Surga
Surga atau Jannah (bahasa Arab:الجنة), menurut keyakinan kaum muslimin adalah sebuah tempat di alam akhirat dimana para hambaNya yang tindakannya benar akan tinggal di sana dan berbahagia serta akan mendapat kenikmatan-kenikmatan Ilahi. Tempat tinggal Nabi Adam as dan Hawa sebelum turun ke bumi juga dinamakan dengan nama tersebut.
Lebih dari 200 ayat dalam Al-Quran dan juga sangat banyak riwayat-riwayat dari para maksum yang berkaitan dengan surga dan kriteria-kriterianya; kriteria-kriteria seperti ukuran dan luas tempat dan lokasi, jumlah bilangan surga, jenis-jenis kenikmatan, sifat-sifat tsubutiyah dan salbiyyah kenikmatan dan hal-hal yang ada di surga, tujuan dari penciptaan. Kriteria-kriteria para penghuni surga, sifat, tabiat dan amalan-amalan manusia yang membuatnya layak untuk masuk surga, orang-orang yang diharamkan dari surga, serta hubungan para penghuni surga satu dengan yang lainnya.
Meskipun kepercayaan dengan adanya surga, termasuk dari bagian ajaran-ajaran Islam, namun berkaitan dengan bahwa apakah surga diciptakan ketika terjadinya akhirat atau sudah sejak awal telah diciptakan, terdapat perbedaan pandangan di kalangan para teolog muslim. Selain itu, materi dan non materinya surga dan kenikmatan-kenikamatannya juga adalah salah satu hal yang diperselisihkan di kalangan ulama Islam, baik Sunni maupun Syiah.
Konsep dan Terminologi
Surga, sebuah tempat di alam akhirat dimana para hambanya yang tindakannya benar dan berbahagia akan tinggal di sana dan akan mendapat kenikmatan-kenikmatan Ilahi.[1] Dalam Al-Quran, kata surga telah dieksploitasi dalam pelbagai arti maknanya; para mufassir berdasarkan dengan ungkapan "Jannatani" (dua surga) yang dimuat dalam ayat 46 surah Al-Rahman, dan begitu juga dengan memakai penafsiran-penafsiran yang ada dalam riwayat-riwayat Ahlulbait, telah memberikan empat kemungkinan tentang "jannatani" (dua surga) yang mana berdasarkan ayat ini, dikhususkan bagi orang-orang yang ikhlas dan tawadhu':
- Sebuah surga spiritual dan sebuah surga materi, yang satu untuk manusia dan satunya lagi untuk jin, satu sebagai ganjaran ketaatan dan lainnya sebagai ganjaran meninggalkan ketidakpatuhan.
- Satu surga ganjaran dan satu surga yang muncul dari karunia Ilahi. [2]
- Dua surga yang berbeda dari aspek jenis bahan bangunan (emas dan perak).
- Dua surga menurut perbedaan fungsi, dan ungkapan surga 'Adn dan surga (jannâh) dan jannat (Surga-surga) yang berkali-kali diulang dalam beberapa ayat dalam Al-Quran. [3]
Dalam surah Al-Rahman ayat 62 juga mengintroduksikan dua surga lain dengan kalimat "Min Dunihima" (dan selain dari dua surga itu), dan mayoritas para mufasir memaknai dua ibarat tersebut lebih rendah dari sisi tingkatan dan keistimewaan. Sebagian yang lain juga menafsirkannya sebagai tingkatan yang lebih rendah dari sisi tempat. [4]
Ibarat-ibarat Lain Tentang Surga
Lebih dari 200 ayat dari Al-Quran Al-Karim dan banyak riwayat-riwayat yang telah dinukil dari para Imam Maksum terkait surga (al-Jannah).[5][6] Isi dan kandungan ayat-ayat yang berhubungan dengan surga dalam Al-Quran adalah sebagai berikut: Menjelaskan tentang sifat-sifat dan fitur-fitur surga (jannâh), kriteria-kriteria utama, ukuran, luas dan bentuk tempat, jenis kenikmatan-kenikmatan surga, sifat-sifat tsubutiyah dan salbiyah kenikmatan-kenikmatan, tujuan diciptakan surga, kriteria-kriteria penghuni surga, kriteria-kriteria orang-orang yang diharamkan dari surga, akhirnya, agenda-agenda serta hubungan para penghuni surga satu dengan yang lain.[7] Dalam Al-Quran, selain ditegaskan atas berakhirnya masa alam dunia dan terjadinya kiamat serta berlanjutnya kehidupan manusia di alam lain, dari tempat para penghuni surga dengan ungkapan yang berbeda-beda dan kebanyakan mengandung sifat-sifat utama yang telah disebutkan:
- Jannah (kata jamaknya adalah jannat): lebih dari 100 kali. [8]
- Raudhah: dalam surah Al-Rum, ayat 15.
- Raudhāt al-Jannāt: dalam surah al-Syura, ayat 22.
- Firdaus: dalam surah al-Mukminun, ayat 11.
- Dar al-Salam: dalam surah al-An'am, ayat 127 dan Yunus, ayat 25.
- Dar al-Akhirah: dalam 9 tempat al-Quran al-Karim.
- Dar al-Khuld: dalam surah Fushilat, ayat 28.
- Dar al-Muqamah: dalam surah Fatir, ayat 35.
- Dar al-Qarar: dalam surah Ghafir, ayat 39.
- Dar al-Muttaqin: dalam surah al-Nahl, ayat 30.
- Maqamin Amin: dalam surah al-Dukhan, ayat 51.
- Ma'adi Sidq: dalam surah al-Qamar.
- Illiyin/Illyun: dalam surah al-Muthaffifin, ayat 18 dan 19.
- Husna: dalam surah Yunus, ayat 26 dan beberapa ayat yang lain.[9]
Beberapa Ungkapan dan Makna Tentang Surga dalam Al-Quran
Surga 'Adn: surga 'Adn ditafsirkan dengan tingkatan tertinggi surga, surga khusus para muqarrabin, tengah-tengah surga, tempat para nabi dan para imam pemberi petunjuk, para syuhada, orang-orang saleh dan shiddiqin, sebuah tempat yang sangat tinggi dimana mata tidak pernah melihatnya dan hati tidak pernah terlintas tentangnya.[10] Namun sebagian berpendapat 'Adn berarti kediaman dan sifat umum surga. [11]
Dar al-Salam: Salah satu ungkapan kepada surga dan termasuk salah satu dari sifat-sifatnya yang disebutkan; menurut keyakinan para Mufasir, bahwa salam adalah termasuk salah satu dari nama Allah, dengan demikian Dar al-Salam yakni rumah Allah dan ini adalah ibarat untuk menjelaskan kemuliaan dan martabat surga. [12]
Dinukil dari Ibnu Abbas bahwa setiap ungkapan dari Jannah al-Ma'wa, Jannah al-Na'im, Dar al-Khuld atau Jannah al-Khuld, Dar al-Salam, Jannah al-Firdaus, Jannah 'Adn dan Dar al-Jalal mengisyaratkan pada satu surga yang khusus. [13]
Allamah Muhammad Baqir Majlisi dalam Bihar al-Anwar[14], berdasarkan metodenya dalam hadis komprehensif tersebut, pertama-tama mengklasifikasikan ayat-ayat terkait dengan surga (sekitar 275 ayat) menurut urutan surah-surah dan mencatutnya dan tafsirannya secara mendasar dinukil dari Thabarsi, Fakhrur Razi dan Baidhawi.
