Surat Imam Ali Kepada Asy'ats bin Qais

Dari wikishia

Surat Imam Ali as kepada Asy'ats bin Qais (bahasa Arab:رسالة الإمام علي إلى الأشعث بن قيس) adalah salah satu surat dalam Nahjul Balaghah. Dalam surat ini, Imam Ali mengingatkan Asy'ats tentang peristiwa penting, seperti wafatnya Utsman dan pengingkaran baiat oleh Thalhah dan Zubair. Imam meminta Asy'ats, yang saat itu menjabat sebagai gubernur Azerbaijan, untuk memperbarui baiatnya. [1]

Pada akhir surat, Imam Ali uga memberikan peringatan tegas mengenai pentingnya menjaga amanah Baitul Mal (harta negara) dan melarang keras segala bentuk penyalahgunaannya. [2]

Ayatullah Makarim Syirazi, salah seorang penafsir Nahjul Balaghah, menegaskan bahwa poin utama surat ini adalah penekanan pada konsep jabatan pemerintahan dalam Islam sebagai amanah ilahi. Jabatan tersebut tidak boleh dijadikan sarana untuk kepentingan pribadi atau penindasan terhadap rakyat. [3] Surat ini ditulis pada tahun 36 H, setelah Perang Jamal, [4] dan dikirimkan kepada Asy'ats melalui Ziyad bin Marhab Hamdani. [5]

Ibnu A’tsam al-Kufi, seorang sejarawan (wafat setelah 320 H), dalam kitab Al-Futuh, dan Nashr bin Muzahim (abad ke-2 H) dalam kitab Waq’at Shiffin mencatat surat ini dengan beberapa perbedaan kecil dalam teksnya. [6] Sayid Razi hanya menyebutkan bagian akhir surat ini dalam Nahjul Balaghah. [7] Surat ini tercatat sebagai surat kelima dalam Nahjul Balaghah berdasarkan edisi yang disunting oleh Shubhi Shalih, Faidh al-Islam, Ibn Maytsam, dan para editor lainnya. [8] Asy’ats bin Qais al-Kindi (W. 40 H) adalah salah satu tokoh yang berpartisipasi dalam penaklukan Azerbaijan dan diangkat oleh Utsman bin Affan sebagai gubernur Azerbaijan pada tahun 25 H. [9] Menurut catatan para sejarawan, Asy’ats, dengan izin Utsman, mengambil 1.000 dirham per tahun dari Baitul Mal Azerbaijan untuk kepentingan pribadinya. [10] Pada awal masa pemerintahannya, Imam Ali as mencopot Asy’ats dari posisinya. [11]

Menurut catatan sejarah, setelah Asy’ats membacakan surat Imam Ali as kepada para pengikutnya, mereka mendorongnya untuk membaiat Imam Ali as. Namun, ia mengatakan bahwa ia khawatir jika bergabung dengan Ali as, Baitul Mal akan diambil darinya. Sedangkan jika bergabung dengan Muawiyah, maka Muawiyah tidak akan minta apa-apa darinya. [12] Setelah mendapat kecaman dari pengikutnya, Asy’ats menyesali ucapannya. [13] Para sejarawan menyebutkan bahwa Asy’ats akhirnya pergi menuju Kufah, di mana Imam Ali mengambil kembali Baitul Mal darinya dan mencopotnya dari jabatannya. [14]

Catatan Kaki