Ubaidillah bin Ziyad bin Abihi (bahasa Arab:عبیدالله بن زیاد) (Kufah 33-67 H/653-686), adalah seorang panglima komandan bani Umayyah yang terkenal dan gubernur Kufah ketika terjadinya peristiwa Asyura, dia adalah penyebab utama kesyahidan Imam Husain as dan para sahabatnya. Ubaidillah sebelumnya menjabat sebagai gubernur kota Bashrah namun Yazid memberikannya tugas kepadanya untuk menjadi gubernur Kufah pada tahun 60 H/680. setelah terjadinya pergolakan di kota tersebut dengan jabatan yang sama dengan tujuan menguasai kota tersebut dan meringkus revolusi Imam Husain as. Dan pada tahun 65 H/685, ia juga diberi tugas untuk memberantas perlawanan Tawwabin. Ubaidillah termasuk orang-orang yang dibenci oleh orang-orang Syiah, karena perannya dalam Peristiwa Karbala. Dia setelah kebangkitan Mukhtar, terbunuh dalam perang Khazir di tangan Ibrahim bin Asytar.

Ubaidillah bin Ziyad
Nama lengkapUbaidillah bin Ziyad bin Abihi
LakabAbu Hafs
Terkenal denganIbnu Marjanah• Ibnu Ziyad
MeninggalMuharam Tahun 67 H/686
Penyebab
Wafat/Syahadah
Berperang melawan pasukan Mukhtar Tsaqafi
EraYazid bin MuawiyahMarwan bin Hakam
Dikenal sebagaiOrang yang ikut serta membantai Imam Husain as dan keluarganya di Karbala
Peran pentingMengirim pasukan ke Karbala untuk mengepung Imam Husain as• Menghina kepala suci Imam Husain as• Menumpas Perlawanan Tawwabin

Biodata dan Karakter

Abu Hafs, Ubaidillah bin Ziyad bin Abihi, terlahir dari seorang budak perempuan bernama Marjanah.[1] Terkadang Ibnu Ziyad digoda dengan panggilan yang dinisbatkan kepada ibunya, "Ibnu Marjanah" yaitu putra Marjanah, di mana hal itu menceritakan tentang ketidaksucian pada kelahirannya dan dalam beberapa sumber dijelaskan bahwa dia terkenal dengan pemilik nama buruk dan pezina yang tersohor. [2] Dalam Ziarah Asyura, ia dua kali secara eksplisit dilaknat, sekali dengan menyebut nama ibunya "Ibnu Marjanah" dan sekali lagi bersama dengan nama ayah dan ibunya "Ibnu Ziyad dan Ibnu Marjanah".[catatan 1] [3] Zainab kubra sa di Kufah dengan tegas mengecam Ibnu Ziyad di istananya dengan sebutan "Ibnu Marjanah".[catatan 2] [4]

Ayahnya, Ziyad bin Abihi, adalah salah satu panglima dan penguasa Umayyah yang terkenal dengan kekejaman dan kebengisannya dalam menumpas pemberontakan di wilayah-wilayah Islam. Terdapat perbedaan dalam silsilah Ziyad bin Abiyah, dan tidak jelas siapa ayahnya. Oleh karena itu, dia disebut sebagai Ibnu Abihi (yang berarti putra ayahnya). Dikatakan bahwa Abu Sufyan menganggap Ziyad sebagai hasil hubungan gelapnya dengan Sumayyah, ibu Ziyad dan untuk alasan ini, Muawiyah menyebut Ziyad sebagai saudaranya.[5]

Dikatakan bahwa Ibnu Ziyad sangat bengis, kejam dan tanpa rasa takut, serta beberapa penulis biografi menyebutnya dengan gelar tirani (Jabbar).[6] Seperti yang dinukil pada tahun 58 H, dalam penumpasan Khawarij di Basra, ia menunjukkan kebengisan yang mencengangkan.[7] Sifat Ubaidillah ini membuatnya juga meraih keberhasilan dalam peperangan melawan non-Muslim dalam penaklukan.[8]

Jabatan-jabatan Politik dan Kekuasaan

Tidak ada sumber-sumber sejarah yang menyebutkan tentang jabatan-jabatan dan aktifitas-aktifitas Ubaidillah di awal masa mudanya; akan tetapi menurut para penelaah, dia tidak pernah jauh dari urusan pemerintahan, terlebih dalam wilayah pemerintahan ayahnya Ziyad bin Abihi sebagai gubernur Kufah dan Bashrah.[9]