Beberapa Ungkapan dan Makna Tentang Surga dalam Riwayat
Dalam beberapa hadis yang dinukil dari para maksum, nama-nama surga telah dijelaskan di dalam Al-Quran; diantaranya:
- Jannatul Ma'wa, dalam sebuah hadis Nabawi dikemukakan sebagai nama sebuah sungai di surga dan jannah 'Adn dan juga jannah Firdaus, nama dua surga, yang terletak di tengah-tengah dua surga lainnya. [15]
- Dalam sebuah hadis dari Imam Baqir as, dikatakan bahwa Al-Quran menyebutkan nama empat surga ‘Adn, Firdaus, Na'im, Ma'wa, yang mana terdapat banyak sekali surga-surga berada disekeliling empat surga tersebut. [16]
- Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Suaid bin Janah dari Imam Baqir as, disebutkan bahwa ayat 46 dan 62 surah Ar-Rahman adalah sebagai saksi adanya empat surga; dengan penjelasan bahwa dua surga yang disebut dalam ayat pertama, satu hasil dari meninggalkan dosa dan yang lainnya buah hasil dari perasaan bahwa "Allah selalu mengawasi dan melihatnya" (takut kepada Allah) dan untuk para muqarrabin dan dua surga lainnya yang disebutkan dalam ayat 62 surah Ar-Rahman (Na'im, Ma'wa) untuk Ashhab Yamin dan dari sisi keistimewaan, bukan dari aspek kedekatan, itu lebih rendah. [17]
- Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan dari Imam Shadiq as, ayat 62 surah Ar-Rahman, dalil keberadaan surga-surga beraneka ragam dan juga ungkapan kata "darajât" diyakini sebagai perbedaan yang menujukkan tingkatan penghuni surga. [18]
- Menurut kandungan sebagian hadis-hadis Syiah dan Ahlusunah, salah satu dari surga-surga yang ada diciptakan langsung oleh Allah dengan tanganNya dan tunas-tunas pohonnya Dia yang menanamnya; pemandangan di sana belum pernah ada yang melihat dan tidak ada orang yang tahu tentang kenikmatan-kenikmatan di dalamnya. Para mufasirin meyakininya dengan mengisyaratkan pada surah As-Sajdah ayat 17. Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan dari Imam Shadiq as bahwa disitu pertama berbicara tentang tajalli (manifestasi) Allah kepada penghuni surga dan di akhir, diisyaratkan kepada surga khusus tersebut. [19] Banyak tercantum dalam kitab-kitab hadis Syiah dan Sunni, hadis-hadis yang menyebutkan keberadaan surga yang kenikmatan-kenikmatannya berada di luar imajinasi manusia. [20]
Sifat-sifat dan Keistimewaan-keistimewaan
Sebagian dari sifat-sifat surga, disebutkan dalam Al-Quran Al-Karim dan riwayat-riwayat para maksum. Surga menurut Al-Quran, sebuah tempat tinggal setelah kehidupan dunia bagi orang-orang yang bernasib baik (الذین سُعِدوا); [21] taman dan kebun-kebun dengan pepohonan yang banyak menghijau dan rindang, [22] dengan sungai-sungai yang mengalir tenang (sesuai dengan ungakapan«تجری مِنْ تحتها الانهار»). [23] Sumber-sumber mata air yang memancar dan mengalir[24] dan penuh dengan pelbagai buah,[25] dan juga dengan suhu udara yang normal.[26]
Luasnya surga, dalam ayat 133 Surah Ali Imran adalah selebar langit-langit dan bumi dan dalam ayat 21 surah al-Hadid, seperti lebarnya langit-langit dan bumi. Para mufasir seperti Thabarsi, Fahrur Razi dan Thabathabai, dengan bersandarkan ayat-ayat ini, meyakini bahwa luas gambaran surga keluar dari cakupan pemahaman dan benak manusia.[27]
Makhluk dan Kejasmaniahan
Kemakhlukan dan juga penciptaan surga sebelum terjadinya kiamat, termasuk salah satu topik pembahasan yang diisyaratkan dalam hadis-hadis maksum dan bahkan diperkenalkan sebagai salah satu dari keyakinan-keyakinan Syiah. [28] Dinukil dari Imam Ridha as bahwa yang dimaksud dari kemakhlukan di sini bukan penciptaan secara ditakdirkan, akan tetapi surga memiliki wujud luar yang riil dan Rasulullah saw dalam mikrajnya melihat surga tersebut secara nyata dan dengan demikian, penafian kemakhlukan surga, laksana orang yang mendustakan Nabi. [29]
Dalam beberapa hadis ditegaskan bahwa dari sebelumnya bagi setiap orang sudah ditentukan satu tempat di surga dan juga tempat di neraka dan perbuatan-perbuatan setiap orang secara bergradasi akan menyempurnakan bagian-bagian tempat tersebut, baik di surga ataupun di neraka. Hadis ini, menjadi data dan dokumen dari keberadaan surga dan neraka. [30]
Al-Quran al-Karim dan hadis-hadis maksum, menekankan pada satu poin bahwa surga dan secara global alam akhirat adalah kejasmanian dan dengan dasar ini dunia dan akhirat dalam kejasmaniahannya tidak ada perbedaaan antara keduanya dan perbedaannya hanya dalam keistimewaan-keistimewaan lainnya. Allamah Majlisi dan Sayid Ni'kmatullah Jazairi, memberi catatan pada salah satu hadis yang dinukil dari Imam Ridha as bahwa menurut pandangan Imam kedelapan ini, keadaan dan kondisi di akhirat harus diukur dengan keadaan dan situasi di dunia dan menegaskan bahwa kelaziman dari penjelasan ini adalah tentang kejasmanian surga. Imam Ridha dalam menjawab salah satu dari pertanyaan-pertanyaan Imran ash-Shabi dan dalam rangka berargumentasi tentang kemustahilan melihat Allah (ru'yatullah) bagi manusia di surga, mengatakan bahwa berargumentasi untuk yang akan terjadi di surga, hanya bisa dengan apa yang ada di dunia. Kalimat ini, berdasarkan salah satu dari dua penjelasan Allamah Majlisi [31] dan muridnya Sayid nikmatullah Jazairi,[32] yang mengandung dasar ini bahwa keadaan dan kondisi akhirat harus diukur dengan keadaan dan kondisi dunia. [33]
