Khotbah 80 Nahjul Balaghah
| Tema | Mencela Perempuan dan Menyebutkan Beberapa Sifatnya |
|---|---|
| Diriwayatkan dari | Imam Ali as |
| Sumber Syiah | Nahjul Balaghah • Al-Mustarsyad fi al-Imamah]] |
| Sumber Ahlusunah | Tadzkirah al-Khawash |
Khotbah 80 dari Nahjul Balaghah (bahasa Arab: الخطبة 80 من نهج البلاغة) adalah salah satu khotbah Imam Ali as dalam Nahjul Balaghah yang membahas kekurangan wanita dalam hal akal, iman, dan kontribusi ekonomi. Pandangan yang disampaikan dalam khotbah ini tentang wanita menjadi salah satu topik paling kontroversial dalam ranah pemikiran keagamaan, menarik perhatian berbagai kalangan dengan pandangan yang beragam.
Para penelaah Muslim memiliki pendapat yang berbeda-beda mengenai khotbah ini. Sebagian menganggapnya tidak valid karena sanad dan isi khotbah tersebut. Sebagian lainnya menganggapnya valid dan menerima makna lahiriahnya. Ada juga kelompok yang, meskipun menganggap khotbah ini valid, menafsirkan ulang makna lahiriahnya.
Untuk menjelaskan kritik terhadap wanita dalam ucapan Imam Ali as, disebutkan bahwa wanita dan pria setara dalam hakikat kemanusiaan dan spiritualitas; namun, mereka memiliki perbedaan alami. Misalnya, wanita memiliki emosi dan perasaan yang lebih kuat dibandingkan pria, sementara pria memiliki kemampuan rasional yang lebih dominan. Selain itu, meskipun wanita mengalami keterbatasan dalam menjalankan ibadah tertentu akibat masalah seperti haid, keterbatasan ini merupakan prasyarat untuk peran mereka sebagai ibu. Dengan menjadi seorang ibu, bukan hanya kekurangan ini yang tergantikan, tetapi wanita juga mencapai kesempurnaan yang lebih besar.
Pengenalan dan Posisi
Khotbah 80 Nahjul Balaghah adalah salah satu khotbah Imam Ali as dalam Nahjul Balaghah yang membahas kedudukan wanita. Pentingnya kedudukan wanita dalam pembahasan Islam membuat khotbah ini selalu menjadi bahan diskusi para penelaah ilmu-ilmu Islam.[1] Pandangan Nahjul Balaghah tentang wanita merupakan salah satu topik paling kontroversial dalam pemikiran keagamaan, di mana mendapat perhatian dari berbagai individu dengan pandangan berbeda.[2] Makna lahiriah dari perkataan Imam Ali as ini tampaknya mengkritik wanita,[3] dan karena alasan inilah dikatakan bahwa khotbah ini telah memengaruhi pandangan beberapa orang, terutama beberapa wanita, terhadap agama secara negatif.[4]
Menurut para peneliti, Imam Ali as dalam khotbah ini menganalisis Perang Jamal[5] dan menyebutkan beberapa karakteristik wanita untuk mencegah terjadinya peristiwa seperti Perang Jamal di masa depan, yang dipicu oleh kepatuhan kepada seorang wanita (Aisyah).[6] Nashir Makarim Syirazi, salah satu komentator Nahjul Balaghah, berpendapat bahwa dalam interpretasi isi khotbah ini yang membahas masalah wanita, telah terjadi sikap berlebihan dan kurang tepat. Hal ini karena, sepanjang sejarah, penjelasan tentang kepribadian wanita selalu menjadi bahan diskusi, dan telah terjadi sikap berlebihan atau kurang dalam membahasnya. Sikap-sikap tersebut juga memengaruhi pemahaman terhadap khotbah ini.[7]
Pendekatan para peneliti Islam terhadap khotbah ini tidak seragam. Sebagian menganggap khotbah ini tidak valid karena sanad dan isinya yang khas. Sebagian lainnya menganggapnya valid dan menjelaskan makna lahiriahnya. Di sisi lain, ada kelompok yang, meskipun menganggap khotbah ini valid, menafsirkan ulang makna lahiriahnya.[8] Khotbah ini dalam versi Subhi Shaleh dan Muhammad Dashti berada di kedudukan kedelapan puluh.[9]
