Tragedi Karbala

Prioritas: aa, Kualitas: b
Dari wikishia
(Dialihkan dari Tragedi Asyura)


Tragedi Karbala
Lukisan lawas dari Tragedi Karbala
Lukisan lawas dari Tragedi Karbala
Nama LainTragedi Asyura • Tragedi Thuf
Dua Belah PihakImam Husain as dan Yazid bin Muawiyah
Waktu10 Muharram 60 Hijriah
ZamanBani Umayyah
TempatKarbala
SebabTidak berbaiatnya Imam Husain as kepada Yazid
HasilSyahidnya Imam Husain as dan para Penolongnya serta ditawannya keluarga Imam as dan orang-orang menyertainya
ReaksiPerlawanan TawwabinKebangkitan MukhtarKebangkitan Zaid bin Ali
TerkaitKebangkitan Imam Husain as


Peristiwa Karbala (bahasa Arab:واقعة كربلا) atau Peristiwa Asyura ( واقعة عاشوراء) adalah perang dan kesyahidan Imam Husain as bersama sahabat-sahabatnya melawan pasukan dari Kufah yang terjadi pada 10 Muharram 61 H/680 di bumi Karbala, dimana mereka berperang melawan Yazid khalifah kedua bani Umayyah. Tragedi Karbala merupakan peristiwa sejarah Islam yang paling menyayat hati kaum muslimin terkhusus orang-orang Syiah. Mereka setiap tahun pada peringatan haulnya mengadakan acara duka begitu besar dan menyeluruh.

Peristiwa ini bermula dari matinya Muawiyah (15 Rajab 60 H/679) dan awal mula pemerintahan anaknya, Yazid dan berakhir dengan dipulangkannya para tawanan Karbala ke Madinah. Hakim Madinah bersikeras mengambil baiat dari Imam Husain as untuk Yazid. Husain bin Ali untuk lari dari baiat ini, iapun pergi dari Madinah ke Mekah di malam hari. Dalam Perjalanan ini, keluarga Imam as, sejumlah orang dari bani Hasyim dan sebagian orang-orang Syiah bersama Imam Husain as.

Imam Husain as menetap di Mekah sekitar 4 bulan. Dalam jangka waktu ini surat-surat undangan warga Kufah sampai ke tangan beliau. Dengan memperhatikan kemungkinan dirinya akan dibunuh oleh antek-antek Yazid dan adanya undangan orang-orang Kufah, Imam as pada hari ke-8 Dzulhijjah meninggalkan Mekah menuju Kufah. Sebelum sampai di Kufah, beliau mengetahui pengkhianatan orang-orang Kufah dan kesyahidan Muslim bin Aqil yang diutus beliau untuk menyelidiki situasi dan kondisi di sana. Setelah Hur bin Yazid menutup jalan untuk Imam as, beliau pergi menuju Karbala dan di sana beliau berhadapan dengan pasukan Umar bin Sa'ad. Umar bin Sa'ad diangkat sebagai komandan perang oleh Ubaidillah bin Ziyad.

Dua pasukan itu berperang sengit pada 10 Muharram atau hari Asyura. Dalam perang ini, Imam Husain, saudaranya Abbas bin Ali as, anaknya yang berumur 6 bulan Ali Ashgar, 17 orang dari bani Hasyim dan lebih dari 50 orang dari sahabat-sahabatnya meneguk cawan syahadah. Sebagian penulis kronologi kesyahidan memandang Syimr bin Dzil Jausyan sebagai pembunuh Imam Husain as. Para bala tentara Umar bin Sa'ad menginjak-injak jasad para syuhada dengan kaki-kaki kuda mereka. Sore hari Asyura, pasukan Yazid menyerang kemah-kemah orang-orang yang ditinggalkan pasukan Imam Husain as dan membakarnya. Orang-orang Syiah menamakan malam ini dengan "malam keterasingan" (malam Ghariban). Karena sedang sakit, Imam Sajjad as tidak ikut berperang, dan bersama Sayidah Zainab sa, seluruh kaum wanita dan anak-anak kecil menjadi tawanan pasukan Kufah. Para pasukan Umar bin Sa'ad menancapkan kepala-kepala para syuhada di ujung tombak, dan bersama para tawanan dibawa kepada Ubaidillah bin Ziyad di Kufah dan dari sana dibawa ke hadapan Yazid di Syam.

Peristiwa Asyura menjadi inspirasi bagi perlawanan-perlawanan selanjutnya di kalangan penganut Syiah seperti perlawanan Tawwabin dan perlawanan Mukhtar.

Penolakan Imam Husain as untuk Berbaiat kepada Yazid

Dengan upaya Muawiyah[1] dan setelah kematiannya (15 Rajab 60 H) dimana telah diambil baiat dari masyarakat untuk Yazid.[2] Padahal dalam surat perjanjian damai Imam Hasan as dengan Muawiyah tertera bahwa Muawiyah tidak berhak menunjuk pengganti setelah dirinya.[3] Yazid bertekad mengambil baiat dari beberapa orang pembesar kaum muslimin yang menolak ajakan Muawiyah untuk berbaiat kepada Yazid,[4] dengan alasan ini ia menulis surat kepada gubernur Madinah -Walid bin Atabah- dan memberi kabar kematian Muawiyah. Dan dalam surat singkat yang lain kepada Walid menulis: "Ambillah baiat secara paksa dari Husain bin Ali, Abdullah bin Umar, Abdurrahman bin Abu Bakar dan Abdullah bin Zubair, dan siapa saja yang menolak penggallah lehernya."[5] Setelah itu, datang lagi surat lain dari Yazid menekankan:"Tulislah untukku nama orang-orang yang menerima dan menolak, dan kirimlah kepala Husain bin Ali bersama jawaban surat kepadaku."[6] Walid bermusyawarah dengan Marwan bin Hakam[7] dan kemudian mengirim Abdullah bin Amr untuk mengintai Imam Husain as, Ibnu Zubair, Abdullah bin Umar dan Abdurrahman bin Abu Bakar.[8]

Imam Husain as bersama 30 orang[9] dari orang-orang terdekatnya pergi ke Darul Imarah di Madinah.[10]Walid memberi tahu Imam Husain akan kematian Muawiyah dan membacakan surat Yazid kepadanya, dimana Walid diperintahkan mengambil baiat dari Husain bin Ali untuk Yazid. Imam Husain as berkata kepada Walid: "Apakah engkau rela aku berbaiat dengan Yazid secara sembunyi; aku kira tujuanmu adalah supaya aku berbaiat dengan Yazid di depan khalayak." Walid menjawab:"Pendapatku juga demikian."[11] Imam melanjutkan: "Kalau begitu, berikan aku waktu sampai besok untuk menyatakan pendapatku."[12]