Agumentasi-argumentasi Teologis
Dalam argumentasi kemakhlukan surga bersandar pada sejumlah ayat al-Quran: Ayat lima surah An-Najm, yang berbicara tentang naiknya Rasulullah saw. Ayat 133 surah Ali Imran dan ayat 21 surah Al-Hadid, dimana keduanya mengetengahkan kalimat ‘Uiddat (yang disediakan) dan ayat 100 surah At-Taubah, dimana di situ dikemukakan kata A'adda [34] dan menunjukkan akan adanya surga dan neraka saat ini. [35]
Dalam hadis-hadis yang telah diriwayatkan dari para imam Syiah secara gamblang menegaskan tentang aktualitas surga saat ini, dan disebutkan dengan jelas dan Imam Ridha as juga dalam hal ini bersandar pada mi'raj Rasulullah saw Ibn Hazm[36] dan Ibn Qayyim al-Jauzi[37] juga dalam membawakan bukti dan dalil atas kemakhlukan surga. Sebagian menyebutkan penerangan-penerangan mi'raj Rasulullah saw. [38]
Selain itu ada juga orang-orang yang meyakini bahwa surga dan neraka belum diciptakan dan mereka bersandar dengan argumentasi akal dan naql. Yang paling pertama dan paling lama dari dalil akal tersebut adalah, kesia-siaannya penciptaan surga sebelum kiamat. [39] jawaban dari sebagian teolog terhadap argumentasi tersebut adalah bahwa tidak semua hikmah dari pekerjaan Tuhan dapat diketahui oleh manusia dan atas dasar tersebut tidak dapat diberikan pendapat atas kesia-siaan penciptaan surga.[40]
Nikmat-nikmat
Dalam budaya Islam, keridhaan Allah dan karunia serta anugerahNya, dianggap sebagai kenikmatan surga yang paling agung. Selain itu, dalam berbagai surah dari Al-Quran kenikmatan-kenikmatan surga lainnya, dari makanan dan minuman, rumah, kebun, istana, pakaian dan hal-hal lainnya telah disebutkan; diantaranya dalam tiga surah Ar-Rahman[41], Al-Waqi'ah[42] dan Al-Insan[43], dan beberapa ayat surah lainnya. [44]
Keridhaan Allah, Berdasarkan riwayat-riwayat Islam, paling agungnya kenikmatan surga. Berdasarkan hadis dari Imam Ali as, setelah menetapnya penghuni surga di tempat mereka, kepada mereka dikatakan bahwa paling tinggi dan paling berharganya kenikmatan-kenikmatan yang telah Allah berikan kepada kalian adalah keridhaan Allah dan kecintaan-Nya kepada kalian. Imam Ali as setelah menjelaskan perkataan tersebut, dia membacakan ayat 72 dari Surah al-Taubah yang mana sebagian darinya adalah: «وَرِضْوَانٌ مِّنَ اللَّـهِ أَكْبَرُ» "Yaitu keridhaan Allah lebih besar dan lebih tinggi dari segala sesuatu."[45]Berdasarkan sebuah hadis dari Nabi saw[46] Paling rendahnya penghuni surga, adalah mereka yang memperhatikan kenikmatan-kenikmatan surga, dan paling beruntungnya mereka adalah mereka yang termulia di mata Allah swt, mereka yang setiap pagi dan malam memperhatikan keharibaan Ilahi. [47]
Makanan dan minuman, Diantara makanan-makanan surga yang lebih ditekankan oleh Al-Quran adalah buah-buahan. Berdasarkan ayat-ayat Al-Quran, di surga segala jenis buah, dapat ditemukan secara melimpah dan senantiasa ada (Kulli Fâkihah, Fâkihatun Katsîrah, min kulli al-Tsamarât, Fawâkiha mimmâ Yasytahûn, Yatakhayyarûn, Ukuluha Dâim) dan dengan mudah dapat dipetik dari pohon-pohonnya. [48] Dalam Al-Quran juga telah disebutkan tentang daging[49] dua kali dan daging burung (Lahmi Thairin) [50] , sebagai kenikmatan-kenikmatan surga yang selalu tersedia kapan saja dikehendaki oleh para penghuninya. [51]
Diantara minuman-minuman surga, disebutkan dalam ayat 15 surah Muhammad: sungai-sungai dari air dan susu, khamar dan madu; air yang rasa, aroma dan warnanya tidak berubah-ubah, susu yang rasanya tidak berubah, khamar yang nikmat dan madu yang murni. Dalam beberapa tempat juga disebutkan tentang gelas khamar, dimana gelasnya putih bersih dan sangat nikmat, bercampur dengan aroma kafur,[52] atau bercampur dengan aroma zanjabil (jahe) dari mata air salsabil [53] atau disertai dengan misik dan bercampur dengan tasnim. Kata Syarab [54] dan Syarab Thahur [55] juga mengisyaratkan tentang minuman-minuman surga. Dalam Al-Quran, dikatakan bahwa khamer surga sudah tidak berbahaya lagi dan bebas dari keburukan-keburukan yang sudah dikenal di dunia (memabukkan, memusingkan, memaksa berbuat dosa, menghilangkan akal) ini adalah hal yang patut diperhatikan. [56]
Pakaian, pakaian dari sutra, gelang dari emas, perak dan mutiara,[57] permadani-permadani sutra, brokat dan sandaran yang megah dan menjulang[58], nampan-nampan emas dan bejana-bejana perak dan piala-piala kristal[59] para abdi muda dan elok (wildan, ghilman) [60] termasuk kenikmatan-kenikmatan lainnya untuk para penghuni surga.