| Nama Naskah | Nomor Khotbah[10] |
|---|---|
| Al-Mu’jam al-Mufahras li Alfazh Nahjul Balaghah / Shubhi Shaleh | 80 |
| Habibullah Khui / Mulla Saleh Qazwini / Ibnu Abi al-Hadid / Faidh al-Islam | 79 |
| Ibnu Maitsam al-Bahrani | 77 |
| Muhammad Abduh | 76 |
| Mulla Fathullah Kashani | 81 |
| Muhammad Jawad Mughniyyah | 78 |
Keabsahan Khotbah
Abdul Husain Khosrowpanah, seorang penelaah ilmu-ilmu Islam terkemuka, menyatakan bahwa khotbah ini sahih dan menilai setiap keraguan terhadap keabsahannya sebagai tidak berdasar.[11] Sementara itu, Nashir Makarim Syirazi, penulis buku Payam-e Imam Amir al-Mu’minin as, menganggap seluruh sanad dari khotbah-khotbah, surat-surat, dan hikmah dalam Nahjul Balaghah (termasuk Khotbah 80) sebagai valid.[12] Namun, ia hanya membatasi diri pada penjelasan dan tafsir khotbah ini tanpa membahas lebih lanjut tentang validitasnya.[13]
Di sisi lain, Abul Qasim Alidust, salah satu ulama senior dari Hawzah Ilmiyyah Qom, menyatakan bahwa sanad riwayat ini termasuk kategori hadis mursal dan tidak dapat dianggap valid.[14] Menurutnya, argumen-argumen yang tidak tepat yang dimasukkan dalam riwayat ini—seperti menyebut wanita sebagai "kurang iman" karena mereka tidak salat selama menstruasi—adalah indikator kuat bahwa riwayat ini tidak berasal dari seseorang yang ma'shum.[15]
Abdul Zahra Husaini Khateeb, penulis buku Mashadir Nahjul Balaghah wa Asaniduh, menjelaskan bahwa khotbah ini merupakan bagian dari surat panjang Ali as yang tersebar di berbagai bagian Nahjul Balaghah[16] dan merujuk pada peristiwa Perang Jamal.[17] Dalam literatur Syiah, surat ini dapat ditemukan dalam kitab-kitab seperti Al-Mustarsyad fi al-Imamah[18] dan Kasyf al-Mahjah;[19] sedangkan dalam literatur Sunni, surat ini termuat dalam kitab-kitab seperti Al-Gharat[20] dan Al-Imamah wa al-Siyasah.[21] Beberapa bagian dari khotbah ini juga ditemukan dalam Al-Kafi,[22] Tuhaf al-Uqul,[23] Amali Syekh Shaduq,[24] serta dalam Tadhkirah al-Khawas (sumber Sunni).[25]
Beberapa peneliti, setelah melakukan analisis mendalam terhadap berbagai versi surat Imam Ali as yang mencakup Khotbah 80 Nahjul Balaghah, menyimpulkan bahwa Syarif Radhi kemungkinan besar mengambil khotbah ini dari sumber-sumber yang telah terdistorsi. Dengan kata lain, dalam naskah-naskah yang telah dimanipulasi, beberapa perawi menambahkan khotbah ini ke dalam surat Imam Ali as dengan merujuk pada sumber-sumber Sunni, meskipun bagian ini tidak ditemukan dalam teks-teks awal seperti Al-Gharat dan Al-Imamah wa al-Siyasah.[26]
Isi Khotbah
Dalam Khotbah 80 dari Nahjul Balaghah, Imam Ali as menyinggung kekurangan wanita dalam hal akal, iman, dan kontribusi ekonomi. Beliau juga memperingatkan umat manusia agar tidak mengikuti bahkan wanita yang baik sekalipun.[27] Nashir Makarim Syirazi, salah satu ulama kontemporer, menjelaskan bahwa wanita dan pria setara dalam dimensi kemanusiaan dan spiritualitas; namun, perbedaan alami menyebabkan mereka memiliki aturan hukum yang berbeda dalam beberapa aspek, seperti warisan dan tanggung jawab jabatan kehakiman.[28] Sementara itu, Muhammad Kazem Thabathaba'i, penulis buku Manthiq Fahm al-Hadis, mencatat bahwa mayoritas wanita cenderung menolak makna lahiriah khotbah ini sebagai sesuatu yang keliru, sementara banyak pria menerimanya tanpa kritik. Namun, kedua kelompok tersebut sering kali terjebak dalam bias gender mereka sendiri sehingga gagal mencapai esensi sebenarnya dari pesan khotbah ini.[29]
Kekurangan Akal pada Wanita
