Sulaim bin Qais
Nama Lengkap | Abu Shadiq Sulaim bin Qais al-Hilali al-'Amiri al-Kufi |
---|---|
Sahabat dari | Imam Ali as• Imam Hasan as• Imam Husain as• Imam Ali Zainal Abidin as |
Julukan | Abu Shadiq |
Populer dengan | Sahabat istimewa dari keempat Imam Pertama Syiah |
Garis keturunan | Bani Hilal bin Ammar |
Lahir | Dua tahun sebelum Hijriyah di kota Kufah |
Tempat Tinggal | Madinah• Kufah, Irak• Nubandjan, Iran |
Wafat/Syahadah | 76 H/695 |
Tempat dimakamkan | Kota Nubandjan |
Aktivitas | Ikut serta membela Imam Ali as dalam perang Jamal, Shiffin dan Nahrawan |
Abu Shadiq Sulaim bin Qais al-Hilali al-'Amiri al-Kufi (bahasa Arab: أبو صادق سُلَیم بن قیس الهلالي العامري الکوفي), salah seorang sahabat istimewa dari keempat Imam pertama Syiah dan juga sempat hidup dimasa Imam Baqir as. Ia termasuk generasi awal ulama Syiah dan merupakan sahabat utama para Imam as yang terpercaya dan dicintai. Kitab yang dinisbatkan kepadanya (yaitu kitab Sulaim bin Qais al-Hilali) didalamnya terdapat riwayat-riwayat yang berkenaan dengan keutamaan-keutamaan Ahlulbait as dan peristiwa-peristiwa paska wafatnya Rasulullah saw. Banyak ulama-ulama Syiah menukil riwayat darinya. Meski demikian terdapat sejumlah pandangan yang berbeda mengenai sosok Sulaim, termasuk sebagian dari peneliti dan sejarahwan mengingkari keberadaannya.
Kelahiran dan Nasab
Namanya Sulaim, ayahnya bernama Qais dan kuniyahnya Abu Shadiq, [1]Sulaim berasal dari Bani Hilal bin Ammar yang nasabnya bersambung sampai kepada Nabi Ismail bin Ibrahim as. Ia tinggal di Hijaz setelah itu berhijrah ke Syam dan Irak.
Kelahiran Sulaim dua tahun sebelum Hijriyah di wilayah Kufah dan ketika Rasulullah saw wafat, usianya baru 12 tahun. Sulaim di masa Rasulullah saw dan juga di masa pemerintahan Abu Bakar tidak berada di Madinah, sehingga ia tidak hadir saat kejadian di Saqifah maupun pada saat wafatnya Sayidah Fatimah sa. [2]
Kehidupan Sulaim
Periode Remaja dan Masa Muda
Ia ketika masih remaja sekitar berusia 15 tahun pada masa awal-awal kekuasaan Umar dan sebelum tahun 16 H/637 berhijrah ke Madinah dan menetap di sana. Saat berusia 25 tahun ia melakukan haji dan ia mendengarkan ceramah Abu Dzar disisi Kakbah sambil mencatatnya. Kemudian ia kembali ke kota Madinah dan menetap sampai Abu Dzar diasingkan pada tahun 34 H/654 di Rabadzah. Ia mendampingi Abu Dzar ke Rabadzah dan ia menimba ilmu darinya serta mencatatnya dalam kitabnya.
Sulaim pada Periode Khalifah Utsman
Pada tahun 23 H/644, Utsman diangkat sebagai khalifah. Pada periode ini, Sulaim adalah salah seorang sahabat khusus Imam Ali as dan tetap melanjutkan aktivitasnya mencatat hadis dan sejarah, meskipun saat itu aturan yang melarang penulisan hadis masih berlaku secara ketat. Karena itu aktivitas tersebut, ia lakukan secara sembunyi-sembunyi.
Pada periode Utsman, Sulaim memiliki hubungan yang erat dan dekat dengan Abu Dzar dan Miqdad, dimana selama bertahun-tahun ia berpisah dengan Salman, terlebih lagi sejak Salman hijrah ke Madain dan meninggal dunia di kota tersebut.