Hubungan Berpasangan, adanya hubungan berpasangan, merupakan salah satu dari nikmat-nikmat surga, dalam Al-Quran dipaparkan dengan kata seperti Azwajun Muthahharah, Azwajukum, Azwajuhum dan Zawwajnahum (dan Kami nikahkan mereka). Sebagian para mufasir dengan bersandar pada surah Ar-Ra'd ayat 23 dan surah Ghafir ayat 8 berpendapat, para istri yang mukmin dan beriman, di surga mereka akan tinggal berdampingan satu sama lain. Begitu juga dijelaskan bahwa para orang tua laki dan perempuan dan anak cucu mereka jika mereka adalah orang-orang saleh maka akan masuk surga bersama mereka [61] Selain itu, Al-Quran juga mengisyaratkan kata Hur (sebanyak satu kali) dan Hurul Ain (bidadari berparas putih bermata hitam, sebanyak tiga kali) yang akan menjadi pasangan para penghuni surga. Selain sifat lahiriah mereka (cantik dan jelita), juga menegaskan tentang kesucian, kemuliaan dan terjauhkannya mereka dari segala pandangan yang kotor. [62]
Terdapat hal yang Spektakuler, dalam surah Az-Zukhruf ayat 71 ditegaskan tentang adanya sesuatu yang spketakuler (ma Talazza al-A'yun) dan terpenuhinya segala hasrat (Ma Tasytahihi al-Anfus). Sebagian para mufasir, dari dua ungkapan di atas menyimpulkan bahwa hal-hal yang telah disebutkan dalam Al-Quran tentang kenikmatan-kenikmatan surga, bukan semua kenikmatan dan kenikmatan-kenikmatan surga, lebih baik dari gambaran dan pengetahun manusia di dunia. [63]
Kriteria-kriteria lain Surga: Al-Quran Al-Karim, selain menjelaskan tentang kriteria-kriteria positif surga, juga membahas tentang kriteria-kriteria negatif; penegasan atas sifat-sifat positif seperti keabadian dan kekekalan, keamanan (aminîn), [64] , kekal (na'îmun muqîm) [65] kontinuitas (ghairu mamnûn), [66] tersedia (la maqthû'atin wa la mamnû'ah) [67] juga mengabarkan tentang peniadaan sifat dan perilaku seperti lelah (nasab), [68] lesu (laghûb), [69] duka cita (hazan) [70] perbuatan dosa (ta'tsim), [71] pembicaraan tidak pantas dan sia-sia (laghwun, lâghiyah), [72] menisbatkan kebohongan dan mendengar ucapan dusta sekecil apapun (kidzdzâbun), [73] mabuk dan hilang akal (ghaul). [74]
Tingkatan-tingkatan Surga
Dalam budaya Islam, hubungan antara derajat dan tingkatan surga dengan amal dan perbuatan manusia, diterima secara umum, namun perincian dan penjelasannya masih samar bahwa amal dan perbuatan apa yang dapat menyebabkan para hamba masuk ke surga dan pada tingkatan mana di surga dia akan dimasukkan, ini masih belum jelas. [75]
Menurut pandangan para mufasir seperti Fakhrur Razi[76] ; kata darajât yang dimuat dalam beberapa ayat saat menuturkan surga, menunjukkan akan adanya tingkatan kenikmatan-kenikmatan surga, yang mana manusia berdasarkan amal dan perbuatannya akan sampai ke surga sesuai dengan perbedaan derajat amal dan perbuatan mereka. [77] Dalam Al-Quran dan riwayat-riwayat Islam, terdapat banyak perbedaan tentang tingkatan-tingkatan surga. [78]
Menurut sebuah riwayat yang dinukil dari Nabi Islam, surga memiliki derajat yang berbeda dimana jarak antara surga-surga yang ada sejauh langit dan bumi.[79]
Perbuatan-perbuatan dan Sifat-sifat Penghuni Surga
Dalam Al-Quran dan hadis-hadis para maksum, telah sering dikutip bahwa ada beberapa tindakan dan perbuatan yang dapat membawa orang ke surga dan berkaitan dengan masalah ini, tidak ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan, semua setara dalam hal ini. [80] Iman, takwa, amal saleh dan begitu juga sifat-sifat yang menyerupainya seperti ketaatan terhadap Allah dan Rasul, menerima kebenaran, ikhlas dan menjauhi kesyirikan lebih dari kata-kata yang lainnya yang sering disebut dalam Al-Quran, penghuni surga diketahui dengan sifat-sifat seperti ini. Khusyu', takut dan rendah diri di hadapan sang pencipta, rendah diri di hadapan makhluk, berperilaku baik dan mengontrol hawa nafsu, jujur, dermawan dan memaafkan, amanah, komitmen dengan menepati janji-janji, mengurus kebutuhan orang-orang yang membutuhkan, berinfak dan menjauhi hal-hal dan ucapan yang sia-sia dan tak berarti[81] dan juga menjauhi sikap takabur, adalah hal lain yang disebut dalam Al-Quran. [82] Dalam hal ini, masuknya sebagian orang ke dalam surga juga telah dianggap sebagai hal yang mustahil; diantaranya orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Allah dan menolak untuk menerimanya. [83]
Sebagian sifat dan perilaku moral yang menyebabkan seseorang masuk ke surga, seperti: Menyelesaikan masalah dan membantu orang lain, sayang kepada para hamba-hamba Allah, berbicara baik dan menjauhi hal-hal yang zalim kepada selainnya,[84] dan terdapat juga perilaku-perilaku buruk yang dapat mencegahnya untuk masuk ke surga seperti berdusta, menggunjing, mengejek hamba-hamba Allah, berpartisipasi dengan penguasa dalam perbuatan-perbuatan tercela, moral buruk dan meminum minuman keras, ini termasuk faktor-faktor yang mengharamkan seseorang masuk ke surga. [85]
Surga Nabi Adam
Dalam tiga surah al-Quran, QS. Al-Baqarah: 35; QS. Al-A'raf: 19-20; QS. Thaha: 115, 117-120, mengindikasikan penciptaan Nabi Adam as dan Siti Hawa, tempat tinggal pertama pasangan ini diperkenalkan dengan nama surga. Menurut Al-Quran, dalam surga ini, kedua orang ini memperoleh semua keinginan dan hidup dengan kenikmatan melimpah dan kesenangan. Namun disamping kesenangan dan ketenteraman melimpah ini, kedua-duanya diperingatkan agar tidak mendekati pohon tertentu (dan tidak memakan buahnya), demikian juga agar tidak termakan tipu daya setan sehingga niat balas dendamnya untuk mengusir keduanya dari surga terealisasi. Menurut Al-Quran, ia tertipu oleh setan dan Adam serta Hawa melakukan kemaksiatan dan melanggar larangan Allah, yang menurut bahasa Al-Quran, mereka berdua menuruti setan dan memakan buah pohon terlarang, akhirnya mereka dikeluarkan dari surga dan tinggal di bumi dan menjalani kehidupan seperti manusia, setelah turun dari surga, dimulai dari bumi. [86]