Kekurangan akal pada wanita telah disebutkan dalam berbagai riwayat,[30] dan sering dijadikan dasar untuk mendukung isi khotbah ini.[31] Untuk menjelaskan kelemahan akal pada wanita, para ulama dan peneliti telah mengajukan interpretasi yang beragam.[32] Beberapa pandangan utama adalah sebagai berikut:
- Perbedaan Penciptaan Antara Wanita dan Pria: Khotbah ini menyoroti perbedaan alami antara wanita dan pria. Wanita memiliki emosi dan perasaan yang lebih kuat dibandingkan pria, sementara pria memiliki kemampuan rasionalitas yang lebih dominan.[33] Abdullah Jawadi Amuli, seorang ulama Syiah, menjelaskan bahwa kelebihan akal yang dimiliki pria sering kali berkaitan dengan urusan praktis dan politik. Namun, keunggulan ini tidak serta-merta menunjukkan kesempurnaan moral atau kedekatan dengan Tuhan.[34] Selain itu, tidak semua wanita memiliki akal yang lebih rendah daripada pria; ada wanita cerdas yang justru melebihi pria dalam berbagai aspek.[35] Interpretasi ini diterima oleh banyak peneliti.[36]
- Merujuk pada Realitas Sosial Masa Jahiliyah: Sayid Ali Khamenei, Pemimpin Tertinggi Republik Islam Iran, menyatakan bahwa riwayat ini kemungkinan merujuk pada karakteristik wanita di masa zaman jahiliah, bukan pada kodrat wanita secara umum. Menurut beliau, wanita pada zaman jahiliah memiliki tingkat pendidikan, kemampuan berpikir, dan status sosial yang lebih rendah dibandingkan pria. Dalam khotbah ini, Imam Ali as menggambarkan wanita yang baru saja keluar dari budaya jahiliah dan masih terpengaruh oleh pola pikir tersebut.[37]
- Menyindir Aisyah: Menurut Ibnu Abi al-Hadid, seorang ulama Sunni yang menafsirkan Nahjul Balaghah, khotbah ini merupakan sindiran terhadap perilaku Aisyah.[38] Namun, Muhammad Taqi Syusytari, penulis Bahj al-Sabbaghah fi Syarh Nahjul Balaghah, berpendapat bahwa meskipun Imam Ali as membacakan khotbah ini untuk mencela Aisyah, isi khotbah bersifat umum dan mencakup semua wanita.[39]
- Pernyataan Berdasarkan Perdebatan: Abul Qasim Alidust, yang menganggap sanad riwayat ini lemah, berpendapat bahwa karena riwayat serupa dapat ditemukan dalam kitab-kitab tepercaya kaum Sunni, beberapa kalangan Syiah menggunakan riwayat ini untuk menunjukkan bahwa tindakan beberapa sahabat yang mengikuti seorang wanita (mengikuti Aisyah dalam Perang Jamal) bertentangan dengan ajaran mereka.[40]
- Khotbah Palsu: Yusuf Shani'i percaya bahwa hadis-hadis yang menunjukkan rendahnya akal wanita bertentangan dengan Al-Qur'an, dan riwayat-riwayat ini—yang berasal dari fiqh Sunni—dibuat untuk melawan Sayidah Fatimah sa[41]
Kekurangan Iman pada Wanita
Dalam khotbah ini, ketidakmampuan wanita untuk salat dan berpuasa selama hari-hari haid dianggap sebagai indikator kekurangan iman mereka.[42] Sayid Jamaluddin Dinparvar, salah satu pensyarah Nahjul Balaghah, menjelaskan bahwa meskipun wanita tidak dapat melakukan beberapa ibadah seperti salat dan puasa karena alasan seperti menstruasi dan kehamilan, kekurangan ini menjadi persiapan bagi mereka untuk menjadi ibu. Setelah menjadi ibu, tidak hanya kekurangan ini yang tergantikan, tetapi wanita juga mencapai kesempurnaan yang lebih besar.[43] Abdul Husain Khosrowpanah juga berpendapat bahwa meskipun ibadah memperkuat iman dan meninggalkannya melemahkan iman, sehingga tidak salat dan berpuasa selama haid pasti mengurangi iman, Islam telah memberikan solusi pengganti untuk masalah ini. Wanita dapat duduk di atas sajadah selama haid dan menggantinya dengan berzikir.[44] Sejumlah peneliti juga berpendapat bahwa kata "iman" dalam riwayat ini digunakan dalam arti bahasa (rasa tenang), bukan dalam arti istilah (keyakinan kepada Allah). Artinya, wanita menjadi lemah karena menstruasi dan rasa tenang mereka berkurang.[45]
