Nashibi

Prioritas: b, Kualitas: b
Dari wikishia

Nashibi (bahasa Arab: الناصِبي) adalah seorang yang bermusuhan dengan Imam Ali as atau dengan salah satu dari Ahlulbait as dan mengungkapkan permusuhannya secara nyata dengan mereka. Penyangkalan keutamaan-keutamaan Ahlulbait, kutukan dan celaan kepada para imam dan juga permusuhan dengan pengikut Syiah diyakini sebagai perwujudan dan manifestasi dari nashibisme.

Menurut pandangan para fakih Syiah, kaum nashibi atau nawashib dihukumi najis, dan termasuk dalam hukum orang kafir; oleh karena itu, tidak diperbolehkan memakan hewan yang disembelih oleh mereka, memberi sedekah kepada mereka atau menikahi mereka dan mereka tidak mewarisi dari umat Islam.

Menurut sebagian para peneliti kontemporer, nashibisme dimulai dengan pembunuhan Utsman dan diresmikan pada masa pemerintahan bani Umayyah.

Mencegah publikasi keutamaan-keutamaan Ahlulbait as, pembunuhan orang-orang Syiah, dan mencela Imam Ali as di atas mimbar-mimbar adalah salah satu refleksi nashibisme dalam periode ini. Muawiyah bin Abi Sufyan, Khawarij, Utsmaniyah, dan Hariz bin Utsman dianggap sebagai orang-orang nashibi.

Para cendikiawan Syiah telah banyak menulis karya tentang nashibisme; al-Nashb wa al-Nawashib karya Muhsin Muallim, risalah "al-Syahab al-Tsaqib fi Bayan Ma'na al-Nawashib" karya Muhaddits al-Bahrani dan risalah "Mal al-Nashib wa Annahu Laisa Kullu Muhkalifin Nasiba" karya Sayid Abdullah Jazairi adalah di antara materi-materi ini.

Pengenalan Konsep

Nashibi berarti menampakkan permusuhan dengan Ahlulbait atau dengan orang-orang yang mencintai mereka. [1] Dengan demikian, permusuhan dengan para pencinta Ahlulbait [2] dan para pengikut mereka [3] hanya bisa dianggap sebagai Nashibi jika didasari atas kecintaan [4] dan kepatuhan mereka terhadap Ahlulbait. [5]

Sebagian besar ulama Muslim, menganggap nashibi adalah seseorang yang memusuhi Ahlulbait dan menampakkan permusuhannya dengan mereka [6] bahkan menurut sebagian, kebencian terhadap Imam Ali as termasuk bagian dari agamanya.[7] Mereka, berkeyakinan pada kefasikan dan kekafiran Imam Ali,[8] meyakini superioritas orang lain atas dirinya,[9] melecehkan dan melaknat Ahlulbait as,[10] mengingkari keutamaan-keutamaan mereka[11] bahkan merasa enggan untuk menyebut dan menyebarkannya,[12] semua itu termasuk manifestasi dari nashibi.

Hasan bin Farahan al-Maliki, salah seorang ulama Sunni, meyakini bahwa segala penyimpangan dari Imam Ali as dan Ahlulbait adalah perwujudan Nashibi.[13] Menurutnya, menganggap lemah hadis-hadis shahih yang memuji Imam Ali, meyakini akan kesalahannya dalam peperangan yang terjadi dalam kekhalifahannya, terlampau banyak memuji musuh-musuhnya, meragukan kekhalifahan dan menolak untuk berbaiat dengannya, juga merupakan sebuah bentuk perwujudan dari nashibi.[14] Muhadits Bahrani, salah seorang dari fukaha Syiah meyakini bahwa mendahulukan orang lain atas Imam Ali dalam masalah Imamah (menerima kepemimpinan mereka) termasuk salah satu bentuk dari perwujudan kebencian terhadap Imam Ali dan dianggap nashibi.[15]