Dalam tafsir-tafsir dan buku-buku teolog, dijelaskan ada tiga pendapat tentang surga ini:
- Fakhur Razi[87] mengurai tiga pendapat tersebut secara mendetail disertai dengan dalil-dalil para pengklaimnya. Tiga pendapat tersebut adalah sebagai berikut: "Taman di bumi", "surga langit, selain surga yang dijanjikan" dan "surga yang dijanjikan" Fakhrur Razi menerima tiga pendapat tersebut dan meyakininya sebagai suatu hal yang tidak dapat dibuktikan dan berpendapat bahwa ketidakmungkinan untuk mengemukakan pendapat yang pasti. [88]
- Allamah Majlisi[89] mengisyaratkan tiga pendapat tersebut dengan sebagian argumentasi-argumentasi mereka dan menukilkan hadis-hadis yang memperkenalkan surga Adam, yaitu surga yang dijanjikan dan dalam sebagian yang lain, tentang taman-taman dunia; ia menyimpulkan bahwa pilihan dogmatis setiap pendapat ini memiliki kritikan, selain bisa jadi surga tersebut adalah surga barzakhi. [90]
- Dari kalangan mufasir kontemporer, Muhammad Abduh[91] Ia meyakini bahwa surga Adam dan Hawa ada di bumi dan dia menyatakan bahwa pendapat para peneliti Ahlusunah juga seperti ini,[92] namun Allamah Thabathabai[93] meyakini bahwa surga Nabi Adam dan Hawa berada di langit, namun bukan surga yang dijanjikan dan sejenis dari alam barzakh dan dia menyakini bahwa penjelasan Al-Quran dalam bab ini adalah alegori tentang kehidupan masing-masing manusia sebelum datang dan tinggal di dunia. [94]
Karya dan Tulisan
Banyak karya dan tulisan yang sudah ditulis tentang surga dan neraka secara terpisah dan selain itu, dalam buku-buku hadis banyak ditemukan kutipan-kutipan riwayat yang mengutip bagian-bagian penting yang berhubungan dengan surga dan neraka secara khusus. Beberapa karya Syiah dalam bab ini meliputi:
- Ma’ālim al-Zulfa, karya Sayid Hasyim Bahrani. [95]
- Kitāb al-‘Adl wa al-Ma’ad dalam Bihār al-Anwār, karya Muhammad Baqir Majlisi. [96]
- Sifatu al-Jannah wa al-Nār, sekumpulan dari hadis-hadis Imam Baqir as dan Imam Shadiq as tentang surga dan neraka, karya Suaid bin Janah Azdi salah satu sahabat Imam Kazhim dan Imam Ridha as. Kitab ini secara lengkap dimuat dalam kitab al-Ikhtishas [97]dan dikutip juga dalam buku Bihār al-Anwār.[98]
Selain dalam karya tulisan Syiah, sebagian dari kalangan Ahlusunah juga menukil hadis-hadis yang berkaitan dengan surga dan neraka, diantaranya adalah:
- Sifatu al-Jannah, karya Abu Nuaim Isfahani.[99]
- Sya'bu al-Imān, karya: Ahmad bin Hasan Baihaqi. [100]
- Al-Targhib wa al-Tarhib, Karya Abdul Azhim bin Abdul Qawi Mundziri. [101]
- Al-Tadzkirah fi Ahwal al-Mauta wa Umur al-Akhirah, karya Syamsuddin Qurthubi.[102]
- Hādi al-Arwāh ila Biladi al-Afraāh, karya Ibn Qayyim Jauziyah.[103]
Catatan Kaki
- ↑ Haddad Adil, Dāneshname Jahane Islām, 1386 S, jld.11, hlm.4, di bawah kata Jannat.
- ↑ Thabathabai, al-Mizān fi Tafsir al-Qurān, di bawah surah al-Rahman: 46.
- ↑ Rujuk: Muhammad Fuad Abd al-Baqi, al-Mu'jam al-Mufahras lialfazh al-Qurān al-Karim, 1397H, dibawah kata Adn, Nun Ain Mim.
- ↑ Thabarsi, Tafsir Majma' al-Bayān; Thabari, Tafsir Thabari; Thabathabai, al-Mizān fi Tafsir al-Qurān, di bawah surah al-Rahman: 46 dan 62.
- ↑ Haddad Adil, Dāneshname Jahane Islām, 1386 S, jld.11, hlm.4, di bawah kata Jannat.
- ↑ Haddad Adil, Dāneshname Jahane Islām, 1386 S, jld.11, hlm.4, di bawah kata Jannat.
- ↑ Haddad Adil, Dāneshname Jahane Islām, 1386 S, jld.11, hlm.4, di bawah kata Jannat.
- ↑ Lihat: Muhammad Fuad Abdul Baqi, di bawah huruf (jim nun nun) yang mana terkadang disandarkan kepada sebuah kata atau dengan sebuah sifat yang sudah disandingkan dengannya seperti Jannatu al-Khuld, Jannatun Na'im, Jannah al-Na'im, Jannāt al-Na'im, Jannatu al-Ma'wa, Jannāt al-Ma'wa, Jannāt Adn dan Jannāt al-Firdaus.
- ↑ Haddad Adil, Dāneshname Jahane Islām, 1386 S, jld.11, hlm.4, di bawah kata Jannat.
- ↑ Rujuk: Thabari, Tafsir Thabari; Thabarsi, Tafsir Majma' al-Bayān, di bawah surah taubah, ayat 72.
- ↑ Thabathabai, al-Mizān fi Tafsir al-Qurān, di bawah surah al-Taubah: 72.
- ↑ Abu Nu'aim Isfahani, Shifatu al-Jannah, jld. 1, hlm. 34; Thabarsi, Tafsir Majma' al-Bayān, di bawah surah Al-An'am: 127.
- ↑ Rujuk: Qurthubi, al-Tadzkirah fi Ahwāl al-Mautā wa Umur al-Akhirah, 1410H, jld. 2, hlm. 175; Bahrani, Ma'ālim al-Zulfa fi Ma'ārif al-Nasyat al-Ulā wa al-Ukhrā, 1382S, jld. 3, hlm. 169, dengan perbedaan bahwa sebagai ganti dari Dar al-Jalal, dia membawakan Jannatu al-Nur.
- ↑ Allamah Majlisi, Bihār al-Anwār, 1403 H, jld. 8, bab al-Jannah wa Na'imiha, hlm. 71-116.
- ↑ Rujuk: Allamah Majlisi, Bihār al-Anwar, 1403 H, jld. 8, hlm. 117, rujuklah juga hlm. 196.
- ↑ Rujuk: Bahrani, Ma'ālim al-Zulfā fi Ma'ārif al-Nasyāt al-Ûlā wa al-Ukhrā, 1382S, jld. 3, hlm. 89; Allamah Majlisi, Bihār al-Anwar, 1403 H, jld. 8, hlm. 161.
- ↑ Rujuk: Allamah Majlisi, Bihār al-Anwar, 1403 H, jld. 8, hlm. 218.
- ↑ Rujuk: Thabarsi, di bawah surah Ar-Rahman: 62; dengan sedikit perbedaan di dalam buku Allamah Majlisi, Bihār al-Anwar, 1403 H, jld. 8, hlm. 198.
- ↑ Rujuk: Allamah Majlisi, Bihār al-Anwar, 1403 H, jld. 8, hlm. 126-127.
- ↑ Semisalnya rujuk: Baghawi, Mashabih al-Sunnah, 1407H, jld. 3, hlm. 555; Mundziri, al-Targhib wa al-Tarhib mi al-Hadits al-Syarif, 1407H, jld. 4, hlm. 502-506; Ibn Qayyim Jauzi, Hādi al-Arwāh ila Bilād al-Afrāh, 1409H, hlm. 308-311, 319-325.
- ↑ Q.S. Hud, 108.
- ↑ Q.S. al-Ra'd, ayat 35; Yasin, ayat 56; al-Rahman, ayat 48 dan 64; al-Waqiah, ayat 30; al-Insan, ayat 14.
- ↑ 35 kali dan sebagian dengan ungkapan-ungkapan lain.
- ↑ Q.S. Yasin, ayat 34; al-Dzariyat, ayat15; al-Rahman, ayat 50 dan 66; al-Insan, ayat 6 dan 18; al-Muthaffifin, ayat 28.
- ↑ Q.S. Shaf, ayat 51; al-Zukhruf, ayat 73; al-Dukhan, ayat 55.