Di sisi lain, Muhammad Baqir Majlisi, penulis Bihar al-Anwar, berpendapat bahwa meskipun wanita tidak dapat salat dan berpuasa selama menstruasi sesuai perintah Allah, yang mengakibatkan iman mereka berkurang, hal ini disebabkan oleh kekurangan yang ada dalam diri mereka.[46]
Warisan yang Lebih Sedikit bagi Wanita
Berdasarkan khotbah ini, wanita menerima setengah bagian warisan dibandingkan pria, sehingga mereka dianggap memiliki keuntungan finansial yang lebih rendah.[47] Namun demikian, sistem pembagian warisan ini dianggap adil dalam hukum Islam, karena wanita tidak dibebani dengan tanggung jawab untuk menanggung biaya hidup keluarga—tanggung jawab tersebut sepenuhnya berada di pundak pria.[48] Selain itu, dalam sebuah hadis dari Imam Ridha as, dinyatakan bahwa alasan warisan wanita lebih sedikit adalah karena mereka tidak bertanggung jawab atas pembiayaan kebutuhan hidup sehari-hari, serta karena mereka menerima mahar dari suami mereka.[49]
Peringatan untuk Berhati-hati terhadap Wanita dan Larangan Mengikuti Mereka
Dalam khotbah ini, Imam Ali as memperingatkan para pria agar berhati-hati terhadap semua wanita, bahkan wanita yang baik, serta melarang mereka untuk mengikuti wanita, meskipun dalam hal-hal yang baik.[50] Menurut Nashir Makarim Syirazi, pernyataan ini bukan berarti bahwa jika seorang wanita memberikan nasihat atau memerintahkan sesuatu yang baik, hal itu harus diabaikan. Sebaliknya, maksudnya adalah bahwa pria harus melakukan kebaikan karena nilai kebaikan itu sendiri, bukan karena tunduk secara mutlak kepada wanita.[51] Juga dinyatakan bahwa peringatan Imam Ali as untuk menjauhi wanita baik tidak bersifat universal, tetapi berkaitan dengan konteks tertentu, seperti provokasi Aisyah dalam Perang Jamal, yang bertujuan untuk mencegah orang-orang mengikuti langkah-langkahnya.[52]
Waktu Menyampaikan Khotbah
Terdapat perbedaan pandangan tentang waktu penyampaian khotbah ini. Beberapa ulama, seperti Ibnu Jauzi[53] dan Sayid Radhi,[54] pengumpul Nahjul Balaghah, percaya bahwa khotbah ini disampaikan setelah Perang Jamal. Sementara itu, Husaini Khateeb menyatakan bahwa khotbah ini merupakan bagian dari surat yang ditulis oleh Imam Ali as setelah jatuhnya Mesir ke tangan Amr bin Ash dan syahadah Muhammad bin Abu Bakar. Surat tersebut kemudian diperintahkan untuk dibacakan kepada masyarakat.[55] Nashir Makarim Syirazi menyebut pandangan ini sebagai pendapat yang populer dalam masalah ini.[56] Berdasarkan pandangan ini, khotbah ini diyakini disampaikan pada tahun 36 H atau 38 H.[57] Ada juga kemungkinan bahwa Imam Ali as membacakan khotbah ini beberapa kali dalam kesempatan yang berbeda.[58]
Teks dan Terjemahan Khotbah 80 dari Nahjul Balaghah
أَيُّهَا النَّاسُ، إِنَّ النِّسَاءَ نَوَاقِصُ الْإِيمَانِ، نَوَاقِصُ الْحُظُوظِ، نَوَاقِصُ الْعُقُولِ. فَأَمَّا نُقْصَانُ إِيمَانِهِنَّ فَقُعُودُهُنَّ عَنِ الصَّلَاةِ وَ الصِّيَامِ فِي أَيَّامِ حَيْضِهِنَّ، وَ أَمَّا نُقْصَانُ عُقُولِهِنَّ فَشَهَادَةُ امْرَأَتَيْنِ كَشَهَادَةِ الرَّجُلِ الْوَاحِدِ، وَ أَمَّا نُقْصَانُ حُظُوظِهِنَّ فَمَوَارِيثُهُنَّ عَلَى الْأَنْصَافِ مِنْ مَوَارِيثِ الرِّجَالِ. فَاتَّقُوا شِرَارَ النِّسَاءِ وَ كُونُوا مِنْ خِيَارِهِنَّ عَلَى حَذَرٍ، وَ لَا تُطِيعُوهُنَّ فِي الْمَعْرُوفِ حَتَّى لَا يَطْمَعْنَ فِي الْمُنْكَر.