Ahlusunah Bukan Nashibi

Mayoritas para fukaha Syiah meyakini bahwa Nashibi adalah seseorang yang memusuhi Ahlulbait as dan menampakkan permusuhannya, dengan demikian menurut keyakinan mereka, Ahlusunah yang mencintai Ahlulbait as bukanlah Nashibi. [16] Namun Muhadits Bahrani meyakini bahwa Nashibi adalah seorang yang mendahulukan orang lain di atas Imam Ali as dan meyakini kepemimpinan mereka, dengan dasar ini, menurut pandangannya, semua Ahlusunah yang menerima Imamah dari ketiga khalifah adalah Nashibi.[17] Argumentasi dia pakai adalah sebuah riwayat yang menyatakan bahwa keyakinan pada Imamah (kepemimpinan) selain Imamah para Imam Syiah adalah nashibi.[18] Shahib Jawahir meyakini bahwa perkataan semacam ini bertentangan dengan sirah (Metode praktis umat Islam atau Syiah dalam urusan agama) dan praktek para pengikut Syiah [19] dan dalam kebenaran sanad (para perawi) serta dilalah (makna) riwayat ini masih diragukan.[20] Sebuah risalah berjudul Mal al-Nashib wa Annahu Laisa Kullu Mukhalifin Nashiba dikaitkan dengan Sayid Abdullah al-Jazairi, seorang ulama Syiah, yang menceritakan tentang penentangannya atas kenashibian Ahlusunah.[21]

Hukum-Hukum Nashibi

Menurut pandangan para fakih Syiah, para nashibi dihukumi najis[22] dan mereka dianggap sebagai orang kafir. [23] Dalam buku-buku fikih, pada pembahasan kenajisan orang-orang kafir juga dibahas tentang nashibi.[24] Di antara hukum-hukum kaum nashibi adalah sebagai berikut:

  • Tidak diperbolehkan memakan sesembelihan mereka.[25]
  • Tidak diperbolehkan menikah dengan mereka [26]
  • Tidak diperbolehkan melakukan salat mayit atas mereka [27]
  • Tidak diperbolehkan salat di belakang orang Nashibi [28]
  • Dilarang menjadi badal (pengganti) haji dari seorang Nashibi [29]
  • Dia tidak mewarisi dari kaum Muslim [30]
  • Tidak diperbolehkan untuk memberi sedekah kepada mereka [31]
  • Tidak diperbolehkan memberi tebusan (kafarah) kepada kaum Nawashib [32]

Kemunculan Nashibisme

Sebagian peneliti kontemporer meyakini bahwa nashibisme dimulai dengan pembunuhan Utsman dan menjadi resmi pada periode pemerintahan Bani Umayyah.[33] Menurut keterangan referensi-referensi sejarah, Muawiyah bin Abi Sufyan ketika melantik Mughirah bin Syu'bah menjadi gubernur Kufah, dia memerintahkannya untuk mencela Imam Ali dan menistakan para sahabatnya. [34] Setelahnya, para khalifah Bani Umayyah tetap melanjutkan pencelaan[35] atas Imam Ali di setiap mimbar-mimbar[36] hingga kekhalifahan Umar bin Abdul Aziz.

Hakim Naisyaburi, seorang cendekiawan Sunni, menggambarkan abad ke-4 H sebagai abad yang penuh oposisi terhadap Imam Ali as dan ia menyebutkan motivasinya untuk menulis buku Fadhail Fatimah al-Zahra sebenarnya untuk melawan pergolakan yang ketika itu tengah tren. Dia dalam menggambarkan suasana abad ke-4 H, menulis: Di saat kita terjebak oleh para pemimpin yang mana supaya masyarakat dekat dengan mereka, mesti bertawasul dengan kebencian mereka terhadap keluarga Nabi dan menganggap mereka hina.[37]

Refleksi

Beberapa refleksi yang dianggap sebagai nashibisme pada periode pemerintahan bani Umayyah adalah sebagai berikut:

  • Masuknya berbagai riwayat palsu ke dalam buku-buku referensi Ahlusunah dengan tema melemahkan Ahlulbait dan menyangkal keutamaan-keutamaan mereka melalui para perawi nashibi. [38]
  • Pelarangan menamai anak-anak dengan nama Ali dan membunuh anak-anak yang bernama sama dengan Ali. [39]
  • Penghukuman dan pembunuhan orang-orang yang mengungkapkan keutamaan-keutamaan Imam Ali as atau tidak mau menghinanya dan atau tidak menukil keutamaan-keutamaan Muawiyah. Pencambukan Atiyah bin Sa'ad dari kalangan Syiah Imam Ali as atas perintah Hajjaj bin Yusuf Tsaqafi[40] dan pembunuhan Ahmad bin Ali Nasa'i, salah seorang penulis Shihah Sittah Ahlusunah,[41] adalah di antara kasus-kasus ini.[42]

Para Nashibi yang Terkenal

Dalam beberapa referensi, beberapa individu dan kelompok disebutkan sebagai Nashibi;

  • Muawiyah bin Abi Sufyan adalah penguasa pertama dari bani Umayyah yang memerintah di Damaskus selama sekitar 20 tahun.[43] Ibnu Abi al-Hadid Mu'tazili menukil dari Jahizh bahwa Muawiyah di penghujung khotbah-khotbah salat Jumat melaknat Ali as dan berkata: Perkara ini harus dilakukan secara luas sehingga tidak ada lagi yang bisa mengutip keutamaan-keutamaan Ali.[44]
  • Utsmaniyah adalah orang-orang yang mempercayai bahwa Imam Ali lah yang telah membunuh Utsman atau orang yang membantu perkara tersebut.[45] Dengan demikian mereka menolak untuk berbaiat kepadanya.[46] Ibnu Hajar al-Asqalani, seorang ulama ilmu Rijal Sunni abad ke-9 H, telah memperkenalkan Nawashib sebagai kelompok yang percaya bahwa Imam Ali as membunuh Utsman atau membantu dalam pembunuhannya.[47] Kelompok ini karena ke-ekstreman (ghulu) mereka dalam mencintai Utsman sehingga mereka memperlemah dan menentang Imam Ali.[48]
  • Orang-orang Khawarij adalah sekelompok dari tentara Imam Ali as dalam pertempuran Shiffin yang menuduh Ali bin Abi Thalib sebagai kafir dan melakukan pemberontakan atasnya. Mereka juga disebut Nawashib atau Nashibi karena permusuhan mereka dengan Imam Ali as.[49]
  • Hajjaj bin Yusuf Tsaqafi (w. 95 H), menurut Mas'udi, seorang sejarawan abad ke-4 H, adalah musuh Ahlulbait as. [50] Ia membunuh orang-orang yang tidak menyatakan pelepasanannya dari Imam Ali dan teman-temannya.[51] Dia membunuh para pengikut Syiah dan menangkap serta menahan mereka dengan kecurigaan dan tuduhan sekecil apa pun, dan jika seseorang disebut sebagai zindiq atau kafir, itu akan lebih baik daripada Syiah Ali.[52] Hajjaj pada pemerintahan Abdul Malik, pertama dia menjadi gubernur Hijaz dan kemudian menjadi gubernur Irak.[53]
  • Hariz bin Utsman, mencela Imam Ali as dari atas mimbar.[54] Dia melakukan perubahan atas hadis manzilah, "Kamu di sisiku bagaikan Harun di sisi Musa" yang mengungkap keutamaan Imam Ali as hadis tersebut diubah menjadi "Kamu di sisiku bagaikan Qorun di sisi Musa". [55] Menurut penuturan Ibnu Hibban salah seorang ahli ilmu Rijal dari ulama Ahlusunah, Hariz setiap pagi dan setiap malam mengutuk Ali bin Abi Thalib as sebanyak 70 kali. [56]
  • Mughirah bin Syu'bah, ketika dia dilantik oleh Muawiyah menjadi penguasa Kufah, ia mencela dan mengutuk Imam Ali as dan pengikut Syiah dari atas mimbar.[57] Dia tergolong sebagai sahabat Nabi yang telah dikatakan memiliki peran dalam penyerangan ke rumah Sayidah Zahra sa.[58]
  • Ibnu Taimiyyah, salah satu pemimpin intelektual Salafi yang mana sebagian dari para peneliti Syiah telah membuktikan kenashibian Ibnu Taimiyyah dengan pernyataannya dalam menolak hadis Rad al-Syams,[59] menganggap lemah hadis Ghadir,[60] dan mereka juga menyandarkan permusuhan dengan pengikut Syiah melalui perantaranya. [61] Begitu juga Ibnu Hajar Asqalani mengatakan bahwa sebagian orang telah menisbahkan kemunafikan atas Ibnu Taimiyyah karena ucapan dan komentarnya tentang Imam Ali.[62]