Periode Muawiyah

Bani Umayyah

penguasa

Nama pengguasa


Muawiyah bin Abu Sufyan
Yazid bin Muawiyah
Muawiyah bin Yazid
Marwan bin Hakam
Abdulmalik bin Marwan
Walid bin Abdul Malik
Sulaiman bin Abdul Malik
Umar bin Abdul Aziz
Yazid bin Abdul Malik
Hisyam bin Abdul Malik
Walid bin Yazid
Yazid bin Walid
Ibrahim bin Walid
Marwan bin Muhammad

masa pemerintahan


41 - 60
60 - 64
64 - 64
64 - 65
65 - 86
86-96
96 - 99
99-101
101-105
105-125
125 - 126
126 - 126
126 - 127
127 - 132

penguasa dan menteri terkenal

Mughirah bin Syu'bah
Ziyad bin Abihi
Amru bin Ash
Muslim bin Uqbah al-Marri
Ubaidullah bin Ziyad
Hajjaj bin Yusuf al-Tsaqafi

kejadian

Perjanjian Damai Imam Hasan as
Peristiwa Asyura
Peristiwa Harrah
Perlawanan Tawwabin
Kebangkitan Mukhtar
Kebangkitan Zaid bin Ali

Muawiyah setelah wafatnya Ziyad bin Abihi mengangkat Ubaidillah menjadi Gubernur Khurasan.[10] Muawiyah mencabutnya dari kekuasaan Khurasan dan melantiknya menjadi gubernur Bashrah pada tahun 55 H, 56 H atau 57 H. [11]

Ubaidillah dalam memerintah Bashrah, berhadapan dengan kerusuhan yang datang dari kelompok Khawarij. Kerusuhan pada tahun 58 H/678 telah mencapai puncaknya dan dia akhirnya dengan kekerasan yang menakjubkan, dapat menekan dan membunuh sebagian besar dari mereka. [12]

Periode Yazid

Yazid, setelah kematian Mu'awiyah pada tahun 60 H/680 telah berniat mencabut jabatan Ubaidillah dari pemerintah Bashrah, tetapi seakan-akan situasi politik di Bashrah dan Kufah tidak membiarkannya melakukan niat tersebut. Dengan dimulainya kebangkitan Imam Husain as dan pengutusan delegasinya Muslim bin Aqil ke Kufah, Ubaidillah dan ayahnya yang memiliki sejarah kekerasan dan kekejaman dan tersohor dalam menekan kerusuhan dan gerakan. Pada tahun 60 H/680 untuk mempertahankan wilayah Kufah, Yazid mengangkatnya sebagai gubernur Kufah. Dikatakan bahwa, Yazid melakukan tindakan perlawanan terhadap kebangkitan yang dilakukan Imam Husain as, semua itu atas usulan Sergi seorang kristiani yang ketika itu menjadi penasehat Yazid. [13]

Peranan Ibnu Ziyad dalam Peristiwa Karbala

Menekan Pergerakan Muslim bin Aqil

Orang-orang Kufah pada tahun 60 H/680 menyatakan persetujuan mereka untuk berbaiat dengan Imam Husain as dan ketika itu tengah menunggu kedatangan Imam di Kufah. Ibnu Ziyad dengan muka tertutup memasuki kota Kufah dan penduduk menduga bahwa dia adalah Husain as yang dinanti dan mereka menyambutnya, namun mereka segera faham bahwa yang datang adalah Ubaidillah. Tindakan pertama yang dilakukan Ubaidillah adalah mencari keberadaan Muslim bin Aqil. [14]

Ibnu Ziyad sejenak setelah memasuki Kufah, telah mengecam para penentang Yazid dengan keras dalam sebuah pidatonya dan menjanjikan perlakukan yang kejam kepada orang-orang yang mengikuti langkahnya. [15]