Wahai manusia! Sesungguhnya wanita memiliki kekurangan dalam hal iman, keberuntungan, dan akal. Adapun kekurangan dalam iman mereka adalah karena mereka tidak salat dan berpuasa selama hari-hari haid. Kekurangan dalam akal mereka adalah karena kesaksian dua wanita sama dengan kesaksian satu pria. Dan kekurangan dalam keberuntungan mereka adalah karena warisan mereka setengah dari warisan pria. Oleh karena itu, waspadalah terhadap wanita-wanita yang buruk, dan tetaplah berhati-hati terhadap wanita-wanita yang baik. Jangan patuhi mereka dalam hal-hal yang baik sampai mereka tidak berharap untuk melakukan hal-hal yang buruk.[59]
Catatan Kaki
- ↑ Qandhari, dan Tahereh Salehi, "I'tibarsanji al-Nisa' Navaqish al-'Uqul dar Nahj al-Balaghah", hlm. 394.
- ↑ Khosravi, dan lain-lain, "GhuneSyenasi Negarisy be Zan dar Pazhuhesyhayi Ilmi dar Purtu-e Kalam Emam Ali as", hlm. 82.
- ↑ Barge'i, "Jayeghah-e Posisi Hukum Wanita dalam Nahjul Balaghah", hlm. 158.
- ↑ Batul, "Posisi Wanita dalam Sirah Imam Ali as dengan Fokus pada Nahjul Balaghah", hlm. 10.
- ↑ Ibn Mitham, Syarh Nahjul Balaghah, 1404H, Jilid 2, hlm. 223.
- ↑ Ibid.
- ↑ Makarim Syirazi, Payam-e Imam Amir al-Mu’minin as, 1386M, Jilid 3, hlm. 288-289.
- ↑ Jafari, Partovi az Nahjul Balaghah, 1380M, Jilid 1, hlm. 706.
- ↑ Dashti, dan Kazem Muhammad, Al-Mu’jam al-Mufahras li Alfazh Nahjul Balaghah, 1375 M, hlm. 509.
- ↑ Dashti, dan Kazem Muhammad, Al-Mu’jam al-Mufahras li Alfazh Nahjul Balaghah, 1375M, hlm. 509.
- ↑ Khosrowpanah, Jami'ah Alawi fi Nahjul Balaghah, 1384 S, hlm. 223.
- ↑ Makarim Syirazi, Payam-e Imam Amir al-Mu’minin as, 1386 S, jld. 1, hlm. 55-59.
- ↑ Lihat: Makarim Syirazi, Payam-e Imam Amir al-Mu’minin as, 1386 S, jld. 3, hlm. 285.
- ↑ Alidust, "Fiqh al-Qadha (Syarat Hakim)", Salsabil Ayatullah Alidust, Sesi 115.
- ↑ Alidust, "Fiqh al-Qadha (Syarat Hakim)", Salsabil Ayatullah Alidust, Sesi 115.
- ↑ Untuk melihat surat tersebut di berbagai bagian Nahjul Balaghah, lihat: Jafari, "Pendahuluan", dalam buku Syubhat Zan dar Nahjul Balaghah, 1401 H, hlm. 18.
- ↑ Lihat: Husaini Khateeb, Masadir Nahjul Balaghah wa Asaniduh, 1409 H, jld. 1, hlm. 409; dan jld. 2, hlm. 82-83.
- ↑ Lihat: Thabari, Al-Mustarsyid, 1415 H, hlm. 408-427.
- ↑ Lihat: Sayid Ibnu Thawus, Kasyf al-Mahjah, 1375 S, hlm. 235-269.
- ↑ Tsaqafi, Al-Gharat, 1410 H, jld. 1, hlm. 199-212.
- ↑ Ibnu Qutaybah Dinawari, Al-Imamah wa al-Siyasah, 1410 H, jld. 1, hlm. 174-179.
- ↑ Kulaini, Al-Kafi, 1407 H, jld. 5, hlm. 517.
- ↑ Ibnu Shu'bah Harani, Tuhaf al-Uqul, 1404 H, hlm. 368.
- ↑ Syekh Shaduq, Amali, 1376 M, hlm. 304.