Pada tahun-tahun itu, Sulaim bersama Abu Dzar melakukan safar Haji dan ia mencatat ceramah-ceramah Abu Dzar yang disampaikan di sisi Kakbah dan juga bersamanya kembali ke Madinah. Pada tahun 34 H/654, ia bersama Abu Dzar diasingkan di Rabadzah. [3] Pada tahun 35 H/655 Amirul Mukminin Ali as dibaiat sebagai khalifah. Sulaim yang sebelumnya berjihad dengan pena dan tintanya dalam mencatat dan menyebarkan ilmu, melengkapi jihadnya dengan memanggul pedang dan turun ke medan jihad di barisan pertama bersama Imam Ali as dalam menghadapi kaum pemberontak. Meski dalam suasana perang, aktivitas menulisnya tidak terhenti, ia mencatat perang-perang yang diikutinya dan menceritakan kisah-kisah yang dialaminya langsung dalam kitabnya. [4]
Sulaim di Perang Jamal
Sulaim bin Qais mengikuti Imam Ali as berhijrah dari Madinah ke Bashrah. Ia bergabung dalam pasukan Imam Ali as pada Perang Jamal sejak awal sampai akhir dan tercatat sebagai salah seorang dari lima ribu pendukung setia Amirul Mukminin as dibarisan depan. Ia melaporkan dalam kitabnya jumlah pasukan dalam Perang Jamal termasuk kekhususan orang-orangnya dan bagaimana proses pertempuran itu terjadi, termasuk mencatat peristiwa-peristiwa yang terjadi di Bashrah dan menulis khutbah-khutbah Amirul Mukminin as paska peperangan terjadi. [5]
Sulaim pada Perang Shiffin
Pada pertengahan tahun 36 H/656, Sulaim mengikuti Amirul Mukminin as pindah dari Bashrah ke Kufah dan di kota tersebut ia bersama pasukan Imam Ali as menghadapi pasukan Muawiyah dalam perang Shiffin yang terus berlanjut sampai tahun 38 H/658. Perang tersebut berlangsung selama 17 bulan dan ia ikut dalam setiap fasenya. Begitupun dalam perang Yaum al-Hariyah, episode paling dramatik dalam perang Shiffin yang juga tercatat sebagai hari terakhir dalam perang tersebut, yang menelan korban jiwa lebih dari 70 ribu orang. Sulaim saat itu berusia 40 tahun.
Dalam kitabnya, Sulaim mencatat pembicaraan antara Imam Ali as dan Muawiyah, termasuk ucapan-ucapan Imam yang ditujukan kepada Muawiyah dalam perang. Demikian pula proses berlangsungnya perang Harir dan kisah-kisah hikmah serta pesan-pesan Alquran turut dicatatnya pula dalam kitabnya tersebut. Sulaim juga hadir dalam peristiwa perjumpaan seorang pendeta Nashrani dengan Amirul Mukminin as yang akhirnya masuk Islam dan memberikan kitab-kitab Nabi Isa as yang ada padanya sebagai hadiah kepada Imam Ali as. Sulaim turut merekam peristiwa tersebut dalam bukunya.
Pada masa-masa akhir tahun 38 H/658, Sulaim bertemu dengan Imam Sajjad as yang saat itu masih berusia balita di sisi Imam Ali as. Pada hari-hari itu ia ke Madain dan di kota tersebut ia bertemu dengan Hudzaifah.[6]
Sulaim dalam Perang Nahrawan hingga Wafatnya Imam Ali as
Pada tahun 40 H/660 terjadi Perang Nahrawan, Sulaim pun turut dalam perang tersebut dan juga tetap mencatat kejadian-kejadian penting dalam perang tersebut. Pasca perang usai, ia bersama Imam Ali as menuju Kufah dan kembali terlibat perang menghadapi pasukan Muawiyah. Pada bulan Ramadhan di tahun yang sama, Amirul Mukminin as menggapai cawan kesyahidannya. Selama tiga hari terakhir ia bersama Imam Ali as di akhir-akhir usianya dan mencatat surat wasiat Imam Ali as.[7]
Sulaim di Periode Imam Hasan al-Mujtaba as
Pasca kesyahidan Imam Ali as, Sulaim termasuk sahabat setia Imam Hasan as. Ia turut hadir dalam pertemuan Imam Hasan as dengan Muawiyah untuk merumuskan perdamaian. Ia mencatat khutbah Imam Hasan as yang ditujukannya kepada Muawiyah. Sepanjang periode kekuasaan Muawiyah, Sulaim tetap melanjutkan aktivitas keilmuannya. Ia mencatat pula dalam bukunya, amalan-amalan bid'ah yang disebarkan Muawiyah serta upaya Muawiyah dalam pemalsuan hadis-hadis[8]
Sulaim di Periode Imam Husain as
Pasca kesyahidan Imam Hasan as, Sulaim menjadi sahabat dekat Imam Husain as dan usianya ketika itu 50 tahun. Dari tahun 49 H/669, ketika Ziyad menjadi gubernur di Kufah, Sulaim melakukan taqiyyah dengan secara sempurna menyembunyikan kesyiahannya dengan tidak melakukan hubungan dan kontak apapun dengan Imam Husain as. Ia menyalin semua surat-surat Muawiyah yang kemudian menjadi catatan sejarah yang berharga. Tidak ada seorangpun yang melakukan hal tersebut kecuali Sulaim.