Buku-Buku

Para Ulama dan peneliti Syiah telah menulis beberapa karya tentang makna nashibi dan hukum-hukumnya.[63] salah satu di antaranya adalah:

  • Al-Nashb wa al-Nawashib, ditulis oleh Muhsen Muallem dalam bahasa Arab, berisi materi-materi seperti arti nashb, manifestasi dan perwujudannya,[64] hukum Nawashib[65] dan karya-karya tentang nashb[66]. Penulis menyebutkan bahwa kebencian dan permusuhan terhadap Imam Ali as sebagai poros dari kenashibian[67] dan menyebut lebih dari 250 orang sebagai nashibi atau dituduh sebagai nashibi[68] dan dalam buku ini dimuat juga nama daerah dan tempat tinggal orang-orang nawashib.[69] Buku ini dipublikasi oleh Dar Al-Hadi di Beirut (Lebanon) pada tahun 1418 H.[70]
  • Al-Shahab al-Thaqib fi Bayan Ma'na al-Nawashib, ditulis oleh Muhaddits al-Bahrani.[71]
  • Juga risalah Usul al-Islam wa al-Iman wa Hukm al-Nashib wa Ma Yata'allaq Bihi oleh Wahid Bahbahani[72] adalah hal-hal lain dari karya-karya tulis mengenai Nashibi dan nashibisme.
  • Demikian juga, dalam judul-judul sebagian dari catatan-catatan yang ditulis oleh para ulama Syiah dalam mengkritik karya-karya para penentang, telah digunakan ungkapan-ungkapan Nawashib.[73]
  • Mashaib al-Nawashib fi al-Raddi ala al-Nawaqidh al-Rawafidh, karya Qadhi Nurullah Syusytari[74]
  • dan Ba'dhu Matsalib fi Naqdhi Ba'dhi Fadhaih al-Rawafidh, karya Abdul Jalil Qazwini[75] adalah salah satu dari materi ini.
  • Dalam buku al-Nashb wa Al-Nawashib juga terdapat penyebutan 29 karya tentang nashibi dan nawashib.[76]

