah ayat 119 Surah At-Taubah. Ayat ini adalah perintah bagi orang-orang beriman untuk bersama dan menyertai orang-orang benar (shādiqin). Menurut keyakinan Syiah, yang dimaksud dengan shadiqin pada ayat ini adalah para Imam Ahlulbait as. Ayat ini merupakan dalil Qurani atas keimamahan para Imam Maksum as.

Matan Ayat

يا أَيُّها الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقوا اللّه وَ كُونُوا مَعَ الصّادقين﴿

"Wahai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah dan hendaklah kalian bersama orang-orang yang benar." (QS At-Taubah [9]: 119)

Arti Shadiqin

Kata shādiqin adalah bentuk plural dari shādiq berasal dari asal kata »sha-da-qa«. Shadiq secara leksikal adalah sesuai hukum dengan kenyataan. [1] Perkataan yang sesuai dengan kenyataan luar disebut perkataan shadiq (benar). Mengingat bahwa kepercayaan, niat, tekad, iradah yang juga disebut sebagai pandangan, maka hal-hal ini juga dicirikan dengan benar dan lurus. Berdasarkan hal ini, seseorang yang akidahnya bersesuaian dengan realitas, atau jika antara lahir dan batin terdapat kesesuaian maka ia dalam keyakinan, niat, dan iradahnya adalah shadiq. [2] Menurut Zamakhsyari, seorang mufasir terkemuka Ahlusunah berkata, "Shadiqin adalah orang-orang yang benar dalam agama Allah baik dari sisi akidah, perkataan dan perilakunya." [3]

Siapa Yang Dimaksud Shadiqin?

Terdapat beberapa pendapat dari para mufasir tentang siapakah yang dimaksud dengan shadiqin. Dikatakan bahwa yang dimaksud dengan shadiqin adalah orang-orang yang mempunyai 5 sifat-sifat yang disebutkan dalam surah Al-Baqarah ayat 177 [4] atau orang-orang [5] yang disebutkan dalam surah al-Ahzab[6] ayat 23[7] atau kaum Muhajirin yang disebutkan dalam ayat 8 surah Al-Hasyr. [8]atau Nabi Muhammad saw dan Ahlulbaitnya. Sebagian mufasir berdasarkan qiraah Abdullah bin Mas'ud, kata "ma'a" (dengan) dalam ayat ini mengandung arti "min/dari" yaitu bahwa kaum Mukmin harus bertakwa dan berkata benar. [9] Dalam literatur hadis yang berasal dari Ahlusunah maupun Syiah, disebutkan bahwa yang dimaksud dengan shadiqin adalah Ali as atau Ali as dan sahabatnya atau Ali as dan Ahlulbaitnya. [10] Walhasil, banyak sekali riwayat Syiah yang menafsirkan Shadiqin sebagai para Imam Ahlulbait as. [11] Syaikh Shaduq meriwayatkan dari Imam Ali as: "Ketika ayat Shadiqin turun, seseorang bertanya kepada Nabi Muhammad saw, "Apakah Shadiqin adalah orang umum ataukah khusus? Nabi saw menjawab, "Seseorang yang menyertai shadiqin adalah am (umum) dan seluruh kaum Mukminin tercakup semuanya, namun shadiqun adalah orang-orang khusus, dan hanya dikhususkan bagi saudaraku Ali dan pengganti-penggantiku hingga hari kiamat." [12]

Ahlulbait

Menurut Syiah, yang dimaksud dengan shadiqin dalam ayat tersebut adalah Nabi Muhammad saw dan para Imam as. Adapun menurut sebagian riwayat yang menyatakan bahwa yang dimaksud dengan shadiqin adalah hanya Imam Ali as karena ia adalah Imam pertama bagi kaum Muslimin setelah Nabi saw. Dalam menyanggah kritik tentang pendapat yang mengatakan bahwa walaupun dalam sebagian ayat Al-Quran, kaum mukmin disebut sebagai shadiqin, namun maknanya bukan shadiqin yang ada pada ayat ini karena yang dimaksud dengan shadiqin adalah orang-orang yang mempunyai tingkatan kebenaran paling tinggi dan kedudukan ini hanya dimiliki oleh orang-orang yang maksum. Kritik ini pun bisa dialamatkan terhadap qiraah Abdullah bin Mas’ud yaitu walaupun kata "ma’a" dalam bahasa Arab bermakna "min/dari", namun penggunaan kata ini tidak umum dan memerlukan dalil, padahal dalil seperti ini tidak ada di sini. Juga di samping bahwa qira’ah ini hanya diriwayatkan oleh sedikit orang dan tidak dapat diandalkan. [13]