Pada sore hari berikutnya, gubernur Madinah mengirim tentaranya ke rumah Imam Husain as untuk menemui beliau dan mengambil jawabannya.[13] Iman Husain as meminta waktu lagi di malam itu dan disepakati oleh Walid.[14] Setelah penundaan ini, Imam Husain as memutuskan untuk meninggalkan Madinah.[15]

Perjalanan Imam Husain as dari Madinah Menuju Mekah

Pada malam Minggu, sisa dua malam dari bulan Rajab dan menurut penukilan lain 3 Sya'ban tahun 60 H, Imam Husain as bersama 84 orang dari Ahlulbait dan para sahabatnya meninggalkan Madinah menuju Mekah.[16] Menurut beberapa sumber referensi, beliau di tengah malam menziarahi makam ibunda dan saudaranya, menunaikan salat dan melakukan perpisahan, dan pagi kembali ke rumah.[17] Dalam sebagian sumber lain dimuat bahwa beliau bermalam selama dua malam berturt-turut di sisi pusara Rasulullah saw.[18]

Dalam perjalanan ini, selain Muhammad bin Hanafiyah[19] kebanyakan keluarga Imam Husain as termasuk putra-putri, saudara-saudari dan keponakan-keponakannya bersama beliau.[20] Selain bani Hasyim, ada 21 orang sahabat Imam Husain as juga menemani beliau dalam perjalanan ini.[21]

Muhammad bin Hanafiyah, saudara Imam Husain as, setelah mengetahui bahwa kepergian Imam tak lama lagi akan terjadi, maka ia menemui beliau untuk mengadakan perpisahan. Imam Husain as menulis wasiat untuknya yang berisi:

إنّی لَم اَخْرج أشِراً و لا بَطِراً و لا مُفْسداً و لا ظالماً وَ إنّما خرجْتُ لِطلب الإصلاح فی اُمّة جدّی اُریدُ أنْ آمُرَ بالمعروف و أنْهی عن المنکر و اسیرَ بِسیرة جدّی و سیرةِ أبی علی بن أبی طالب; "Sungguh aku tidak keluar karena congkak, sombong, berbuat kerusakan dan kezaliman, namun sesungguhnya aku keluar demi mencari perbaikan pada umat datukku, aku ingin memerintahkan perbuatan yang makruf dan mencegah perbuatan mungkar dan berjalan di atas jalan datukku dan ayahku Ali bin Abi Thalib."

Imam Husain as bersama rombongannya keluar dari Madinah, dan berseberangan dengan keinginan orang-orang terdekatnya, beliau memilih jalan utama menuju Mekah.[22]Dipertengahan jalan menuju Mekah, Imam Husain as berjumpa dengan Abdullah bin Muthi'. Dia bertanya tujuan Imam, dan beliau menjawab: "Kini aku hendak ke Mekah. Ketika sampai di sana, aku akan memohon kebaikan kepada Allah untuk masa depan." Abdullah memperingati Imam dari penduduk Kufah dan meminta beliau menetap di Mekah.[23]

Setelah lima hari, Imam Husain as sampai di Mekah pada [3 Sya'ban]] 60 H dan mendapatkan sambutan hangat dari penduduk Mekah dan para pelaksana haji Baitullah al-Haram.[24] Perjalanan Imam Husain as dari Madinah ke Mekah meliputi tempat-tempat berikut ini: Dzulhalifah, Milal, Sayyalah, 'Irqu Zhabiyah, Zuha', Inayah, 'Urj, Lahru Jamal, Suqya, Abwa', Harsya, Rabigh, Juhfah, Qadid, Khalish, 'Asfan dan Marr al-Zhahran.

Imam di Mekah

Imam Husain as lebih dari 4 bulan, dari 3 Sya'ban hingga 8 Dzulhijjah tinggal di Mekah. Penduduk Mekah dengan mendengar kedatangan beliau merasa gembira, dan pagi dan petang menemui beliau. Dikatakan bahwa hal ini menyulitkan Abdullah bin Zubair, sebab ia berharap penduduk Mekah berbaiat dengannya. Dia tahu selama Imam Husain as berada di Mekah, satu orang pun tidak akan berbaiat dengannya.[25]

Surat Orang-orang Kufah dan Seruan kepada Imam untuk Bangkit

Tak lama dari kedatangan Imam Husain as di Mekah, orang-orang Syiah Irak mendengar berita kematian Muawiyah dan penolakan Imam dan Ibnu Zubair untuk berbaiat kepada Yazid. Karena itu, mereka berkumpul di rumah Sulaiman bin Shurad al-Khuzai dan menulis surat kepada Imam serta mengundang beliau ke Kufah.[26] Dua hari berlalu dari pengiriman surat ini, orang-orang Kufah mengirim 150 surat (setiap surat ditanda tangani oleh satu sampai empat orang) kepada Imam Husain as.[27] Semua isi surat ini berupa permintaan supaya Imam datang ke Kufah.

Imam Husain as tidak menjawab surat-surat tersebut hingga jumlahnya sangat banyak, seketika itu beliau menulis surat.[28] Dalam surat ini dimuat:

Aku akan mengutus saudaraku, sepupuku dan orang yang dapat dipercaya dari Ahlulbaitku. Aku berkata kepadanya supaya melaporkan kepadaku tentang perbuatan dan kayakinan kalian. Bilamana ia menulis kepadaku bahwa pendapat kalian seperti apa yang tertera dalam surat-surat kalian, maka aku akan datang kepada kalian..... Imam adalah hanya seseorang yang mengamalkan kitab Allah, menjalankan keadilan, menerima agama yang benar dan mewakafkan dirinya untuk Allah.[29]

Duta Imam Husain di Kufah

Imam Husain as menulis sebuah surat kepada penduduk Kufah[30] dan mengasihnya ke putra pamannya, Muslim bin Aqil supaya pergi ke Irak dan menyelidiki situasi dan kondisi di sana serta melaporkannya kepada beliau.[31] Setelah Muslim sampai di Kufah, ia tinggal di rumah Mukhtar bin Abi Ubaid al-Tsaqafi[32] dan menurut sebagian riwayat di rumah Muslim bin Ausajah.[33] Orang-orang Syiah silih berganti mendatangi tempat penginapan Muslim dan dia membacakan surat Imam kepada mereka.[34] Muslim mulai mengambil baiat untuk Imam Husain as.[35] Di Kufah ada 12000[36] atau 18000[37] dan atau lebih dari 30000[38] orang berbaiat dengan Imam Husain as dan menyatakan kesiapan mereka untuk bersama beliau. Muslim melayangkan surat kepada Imam dan menekankan banyaknya orang-orang yang telah berbaiat serta menyeru beliau ke Kufah.[39]