Pranala Terkait

Catatan Kaki

  1. Thuraihi, Majma' al-Bahrain, jld.2, hlm.174
  2. Syahid Tsani, Raudhah al-Jinan, jld.1, hlm.420
  3. Ibnu Idris al-Hilli, Ajwibatu Masail wa rasail, hlm.227; Najafi, Jawahir al-Kalam, jld.6, hlm.64
  4. Syahid Tsani, Raudhah al-Jinan, jld.1, hlm.420
  5. Thuraihi, Majma' al-Bahrain, jld.2, hlm.174
  6. Untuk percontohan lihat: Syahid Tsani, Raudhah al-Jinan, jld.1, hlm.420; Bahrani, al-Hadaiq al-Nadhirah, jld.5, hlm.186, jld.24, hlm.60; Subhani, al-Khums, hlm.60
  7. Ibnu Taimyyah, Majmuatu al-Fatawa, jld.4, hlm.429; Firuzabadi, Qamus al-Muhith, dinukil dari Thuraihi, Majma' al-Bahrain, jld.2, hlm.173
  8. Ibnu Taimyyah, Majmuatu al-Fatawa, jld.4, hlm.429
  9. Fadhil Miqdad, al-Tanqih al-Ra'i', jld.2, hlm.421
  10. Fadhil Miqdad, al-Tanqih al-Ra'i', jld.2, hlm.421
  11. Fadhil Miqdad, al-Tanqih al-Ra'i', jld.2, hlm.421
  12. Syahid Tsani, Raudhah al-Jinan, jld.1, hlm.420
  13. Maliki, Inqadz al-Tarikh al-Islami, hlm.298
  14. Maliki, Inqadz al-Tarikh al-Islami, hlm.298
  15. Bahrani, al-Hadaiq al-Nadhirah, jld.24, hlm.60
  16. Untuk percontohan lihat: Shaduq, Man la Yahdhuruhu al-Faqih, jld.3, hlm.408; Najafi, Jawahir al-Kalam, jld.6, hlm.64
  17. Bahrani, al-Hadaiq al-Nadhirah,jld.24, hlm.60
  18. Bahrani, al-Hadaiq al-Nadhirah,jld.18, hlm.157
  19. Najafi, Jawahir al-Kalam, jld.6, hlm.64
  20. Tawallai, Milake Nasibenggari, Ahkam wa Atsare Mutarattib bar Nashb dar fiqhe Imamiyeh, hlm.52
  21. Agha Bozorgh Tehrani, al-Dzari'ah, jld.19, hlm.76
  22. Shadr, Ma Wara al-Fiqh, hlm.5
  23. Untuk percontohan lihat: Thusi, al-Nihayah, jld.1, hlm.145
  24. Untuk percontohan lihat: Najafi, Jawahir al-Kalam, jld.6, hlm.63-65; Bahrani, al-Hadaiq al-Nadhirah,jld.5, hlm.175-177
  25. Thusi, Tahdzib al-Ahkam, jld.9, hlm.71; Imam Khomaini, Risalah al-Najah, hlm.325
  26. Shaduq, Man la Yahdhuruhu al-Faqih, jld.3, hlm.408; Muhaqiq Karaki, Jami al-Maqashid, jld.13, hlm.15
  27. Ibnu Barraj, al-Muhadzab, jld.1, hlm.129
  28. Thusi, al-Nihayah, jld.1, hlm.129
  29. Muhaqiq al-Hilli, al-Mu'tabar, jld.2, hlm.766
  30. Bahjat, Jami al-Masail, jld.6, hlm.156
  31. Imam Khomaini, Risalah al-Najah, hlm.309
  32. Thusi, al-Nihayah, jld.1, hlm.129
  33. Kautsari, Barresi Risyehhaye Tarikhi Nashibigari, hlm.99
  34. Baladzuri, Ansab al-Asyraf, jld.5, hlm.243; Tahabari, Tarikh al-Umam wa al-Muluk, jld.5, hlm.254