Dalil Syiah

Dalil yang dikemukakan oleh Syiah, bisa dijelaskan dalam dua bentuk: Allamah Hilli dalam Syarh Kalām Muhaqiq Thusi yang menyebutkan ayat ﴾وَ كُونُوا مَعَ الصّادقين﴿sebagai dalil bagi keimamahan Imam Ali as, berkata, "Allah Swt menyeru untuk menyertai shadiqin dan yang dimaksud dengan shadiqin adalah orang-orang yang kebenarannya telah jelas dan hal ini hanya ada pada diri maksum karena kita tidak dapat mengetahui tentang kebenaran dari selain maksum. Sesuai dengan kesepakatan kaum Muslimin, di antara para sahabat Nabi saw tidak ada yang maksum selain Ali as. [14]

Fakhr al-Razi, seorang mufasir terkemukan Ahlusunah berpendapat bahwa ayat yang dimaksud merupakan dalil bagi keterjagaan dosa bagi shadiqin dan berkata, "Kalimat ﴾یا أیها الّذینَ آمنوا اتَّقُوا اللّه﴿ merupakan perintah kepada kaum Mukmin untuk bertakwa dan seruan kepada mereka untuk menyertai shadiqin". Dari sini, jelaslah bahwa kaum Mukmin tidaklah maksum dan untuk menghindari kesalahan, maka harus mengikuti orang-orang yang jauh dari dosa dan kesalahan dan mereka adalah shadiqin dan karena hal ini (kebersalahan kaum Mukmin) ada pada semua zaman, maka pada semua zaman juga harus ada manusia yang maksum sehingga kaum Mukmin akan mengikutinya. Fakhr al-Razi dalam lanjutan perkataannya. "Manusia bisa mengikuti manusia suci jika ia mengenalnya. Jika tidak, perintah untuk mengikuti seorang yang maksum adalah suatu hal yang merupakan kemampuan diluar manusia dan dari sisi bahwa kita tidak mengenal secara pasti orang maksum itu, maka hanya akan tinggal "sekumpulan umat" yang merupakan misdaq Shadiqin dan kaum mukminin harus mengikuti mereka!" [15]

Perkataan Fakhr al-Razi tentang maksud shadiqin yang merupakan orang-orang yang maksum adalah perkataan yang kuat. Namun misdaq (obyek) yang ia sampaikan, yaitu kesepakatan (ijmak) umat tidak benar karena: pertama, masalah-masalah yang merupakan kesepakatan umat Islam jumlahnya sedikit dan tidak bisa dijadikan jalan keluar dalam hukum agama; kedua, apabila kesepakatan umat itu tidak meliputi orang-orang maksum, tetap saja terdapat kemungkinan bahwa kesepakatan itu akan salah; ketiga, dengan melihat dan meneliti ayat-ayat seperti ayat tathir dalam Al-Quran dan riwayat-riwayat seperti hadis Tsaqalain, hadis Safinah dan…pada sunah nabawi menunjukkan dengan jelas tentang kemaksuman Ahlulbait Nabi Muhammad saw. Sesuatu yang menguatkan bahwa yang dimaksud dengan shadiqin itu adalah para maksum adalah perintah ﴾وَ كُونُوا مَعَ الصّادقين﴿ karena ayat ini tidak mengandung qaid dan syarat sehingga terdapat dua persoalan yang darinya bisa ditarik 2 kesimpulan: Pertama bahwa shadiqin adalah orang-orang yang semua perilakunya entah itu akidah, akhlak, perkataan dan perbuatannya shadiq (ithlāq mauridi) dan kedua adalah bahwa mereka dalam segala kondisi akan berlaku seperti itu (ithlāq ahwāli). Tak diragukan lagi bahwa orang-orang itu hanya ada pada orang-orang yang maksum. Kesimpulannya, Shadiqin adalah para Imam as yang maksum dan kaum Mukmin harus mengikuti mereka.