Tatkala Yazid mendengar pembaiatan masyarakat dengan Muslim dan sikap lunaknya Nukman bin Basyir (penguasa Kufah saat itu) terhadap mereka, ia mengangkat Ibnu Ziyad (yang saat itu menjabat gubernur Basrah) sebagai penguasa Kufah.[40] Setelah Ibnu Ziyad memasuki Kufah, ia mulai mencari orang-orang yang berbaiat dan mengancam para kepala suku.[41]

Riwayat-riwayat historis menarasikan ketakutan masyarakat akibat sosialisai orang-orang yang bersama Ubaidillah dan terpecah belahnya mereka secara cepat dari sisi Muslim, hingga sampai malam hari Muslim tinggal sendirian dan tidak ada tempat untuk sembunyi,[42] dan pada akhirnya setelah terjadi kegaduhan, dengan surat jaminan keamanan dari Muhammad bin Asy'ats, Muslim menyerah untuk dibawa ke istana.[43]Namun Ibnu Ziyad menolak surat jaminan keamanan tersebut dan memerintahkan supaya kepala Muslim dipisahkan dari tubuhnya.[44]

Sesuai beberapa laporan sejarah, Muslim yang mengkhawatirkan Imam Husain as berwasiat kepada Umar bin Sa'ad yang berkebangsaan Quraisy. Wasiat pertama Muslim ialah supaya Umar mengutus seseorang kepada Imam Husain as dan mencegah beliau untuk datang ke Kufah.[45] Pesan Muslim yang disampaikan kepada Umar bin Sa'ad saat ia meneguk cawan kesyahidan, sampai ke tangan Imam Husain as di kawasan Zubalah.

Perjalanan Imam Husain as dari Mekah Menuju Kufah

Setelah empat bulan dan lima hari Imam Husain as tinggal di Mekah, pada hari Sabtu 8 Dzulhijjah (tepat di hari Muslim mengadakan kebangkitan di Kufah) beliau bersama 82 orang[46] (60 orang dari mereka berasal dari orang-orang Syiah Kufah)[47] meninggalkan Mekah menuju Kufah.

Sebagian sejawaran dan ahli hadis termasuk Syaikh Mufid menulis, untuk keluar dari Mekah, Imam Husain as mengubah niat hajinya ke umrah mufradah dan keluar dari ihram.[48] Namun sebagian lagi, dengan bersandar pada bukti-bukti sejarah dan hadis mengatakan, Imam Husain as semenjak awal berniat melakukan umrah mufradah dan setelah selesai darinya beliau keluar dari Mekah.[49]

Dalam satu bulan terakhir dari masa tinggalnya Imam Husain di Mekah yang mana dimungkinkan beliau akan pergi ke Kufah, sebagian orang termasuk Abdullah bin Abbas menemui Imam untuk menghalangi pergi ke Kufah, tetapi mereka tidak berhasil.

Setelah Imam Husain as dan para sahabatnya keluar dari Mekah, Yahya bin Said panglima Umar bin Saad bin 'Ash -gubernur Mekah- bersama kelompoknya menutup jalan Imam Husain as, namun beliau tidak menghiraukan dan meneruskan perjalanannya.[50]

Rute Perjalanan Mekah ke Kufah

Tempat-tempat persinggahan rombongan Imam Husain as dari Mekah menuju Kufah adalah sebagai berikut: 1. Kebun bani Amir, 2. Tan'im, 3. Shifah (tempat perjumpaan Imam dengan Farazdaq sang penyair), 4. Dzatu 'Irq (tempat perjumpaan Imam Husain dengan Bisyr bin Ghalib dan juga dengan Aun bin Abdullah bin Jakfar), 5. Wadi Aqiq, 6. Ghamrah, 7. Ummu Khirman, 8. Salh, 9. Afi'iyah, 10. Ma'dan Fazan, 11. 'Umq, 12. Saliliyah, 13. Mughitsah Mawan, 14. Nuqrah, 15. Hajir (tempat diutusnya Qais bin Mushir ke Kufah), 16. Sumaira', 17. Tuz, 18. Ajfur (pertemuan Imam Husain as dengan Abdullah bin Muthi' Adwi dan anjuran dia supaya beliau kembali), 19. Khuzaimiyah, 20. Zarud (bergabungnya Zuhair bin Qain dengan rombongan Imam Husain as dan pertemuannya dengan anak-anak Muslim serta pemberitaannya akan kesyahidan Muslim dan Hani), 21. Tsa'labiyah, 22. Bathan, 23. Syuquq, 24. Zubalah (tempat sampainya berita kesyahidan Qais dan bergabungnya sekelompok dengan Husain as, termasuk Nafi' bin Hilal), 25. Bathnu Aqabah (tempat pertemuan Imam Husain as dengan Amr bin Luzan dan anjurannya kepada beliau supaya kembali)), 26. Amiyah, 27. Waqishah, 28. Syaraf, 29. Birkah Abu Misk,30. Jabal Dzi Hasm (tempat perjumpaan Imam Husain dengan pasukan Hurr bin Yazid al-Riyahi), 31. Bidhah (tempat dimana Husain as menyampaikan khutbah terkenalnya kepada para sahabatnya dan Hurr), 32. Musaijad, 33. Hammam, 34. Mughitsah, 35. Ummu Qurun, 36. Udzaib, 37. Qashr Bani Muqatil (tempat perjumpaan Imam Husain as dengan Ubaidullah bin Hurr al-Ju'fi dan penolakan seruan permintaan pertolongan Husain as), 38. Qathqathanah, 39. Karbala -Wadi Thaff- (hari kedua Muharram tahun 61 H, Imam Husain as memasuki kota Karbala).

Dalam setiap persinggahan, Imam Husain as berupaya menarik perhatian orang-orang atau memberikan pencerahan, misalnya di Dzatu 'Irq seseorang bernama Bisyr bin Ghalib al-Asadi sampai kepada beliau dan mengabarkan kepada beliau kondisi tidak kondusif Kufah. Beliau membenarkan omongan dia. Orang itu bertanya mengenai ayat «یوْمَ نَدْعُو کُلَّ أُنَاس بِإِمَامِهِم»[51] kepada Imam, beliau menjawab:

"Imam-imam terbagi dua kelompok: satu kelompok mengajak kepada petunjuk dan kelompok lain mengajak kepada kesesatan. Orang yang mengikuti imam yang mengajak kepada hidayah akan masuk surga dan orang yang mengikuti imam yang mengajak kepada kesesatan akan masuk neraka".[52]

Bisyr bin Ghalib tidak bersama Imam Husain as, tetapi dikemudian hari ia terlihat menangis di pusara Imam Husain as menampakkan penyesalan karena tidak menolong beliau.[53]