  35. Ibnu Atsir, al-Kamil, jld.5, hlm.42
  36. Zamakhsyari, Rabi al-Abrar, jld.2, hlm.335
  37. Hakim Naisyaburi, Fadhail Fatimah al-Zahra, hlm.30
  38. Kautsari, Barresi Risyehhaye Tarikhi Nashibigari, hlm.104
  39. Mizzi, Tahdzib al-Kamal, jld.20, hlm.429
  40. Ibnu Sa'ad, al-Thabaqat al-Kubra, jld.6, hlm.305
  41. Ibnu Kastir, al-Bidayah wa al-Nihayah, jld.11, hlm.124
  42. Kautsari, Barresi Risyehhaye Tarikhi Nashibigari, hlm.104-105
  43. Ibnu Abd al-Bar, al-Isti'ab, jld.3, hlm.1418
  44. Ibnu Abi al-Hadid, Nahj al-Balaghah, jld.4, hlm.57-58
  45. Muallim, al-Nashb wa al-Nawashib, hlm.591
  46. Thabari, Tarikh al-Umam wa al-Muluk, jld.4, hlm.430
  47. Ibnu Hajar, Tahdzib al-Tahdzib, jld.8, hlm.458
  48. Ibnu Hajar, Fath al-Bari, jld.7, hlm.13
  49. Maqrizi, al-Mawaizh wa al-I'tibar, jld.4, bagian 1, hlm.428
  50. lihat: Mas'udi, Muruj al-Dzahab, jld.3, hlm.144
  51. Mughniyah, al-syiah wa al-Hakimun, hlm.94-96
  52. Ibnu Abi al-Hadid, Nahj al-Balaghah, jld.11, hlm.44
  53. Ibnu Kastir, al-Bidayah wa al-Nihayah, jld.9, hlm.117
  54. Sam'ani, al-Ansab, jld.6, hlm.95
  55. Ibnu Hajar, Tahdzib al-Tahdzib, jld.2, hlm.239
  56. Ibnu Hajar, Tahdzib al-Tahdzib, jld.2, hlm.240
  57. Ibnu Kastir, al-Bidayah wa al-Nihayah, jld.8, hlm.50
  58. Mufid, al-Jamal, hlm.117
  59. Ibnu Taimyyah, Minhaj al-Sunnah, jld.8, hlm.165; dinukil dari Al Mujaddad, Nesyaneha-e Nashibigari Ebnu Taymiyeh, hlm.17
  60. Ibnu Taimiyyah, Minhaj al-Sunnah, jld.8, hlm.165; dinukil dari Al-Mujaddad, Neshaneh ha-ye nasibigari Ebnu Taymiyeh, hlm.19
  61. Al Mujaddad, Nesyaneha-e Nasibigari Ebnu Taymiyeh, hlm.17-25
  62. Ibnu Hajar, al-Durar al-Kaminah, jld.1, hlm.155
  63. Muallim, al-Nashb wa al-Nawashib, hlm.588-590
  64. Muallim, al-Nashb wa al-Nawashib, hlm.31-38
  65. Muallim, al-Nashb wa al-Nawashib, hlm.605-624
  66. Muallim, al-Nashb wa al-Nawashib, hlm.588-590
  67. Muallim, al-Nashb wa al-Nawashib, hlm.37
  68. Muallim, al-Nashb wa al-Nawashib, hlm.261-528
  69. Muallim, al-Nashb wa al-Nawashib, hlm.229-244
  70. al-Nashb wa al-Nawashib.
  71. Bahrani, al-Hadaiq al-Nadhirah, jld.3, hlm.405
  72. Agha Bozorgh Tehrani, al-Dzari'ah, jld.2, hlm.176
  73. Muallim, al-Nashb wa al-Nawashib, hlm.588-590
  74. Agha Bozorgh Tehrani, al-Dzari'ah, jld.19, hlm.76
  75. Agha Bozorgh Tehrani, al-Dzari'ah, jld.3, hlm.130
  76. Muallim, al-Nashb wa al-Nawashib, hlm.588-590