Pada tahun 50 H/670, ketika Muawiyah dengan alasan hendak menunaikan haji melakukan safar ke Madinah, Sulaim juga berangkat dari Kufah ke Madinah dan mencatat perjalanan Muawiyah ke Mekah dan Madinah. Tahun 57 H/677 (dua tahun sebelum kematian Muawiyah), Imam Husain as mengumpulkan sekitar lebih dari 700 orang dari kalangan sahabat dan tabi'in di Mina kemudian berkhutbah dihadapan mereka dengan menyampaikan penentangannya terhadap kekuasaan Muawiyah. Sulaim juga hadir dalam peristiwa tersebut dan mencatat secara utuh khutbah Imam Husain as saat itu. Saat itu usia Sulaim lebih dari 60 tahun.
Pada tahun 61 H/681, terjadilah Peristiwa Karbala yang membuat Imam Husain as syahid. Tidak ada catatan sejarah satupun yang menyebutkan kondisi dan keadaan Sulaim saat itu. Kemungkinan besar ia termasuk salah seorang yang menjadi tahanan Ibnu Ziyad sehingga tidak mampu memberikan pembelaan atas Imam Husain as. [9]
Sulaim di Periode Imam Sajjad as dan Imam Baqir as
Setelah Peristiwa Karbala, Sulaim diantara yang menjadi sahabat Imam Sajjad as. Sulaim saat itu juga berkhidmat untuk Imam Baqir as yang saat itu berusia 7 tahun. Tahun-tahun tersebut terjadi pemberontakan oleh Ibnu Zubair di Hijaz dan oleh Mukhtar di Irak, namun hal-hal yang berkaitan dengan peristiwa-peristiwa tersebut tidak tertulis dalam kitab Sulaim. Meski saat itu Sulaim masih hidup setidaknya sampai masa kekuasaan Hajjaj dan menetap di Kufah. [10]
Sulaim di Masa Kekuasaan Hajjaj
Pada tahun 75 H/694, Hajjaj bin Yusuf al-Tsaqafi diangkat sebagai gubernur Irak oleh Abdul Malik bin Marwan dan menetap di Kufah. Sejak awal Hajjaj telah mengincar Sulaim untuk dibunuh sebab latar belakangnya sebagai sahabat dan pendukung setia para Imam Ahlulbait as. Oleh karena itu, tidak lama dari masa kedatangan Hajjaj, Sulaim segera meninggalkan Irak dan menetap di Iran. Ia tinggal di kota Nubandjan kawasan dekat Syiraz. Saat itu Sulaim berusia 77 tahun. [11]
Interaksi Sulaim dengan Aban bin Abi 'Ayyasy di Iran
Di kota Nubanjan, Sulaim bertemu dengan seorang pemuda berusia 14 tahun bernama Aban bin Abi 'Ayyasy. Tidak diketahui alasannya secara jelas dan bagaimana proses perkenalannya terjadi, yang pasti Sulaim kemudian menetap di rumah ayah pemuda itu. Setelah tinggal beberapa waktu bersama Sulaim, Aban menjadi lebih banyak mengenal kepribadian Sulaim. Ia berkata, “Ia adalah laki-laki tua yang ahli ibadah dan ia memiliki wajah yang bercahaya. Ia berkepribadian kuat dan pekerja keras. Memiliki akhlak yang mulia serta menyimpan kesedihan yang panjang. Ia tidak suka dengan keramaian dan popularitas.” Sementara Sulaim berkata mengenai Aban, “Selama aku menjalin keakraban denganmu, aku tidak melihat apapun darimu kecuali semuanya aku sukai.” [12]
Kehidupan Keilmuan Sulaim
Sulaim bin Qais sebagai seorang penulis memiliki perhatian yang besar terhadap tema-tema yang ditulis dalam bukunya, baik itu ia menjadi saksi langsung atas sebuah peristiwa atau menukilnya dari orang yang ia percayai. Ia tidak menukilkan apapun dari bukunya kecuali dari orang-orang yang diyakininya tsiqah (dapat dipercaya) dan layak untuk dipercaya. [13]
Kitab Sulaim bin Qais
Kitab yang ditulis Sulaim bin Qais adalah kitab tertua Syiah yang penulisannya dimulai dari masa kehidupan Imam Ali as. Dalam kitab tersebut memuat keutamaan Ahlulbait as, biografi Imam, peristiwa-peristiwa yang terjadi sepeninggal Rasulullah saw dan sebagainya. Mengenai kemutawatiran kitab Sulaim tersebut, antara ulama Syiah terjadi perbedaan pendapat.