Di kawasan Tsa'labiyah juga ada seseorang bernama Abu Hirrah al-Azdi sampai kepada Imam Husain as dan mengetahui sebab perjalanan beliau. Imam berkata:

"Bani Umayyah menjarah hartaku, aku sabar. Mereka mencemoohku, aku sabar. Mereka hendak menumpahkan darahku, aku lari. Hai Abu Hirrah! ketahuilah bahwa aku akan terbunuh ditangan kelompok penzalim dan Allah akan menghinakan mereka sehina-hinanya dan pedang tajam akan menguasai mereka; yaitu seseorang yang akan membuat hina mereka".[54]

Pengutusan Qais bin Mushir ke Kufah

Dinukilkan, ketika Imam Husain as sampai di daerah Bathnu al-Rummah, beliau menulis surah untuk penduduk Kufah dan memberi tahu mereka akan kepergian dirinya menuju Kufah.[55] Imam menyerahkan surat itu kepada Qais bin Mushir al-Shaidawi. Tatkala dia sampai di Qadisiyah, sekelompok dari tentara Ibnu Ziyad menghadang jalannya untuk mengintrogasinya. Qais terpaksa merobek surat Imam supaya para musuh tidak mengetahui isinya. Ketika Qais ditangkap dan dibawa ke hadapan Ibnu Ziyad, Ibnu Ziyad berkata kepadanya: "Demi Tuhan, aku tidak akan melepasmu kecuali engkau menyebutkan nama orang-orang yang dikirimi surat oleh Husain as, dan atau engkau naik mimbar mengata-ngatai Husain, ayah dan saudaranya. Jika ini engkau lakukan maka aku akan melepasmu, kalau tidak, akan ku bunuh kau." Qais menerima dan naik mimbar, namun sebagai ganti dari mencaci Husain as, ia berkata:

"Sesungguhnya Husain bin Ali as adalah sebaik baik ciptaan Tuhan dan akan datang menemui kalian, olehnya itu sambutlah seruannya dan tolonglah beliau."

Ibnu Ziyad memerintahkan supaya dia dibawa ke atas istana Darul Imarah dan dilemparkan ke bawah.[56]

Pengutusan Abdullah bin Yaqthar ke Kufah

Diriwayatkan, sebelum Imam Husain as mengetahui kesyahidan Muslim, beliau mengutus saudara asuhnya, Abdullah bin Yaqthar[57] kepada Muslim. Dia tertangkap oleh Hashin bin Tamim dan dibawa ke Ubaidullah bin Ziyad. Ubaidullah bin Ziyad memerintahkan supaya Abdullah bin Yaqthar dibawa ke atas istana Darul Imarah untuk mengutuk Imam Husain as, ayah dan saudaranya di hadapan penduduk Kufah. Tatkala Ibnu Yaqthar naik ke atas istana, ia berkata kepada khalayak:

"Hai kaum! aku adalah utusan Husain putra dari putri Nabi saw, bergegaslah kalian untuk menolong beliau dan bangkitlah melawan Ibnu Marjanah."

Karena Ubaidillah melihat kondisi demikian maka ia memerintahkan supaya Ibnu Yaqthar dibawa ke atas istana dan dilemparkannya ke bawah. Saat dia sedang dalam keadaan sekarat tiba-tiba ada seorang lelaki datang dan membunuhnya.[58] Berita kesyahidan Abdullah bin Yaqthar dan kesyahidan Muslim dan Hani sampai ke telinga Imam Husain as di Zubalah.[59]

Duta Husain as di Basrah

Imam Husain as menulis surat dan mengirimnya ke para kepala lima suku Basrah (yaitu suku Aliyah, Bakr bin Wail, Tamim, Abdul Qais dan Azd) melalui salah seorang pecintanya bernama Sulaiman bin Razin.[60] Sulaiman menyampaikan satu naskah dari surat Imam kepada masing-masing kepala suku di Basrah dengan nama-nama; Malik bin Masma' al-Bakri, Ahnaf bin Qais, Mundzir bin Jarud, Mas'ud bin 'Amr, Qais bin Haitsam dan 'Amr bin Ubaidullah bin Ma'mar.[61] Isi surat-surat ini ditulis dalam satu matan, yaitu:

"..Aku mengajak kalian kepada Alquran dan sunnah Nabi saw. Sungguh sunnah itu telah sirna dan muncul bid'ah-bid'ah. Jika kalian mendengar perkataanku dan mengikuti perintahku, maka aku akan tunjukkan kalian ke jalan yang lurus."[62]

Masing-masing dari pembesar Basrah yang menerima satu naskah dari surat Imam Husain as menyembunyikannya kecuali Mundzir bin Jarud, yang hal ini diduga hasil dari tipu daya Ubaidullah bin Ziyad.[63] Karena itu, pada malam dimana hari esoknya Ibnu Ziyad berniat pergi ke Kufah, ia melaporkan masalah ini kepada Ibnu Ziyad.

Peristiwa Sore Hari Tāsu'a

Tak lama setelah salat Asar pada 9 Asyura (hari Tasu'a) laskar Kufah di bawah komando Umar bin Sa'ad sembari meneriakkan yel-yel, "Hai pasukan-pasukan Allah! Bersiaplah berperang dengan pasukan Husain as". Namun atas permintaan Imam Husain as, Umar bin Sa'ad memberi kesempatan kepada Imam Husain as dan penolong setianya untuk dapat menghabiskan waktu mereka sampai malam dengan salat, doa dan munajat. Hal ini dilakukan untuk memberikan kesempatan kepada pasukan musuh agar berpikir kembali tentang langkah-langkah yang telah ditempuhnya. Akhirnya pasukan Kufah itu menunda perang hingga hari Asyura dan mereka pun kembali ke kemahnya. [64]

Pada sore hari Tasu'a itu juga (hari ke-9 Muharam), Imam Husain as berbicara tentang mimpinya dengan saudarinya sendiri, Zainab dan berucap, Aku melihat Rasulullah saw dalam mimpiku. Ia berkata: "Engkau akan mendatangi kami." [65]

Malam Asyura adalah malam berdoa dan ibadah kepada Allah swt yang dilakukan oleh Imam Husain as dan penolong setianya. Dhahak bin Abdullah Masyriqi meriwayatkan bahwa pada sebagian malam mereka menyibukkan dengan bermunajat, berdoa dan beristighfar.[66] Mereka tidak henti-hentinya berdzikir dan beribadah sampai suaranya terdengar bagaikan dengungan lebah. [67]

Malam Asyura

"Sebelum peristiwa Asyura, dunia hanya tahu aturan bahwa, 'Yang Kuat itu yang benar', tetapi Asyura mengenalkan rumus baru kepada seluruh dunia bahwa,'Yang Benar itu yang kuat.' Setelah Asyura, terbukti bahwa darah mereka yang tak berdosa bisa mengalahkan pedang seorang tiran."
Edward G.Brown