- ↑ Q.S. al-Insan, ayat 13; juga lihat beberpa tafsir seperti: Thabari, Tafsir Thabari; Thabarsi, Majma' al-Bayān; Fahrur razi, Tafsir al-Kabir; Qurthubi, al-Jami' Li Ahkām al-Qurān, di bawah ayat tersebut.
- ↑ Lihat: Thabathabai, al-Mizān fi Tafsir Al-Qurān, di bawah ayat 12, surah Fusshilat.
- ↑ Lihat: Allamah Majlisi, Bihār al-Anwar, 1403 H, jld. 8, hlm. 146, 196-197.
- ↑ Ibid., hlm. 119.
- ↑ Lihat: Allamah Majlisi, Bihār al-Anwar, 1403 H, jld. 8, hlm. 123, 125, 149; untuk pembahasan ini, dengan sebagian perbedaannya dalam referensi-referensi hadis Ahlusunnah, lihat: Baihaqi, Sya'b al-Imān, 1421H, jld. 1, hlm. 342, 346; Qurthubi, al-Tadzkirah fi Ahwāl al-Mautā wa Umur al-Akhirah, 1410H, jld. 2, hlm. 164, 165; Ibn Qayyim Jauzi, Hadi al-Arwāh ila Bilād al-Afrāh, 1409H, hlm. 44-51.
- ↑ Allamah Majlisi, Bihār al-Anwar, 1403 H, jld. 10, hlm. 316, 327.
- ↑ Jazairi, Nur al-Barahin, 1417H., jld. 2, hlm. 327.
- ↑ Haddad Adil, Dāneshname Jahane Islām, 1386 S, jld.11, hlm.24, di bawah kata Jannat.
- ↑ Dua ibarat tersebut dalam ayat 131 surah Ali Imran dan ayat 57 surah Al-Ahzab digunakan untuk neraka.
- ↑ Juwaini, al-Aqidah al-Nizhamiyah, 1424H, hlm. 249-250; Mutawalli Syafi'i, al-Ghunyah fi Ushuliddin, 1406H. hlm. 167-168; Taftazani, Syrah al-Maqāshid, 1409H. jld. 5, hlm. 109; Jurjani, Syarh al-Mawāqif, 1325H. Subhani, Ilahiyāt Ala Hudā al-Kitāb wa al-Sunnah wa al-‘Aql, 1411H. jld. 2, hlm. 918, 919.
- ↑ Ibnu Hazm, al-Fashl fi al-Milal wa al-Ahwa' wa al-Nihal,1995M. jld. 2, hlm. 392.
- ↑ Ibn Qayyim Jauziyah, Hadi al-Arwāh ila Bilād al-Afrāh, 1409H., hlm. 44, 49-50, 81.
- ↑ Haddad Adil, Dāneshname Jahane Islām, 1386 S, jld.11, hlm.14, di bawah kata Jannat.
- ↑ Mufid, Awāil al-Maqālāt, 1411H., hlm.124.
- ↑ Subhani, Ilahiyāt Ala Huda al-Kitāb wa al-Sunnah wa al-‘Aql, 1411H. jld. 2, hlm. 920.
- ↑ QS. Ar-Rahman: 46 - 76.
- ↑ QS. Al-Waqi'ah: 10 - 37.
- ↑ QS. Al-Insan: 5, 6, 12 - 22.
- ↑ Misalnya QS. Al-Shafat: 41, 49; QS. Az-Zukhruf: 70, 73; QS. Al-Naba': 32, 35; QS. Al-Muthaffifin: 22, 28; QS. Al-Ghasyiyah: 10 - 16.
- ↑ Lihat: Majlisi, Bihar al-Anwār, 1403 H, jld.8, hlm. 140-141; lihat juga Abu Naim Isfahani, Sifatu al-Jannah, 1406, jld.2, hlm.136-137; Qurthubi, al-Tadzkirah fi Ahwal al-Mauta wa Umur al-Akhirah, 1410 H, jld.2, hlm.166-170.
- ↑ Lihat: Mundziri, al-Targhib wa al-Tarhib min al-Hadits al-Syarif, 1407H, jld.4, hlm. 507.
- ↑ Haddad Adil, Dāneshname Jahane Islām, 1386 S, jld.11, hlm.10, di bawah kata Jannat.
- ↑ QS. Al-Insan: 14.
- ↑ QS. Ath-Thur: 22.
- ↑ QS. Al-Waqi'ah: 21.
- ↑ Rujuk: Thabarsi, Tafsir Majma' al-Bayān, di bawah surah Al-Waqi'ah: 21.
- ↑ QS. Al-Insan: 5.
- ↑ QS. Al-Insan: 18.
- ↑ QS. Shad: 51.
- ↑ QS. Al-Insan: 21.
- ↑ Haddad Adil, Dāneshname Jahane Islām, 1386 S, jld.11, hlm.6, di bawah kata Jannat.
- ↑ QS. Al-Kahfi: 31; QS. Al-Hajj: 23; QS. Al-Fathir: 33; QS. Ad-Dukhan: 53; QS. Al-Insan: 12, 21.
- ↑ QS. Yasin: 56; QS. Ath-Thur: 20; QS. Ar-Rahman: 54, 76; QS. Al-Waqi'ah: 15; QS. Al-Insan: 13; QS. Al-Muthaffifin: 23, 35; QS. Al-Ghasyiah: 13, 16.
- ↑ QS. Az-Zukhruf: 71; QS. Al-Waqi'ah: 18, 34; QS. Al-Insan: 15, 16; QS. Al-Ghasyiah: 14.
- ↑ Rujuk: Surah Ath-Thur: 24; QS. Al-Waqi'ah: 17, 18; QS. Al-Insan: 19.
- ↑ Rujuk: Thabari, Tafsir Thabari; Thabarsi, Majma' al-Bayān; Fakhrur Razi, Tafsir al-Kabir; Qurthubi, al-Jami' Liahkāmi al-Qurān; Thabathabai, al-Mizān fi Tafsir al-Qurān, di bawah Surah Ar-Ra'd: 33, dan Ghafir: 8.
- ↑ QS. Ar-Rahman: 56, 58, 70, 72, 74; QS. Al-Waqi'ah: 22, 23.
- ↑ Thabathabai, al-Mizān fi Tafsir al-Qurān, di bawah ayat tersebut.
- ↑ QS. Al-Hijr: 46.
- ↑ QS. At-Taubah: 21.
- ↑ QS. Fhushshilat: 8.
- ↑ QS. Al-Waqi'ah: 33.
- ↑ QS. Al-Hijr: 48; QS. Al-Fathir: 35.
- ↑ QS. Al-Fathir: 35.
- ↑ Ibid: 34.
- ↑ QS. Ath-Thur: 23.
- ↑ QS. Al-Waqi'ah: 25; QS. Al-Ghasyiyah: 11.
- ↑ QS. Al-Naba: 35.
- ↑ Qs. Al-Shafat: 47.
- ↑ Faidh Kasyani, Rahe Rausyan, 1379 S. hlm.66.
- ↑ Fakhrur Razi, Tafsir al-Kabir, di bawah surah Al-Anfal: 4.