Menurut riwayat Yakubi, Hani bin Urwah telah mengenal Ibnu Ziyad dari sebelumnya dan ketika Ubaidillah memasuki Kufah dia dalam keadaan sakit, dan dia mengira bahwa Ubaidillah sesampainya di Kufah akan menjenguknya. Oleh karena itu, ia dengan Muslim bin Aqil merencanakan pembunuhan Ibnu Ziyad di rumahnya. [16] Dalam riwayat yang lain dikatakan bahwa Syarik bin A'war, salah seorang pemuka Syiah di Kufah, sedang sakit dan dirawat di rumah Hani dan telah merencanakan dengan Muslim bahwa ketika Ibnu Ziyad datang menjenguknya maka Muslim menyerang dan membunuhnya. [17] Dengan semuanya ini seakan-akan Hani tidak menyukai peristiwa itu terjadi di rumahnya, kemudian mencegah Muslim untuk melakukan itu dan jiwa Ibnu Ziyad pun selamat. [18]

Adapun menurut laporan Thabari, Ibnu Ziyad sesaat setelah memasuki kota Kufah telah mengetahui tempat persembunyian Muslim bin Aqil secara licik. Kemudian ia memanggil Hani ke Darul Imarah tempat kekuasaannya dan kemudian memasukkannya ke dalam penjara dan juga sesaat kemudian Muslim bin Aqil ditangkap dan membunuh keduanya. Kemudian mengirim kepala mereka ke hadapan Yazid. [19] Beberapa penelaah sejarah Islam percaya bahwa Ibnu Ziyad dengan kehadirannya di Kufah bersamaan dengan kehadiran Muslim bin Aqil di Kufah melaksanakan rencananya dalam dua bidang sosial, ekonomi dan permusuhan terhadap Syiah. Dengan ancaman, suap dan kontrol terhadap tokoh-tokoh terkenal di kota, membunuh dan memenjarakan tokoh-tokoh Syiah, serta melaksanakan langkah-langkah keamanan yang sangat ketat, dia menghilangkan setiap kemungkinan pergerakan dan pemberontakan dari pihak yang berseberangan.[20]

Mengirim Pasukan Ke arah Imam Husain as

Ubaidillah setelah mengancam dan menyuap orang-orang Kufah, mengutus Hur bin Yazid ar-Riyahi dan memerintahkan kepadanya untuk menghadang perjalanan Husain bin Ali as dan juga melarangnya untuk tidak mendirikan perkemahan di daerah yang dengan air. Kemudian, mengutus Umar bin Sa'ad bin Abi Waqqas menuju ke arah Imam dengan tentara pasukan. [21]

Umar bin Sa'ad sebelum itu, telah dilantik oleh Ibnu Ziyad untuk menjabat sebagai gubernur kota Ray dan ketika itu ia hendak berangkat ke sana; namun Ibnu Ziyad telah memerintahkannya untuk mengambil baiat Imam Husain untuk Yazid atau berperang dengannya, dan karena Ibnu Sa'ad meminta kepadanya untuk tidak melakukan hal itu dalam artian menolak perintah Ibnu Ziyad. Akhirnya Ibnu Ziyad pun memberikan syarat bahwa kekuasaan Ray tidak akan ia berikan kecuali Umar bin Sa'ad harus berhadapan dengan Husain bin Ali as. [22] Umar bin Sa'ad setelah berunding dengan Husain bin Ali as, dikabarkan kepada Ibnu Ziyad bahwa Husain as akan kembali ke rumahnya, oleh karena itu tidak perlu lagi mengadakan pertempuran. Seakan-akan Ibnu Ziyad pada mulanya senang dengan kabar tersebut; namun Syimr bin Dzil Jausyan memaksanya untuk melakukan damai. Kemudian Ibnu Ziyad menulis dalam suratnya kepada Umar bin Sa'ad, jika dia telah menggambil baiat dari Husain, maka utuslah dia ke Kufah dan jika tidak maka perangi dia.Jika kamu tidak mau berperang dengan Husain, maka jabatan panglima perang akan aku berikan kepada Syimr. [23]

Menawan Keluarga Imam Husain as

Setelah kesyahidan Imam Husain as, Ibnu Ziyad memerintahkan untuk menyandera keluarganya yang tersisa serta membawa mereka ke Kufah. Masuknya Ahlulbait Nabi saw ke Kufah dalam keadaan tertawan, adalah peristiwa nyata yang dicatat dalam sumber-sumber sejarah. Salah satu contoh peristiwa tersebut adalah berhadap-hadapan dan perdebatan Ibnu Ziyad dengan Sayidah Zainab sa serta jawaban-jawabannya kepada Ibnu Ziyad yang dicatat oleh sumber-sumber sejarah, yang telah memberikan pengaruh kepada para pendengar dan orang-orang yang hadir di tempat tersebut.