- ↑ Ibnu Jauzi, Tadhkirah al-Khawas, 1426 H, jld, 1, hlm. 391-392.
- ↑ Qandhari, dan Tahereh Salehi, "Validasi ‘An-Nisa’u Naqisatul ‘Aql’ dalam Nahjul Balaghah", hlm. 432.
- ↑ Nahjul Balaghah, edisi penyuntingan Subhi Shaleh, 1414 H, Khotbah 80, hlm. 105-106.
- ↑ Makarim Syirazi, Payam-e Imam Amir al-Mu’minin as, 1386 S, jld. 3, hlm. 298.
- ↑ Thabathabai, Manthiq Fahm al-Hadis, 1390 S, hlm. 419.
- ↑ Untuk melihat beberapa dari riwayat ini, lihat: Kulaini, Al-Kafi, 1407 H, jld. 5, hlm. 39, Hadis 4; dan hlm. 322, Hadis 1; Syekh Shaduq, Man La Yahduruhu al-Faqih, 1413 H, jld. 3, hlm. 291, Hadis 4375.
- ↑ Husainian Qomi, "Pembelaan terhadap Hadis 2", hlm. 141-142.
- ↑ Untuk melihat beberapa interpretasi ini, lihat: Mehrizi, "Tafakkur dalam Hadis Kekurangan Akal Wanita", hlm. 92-93.
- ↑ Jafari, Partovi az Nahjul Balaghah, 1380M, jld. 1, hlm. 707; Shawili, Al-Jaib al-Ijtima'i fi Nahjul Balaghah, 1437H, hlm. 16.
- ↑ Javadi Amoli, Zan dar Ayeneh Jalal wa Jamal, 1386 S, hlm. 251.
- ↑ Montazeri, Dars-ha-i az Nahjul Balaghah, 1395 S, jld. 3, hlm. 238.
- ↑ Sebagai contoh, lihat: Thabathabai, Al-Mizan, 1417 H, jld. 2, hlm. 275; Rashid Ridha, Tafsir al-Manar, 1414 H, jld. 5, hlm. 69-70; Dinparvar, Manshur Jadidan, 1389 M, hlm. 307; Jafari, Partovi az Nahjul Balaghah, 1380 M, jld. 1, hlm. 707; Shawili, Al-Jaib al-Ijtima'i fi Nahjul Balaghah, 1437 H, hlm. 16; Mukhlishi, "Sokhan-e Imam Ali as Darbareye Zan wa Bazkavi-ye Didgah-ha", hlm. 151.
- ↑ Husaini Khamenei, "Pernyataan dalam Diskusi Tanya Jawab di Masjid Abu Dzar, Tehran", Situs Kantor Publikasi dan Pelestarian Karya Ayatullah Khamenei.
- ↑ Ibnu Abi al-Hadid, Syarh Nahjul Balaghah, 1404 H, jld. 6, hlm. 214.
- ↑ Syusytari, Bahj al-Sabbaghah, 1376 S, jld. 14, hlm. 219.
- ↑ Alidust, "Fiqh al-Qadha (Syarat Hakim)", Salasil Ayatullah Alidust, Sesi 115.
- ↑ Shani'i, "Wawancara dengan Majalah Payam-e Zan", hlm. 12, dikutip dari: Husainian Qomi, "Pembelaan terhadap Hadis 2", hlm. 140-141.
- ↑ Nahjul Balaghah, edisi penyuntingan Subhi Shaleh, 1414 H, Khotbah 80, hlm. 106.
- ↑ Dinparvar, Manshur Javidaneh, 1389 S, hlm. 306.
- ↑ Khosrowpanah, Jami'ah Alawi fi Nahjul Balaghah, 1384 S, hlm. 223.
- ↑ Afsardir, dan Tahereh Sadat Thabathabai Amin, "Semantik Iman dalam Riwayat An-Nisa' Naqisatul Iman", hlm. 67.
- ↑ Majlisi, Bihar al-Anwar, 1403 H, jld. 32, hlm. 248.
- ↑ Nahjul Balaghah, edisi penyuntingan Subhi Shaleh, 1414 H, Khotbah 80, hlm. 106.
- ↑ Dinparvar, Manshur Jadidan, 1389 S, hlm. 306-307.
- ↑ Syekh Shaduq, Illal al-Shara'i', 1385 S, jld. 2, hlm. 570.
- ↑ Nahjul Balaghah, edisi penyuntingan Subhi Shalih, 1414 H, Khotbah 80, hlm. 106.