- ↑ Haddad Adil, Dāneshname Jahane Islām, 1386 S, jld.11, hlm.8, di bawah kata Jannat.
- ↑ Haddad Adil, Dāneshname Jahane Islām, 1386 S, jld.11, hlm.13, di bawah kata Jannat.
- ↑ Muhamamdi Rey Syahri, Hikmatname Payambar A'zam, 1385S. jld.4, hlm.399.
- ↑ Rujuk: Surah Ali Imran: 195; QS. Al-Nisa: 124; QS. Ghafir: 40.
- ↑ Semisalnya, rujuk: Surah Al-Mu'minun: 111; QS. Al-Furqan: 63, 75.
- ↑ Surah al-Qashshas, ayat 83; rujuk juga, Allamah Thabathabai, al-Mizān fi Tafsir al-Qurān di bawah ayat tersebut, yang menafsirkan bahwa kerusakan di bumi sebagai ketidakpatuhan terhadap Allah.
- ↑ QS. Al-A'raf: 40.
- ↑ Rujuk: Qurthubi, jld. 2, hlm. 108; Allamah Majlisi, jld. 8, hlm. 118, 119, 126, 144-145.
- ↑ Mundziri, al-Targhib wa al-Tarhib mi al-Hadits al-Syarif, jld. 4, hlm. 493-494; Qurthubi, al-Tadzkirah fi Ahwāl al-Mautā wa Umur al-Akhirah, 1410 H, jld. 2, hlm. 20-21; Allamah Majlisi, Bihār al-Anwar, 1403 H, jld. 2, hlm. 132-133.
- ↑ Haddad Adil, Dāneshname Jahane Islām, 1386 S, jld.11, hlm.24, di bawah kata Jannat.
- ↑ Fakhrurrazi, Tafsir Kabir, di bawah QS. Al-Baqarah: 35.
- ↑ Lihat juga: Thabarsi, Majma' al-Bayan, di bawah surah Al-Baqarah: 35.
- ↑ Allamah Majlisi, Bihār al-Anwar, 1403 H, jld. 11, hlm. 122-123, 143-144.
- ↑ Untuk hadis-hadis lain, silahkan merujuk: Allamah Majlisi, Bihār al-Anwār, 1403 H, jld. 8, hlm. 146, jld. 11, hlm. 161, 172, 176; untuk hadis-hadis Ahlusunah, silahkan rujuk: Ibn Qayyim Jauzi, Hādi al-Arwāh ila Biladi al-Afraāh, hlm. 52, 75.
- ↑ Rujuk: Rashid Ridha, Tafsir al-Quran al-Hakim yang terkenal dengan nama Tafsir al-Manār, di bawah surah Al-Baqarah: 35.
- ↑ Al-Maturidi, Ta'wilat Ahlu al-Sunnah, 1426H, jld. 1, hlm. 425, jld. 4, hlm. 376.
- ↑ Allamah Thabathabai, al-Mizān fi Tafsir al-Qurān, jld. 1, hlm. 132, jld. 8, hlm. 39, jld. 14, hlm. 218-219.
- ↑ Haddad Adil, Dāneshname Jahane Islām, 1386 S, jld.11, hlm.24, di bawah kata Jannat.
- ↑ Haddad Adil, Dāneshname Jahane Islām, 1386 S, jld.11, hlm.9, di bawah kata Jannat.
- ↑ Haddad Adil, Dāneshname Jahane Islām, 1386 S, jld.11, hlm.9, di bawah kata Jannat.
- ↑ Majlisi, Bihār al-Anwār, jld.8, hlm.207-220
- ↑ Mengenai Suaid bin Janah dan bukunya, silahkan rujuk: Najasyi, Sy.481,512; Tustari, Nur al-Barāhin, 1417 H, jld.5, hlm.89-90; Haddad Adil, Dāneshname Jahane Islām, 1386 S, jld.11, hlm.9, di bawah kata Jannat.
- ↑ Haddad Adil, Dāneshname Jahane Islām, 1386 S, jld.11, hlm.9, di bawah kata Jannat.
- ↑ Haddad Adil, Dāneshname Jahane Islām, 1386 S, jld.11, hlm.9, di bawah kata Jannat.
- ↑ Haddad Adil, Dāneshname Jahane Islām, 1386 S, jld.11, hlm.9, di bawah kata Jannat.
- ↑ Haddad Adil, Dāneshname Jahane Islām, 1386 S, jld.11, hlm.9, di bawah kata Jannat.
- ↑ Haddad Adil, Dāneshname Jahane Islām, 1386 S, jld.11, hlm.9, di bawah kata Jannat.
Daftar pustaka
- Al-Qur'an
- Abdul Adzim bin Abdul Qawi Mundziri. al-Targhib wa al-Tarhib min al-Hadis al-Syarif, cet. Mustafa Muhammad Amarah. Kairo: 1407/ 1987, cet. Offset Beirut, Tanpa Tahun.
- Abdul Malik bin Abdullah Juwaini. al-Aqidah al-Nidzamiyyah. cet. Muhammad Zubaidi. Beirut: 1424/ 2003.
- Abdul Qahir bin Thahir Baghdadi. al-Farq baina al-Firaq. cet. Muhammad Zahid bin Hasan Kautsari. Kairo:, 1367/ 1948.
- Abdur Rahim bin Muhammad Khayath. Kitab al-Intishar wa al-Rad ala Ibn al-Rawandi al-Mulhid. Beirut: cet. Nibrag, 1986.
- Abdur Rahman bin Ma'mun Mutawalli Syafi'i. al-Ghaniyyah fi Ushuluddin. Beirut: cet. Imaduddin Ahmad Haidar, 1406/1987.
- Abdur Razak bin Ali Lahiji. Gauhar Murad. Tehran: cet. Zainal Abidin Qurbani Lahiji, 1383 S.
- Abu Nu'aim Isfahani. Sifat al-Jannah. Damaskus: cet. Ali Ridha Abdullah, 1404-1407/ 1986-1987.
- Ahmad bin Ali Najasyi. Fehrest Asma Mushannafi al-Syiah al-Musytahar bi Rijal al-Najasyi. Qom: cet. Musa Syabiri Zanjani, 1407.
- Ahmad bin Husain al-Baihaqi. Syu'ub al-Îmân. Beirut: cet. Muhammad Said Basyuni Zaghlul, 1421/2000.
- Ahmad bin Muhammad Mibadi. Kasyful Asrar Wa Iddatul Abrar. Tehran: cet. Ali Asghar Hikmat, 1361 S.
- Ahmad Mustafa al-Maraghi. Tafsir al-Maraghi. Beirut: 1365.
- Ali bin Husein Alamul Huda. Syarh Jumal al-'Ilm wa al-'Amal. Tehran: cet. Ya'qub Ja'fari Maraghi, 1414.
- Ali bin Ismail al-Asy'ari. Kitab Maqâlât al-Islamiyyîn wa Ikhtilâf al-Mushallîn. Wiesbaden: cet. Helmut Ritter, 1400/1980.