Penghinaan Terhadap Kepala Suci Imam Husain as

Salah satu di antara peristiwa-peristiwa yang terjadi di Kufah pada waktu itu adalah dibawanya kepala suci Imam Husain as ke dalam majelis Ibnu Ziyad. Menurut penukilan sejarah, dia dengan kayu yang ada di tangannya, telah menyentuh bibir dan gigi Imam Husain as dan tidak menghormatinya sama sekali. Zaid bin Arqam salah seorang sahabat Nabi yang hadir di majelis menangis karena melihat tindakan tersebut dan berkata: "Angkat kayu itu dari bibir Husain. Aku bersumpah demi Allah, sudah berkali-kali aku melihat Rasulullah meletakkan bibirnya mencium bibir Husain". Ubaidillah Marah dan berkata: "Semoga Allah menangisimu, atas hal apa engkau tangisi? Atas kemenangan Tuhan?! Demi Allah jika kamu bukan orang tua dan aku tidak tahu bahwa otakmu sudah hilang pasti tentu aku penggal lehermu. Mendengar hal itu, Zaid kemudian meninggalkan majelis". [24]

Berdebat dengan Sayidah Zainab sa

Setelah masuknya Ahlulbait as ke Kufah, mereka dibawa ke istana Ubaidillah yang menjadi penguasa ketika itu. Sesuai penukilan sejarah, Sayidah Zainab sa dengan mengenakan kain yang lusuh dan tanpa mengacuhkan Ubaidillah dan majelis dia langsung duduk di salah satu sudut ruangan. Ubaidillah bertanya kepadanya sebanyak tiga kali: "Siapa engkau?" akan tetapi Ibnu Ziyad tidak mendengar jawabannya. Akhirnya salah seorang dari majelis berkata: "Zainab, putri Ali bin Abi Thalib. Ibnu Ziyad tampak murka dengan ketidakacuhan Sayidah Zainab. Dengan menyindir dia berkata:"Puji syukur kepada Allah yang telah membongkar kedok kalian, dan menampakkan kebohongan kalian".

Sayidah Zainab menjawab: "Puji syukur kepada Allah yang telah memuliakan kami dengan Nabi-Nya, dan menyucikan dan membersihkan kami dari kecemaran dan kekejian. Orang yang berdosa dan orang yang berbuat jahatlah yang akan terbongkar kebohongannya karena berkata bohong dan dia bukanlah kami". Ibnu Ziayad berkata: "Lihatlah dirimu sendiri, akhirnya Allah telah berbuat apa terhadap kalian?" Sayidah Zainab menjawab: "Dari Allah aku tidak melihat kecuali keindahan dan kebaikan. Allah swt telah menentukan kepada keluarga kami kesyahidan dan mereka dengan segala keberanian telah berlari menunju tempat kematian mereka. Dan Allah swt segera akan mengumpulkan mereka dan kamu saling berdampingan sehingga di sisi-Nya Allah menghakimi kalian. Ketika itu akan kamu lihat kebahagian sejati milik siapa? Wahai anak Marjanah ibumu duduk sambil bertakziah menangisimu".

Ibnu Ziyad marah dan dikatakan bahwa dia telah berniat untuk membunuh Zainab dan dengan perantara Umar bin Huraits akhirnya niat itu diurungkan dan berkata: "Allah telah memberikan ketentraman dalam hatiku dengan terbunuhnya saudara pembangkangmu dan para pemberontak lainnya dan seluruh pengikut keluargamu".