Pada malam hari Tāsu'a, Imam Husain as mengumpulkan pengikut setia dan keluarganya. "Aku tidak mengenal keluarga dan penolong yang lebih baik dari pada kalian dan karena besok adalah hari perang, maka aku tidak dapat menjamin kalian, aku menarik baiat darimu, oleh karenanya aku mengizinkan jikalau kalian akan memilih jalanmu pada kegelapan malam dan pergilah." Ujar Imam Husain as. Setelah menyelesaikan ucapannya, sahabat dan penolong setianya secara bergantian satu per satu berdiri untuk menyatakan solidaritas dan dukungannya kepada Imam Husain as. Mereka pun menyatakan kesetiaannya dan kebersamaan kepada Imam Husain as dalam semua aspek terhadap Imam. Mereka juga menegaskan akan kesetiannya kepada baiat yang telah diberikan dan menjelaskan tentang kemantapan mereka dalam membaiat kepada Imam Husain as. Pertama yang melakukan hal itu adalah Abbas bin Ali as, kemudian para pemuda Ahlulbait yang lainnya menyatakan dukungannya dan akan selalu menyertai Imam Husain as. [68]

Kemudian Imam Husain as menoleh kepada putra-putra Aqil dan berucap, "Wahai putra-putra Aqil! Cukuplah pengorbanan kalian dengan kematian Muslim, karena itu pergilah kalian, Aku mengizinkan kalian untuk pergi." Namun mereka menjawab, "Demi Tuhan! Aku tidak akan melakukan hal itu. Jiwa, harta dan keluarga kami menjadi tebusan bagimu dan kami akan berperang bersamamu." [69]

Setelah perkataan Ahlulbait as, Muslim bin Ausajah, [70] Sa'id bin Abdullah Hanafi, [71] Zuhair bin Qain[72] kemudian disusul oleh penolong setia Imam Husain as yang lain juga berbicara tentang perang dan pertolongan kepada Imam Husain as hingga menemui kesyahidan.[73]

Kemudian Imam Husain as berkata kepada sahabatnya, "Sesungguhnya besok Aku akan terbunuh dan semua dari kalian yang bersamaku juga akan terbunuh." Para sahabat berkata, "Puji Tuhan bahwa kami dikaruniai untuk menolongmu dan dengan cara syahadah kami diberi kemuliaan bersamamu. Wahai putra Rasulullah saw! Apakah Anda tidak rela jika kami juga bersama denganmu berada dalam satu derajat di surga?" Imam Sajjad as meriwayatkan bahwa setelah orasi dan mendengarkan jawaban penuh semangat dan gairah mereka, Imam Husain as pun mendoakan mereka. [74] Pada malam itu, Burair bin Khudhair meminta izin Imam Husain as untuk pergi dan menasehati Umar bin Sa'ad. Imam menyetujuinya. Ia pun pergi ke hadapan Umar bin Sa'ad. Ketika Burair kembali ke hadapan Imam Husain as, ia berkata, "Wahai putra Rasulullah saw! Umar bin Sa'ad rela membunuhmu demi jabatan gubernur di kota Rei." [75]

Aksi Militer

Pada malam Asyura, Imam Husain as tidak lupa untuk melakukan aksi-aksi militer yang efektif. Pada pertengahan malam Asyura, Abu Abdillah al-Husain as pergi sendiri keluar kemah guna memantau tempat-tempat terjal yang ada di sekitarnya dan menyiapkan peralatan perang yang perlu digunakan untuk penyerangan besok. [76] Pada malam tersebut, sesuai dengan instruksi Imam Husain as, para sahabat dan penolong setianya menggali sumur seperti parit di sekitar perkemahan. Atas perintah Imam Husain as, kemudian parit ini dipenuhi dengan kayu bakar dan semak belukar. Imam Husain as memerintahkan para pengikutnya supaya membakar kayu bakar dan semak belukar itu begitu musuh menyerang maka api akan mencegah serangan musuh dari belakang dan akan melindungi keluarga Ahlulbait yang ada di kemah. Strategi ini sangat bermanfaat pada siang hari Asyura bagi para sahabat Imam Husain as." [77]

Imam Husain as perintahkan sahabatnya untuk mendirikan kemah-kemah yang saling berdekatan dan menancapkan tali-tali kemah dari dalam. Kemah-kemah pun didirikan sehingga mereka berada di antara kemah-kemah itu dan berhadapan-hadapan hingga kemah belakang dan meletakkan pada sisi kanan dan kiri mereka. Kemudian menutup jalan-jalan selain dari jalan yang dilewati oleh musuh. [78]

Penegasan Kembali para Sahabat akan Janji Setianya

Pada pertengahan malam Asyura, Abu Abdillah Husain as pergi keluar sendiri demi mengetahui keadaan perbukitan sekitar. Nafi' mengetahui langkah imam tersebut dan membuntutinya dari belakang. Setelah memeriksa tenda-tenda, Imam Husain as kembali ke kemah dan memasuki kemah saudarinya, Zainab. Nafi' bin Hilal duduk menunggu di luar kemah dan mendengar Zainab bertanya kepada Imam Husain as, "Saudaraku, apakah kau telah menguji seluruh sababatmu? Aku khawatir jika mereka akan mengkhianati kita dan ketika mereka terdesak, mereka akan menyerahkan engkau kepada pihak musuh?"

Imam Husain as dalam menjawab pertanyaan saudarinya bersabda, "Demi Allah! Aku telah menguji mereka. Aku mendapati mereka laki-laki yang tetap akan berada di medan peperangan sehingga apabila mereka menatap kematian dan syahid di jalanku seolah-olah bayi yang menyukai dan merindukan air susu ibunya." Nafi' ketika merasa bahwa Ahlulbait as mengkhawatirkan akan kesetiaan dan kekonsistenan para sahabatnya, ia pergi menemui Habib bin Muzhahir dan bermusyawarah dengannya. Mereka memutuskan bersama dengan para sahabat Imam yang lain meyakinkan bahwa mereka akan berjuang sampai titik darah penghabisan demi melindungi Imam Husain as.