Catatan Kaki

  1. Jurjani, Al-Ta’rifāt, hlm. 95.
  2. Thabathabai, Al-Mizān, jld. 9, hlm. 402.
  3. Zamakhsyari, Al-Kasyaf, jld, 2, hlm. 220.
  4. "Kebajikan itu bukanlah (hanya) kamu menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat (ketika salat). Akan tetapi, sesungguhnya kebajikan itu adalah orang yang beriman kepada Allah, hari kemudian, para malaikat, kitab-kitab, dan para nabi; memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan), dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya; mendirikan salat dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila mereka berjanji; dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan, dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya) dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa."
  5. Thabarsi, Majma’ al-Bayān, jld. 3, hlm. 81.
  6. Thusi, Al-Tibyān, jld.5 , hlm. 318.
  7. "Di antara orang-orang mukmin itu ada orang-orang yang menepati apa yang telah mereka janjikan kepada Allah; maka di antara mereka ada yang gugur, dan di antara mereka ada (pula) yang menunggu-nunggu; dan mereka sedikit pun tidak merubah (janji merekanya)"
  8. Qurthubi, Al-Jāmi’ li Ahkām al-Qurān, jld. 8, hlm. 288.
  9. Rasyid Ridha, Al-Manar, jld. 11, hlm. 72; Thusi, Al-Tebyan, jld. 5, hlm. 318.
  10. Suyuthi, Al-Dur al-Mantsur, jld. 4, hlm. 278; Amadi , Ghāyah al-Murām. Jld. 3, hlm. 50-51; Amini, Al-Ghadir, jld. 2, hlm. 306.
  11. Kulaini, Ushul al-Kāfi, jld. 1, hlm. 208, Amadi, Ghāyah al-Marām, jld. 3, hlm. 52
  12. Shaduq, Ikmāl al-Din, hlm. 262; Majlisi, Bihār al-Anwār, jld. 33, hlm. 149, Qunduzi, Yanābi’ al Mawadah, hlm. 115.
  13. Thabari, Tafsir Thabari, jld. 11, hlm. 76.
  14. Hilli, Kasyf al-Murād, hlm. 503.
  15. Razi, Mafātih al-Ghaib, jld. 16, hlm. 221.

Daftar Pustaka

  • Amadi, Saifuddin, Ghāyah al-Marām fi ‘Ilm al-Kalām, Kairo, Al-A’la Lisyaun al-Islamiyah, 1391 Qf
  • Amini, Abdul Husain, Al-Ghadir, Qum, Markaz al-Ghadir lil Dirasat al-Islamiyah, 1421 Q.
  • Jurjani, Sayid Syarif Ali bin Muhammad, Al-Ta’rifāt, Beirut, Dar al-Fikr, 1419 Q.
  • Hakim Huskani, Abdullah bin Ahmad, Syawāhid al-Tanzil, Tehran, Muasasah Al-Tab’ wa al-Nasyr, 1411 Q.
  • Hilli, Hasan bin Yusuf, Kasyf al-Murād, Qum, Muasasah al-Nasyr al-Islami, 1419 Q.
  • Razi, Fahr al-Razi, Mafātih al-Ghaib (Tafsir al-Kabir), Dar Ihya, Beirut.
  • Rasyid Ridha, Muhammad, Al-Manār, Dar al-Fikr lil Mathbu’ah wa al-Nasyr wa al-Tuzi’
  • Zamakhsyari, Mahmud bin Umar, Al-Kassyāf, Nasyr al-Adab al-Hauzah
  • Suyuthi, Jalaluddin, Dur al-Mantsur, Beirut, Dar Ihya al-Tsurat al-Arabi, 1421 Q.
  • Shaduq, Muhammad bin Ali bin Husain, Ikmal al-Din, Qum, Jamiah Mudarisin, Muasasah Al-Nasyr al-Islami, 1416 Q.
  • Thabathabai, Sayid Muhammad Husain, Tafsir al Mizān, Beirut, Muasasah al-A’lami, 1393 Q.
  • Thabarsi, Fadhl bin Husain, Majma’ al-Bayān, Beirut, Dar Ihya al-Tsurats al-‘Arabi, 1379 S.
  • Thabari, Abu Ja’far Muhammad bin Jarir, Jāmi’ al-Bayān fi Tafsir al-Qurān, Beirut, Dar Ma’rifah, 1412 Q.
  • Thabari, Muhammad bin Jarir, Tafsir Thabari, Riset: Mahmud Syakir, Beirut, Dar Ihya al-Thurats ‘Arabi.
  • Thusi, Muhammad bin Hasan, Al-Tibyān fi Tafsir Al-Quran, Qum, Maktab al I’lam al-Islami, 1401 Q.
  • ‘Ayasyi, Abu al-Nadhr Muhammad bin Mas’ud bin ‘Iyasy Salmi, Tafsir ‘Ayyāsyi, Tehran, Maktabah al-Ilmiyah Islamiyah.
  • Qurthubi, Muhammad bin Ahmad, Al-Jāmi’ li Ahkām Al-Qur'ān, Riset: Abdul Razaq al-Mahdi, Beirut, Dar al-Kitab al-Arabi, 1423 Q.
  • Qunduzi, Sulaiman bin Ibrahim, Yanābi’ al-Mawaddah lidzawi al-Qurba, Dar al-Uswah lil Thaba’ah wa al-Nasyr, 1416 Q.
  • Kulaini, Muhammad bin Ya’qub, Ushul al-Kāfi, Beirut, Dar al-Ta’arif. 1401 Q.
  • Majlisi, Muhammad Baqir, Bihār al-Anwār, Tehran, Al-Maktabah al-Islamiyah, 1396 Q.

Sumber bacaan Makalah: Dānesy Nāmeh Kalām Islāmi.