Sayidah Zainab berkata: "Demi Allah engkau telah membunuh pembesarku, ranting dan daunku kau potong, nasab dan keturunanku telah kau cabut. Maka jika hatimu dapat sembuh dengan ini semua, maka telah kau raih kesembuhan tersebut". Ibnu Ziyad berkata: "Dia juga seperti ayahnya menyusun kata dengan sajak dan berkata seperti dia dengan sajak".[25]

Setelah Kematian Yazid

Baiat dengan Marwan bin Hakam

Ketika Abdullah bin Zubair mendapatkan kekuasaan di Madinah-sebagaimana sebagian orang di Syam juga menyetujui pada kekhalifahannya dan bahkan Marwan bin Hakam pergi ke Hijaz demi mengucapkan baiat kepadanya- Ibnu Ziyad bertemu dengan Marwan di Batsaniyah dan dia menahan Marwan untuk tidak melakukan hal itu, dan berjanji kepadanya jika ia mengaku sebagai khalifah, maka pasti akan ia dukung. Marwan kembali bersama Ibnu Ziyad ke Damaskus. Dan saat Dhahhak bin Qais yang mengambil baiat untuk Ibnu Zubair dari para penduduk kota Damaskus, Ibnu Ziyad dengan tipu muslihatnya mengusirnya dari kota tersebut kemudian mengambil baiat mereka untuk Marwan. Dalam peperangan yang terjadi antara para pengikut Marwan dengan Dhahhak bin Qais di Marju Rahith dekat Damaskus yang akhirnya Dhahak kalah dalam perang tersebut, Ibnu Ziyadlah yang bertanggung jawab menjadi panglima perang pasukan berkendaraan Marwan. [26]

Pada periode kekuasaan Marwan, Ubaidillah juga berada di Damaskus. Kelompok Thawwabin yang dipimpin oleh Sulaiman bin Shurad al-Khuzai bangkit demi membalas darah Imam Husain as yang tertumpah. Marwan bin Hakam, mengutus Ibnu Ziyad untuk menghadapi kebangkitan tersebut dan kepemerintahan Irak akan diberikan kepadanya dengan syarat dia mampu mengalahkan mereka. [27] Ketika Ubaidillah sampai di tempat bernama Jazirah, dia mendapat kabar tentang kematian Marwan (65 H/685), namun ia terus melanjutkan pada perjalanannya.

Penumpasan Perlawanan Tawwabin

Pada akhir bulan Jumadil Awal tahun 65 H/685 terjadi peperangan berdarah antara pasukan Ibnu Ziyad dan Kelompok Tawwabin di tempat bernama Ainul Wardah ini. Sulaiman dan pengikutnya mengalami kekalahan yang fatal dan terbunuh. [28]

Berhadapan Dengan Pasukan Mukhtar

Ibnu Ziyad kemudian sibuk membangun kota-kota Jazirah yang sebelum itu dia telah melakukan baiat kepada Ibnu Zubair dan tidak ikut campur dengan urusan Mukhtar Tsaqafi di Irak yang bangkit melawan penguasa bani Umayyah demi membalas darah Husain bin Ali as. Namun pada akhirnya dia menyerang Mosul sebagai salah satu kaki tangan Mukhtar. Para pengikut Mukhtar mundur ke kota Tikrit dan Mukhtar diberi kabar tentang serangan Ibnu Ziyad. Mukhtar juga akhirnya mengirim pasukan untuk menghadang pasukan Ibnu Ziyad. Dan pasukan Mukhtar berhasil memporak-porandakan pasukan yang dikirim oleh Ibnu Ziyad. (10 Dzulhijjah 66 H). [29]

Kematian Ibnu Ziyad

Setelah kemenangan pasukan laskar Mukhtar, Ibnu Ziyad sendiri datang menuju ke arahnya dengan beberapa pasukan dan pasukan Mukhtar duduk mundur. Mukhtar yang pada dasarnya sengaja mencari-cari kehancuran dan kebinasaan Ibnu Ziyad dan orang-orang lain yang memiliki andil dalam peristiwa Karbala, telah mengutus Ibrahim bin Malik Asytar bersama pasukan untuk berhadapan dengan Ibnu Ziyad. Ibrahim yang hendak bertemu dengan Ibnu Ziyad sebelum masuknya dia ke tanah Irak, telah berhadapan dengan laskar pasukan Syam di pinggir sungai Khazar di dekat sebuah desa bernama Barbitsa pada 16 km kota Mosul. Perang sengit yang terjadi antara orang-orang Irak dan orang-orang Syam telah dimulai, Ibnu Ziyad kalah pada bulan Muharram 67 H/687 dan terbunuh bersama para pengikutnya. Berdasarkan sebuah riwayat dari Abu Mikhnaf, dikatakan bahwa Ibrahim bin Asytar dia dalam perang satu lawan satu dan Ibnu Ziyad mati di tangannya.[30]