Habin bin Mazhahir, memanggil sahabat Imam Husain as untuk berkumpul dan bersama mereka dengan pedang yang terhunus dan satu suara pergi ke kemah Ahlulbait as dan berteriak: "Wahai Ahlulbait Rasululullah saw! Pedang-pedang pemuda dan para ksatriamu tidak akan tersarungkan kembali sehingga akan menebas leher-leher orang-orang yang berbuat jahat kepadamu. Tombak-tombak ini adalah tombak-tombak putra-putra Anda, kami bersumpah bahwa tombak-tombak itu hanya akan tertancap di dada-dada mereka yang telah mengundang Anda namun kemudian melanggarnya".[79]

Percakapan Imam Husain as dengan Zainab Kubra Sa

Pada malam Asyura, di hadapan putranya, Imam Sajjad as, Imam Husain as mengajak saudarinya, Zainab supaya bersabar. [80]

Surat-surat Imam Husain as

Imam Husain as menulis surat yang harus ditulisnya kepada beberapa orang atau kelompok pada malam Asyura. Karena berada dalam keadaan terkepung Imam Husain as berpesan kepada anggota keluarganya seperti Fatimah, putrinya, Zainab, saudarinya dan Imam Sajjad untuk menyampaikan surat itu pada waktunya setelah syahadahnya. Salah satu surat itu adalah surat yang ditujukan kepada penduduk Kufah. Dalam surat itu Imam Husain as menjelaskan tentang sumpah dan janji palsu mereka serta kemalangan nasib mereka.

Peristiwa-peristiwa Pagi Hari Asyura

"Dalam penggalan ziarah Imam Husain yang dibaca pada Arbain (hari keempat puluh) terdapat sebuah kalimat yang sangat sarat makna, "Wa badzalah muhjatahu fika liyastankidza 'ibadaka min al-jahalah." Falsafah pengorbanan Imam Husain bin Ali as terkandung dalam kalimat ini. Peziarah Imam Husain as bertutur di hadapan Allah swt bahwa hamba-Mu ini, Husain-Mu ini, mempersembahkan darahnya supaya dapat menyelematkan manusia dari kebodohan demikian juga (berupaya) membebaskan manusia dari kesesatan."
Imam Ali Khamenei

Pagi hari Asyura, Imam Husain as bersama dengan pengikut setianya melaksanakan salat Subuh. [81] Usai salat Subuh, Imam Husain as mengatur pasukannya menjadi dua baris: 32 pejalan kaki dan 44 penunggang kuda.[82]

Imam menunjuk Zuhair bin Qain sebagai komandan pasukan sebelah kanan dan Habib bin Muzhahir sebagai komandan pasukan sebelah kiri dan panji perang diberikan kepada saudaranya, Abbas as. [83]

Atas instruksi Imam Husain as, para sahabat Imam Husain as mendirikan perkemahan di belakangnya. [84] Kemudian mereka membakar sekeliling kemah, yang sebelumnya telah digali dan dipenuhi dengan semak belukar dan kayu bakar sehingga akan menghalangi serangan musuh dari belakang. [85]

Pada sisi medan yang lain, Umar bin Sa'ad juga melakukan salat Subuh dan menunjuk komandan pasukannya. Menurut riwayat masyhur jumlah pasukan Kufah mencapai hingga 4000 orang. Kemudian ia menunjuk Umar bin Hajjaj Zubaidi sebagai komandan sebelah kanan, Syimr bin Dzil Jausyan sebagai komandan sebelah kiri, 'Uzarah bin Qais Ahmasi sebagai komandan pasukan berkuda dan Syabt bin Rabi'i sebagai komandan pejalan kaki. [86]

Umar bin Sa'ad juga menunjuk Abdullah bin Zuhair Asadi sebagai Gubernur Kota Kufah, Abdurahman bin Abi Sabrah komandan kabilah Mizhaj dan bani Asad, Qais bin Asy'at bin Qais sebagai komandan kabilah Rabi'ah dan Kandah, Hurr bin Yazid al-Riyahi sebagai komandan bani Tamim dan Hamedan. Sedangkan panji perang diberikan kepada budaknya sendiri, Dzuwaid (Duraid). [87]

Kini ia telah bersiap untuk perang melawan Aba 'Abdillah Husain as. Diriwayatkan ketika mata Imam Husain as menatap pasukan musuh yang sangat banyak itu, Imam langsung menengadahkan tangannya untuk berdoa dan berucap, "Tuhanku! Engkau adalah sandaranku dalam setiap kesulitan dan harapanku dalam setiap penderitaan. Hanya Engkaulah harapanku. Betapa sedihnya aku. Betapa sedihnya aku ketika para penolongku membiarkanku dan musuh mengejekku dan aku karena kedekatanku dengan-Mu mengeluh kepadamu, bukan kepada orang lain. Dan Kaupun membuka kesusahan itu. Oleh karenanya, Engkau adalah Wali dalam setiap nikmatku dan dari-Mu lah semua kebaikan dan Engkau adalah tujuan terakhirku". [88]

Semenjak pagi itu atau mungkin sedikit agak lambat, beberapa sahabat Imam menjaga perkemahan Imam supaya pihak musuh tidak mendekati kemah dan beberapa orang dari pasukan Kufah mereka lumpuhkan di tempat itu juga.[89]

Ceramah Imam Husain as dan Pengikut Setianya

Sebelum perang dimulai, Imam Husain as bersama dengan beberapa pengikut setianya menaiki kuda menuju pasukan musuh untuk menyempurnakan hujjah kepada pasukan Kufah. Pada saat itu Burair bin Khudhair berada di depan Imam. Imam berkata kepadanya, "Wahai Burair berbicaralah dengan mereka dan berilah nasehat kepada mereka."[90] Kemudian Burair pun pergi ke arah pasukan Umar bin Sa'ad dan memberi nasehat.[91]

Imam Husain as memberi nasehat kepada pasukan musuh ketika sebagian besar mereka telah hadir sehinga mereka semua mendengar suara Imam. Imam Husain as pun memulai memberikan nasehatnya dan mengajak ke jalan yang benar. Setelah mengucapkan puji-pujian kepada-Nya, Imam pun mengenalkan diri bahwa Imam Husain as adalah putra dari putri Nabi Muhammad saw, washi dan sepupu nabi, Hamzah, penghulu para syuhada adalah paman ayahku dan Ja'far Thayyar adalah pamannya. Kemudian Imam Husain as mengisyaratkan tentang hadis Nabi Muhammad saw: "Hasan dan Husain penghulu pemuda penghuni surga". Lalu sahabat-sahabat Nabi Muhammad saw yang masih hidup: Jabir bin Abdullah Anshari, Abu Said al-Khudri, Sahk bin Sa'ad Sa'idi, Zaid bin Arqam. Anas bin Malik pun membenarkan perkataan itu.