Daftar Pustaka

  • Agha Bozorgh Tehrani. Al-Dzari'ah ila Tshanifi al-Syiah. Qom dan Tehran. Ismailiyan. Perpustakaan Islamiyah Tehran. 1408 H.
  • Al Mujaddad, Sayid Hasan. Nesyaneha-e Nashibigari Ebnu Taymiyeh. Jurnal Shirath. No 12. Musim Dingin. 1393 HS.
  • Bahjat, Muhammad Taqi, Jami al-Masail. Qom. Kantor Ayatullah Bahjat. 1426 H.
  • Bahrani, Yusuf bin Ahmad. Al-Hadaiq al-Nadhirah fi Ahkami al-Itrah al-Thahirah. Editor: Muhammad Irawani dan Sayid Abdur Razaq Maqram. Qom. Kantor publikasi Islam berafiliasi dengan Jamiah Mudarrisin Hauzah Ilmiyah Qom. 1405 H.
  • Baladzuri, Ahmad bin Yahya. Ansab al-Asyraf, jld.5. Riset: Ihsan Abbas, Beirut. Jamiyah al-Mustasyriqin al-Almaiyah. 1400 H/1979.
  • Fadhil Miqdad, Miqdad bin Abdullah. Al-Tanqih al-Ra'i' limukhtashar al-syarayi'. Editor: Sayid Abdul Latif Huseini Kuhkamari, Qom. Publikasi Perpustakaan Ayatullah Mar’asyi Najafi. 1404 H.
  • Hakim Neisyaburi, Muhammad bin Abdullah. Fadhail Fatimah al-Zahra. Riset: Ali Ridha bin Abdullah. Kairo. Dar al-Furqan. 1429 H.
  • Ibnu Abdul Bar, Yusuf bin Abdullah. Al-Isti'ab fi Ma'rifati al-Ashab. Riset: Ali Muhammad Bajawi. Beirut. Dar al-Jabil. 1412 H/1992.
  • Ibnu Abi al-Hadid, Abdul hamid bin Hibbatullah. Syarh Nahj al-Balaghah. Editor: Ibrahim Muhammad Abulfadhl. Qom. Perpustakaan Ayatullah al-Mar’asyi al-Najafi. 1404 H.
  • Ibnu Atsir, Ali bin Muhamamd. Al-Kamil fi al-Tarikh. Beirut. Dar shadir. 1385 H/1965.
  • Ibnu Barraj Tharablusi, Abdul Aziz. Al-Muhadzab, Qom. Kantor publikasi Islam berafiliasi dengan Jamiah Mudarrisin Hauzah Ilmiyah Qom. 1406 H.
  • Ibnu Hajar Asqalani, Ahmad bin Ali. Al-Durar al-Kaminah fi A'yani al-Mi'ah Al-Tsaminah, Beirut. Dar al-Jil.
  • Ibnu Hajar Asqalani, Ahmad bin Ali. Tahdzib al-Tahdzib. Beirut. Dar Shadir. Tanpa Tahun.
  • Ibnu Hajar Asqalani, Ahmad bin Ali. Fath al-Bari bi Syarhi Shahih al-Bukhari. Ihya' al-Turats al-Arabi. 1408 H/1998.
  • Ibnu Idris al-Hilli, Muhammad bin Manshur. Ajwibatu Masail wa rasail fi Mukhtalafi Funun al-Ma'rifah. Editor: Sayid Muhammad Mahdi bin Sayid Hasan Musawi Khurasan. Qom. Dalile Ma. 1429 H.
  • Ibnu Kastir Dimasyqi, Ismail bin Umar. Al-Bidayah wa al-Nihayah. Beirut. Dar al-Fikr. 1407 H/1986.
  • Ibnu Sa'ad, Muhammad bin Sa'ad. Al-Thabaqat al-Kubra. Riset: Muhammad Abdul Qodir Atha. Beirut. Dar al-Kutub al-Ilmiyah. 1410 H/1990.
  • Ibnu Taimyyah, Ahmad bin Abdul Halim. Majmu'ah al-Fatawa. Cetakan Abdurrahman bin Qasim. Tanpa tahun.
  • Ibnu Taimyyah, Ahmad bin Abdul Halim. Minhaj al-Sunnah al-Nabawiyah fi Naqdhi al-Kalam al-syiah al-Qadariyah. Riset: Muhammad Rasyad Salim. Jamiah al-Imam Muhammad bin Saud al-Islamiyah. 1406 H/1986.
  • Imam Khumaini, Ruhullah. Risalah Najat al-'Ibad. Tehran. Muassasah Tanzhim Atsar Imam Khomaini, 1385 HS.