Keyakinan Kaum Syiah Tentang Ubaidillah

Tindakan Ubaidillah terhadap Imam Husain as dan terjadinya peristiwa Asyura, telah menjadikan namanya menjadi buruk dan membuat kebencian kepadanya dari sejak awal dan telah membangkitkan kemarahan sebagian besar kaum muslimin kepadanya khususnya orang-orang Kufah; sebagaimana yang telah dinukil oleh sebagian sumber bahwa Abdullah bin Afif Azdi, di pertengahan pidato pertama Ibnu Ziyad setelah peristiwa terjadi dia bangkit dan dengan keras menjelek-jelekkan dia dan Yazid. [31] Dan bahkan dikatakan bahwa ibunya Marjanah sangat mengecamnya. [32] Ubaidillah karena mempunyai peran dalam peristiwa Asyura telah menjadi salah satu tokoh sejarah Islam yang paling dibenci oleh orang-orang Syiah selama berabad-abad. Namanya dimuat dalam beberapa doa Ziarah yang terkenal seperti doa Ziarah Asyura, dan ia dalam doa ziarah ini telah dilaknat. [33]

Bani Ziyad

Ma'mun Abbasi (Pemerintahan: 198-218 H) setelah mengambil Yaman dan Tahamah dari Ibrahim bin Musa dan orang-orang lainnya, mengangkat Muhammad bin Ibrahim bin Ubaidillah, di mana dikenal sebagai Muhammad bin Ziyad, sebagai pengusa Yaman.[37] Muhammad bin Ziyad mamasuki Yaman pada tahun 203 H dan setelah satu tahun berhasil merebut Sana'a. Dia mendirikan kota Zabid dan menjadikannya sebagai pusat pemerintahannya. Setelah dia (W. 245 H), anak-anak dan cucunya memerintah di Sana'a hingga tahun 407 H. Di antara mereka, Ishaq bin Ibrahim, yang dijuluki Abu al-Jaisy, memiliki pemerintahan terpanjang.[38]

Catatan

  1. لَعَنَ اللهُ ابْنَ مَرْجَانَةَ ... وَ الْعَنْ عُبَیدَ اللهِ بْنَ زِیادٍ وَ ابْنَ مَرْجَانَةَ
  2. سيجمع الله بينك و بينهم فتحاج و تخاصم فانظر لمن يكون الفلج يومئذ هبلتك (ثكلتك ) أمك يا بن مرجانة. Terjemahan: Allah akan mengumpulkanmu dan mereka pada hari kiamat dan akan memperdebatkanmu, kemudian saksikanlah siapa yang pada hari itu menjadi pemenang dan beruntung? Wahai anak Marjanah, semoga ibumu berduka untukmu.