Kemudian Imam Husain as berbicara kepada para komandan pasukan Kufah: Syabats bin Rab'i, Hijr bin Abjar, Qais bin Asy'ats, Yazid bin Harits tentang surat yang ditulis oleh mereka Imam mengingatkan surat-surat yang mereka tulis dengan kata-kata yang mereka tulis dan mengisyaratkan tentang penyerahan mereka. Namun mereka mengingkarinya. Imam berucap, "Aku bersumpah tidak akan menyerah kepada kalian secara hina". [92]

Setelah Imam Husain as menyampaikan ceramahnya kepada penduduk Kufah, Zuhair bin Qain berkata-kata kepada masyarakat Kufah tentang keutamaan Imam Husain as dan memberi nasehat kepada mereka. [93] Walaupun di antara pasukan itu, meski nama Syimr disebutkan dengan jelas dalam orasi yang disampaikan oleh Imam Husain as, namun ia tidak memahami isi orasi itu dan nasehat yang disampaikan oleh Zuhair pun dijawab dengan cercaan dan hinaan. [94]

Imam Tidak Berkenan untuk Mulai Peperangan

Pasukan Umar bin Sa'ad telah siap untuk berperang atas pancingan yang diperintahkan oleh Imam Husain as dari arah belakang kemah. Pada saat itu, Syimr bin Dzil Jausyan bersama sekelompok pasukan penunggang kuda mendekat di sekitar perkemahan Imam Husain as dan dari belakang dengan menabur debu, namun ketika matanya melihat parit yang terbakar, maka ia memaki Imam Husain as. Walaupun Muslim bin Ausajah telah dekat dengan Syimr dan telah siap untuk melepaskan anak panahnya ke tubuh Syimr, namun Imam Husain as bersabda, "Sesungguhnya aku tidak ingin memulai peperangan ini." [95]

Taubat Hurr bin Yazid Riyahi

Pada subuh hari Asyura ketika Imam Husain berseru: "Apakah ada orang yang mau menolongku?" Hurr bin Yazid Riyahi mendengar seruan ini dan ucapan Imam itu berpengaruh pada jiwanya. Ketika ia melihat bahwa pasukan Kufah dengan ganas memerangi Imam Husain as, maka ia berniat untuk bergabung dengan pasukan Imam Husain as.[96]

Diriwayatkan bahwa Hurr meminta izin kepada Imam Husain as bahwa sebelum penolong Imam Husain as yang lain, ia yang akan menyerang musuh. Imam pun memberi izin dan ia pun menyerang pasukan musuh dan akhirnya gugur sebagai syuhada. Sebagian riwayat menuliskan Hurr syahid pada pertengahan siang hari Asyura. [97]

Permulaan Perang dari Kubu Umar bin Sa'ad

Akhirnya perang itu meletus ketika Umar bin Sa'ad memanggil budaknya, Duraid (Dzubaid) dan berkata: "Hai Duraid, bawalah panji perang itu! Kemudian Duraid membawa panji itu ke arah depan." Lalu Umar bin Sa'ad memasang anak panah ke busurnya dan melepaskannya seraya berkata, "Berikan kesaksian kalian di hadapan sang pemimpin (Yazid) bahwa akulah orang pertama yang melepaskan anak panah." [98]

Kemudian pasukan musuh itu pun melepaskan anak panah secara berkelanjutan. [99] Oleh karena itu, pada permulaannya, penyerangan pada hari Asyura terjadi dalam bentuk kelompok dan selama permulaan penyerangan, beberapa sahabat Imam Husain as telah mereguk cawan kesyahidan. Penyerangan ini dikenal dengan nama "Penyerangan Awal" dan berdasarkan sebagian sumber sejarah, hingga 50 orang dari pasukan Imam Husain as menemui kesyahidan pada penyerangan awal ini. Setelah itu penolong setia Imam Husain as bertempur secara berduel atau dua orang-dua orang. Sahabat Imam Husain tidak memberikan izin sedikit pun kepada pihak musuh untuk mendekat kepada Imam Husain as. [100]

Syahadah Muslim bin Ausajah

Amru bin Hajjaj dengan pasukannya menyerang pasukan sayap kanan Imam Husain as dan mereka berhadapan dengan pasukan Imam Husain as yang mencegah laju serangan itu. Pasukan berkuda Amru bin Hajjaj ketika melihat keadaan itu, langsung menarik pasukannya ke belakang dan kembali ke kemahnya. Pada saat mereka hendak kembali ke perkemahan, pasukan Imam Husain as memanah mereka dan sekelompok dari mereka terbunuh atau terluka. [101]

Setelah terbunuhnya beberapa orang dari pasukan Kufah dalam pertarungan yang terjadi secara duel, Umar bin Sa'ad melarang pasukannya berperang secara duel.[102]

Amru bin Hajjaj mencoba kembali untuk menyerang Imam Husain as dan pasukannya dari sisi sungai Eufrat. Setelah beberapa jam berperang, dengan ketahanan pasukan Imam Husain as, Amru bin Hajjaj dan pasukannya terpaksa menarik pasukannya kembali. Pada saat ini, Muslim bin Ausajah gugur sebagai syahid. [103] Oleh karena itu, Muslim bin Ausajah diyakini sebagai penolong setia Imam Husain as yang pertama kali gugur sebagai syahid. [104]

Perang Abdullah bin Umair

Setelah selesai pemanahan, Sayar, budak Ziyad bin Ubaih dan Salim, budak Ubaidillah bin Ziyad, maju ke medan laga dan siap bertarung. Habib bin Muzhahir dan Burair bin Khudhair bangun dari tempatnya dan pergi ke medan pertempuran, namun Imam Husain as tidak memberikan izin kepada mereka. Abdullah bin Umair pun berdiri dan meminta izin dari Imam Husain as. Lalu Imam Husain as pun memberikan izin kepadanya.

Semangat Syimr dalam Berperang

Tak lama setelah serangan Amru bin Hajjaj, Syimr bin Dzil Jausyan bersama dengan Maisarah, pasukan Umar bin Sa'ad juga menyerang sisi kiri laskar Imam Husain as di mana ia juga menghadapi perlawanan yang luar biasa dari pasukan Imam Husain as. [105]

Di antara para komandan pasukan Kufah, Syimr bin Dzil Jausyan adalah orang yang paling bersemangat dalam memerangi Imam Husain as. Ia bahkan ingin membunuh para wanita dan membakar kemah Imam Husain as di hadapannya. [106]

Serangan ke Segala Penjuru

Sebelum Dhuhur hari Asyura, pasukan musuh mulai serangannya secara membabi buta dari segala penjuru ke pasukan Imam Husain as. Dalam serangan ini, pasukan Imam Husain as terlibat peperangan yang sangat sengit dengan pasukan musuh. Dalam serangan ini, walaupun pasukan berkuda Imam Husain as yang jumlahnya hanya 32 orang, namun mereka mampu bertahan sehingga pasukan musuh yang berjumlah sangat banyak itu menjadi kewalahan. Pada saat itu Azrah bin Qais yang merupakan komandan pasukan berkuda laskar Umar bin Sa'ad terpaksa meminta bantuan dari Umar bin Sa'ad. [107]