Akhlak Sulaim bin Qais
Pribadi yang Menghindarkan Diri dari Popularitas
Dengan memperhatikan bahwa Sulaim hanya lima tahun dimasa kekhalifaan Imam Ali as bisa dikatakan bebas sepenuhnya, sebelum dan setelah itu dengan berbagai kesulitan dan keterbatasan gerak yang harus dihadapinya membuatnya tidak bisa menulis dengan leluasa. Dimasa kekhalifaan Umar bin Khattab dan Utsman bin Affan yang menerapkan kebijakan larangan penulisan hadis-hadis Nabi Muhammad saw misalnya, maka bukan hanya kitab yang ditulis Sulaim yang akan direbut dan dihilangkan, namun juga nyawanya sebab kitabnya banyak berisi hal-hal yang menentang kekuasaan dua khalifah tersebut.
Pasca kesyahidan Imam Ali as, maka Sulaim kembali menemukan keterasingannya. Dimasa kekuasaan Muawiyah, Yazid dan Marwan, komunitas Syiah mengalami ketertindasan, termasuk Sulaim bin Qais. Ia melanjutkan menulis kitabnya dalam keadaan sembunyi-sembunyi. Diantaranya, Sulaim bin Qais menulis surat-menyurat antara Muawiyah dan Ziyad bin Abih dan diabadikan dalam kitabnya.
Memiliki Ketelitian dan Kejelian dalam Merangkum Peristiwa
Sulaim ketika menulis sebuah masalah dalam kitabnya yang memungkinkan munculnya pertanyaan dan permasalahan dari pihak pembaca, jawaban dan penjelasannya pun telah dijabarkannya. Ia juga menulis secara detail waktu dan tempat setiap informasi yang didapatkannya. Untuk menjamin kepercayaan dan kesahihan setiap riwayat yang dinukilkannya, ia mengkonfirmasinya kepada para Imam as. Berkenaan dengan validitas riwayat dari sebuah peristiwa, sebelumnya Sulaim mengkonfirmasinya kepada beberapa orang, bahkan melakukan perjalanan untuk kepentingan mengecek kesahihan dari riwayat yang akan ditulis dalam kitabnya. Ia banyak bertanya mengenai masalah akidah kepada para Imam as dan menuliskan jawaban yang ia dapatkan, termasuk menanyakan amalan-amalan bid'ah yang dilakukan musuh-musuh Ahlulbait as untuk kemudian ia tuliskan dalam kitabnya.
Ketika Sulaim mendapatkan berita mengenai peristiwa penting yang terjadi dari sebuah negeri, maka ia berupaya keras untuk menukilkan langsung dari saksi yang hadir pada peristiwa tersebut. Ikutnya Sulaim dalam perjalanan Muawiyah ke Madinah merupakan salah satu contohnya. [14]
Wafat
Pada akhir-akhir tahun 76 H/695, Sulaim menetap di kota Nubandjan di Persia sejak usia 78 tahun sampai akhirnya meninggal dunia dan dimakamkan di kota tersebut. Sebagain ahli sejarah berpendapat bahwa ia wafat pada tahun 90 H/709. [15]
Kontroversi Mengenai Sulaim
Dari dulu sampai saat ini, keberadaan sosok Sulaim dalam sejarah tetap menjadi kontroversial. Termasuk kesahihan kitab yang ditulisnya.