  • Kautsari, Ahmad. Barresi Risyeha-e Tarikhi Nashibigari. Majalah Siraju Munir. No 16. Musim dingin. 1393 HS.
  • Maliki, Inqadz al-Tarikh al-Islami, Yordania. Muassasah al-Yamamah al-hafiyah. 1418 H.
  • Mas'udi, Ali bin Husein. Muruj al-Dzahab wa Ma'adin al-Jauhar. Riset: As'ad Daghir. Qom. Dar al-Hijrah. 1409 H.
  • Mizzi, Yusuf bin Abdurrahman. Tahdzib al-Kamal fi Asma al-Rijal. Riset: Basyar 'Awad Ma'ruf. Beirut. Muassasah al-Risalah. 1413 H/1992.
  • Muallim, Muhsen. Al-Nashb wa al-Nawashib. Beirut. Dar al-Hadi. 1418 H/1977.
  • Mufid, Muhammad bin Muhammad. Al-Jamal wa al-Nushrah lisayid al-Itrah fi Harbi al-Bashrah. Editor: Ali Mir Syarifi. Qom. Kongres Syekh Mufid. 1413 H.
  • Mughniyah, Muhammad Jawad. Al-Syiah wa al-Hakimun. Beirut. Dar al-Jawad. 2000.
  • Muhaqiq al-Hilli, Ja'far bin Husein. Al-Mu'tabar fi Syarhi al-Mukhtashar. Editor: Muhammad Ali Haidari dan kawan-kawan. Qom. Muassasah Sayid al-Syuhada alaihi salam. 1407 H.
  • Muhaqiq Karaki, Ali bin Husein. Jami al-Maqashid fi Syarhi al-Qawaid. Qom. Muassasah Alu al-Bait. 1414 H.
  • Maqrizi, Ahmad bin Ali. Al-Mawaizh wa al-I'tibar fi Dzikri al-Khathath wa al-Atsar. Riset: Aiman Fuad Sayid. London. 1422-1425 H/2002-2004.
  • Najafi, Muhammad Hasan. Jawahir al-Kalam fi Syarhi Syara'i al-Islam. Editor: Abbas Ghuchani. Ali Akhundi. Beirut. Dar Ihya al-Turats al-Arabi. 1404 H.
  • Sam'ani, Abdul Karim bin Muhammad. Al-Ansab. Riset: Abdurrahman bin Yahya Muallimi Yamani. Haidarabad. Majlis dairatu al-Ma’arif al-Utsmaniyah. 1382 H/1962.
  • Shadr, Sayid Muhammad. Ma Wara al-Fiqh. Editor: Ja'far al-HadiDajili. Beirut. Dar al-Adhwa', percetakan, penerbitan dan pembagian. 1420 H.
  • Shaduq, Muhammad bin Ali. Man la Yahdhuruhu al-Faqih. Qom. Kantor publikasi Islam berafiliasi dengan Jamiah Mudarrisin Hauzah Ilmiyah Qom. 1413 H.
  • Subhani, Ja'far. Al-Khums fi al-Syari'ah al-Islamiyah al-Gharra', Qom. Muassasah Imam Shadiq. 1420 H.
  • Syahid Tsani, Zainuddin bin Ali. Raudhah al-Jinan fi Syarhi Irsyad al-Adzhan. Qom. Kantor publikasi Islam berafiliasi dengan Jamiah Mudarrisin Hauzah Ilmiyah Qom. 1402 H.
  • Tawallai, Rahmat, Naqibi, Sayid Abul Qasim. Milak-e Nashibenggari, Ahkam wa Atsare Mutarattib bar Nashb dar fiqh-e Imamiyeh. Majalah Fiqh wa Ushul. Musim semi. 1396 HS.
  • Thabari, Muhammad bin Jarir. Tarikh al-Umam wa al-Muluk. Riset: Muhammad Abulfadhl Ibrahim. Beirut. Dar al-Turats. 1387 H/1967.
  • Thuraihi, Fakhruddin. Majma' al-Bahrain. Editor: Sayid Ahmad Huseini. Tehran. Toko buku Murtadhawi. 1416.
  • Thusi, Muhmammad bin Hasan. Al-Nihayah fi Mujarrad lifiqh wa al-Fatawa. Beirut. Dar al-Kitab al-Arabi. 1400 H.
  • Zamakhsyari, Mahmud bin Umar. Rabi' al-Abrar wa Nushush al-Akhbar. Riset: Mahna Abdul Amir. Beirut. Muassasah A’lami lil mathbu’at. 1412 H.