- ↑ Makarim Syirazi, Payam-e Imam Amir al-Mu’minin as, 1386 S, jld. 3, hlm. 292.
- ↑ Sejumlah Penulis, Syubhat Zan dar Nahjul Balaghah, 1401 S, hlm. 108.
- ↑ Ibnu Jauzi, Tadhkirah al-Khawas, 1426H, jld.1, hlm. 391.
- ↑ Nahjul Balaghah, edisi penyuntingan Subhi Shalih, 1414 H, Khotbah 80, hlm. 105.
- ↑ Husaini Khateeb, Masadir Nahjul Balaghah wa Asaniduh, 1409 H, jld.2, hlm. 82-83.
- ↑ Makarim Syirazi, Payam-e Imam Amir al-Mu’minin as, 1386M, jld.3, hlm. 288.
- ↑ Jafari, Partovi az Nahjul Balaghah, 1380 M, jld.1, hlm. 705.
- ↑ Husaini Khateeb, Masadir Nahjul Balaghah wa Asaniduh, 1409 H, jld.2, hlm. 83.
- ↑ Terjemahan Ayatullah Makarim Syirazi
Daftar Pustaka
- Ibnu Qutaybah Dinawari, Abdullah bin Muslim, Al-Imamah wa al-Siyasah, Beirut, Dar al-Athar, 1410H.
- Ibnu Abi al-Hadid, Abdul Hamid bin Hibatullah, Syarh Nahj al-Balaghah, Qom, Perpustakaan Ayatullah Mar'ashi Najafi (ra), 1404H.
- Ibnu Jauzi, Yusuf bin Qazawgli, Tadhkirah al-Khawas min al-Ummah bi Dzikr Khasa'is al-A'imah, diedit oleh Husain Taqizadeh, Qom, Majma' Jahani Ahlul Bait (as), 1426H.
- Ibnu Syu'bah Harani, Hasan bin Ali, Tuhaf al-Uqul an Al al-Rasul (sa), Qom, Dftar Intisyarat Islami, 1404H.
- Ibnu Mitham, Misyatsm bin Ali, Syarh Nahj al-Balaghah, Tehran, Dftar Nashr Kitab, 1404H.
- Afsardir, dan Tahereh Sadat Thabatabai Amin, "Semantik Iman dalam Riwayat An-Nisa' Naqisatul Iman", dalam jurnal Pajuheshnameh Nahj al-Balaghah, nomor 4, musim dingin 1392S.
- Batul, Afifah, "Kedudukan Wanita dalam Sirah Imam Ali (as) dengan Penekanan pada Nahj al-Balaghah", dalam jurnal Tarikhnasnameh Islam, nomor 7, musim semi dan musim panas 1401S.
- Barqai, Zahra, "Kedudukan Hukum Wanita dalam Nahj al-Balaghah", dalam Pajuheshnameh Nahj al-Balaghah, nomor 9 dan 10, musim semi 1383S.
- Tsaqafi, Ibrahim bin Muhammad, Al-Gharat atau Al-Istinfar wa al-Gharat, Qom, Dar al-Kitab al-Islami, 1410H.
- Jafari, Sayyid Muhammad Mahdi, "Pendahuluan", dalam buku Syubhat Zan dar Nahj al-Balaghah, ditulis oleh sekelompok penulis, Tehran, Cetakan dan Penerbit Internasional, 1401H.
- Jafari, Muhammad Mahdi, Partovi az Nahj al-Balaghah, Qom, Kementerian Kebudayaan dan Panduan Islam, 1380S.
- Jawadi Amuli, Abdullah, Zan dar Ayneh Jalal wa Jamal, Qom, Isra', 1386S.
- Husaini Khamenei, "Pernyataan dalam Diskusi Tanya Jawab di Masjid Abu Dzar, Tehran", situs Kantor Publikasi dan Pelestarian Karya Ayatullah Khamenei, tanggal pidato: 6 Tir 1360S, tanggal akses: 14 Aban 1403S.
- Husaini Khateeb, Abdul Zahra, Masadir Nahj al-Balaghah wa Asaniduh, Beirut, Dar al-Zahra', 1409H.
- Husainian Qomi, Mahdi, "Pembelaan terhadap Hadis 2", dalam jurnal Ilmu Hadis, nomor 3, musim semi 1376S.
- Khosrowpanah, Abdul Husain, Jami'ah Alawi fi Nahj al-Balaghah, Qom, Penerbitan Pusat Manajemen Ḥawzah Ilmiyyah Qom, 1384S.