- Ali bin Muhammad al-Jurjani. Syarh al-Mawâqif. Mesir: cet. Muhammad Badruddin an-Na'sani al-Halabi, 1325/1907, cet. Offset Qom, 1370 S.
- Al-Ikhtishash. (yang dinisbatkan) Muhammad bin Muhammad Mufid. Beirut: cet. Ali Akbar Ghaffari, Muassasah al-A'lami lil Mathbuat, 1402/1982.
- Allamah Majlisi.
- Allamah Thabathabai.
- Dairah al-Ma'arif Buzurge Islami. dibawah pengawasan Kazim Musawi Bajnurdi. Tehran: 1367 S, dibawah kata, Surga 11. Alif, dalam al-Quran al-Karim (dari Mahdi Ghaffari).
- Farajullah Abdul Bari. Yaumul Qiyamah baina al-Islam wa al-Masihiyyah wa al-Yahudiyyah. Kairo: 2004.
- Habibullah bin Ali Madad Kasyani. Aqâid al-Îman, Syarhe Doaye 'Adîlah. Tehran: cet. Hasan Brujerdi, cet. Sanggi, 1360.
- Hasan bin Yusuf Allamah Hilli. Anwar al-Malakût fi Syarh al-Yâqût. Qom: cet. Muhammad Najmi Zanjani, 1363 S.
- Hasan bin Yusuf Allamah Hilli. Kasyf al-Murad fi Syah Tajrid al-I'tiqad. Qom: cet. Hasan Hasan Zadeh Amuli, 1407.
- Hasyim bin Sulaiman Bahrani. Ma'alim al-Zulfa fi Ma'arif al-Nasyat al-Ûla wa al-Ukhra. Qom: 1382 S.
- Husain bin Mas'ud Baghawi. Mashabih al-Sunnah. Beirut: cet. Yusuf Abd al-Rahman Mar'asyali, Muhammad Salim Ibrahim Samarah, Jamal Hamdi Zahabi, 1407/1987.
- Ibn Babawaih. Uyun Akhbâr al-Ridha. Beirut: cet. Husein A'lami, 1404/ 1984.
- Ibn Babawaih. al-I'tiqâdât. Qom: cet. Isham Abd al-Sayyid, 1371 S.
- Ibn Hazm. Kitab al-Fashl fi al-Milal wa al-Ahwa wa al-Nahl. Mesir: 1317-1320, cet. Offset Beirut, Bi Ta.
- Ibn Jauzi. Zâd al-Masîr fi 'Ilm al-Tafsir. Beirut: 1404/19084.
- Ibn Maitsam. Qawaid al-Murâm fi 'Ilm al-Kalâm. Qom: 1398.
- Ibn Qayyim al-Jauzi. Hâdi al-Arwâh ila Bilâd al-Afrâh. Beirut: cet. Sayyid Jamili, 1409/ 1988.
- Ja'far Subhani. al-Ilahiyyat ala Hadyi al-Kitab wa al-Sunah wa al-'Aql. Qom: ditulis oleh Hasan Muhammad Makki Amuli, jld. 2, 1411.
- Maqatil bin Sulaiman. Tafsir Maqâtil bin Sulaiman. Kairo: cet. Abdullah Mahmud Shahatih, 1979/ 1989.
- Mas'ud bin Umar Taftazani. Syarh al-Maqâshid. Kairo: cet. Abdur Rahman Umairah, 1409/ 1989; cet. Offset Qom, 1370 -1371 S.
- Miqdad bin Abdullah Fadhil Miqdad. Irsyâd al-Thâlibîn ila Nahj al-Mustarsyidîn. Qom: cet. Mahdi Raja'i, 1405.
- Muhammad bin Ahmad Qurthubi. al-Jami' li Ahkam al-Quran. cet. Offset Tehran, 1364 S.
- Muhammad bin Ahmad Qurthubi. al-Tadzkirah fi Ahwal al-Mauta wa Umur al-Âkhirah. Beirut: cet, Fawaz Ahmad Zamrali, 1410/19990.
- Muhammad bin Husein Syarif Radhi. Haqâiq al-Ta'wil fi Mutasyabih al-Tanzil. Beirut: jld. 5, cet. Muhammad Ridha Al Kasyif al-Ghitha, 1355, cet. Offset Qom, Bi Ta.
- Muhammad bin Muhammad al-Maturidi. Ta'wîlât Ahlussunnah (Tafsir al-Maturidi). Beirut: cet. Majdi Baslawm, 1424/2005.
- Muhammad bin Muhammad Ghazali. al-Madhnun bihi Ala Ghairi Ahlihi. Damaskus: cet. Riyadh Mustafa Abdullah, 1417/1996.
- Muhammad bin Muhammad Ghazali. Fadhâih al-Bathiniyyah. Kairo: cet. Abdur Rahman Badawi, 1383/ 1964.
- Muhammad bin Muhammad Mufid. Awâil al-Maqâlât. Qom: cet. Ibrahim Anshari, 1413.
- Muhammad bin Muhammad Mufid. Tashhîh I'tiqad al-Imamiah. Qom: cet. Husein Dargahi, 1371 S.
- Muhammad bin Syah Murtadha Faidh Kasyani. Ilm al-Yaqin fi Ushuluddin. Qom, 1358 S.
- Muhammad bin Umar Fakhrur Razi. al-Tafsir al-Kabir/ Mafatih al-Ghaib. Beirut, 1421/ 2000.
- Muhammad Fuad Abdul Baqi. al-Mu'jam al-Mufahras li Alfadz al-Quran al-Karim. Kairo: 1364, cet. Offset Tehran, 1397.
- Muhammad Rasyid Ridha. Tafsir al-Quran al-Hakim al-Musytahar bi Ismi Tafsir al-Manar (Taqrirat Dars), Syaikh Muhammad Abduh, jld. 1, Mesir, 1373/1954.
- Nikmatullah bin Abdullah Jazairi. Nur al-Baraâhîn / Anis al-Wahid fi Syarh al-Tauhid. Qom: cet. Mahdi Raja'i, 1417.
- Qadhi Abdul Jabbar bin Ahmad. Syarh al-Ushul al-Khamsah. Beirut: cet. Samir Mustafa Rabab, 1422.
- Risalah Abdullah bin Ismail al-Hasyimi ila Abd al-Masih bin Ishak al-Kindi. Yad'uhu ila al-Islam wa Risalihi al-Kindi ila al-Hasyimi: Yuraddibuha alaihi wa Yad'uhu ila al-Nashraniyyah fi Ayyam Amiril Mukminin al-Khalifah al-'Abbasi al-Makmuni. Damaskus: al-Takwin, 2005.
- Sulaiman bin Shalih Ghasn. Mauqif al-Mutakallimin min al-Istidlal bi Nushus al-Kitâb wa al-Sunnah. Riyadh: 1416/1996.
- Syekh Kulaini.
- Syekh Thabarsi.
- Thabari, Jami'.
- Tustari.