Kelompok yang Sepakat
Berikut pendapat sejumlah ahli hadis mengenai sosok Sulaim:
- Najasyi: Ia adalah salah seorang sahabat Imam Ali as dan seorang penulis kitab yang masyhur. [16]
- Syaikh Thusi: Ia adalah salah seorang sahabat Imam Ali as sampai Imam Baqir as. [17]
- Abdullah Mamaqani: Ia adalah salah seorang sahabat Imam Ali as dan seorang ulama yang masyhur. [18]
- Ali bin Ahmad al-'Aqiqi: Ia adalah salah seorang sahabat istimewa Amirul Mukminin as. [19]
- Allamah Hillii: Ia adalah seorang mujtahid.
- Mirza Muhammad Baqir Khurasani: Ia adalah salah seorang pembela Ahlulbait as dan juga pecinta para Imam as. Ia salah satu dari sahabat istimewa Amirul Mukminin as. Ia mencintai para Imam as dengan sepenuh hati dan memiliki derajat yang mulia. Ia memegang teguh keyakinan dan agamanya. [20]
- Allamah Amini: Ia adalah salah seorang pembesar dari kalangan Tabi'in. Syiah maupun bukan Syiah menjadikan ia dan kitabnya sebagai salah satu sanad. Ia terkategorikan tsiqah oleh ulama-ulama besar seperti Syaikh Hakkani. [21]
Kelompok yang Mengingkari
Dalam buku kumpulan makalah Fashl Nāme Muthāla'āt Islami yang diterbitkan Universitas Ilahiat dan Ma'arif Islami terdapat satu makalah yang mengambil Sulaim bin Qais al-Hilali sebagai obyek penelitian yang ditulis oleh Abdul Mahdi Jalali. Dalam makalahnya ia berkesimpulan bahwa sosok Sulaim bin Qais tidak pernah ada dalam sejarah, dan termasuk tokoh fiktif. Ia mengambil kesimpulan tersebut setelah melakukan penelitian dari banyak sumber. Namun makalah tersebut mendapat bantahan dan koreksian dari Ali Ilahi Khurasani. [22]
Catatan Kaki
- ↑ Asrār Ali Muhammad, hlm. 17.
- ↑ Asrār Al Muhammad, hlm. 19.
- ↑ Asrār Ali Muhammad, hlm. 20.
- ↑ Asrār Ali Muhammad, hlm. 20.
- ↑ Asrār Ali Muhammad, hlm. 20.
- ↑ Asrār Ali Muhammad, hlm. 21.
- ↑ Asrār Ali Muhammad, hlm. 21 dan 22.
- ↑ Asrār Ali Muhammad, hlm. 22.
- ↑ Asrār Ali Muhammad, hlm. 22 dan 23.
- ↑ Asrār Ali Muhammad, hlm. 26.
- ↑ Asrār Ali Muhammad, hlm. 26.
- ↑ Asrār Ali Muhammad, hlm. 27-29.
- ↑ Asrār Ali Muhammad, hlm. 24 dan 25.
- ↑ Al-Ghadir, jld. 1, hlm. 66.
- ↑ Rijāl Najasyi, hlm. 8.
- ↑ Rijāl Thusi, hlm. 66, 94, 101, 114, 136.
- ↑ Tanqih al-Muqāl, jld. 2, hlm. 53.
- ↑ Khalāsah al-Aqwāl, 162.
- ↑ Raudhāt al-Janāt, jld. 4, hlm. 66.
- ↑ Al-Ghadir, jld. 1, hlm. 66.
- ↑ Bantahan atas makalah penelitian mengenai Sulaim bin Qais al-Hilali.
Daftar Pustaka
- Hilali, Sulaim bin Qais. Asrār Ali Muhammad. Qom: al-Hadi, 1416 H.
- Najasyi, Ahmad bin Ali. Rijāl al-Najāsyi. Qom: Jami'ah Mudarissin, 1416 H.
- Amini, Abdul Husain. Al-Ghadir. Beirut: Dar al-Kitab al-'Arabi, 1397 H.
- Thusi, Muhammad bin Hasan. Rijāl al-Thusi. Qom: Jami'ah Mudarrisin, 1415 H.
- Hilli, Hasan bin Yusuf. Khalāshah al-Aqwāl. Muassasah Nasyr al-Fuqahah, 1417 H.