- Khosrowi, Kubra, dan lain-lain, "Tipologi Pandangan terhadap Wanita dalam Penelitian Ilmiah dalam Sorotan Kalam Imam Ali (as)", dalam jurnal Pajuheshnameh Nahj al-Balaghah, nomor 32, musim dingin 1399S.
- Dasyti, Muhammad, dan Kazem Muhammadi, Al-Mu'jam al-Mufahras li Alfazh Nahj al-Balaghah, Qom, Lembaga Kebudayaan dan Penelitian Amirul Mukminin (as), 1375S.
- Dinparvar, Sayyid Jamaluddin, Manshur Jadidan, Tehran, Yayasan Nahj al-Balaghah, 1389S.
- Rasyid Ridha, Muhammad, Tafsir al-Quran al-Hakim (Al-Manar), Beirut, Dar al-Ma'rifah, 1414H.
- Sayid Ibn Thawus, Ali bin Musa, Kashf al-Mahjah li Thamarah al-Muhjah, Qom, Bustan Kitab, 1375S.
- Sayid Razi, Muhammad bin Husain, Nahj al-Balaghah, penyuntingan Subhi Shalih, Qom, Hijrat, 1414H.
- Syusytari, Muhammad Taqi, Bahj al-Sabbaghah, Tehran, Amir Kabir, 1376S.
- Shawili, Ali Ghanim, Al-Jaib al-Ijtima'i fi Nahj al-Balaghah, Baghdad, Mansyurat Dar al-Husain (as), 1437H.
- Syekh Shaduq, Muhammad bin Ali, Al-Amali, Tehran, Kitabchi, 1376S.
- Syekh Shaduq, Muhammad bin Ali, Illal al-Shara'i', Qom, Davari, 1385S.
- Syekh Shaduq, Muhammad bin Ali, Man La Yahduruhu al-Faqih, Qom, Dftar Intisyarat Islami, 1413H.
- Thabathabai, Muhammad Husain, Al-Mizan fi Tafsir al-Quran, Qom, Dftar Intisyarat Islami, 1417H.
- Thabathabai, Muhammad Kazem, Manthiq Fahm al-Hadis, Qom, Lembaga Pendidikan dan Penelitian Imam Khomeini (ra), 1390S.
- Thabari Ameli, Muhammad bin Jarir bin Rustam, Al-Mustarsyid fi Imamah Ali bin Abi Thalib (as), Qom, Kushanpour, 1415H.
- Alidust, Abul Qasim, "Fiqh al-Qadha (Syarat Hakim)", situs Salasil Ayatullah Alidust, Sesi 115, tanggal publikasi: 31 Farvardin 1399S, tanggal akses: 10 Ordibehesht 1402S.
- Qandhari, Muhammad, dan Tahereh Salehi, "Validasi An-Nisa' Naqisatul 'Aql dalam Nahj al-Balaghah", dalam jurnal Ayineh Pajuhesh, nomor 203, Azar dan Dey 1402S.
- Kulaini, Muhammad bin Ya'qub, Al-Kafi, Tehran, Dar al-Kitab al-Islamiyah, 1407H.
- Sejumlah Penulis, Syubhat Zan dar Nahj al-Balaghah, Tehran, Perusahaan Cetakan dan Publikasi Internasional, 1401H.
- Majlisi, Muhammad Baqir, Bihar al-Anwar al-Jami'ah li Durar Akhbar al-A'imah al-Athhar (as), Beirut, Dar Ihya' al-Turats al-Arabi, cetakan kedua, 1403H.
- Mukhlishi, Abbas, "Sokhan-e Imam Ali (as) Darbareye Zan wa Bazkavi Didgah-ha", dalam jurnal Hawzah, nomor 167, musim semi 1392S.
- Makarim Syirazi, Nashir, Payam-e Imam Amir al-Mu’minin (as), Tehran, Dar al-Kitab al-Islamiyah, 1386S.
- Makarim Syirazi, Nashir, Nahj al-Balaghah dengan Terjemahan Farsi yang Lancar, Qom, Madrasah Amir Ali bin Abi Thalib (as), 1384S.
- Montazeri, Husain Ali, Dars-ha-i az Nahj al-Balaghah, Tehran, Sarayi, 1395S.
- Mehrizi, Mahdi, "Tafakkur dalam Hadis Naksheen Aql-e Zanan", nomor 4, musim panas 1376S.