Surat Imam Ali Kepada Syuraih Al-Qadhi
Surat Imam Ali kepada Syuraih al-Qadhi (bahasa Arab:رسالة الإمام علي إلى شريح القاضي) merupakan teguran keras kepada Syuraih bin Harits, hakim di Kufah pada masa itu, karena membeli rumah dengan harga yang sangat mahal. Dalam surat ini, Imam Ali memberikan nasihat mendalam tentang rendahnya nilai duniawi dibandingkan kehidupan akhirat serta pentingnya perhitungan di Hari Kiamat. Sebagai seorang pejabat pemerintahan, Syuraih diingatkan untuk menjauhi gaya hidup mewah yang tidak sejalan dengan nilai-nilai keadilan dan kesederhanaan. Surat ini juga menjadi salah satu prinsip penting dalam pemerintahan Islam, yang menekankan bahwa seorang pemimpin harus bersikap tegas dalam mengawasi dan menegur pejabat yang menyimpang.
Surat ini merupakan surat ketiga dalam Nahjul Balaghah. Selain itu, surat ini juga tercantum dalam beberapa kitab lainnya, seperti Amali karya Syekh Shaduq, Arba'in karya Syekh Baha'i, dan beberapa kitab dari kalangan Ahlusunah, seperti Dastur Ma'alim al-Hikam karya Qadhi Qudha'i (W. 454 H) dan Tadzkirat al-Khawash karya Sibth Ibn al-Jawzi (W. 654 H).
Pentingnya dan kedudukan
Surat Imam Ali kepada Syuraih al-Qadhi dianggap sebagai bukti ketegasan seorang pemimpin terhadap pejabat pemerintah. [1] Syuraih, sebagai hakim dan dalam posisi yang rentan terhadap tuduhan, tidak disetujui oleh Imam Ali as atas pembelian rumah yang dilakukannya. [2] Syuraih adalah hakim di Kufah. Umar bin Khattab telah mengangkatnya sebagai hakim di Kufah. [3] Ia tetap menjabat di masa pemerintahan Khalifah Utsman dan pemerintahan Imam Ali as. [4] Berdasarkan riwayat yang terdapat dalam al-Kafi, ketika Imam Ali as mengangkat Syuraih sebagai hakim, beliau membuat perjanjian dengan Syuraih bahwa ia tidak boleh mengeluarkan keputusan tanpa terlebih dahulu berkonsultasi dengan Imam. [5]
Menurut Ayatullah Makarim Syirazi dalam Syarh Nahjul Balaghah, pemerintahan Imam Ali as dimulai setelah masa pemerintahan Utsman yang penuh dengan tantangan dan pemborosan besar terhadap harta negara, di mana banyak tokoh terkemuka dalam masyarakat Islam mulai hidup mewah. [6] Karena itu, Imam Ali as tidak menginginkan seorang hakim yang diangkatnya untuk hidup secara mewah. [7] Untuk menghentikan hal ini, Imam Ali as selalu memperingatkan dalam khutbah dan surat-suratnya, yang terkumpul dalam Nahjul Balaghah, tentang bahaya kehidupan duniawi dan kemewahan yang menipu. [8]
Latar Belakang dan Isi Surat
Pada masa pemerintahan Imam Ali as, Syuraih, seorang hakim, membeli sebuah rumah mahal seharga delapan puluh dinar. [9] Setelah mendengar kabar ini dan memastikan bahwa Syuraih benar-benar membeli rumah tersebut, Imam Ali as memanggilnya untuk menegurnya dan memperingatkannya bahwa kematian akan segera datang dan akan mengeluarkannya dari rumah itu. [10] Imam Ali as menasihati Syuraih agar membeli rumah tersebut dengan harta yang halal, karena jika tidak, dia akan menghadapi kerugian besar di dunia dan akhirat. [11]
Imam Ali as menulis sebuah surat spiritual untuk Syuraih, yang menunjukkan ketidaktertarikan terhadap dunia. Imam Ali as mengatakan bahwa jika Syuraih memahami isi surat tersebut, dia tidak akan menghabiskan bahkan satu dirham untuk membeli rumah itu. Dalam surat tersebut dijelaskan bahwa rumah itu berujung pada 4 hal buruk: pertama, bencana dan malapetaka; kedua, penderitaan; ketiga, hawa nafsu yang merusak; dan keempat, setan yang menyesatkan. Pintu rumah tersebut terbuka bagi setan. [12]
Imam Ali as mengingatkan Syuraih tentang orang-orang terdahulu yang tubuhnya telah hancur di bawah tanah, dan menasihatinya untuk mempersiapkan diri menghadapi perhitungan di Hari Kiamat. [13] Dalam beberapa penjelasan tentang Nahjul Balaghah terkait surat ini, juga ditekankan pentingnya menghindari kelalaian dan kesombongan, [14] serta waspada terhadap cinta dunia dan memperoleh harta dengan cara yang haram atau menerima suap dalam keputusan hukum. [15]
Sumber dan Sanad Surat
Surat Imam Ali kepada Syuraih tercatat dalam Kitab Amali karya Syekh Shaduq (W. 381 H) [16] dan dengan sedikit perbedaan juga tercatat dalam Kitab Arba'in karya Syekh Baha'i (W. 1031 H) [18], Tazkirat al-Khawash karya Sibth Ibn al-Jawzi (W. 654 H) [19], dan Dastur Ma'alim al-Hikam karya Qadhi Qudha'i (W. 454 H) [20]. Mereka semua meriwayatkan surat Imam Ali ini dengan beberapa perbedaan. [21] Surat ini adalah surat ketiga dalam versi-versi berbeda dari Nahjul Balaghah. [22]
Menurut Allamah Hasan-Zadeh, karena Syekh Baha'i meriwayatkan surat ini dari para guru dan perawi besar, tidak ada masalah atau perdebatan mengenai keabsahan sanadnya. [23]