Catatan kaki

  1. Baladzuri Ahmad, Ansāb al-Asyrāf, jld.4, hlm. 75.
  2. Mufid, al-Ikhtishāsh, hlm. 73.
  3. Qummi, Syekh Abbas, Mafatih al-Jinan, Ziarah Asyura.
  4. Al-Qummi, Syekh Abbas, Nafs al-Mahmum fi Mushibah Sayidina al-Husain al-Mazhlum, jld. 1, hlm. 371. Sya'rani, Dam' al-Sujum, Tarjume Nafs al-Mahmum, hlm. 226.
  5. Lihat: Al-Isti'āb, jld.2, hlm.525.
  6. Zirikli, al-A'lām, jld.4, hlm.193.
  7. Dinawari, Akhbār al-Thiwāl, jld.1, hlm. 269-270; Thabari, Tārikh, jld.7, hlm. 185-187.
  8. lihat: Zirikli, al-A'lām, jld.4, hlm.193.
  9. Abu Ali Maskawaih Ahmad, Tajārub al-Umam, jld.2. hlm, 28.
  10. Thabari, Tārikh Thabari, jld. 7, hlm. 166-168.
  11. Yakubi, Tārikh, jld.2, hlm.238; Thabari, Tārikh Thabari, jld.7, hlm. 172.
  12. Thabari, Tārikh Thabari, jld.7, hlm. 185-187 dan jld. 7, hlm.228.
  13. Thabari, Tārikh Thabari, jld.7, hlm. 227.
  14. Thabari, Tārikh Thabari, jld.7, hlm. 229.
  15. Abu al-Faraj Isfahani, Maqātil al-Thalibin, jld. 1, hlm. 97.
  16. Yakubi, Tārikh, jld.2, hlm.243.
  17. Thabari, Tārikh Thabari, jld.7, hlm. 248.
  18. Abu al-Faraj Isfahani, Maqātil al-Thalibin, jld. 1, hlm. 98-99.
  19. Thabari,Tārikh Thabari, jld.7, hlm. 229-231 dan 270.
  20. Sekelompok Penulis, Tharh va Tahqiq Filmname Imam Husain as, Idare Kull-e Pazuhesyha-e Elami Resane.
  21. Thabari, Tārikh Thabari, jld.7, hlm. 308.
  22. Ibnu Sa'ad, Thabaqāt al-Kubrā, jld. 5, hlm.168; Dinawari, Akhbār al-Thiwāl, jld.1, hlm. 253.
  23. Lihat: Thabari, Tārikh Thabari, jld.7, hlm. 315-316; Mufid, al-Irsyād, jld.1, hlm.253.
  24. Mufid, al-Irsyād, jld.2, hlm.114-115.
  25. Thabari, Tārikh, jld.7, hlm. 315-316; Mufid, al-Irsyād, jld.1, hlm.438.
  26. Ibnu Sa'ad, Thabaqāt al-Kubrā, jld. 5, hlm.40-42; Thabari, Tārikh al-Thabari, jld.7, hlm. 476-479.
  27. Yakubi, Tārikh, jld.2, hlm.257.
  28. Thabari, Tārikh al-Thabari, jld.7, hlm. 557-560.
  29. Ibid, hlm. 643,646,649 dan 707-713.
  30. Thabari, Tārikh, jld.7, hlm. 557-560.
  31. Thabari, Tārikh, jld.7, hlm. 373-374; Ibnu Thawus Ali, al-Luhuf fi Qathla al-Thufuf, jld.1, hlm.71-72.
  32. Thabari, Tārikh, jld.7, hlm. 408.
  33. Kāmil Ziyārāt, hlm.176.

Daftar Pustaka

  • Abu al-Faraj Isfahani, Maqatil al-Thalibin, riset: Ahmad Shaqar, Cairo, 1368 H.
  • Abu Ali Maskawaih Ahmad, tajārub al-Umam, Tehran, 1366 S.
  • Ahmad bin 'Atsam Kufi, al-Futuh, Dar al-Adwa', Beirut, 1411 H.
  • Balazduri Ahmad, Ansāb al-Asyraf, riset: Ihsan Abbas, Beirut, 1400 H.
  • Dinawari Ahmad, Akhbār al-Thiwāl, riset: Abdul Mun'im 'Āmir, Baghdad, 1379 H.
  • Ibin Sa'ad Muhammad Bashri, Thabaqāt
  • Ibnu Qulawaih, Ja'far bin Muhammad, Kāmil al-Ziyarat, Dar al-Murtadhawiah, Najaf Asyraf, 1356 S.
  • Ibnu Thawus Ali, al-Luhuf fi Qathla al-Thufuf, Najaf, 1369 H.
  • Jahiz Amr, al-Bayān wa al-Tabyin, Cairo, 1351 H.
  • Majlisi, Muhammad Baqir, Bihār al-Anwār al-Jami'ah lidurai al-Akhbār al-Aimah al-Athhar, Dar Ihya al-Thurats al-Arabi, Beirut, 1403 H.
  • Muhammad bin Sa'ad Bashri, Thabaqāt al-Kubrā, Dar al-Kutub al-Ilmiah, Beirut, 1410 H.
  • Thabari, Muhammad bin Jarir, Tārikh al- Umam wa al-Muluk, jld.7, dar al-Thurast, Beirut, 1387.
  • Yakubi Ahmad, Tārikh, Beirut, Dar Shadir.

Pranala Luar

  • Sumber Artikel: Ensiklopedia Dairatu al-Ma'ārif Buzurg Islami, jld.3, hlm.640-642, di bawah tulisan Ibnu Ziyad, Abu Hafsh, tulisan Shadiq Sajjadi: [1]