Umar bin Sa'ad menyuruh Husain bin Tamim bersama dengan pasukan berkuda yang telah dilengkapi dengan kuda-kuda yang berperisai untuk mengirim 500 pemanah kepada Azrah bin Qais. Ketika mereka mendekati pasukan Imam Husain as dan penolong setianya, maka mereka pun mulai menghujani Imam Husain as dan penolong setianya dengan anak panah. [108]

Pasukan Imam Husain as terbagi menjadi tiga dan empat kelompok dan mereka terus bertempur untuk melindungi kemah Imam. Mereka melindungi kemah Imam Husain setiap kali pasukan musuh hendak menyerang dan menjarah kemah Imam. Mereka menangkis serangan itu dan membunuh para penyerang itu dengan pedang atau anak panah. Kegagalan pasukan Umar bin Sa'ad dalam menghadapi Imam Husain as dan pasukannya menyebabkan putra Sa'ad memerintahkan supaya merusak tenda-tenda Imam Husain as. Kemudian laskar Kufah itu pun merusak tenda-tenda Imam Husain as dari segala penjuru. Pada salah satu serangan ini, Syimr bersama dengan sekelompok pengikutnya menyerang kemah Imam Husain as dari belakang, namun Zuhair bin Qain bersama dengan 10 penolong Imam Husain as yang lain menghalau serangan itu yang membuat mereka menjauh dari perkemahan Imam. [109]

Perang pun berlanjut hingga matahari tergelincir. [110] Pada waktu itu, sangat banyak dari penolong Imam Husain as yang telah gugur sebagai syahid. Dalam serangan itu, di samping Muslim bin Ausajah, Abdullah bin Umair Kalabi yang berada di sayap kiri laskar Imam syahid di tangan Hani bin Tsabit Hadhrami dan Bukair bin Hay Tamimi. [111]

Amru bin Khalid Shaidawi, Jabir bin Harist Salmani, Sa'ad, budak Amru bin Khalid, Majma' bin Abdullah 'Aidi dan anak laki-lakinya, 'Aid bin Majma' juga menemui kesyahidannya ketika mereka berhadap-hadapan dengan pasukan musuh. [112] Sejumlah penolong Imam Husain as yang lain, yang menurut sejarawan jumlah mereka hingga lebih dari 50 orang juga gugur sebagai syahid pada waktu itu. [113]

Kejadian-kejadian Siang Hari Asyura

Dengan tibanya Dhuhur dan waktu salat pada siang hari Asyura, Abu Tsamamah dan Amru bin Abdullah Shaidi mengingatkan Imam Husain bahwa waktu salat telah tiba. Imam pun mengangkat kepalanya dan melihat ke arah langit dan mendoakannya, kemudian bersabda, "Mintalah kepada mereka (pasukan Kufah) untuk memberi kesempatan supaya (kita) menunaikan salat Dhuhur." [114]

Pada saat itu, salah seorang anggota pasukan Umar bin Sa'ad, Husain bin Tamim berteriak lantang bahwa salat yang dilakukan oleh Imam Husain as tidak akan diterima. Habib bin Mazhahir marah mendengar kata-kata ini dan ia pun berujar, "Kau beranggapan bahwa salat yang dilakukan oleh Ahlulbait tidak akan diterima, namun menerima salat yang dilakukan oleh orang yang dungu?" Ketika mendengar perkataan ini, Husain dan orang-orang yang ada di sekelilingnya pun menyerang Habib bin Muzhahir dan mereka pun terlibat pertempuran sengit[115]sehingga menyebabkan syahidnya Habib oleh Budail Shuraim dan Hushain bin Tamim. [116]

Salat Zuhur Asyura

Siang hari Asyura, Imam Husain as dan penolong setianya berdiri untuk mengerjakan salat. Imam memerintahkan Zuhair bin Qain dan Sa'id bin Abdullah Hanafi beserta setengah dari jumlah pasukan beliau yang tersisa untuk maju ke depan guna melindungi dari serangan musuh. Begitu mereka memulai salat[117] pasukan Umar bin Sa'ad melepaskan anak panah ke arah mereka, namun Zuhair dan Abdullah menjadikan dirinya sebagai tameng dan menghalangi sampainya anak panah itu tertuju kepada Imam Husain dan pasukannya. [118] Setelah selesai salat, Sa'id bin Abdullah mereguk cawan kesyahidan karena terluka sangat parah[119]

Setelah salat, Zuhair bin Harir, Burair bin Khudhair Hamedani, Nafi' bin Hilal Jamali, Abis bin Abi Syabit Syakiri, Khandhalah bin Sa'ad Syabami dan mereka satu per satu gugur sebagai syahid. [120]

Kejadian Sore Asyura

Syahadah Orang-orang Terdekat Imam Husain as

Ilustrasi Perlawanan Gigih Ali Akbar as

Setelah syahadah para sahabat Imam Husain as, keluarga Imam Husain as maju ke medan laga. Ali Akbar bin Husain as adalah pemuda yang pertama kali meminta izin dari Imam Husain as untuk maju ke medan perang. Imam pun memberi izin kepadanya. [121]Setelah memperoleh izin dari Imam Husain as, Ali Akbar pergi ke medan perang dan Imam Husain as pun mendoakan untuknya. Ali Akbar adalah seseorang yang paling mirip dengan Rasulullah saw dari segala sisi. [122]

Setelah kesyahidan Ali Akbar, saudara-saudara Imam Husain as yang lain menyusulnya mereguk cawan kesyahidan sebelum Abbas bin Ali as syahid. [123]

Keluarga bani Hasyim yang lain, satu per satu, semuanya gugur sebagai syahid seperti putra-putra Muslim bin Aqil dan juga putra-putra Ja'far bin Abi Thalib, 'Adi bin Abdullah bin Ja'far Thayar dan juga putra-putra Imam Hasan as, Qasim bin Hasan dan saudaranya, Abu Bakar, saudara-saudara Abul Fadhl Abbas, Abdullah, Utsman, dan Ja'far. [124]

Adapun Abu Fadhl, yang merupakan pemegang panji Karbala dan penjaga perkemahan, mempunyai kewajiban untuk membawa air ke perkemahan. Namun ia terkepung oleh pasukan Umar bin Sa'ad ketika hendak mengambil air di tepi sungai Eufrat. Ia berhadap-hadapan dengan penjaga tepi sungai Eufrat menemui kesyahidannya. [125]Diriwayatkan bahwa sahabat terakhir Imam Husain as yang gugur sebagai syahid adalah Syuwaid bin Amru Khats'ami. [126]

Tekad Imam Sajjad untuk Pergi ke Medan Pertempuran

Pasca syahadah sahabat-sahabat dan bani Hasyim, Abu Abdillah al-Husain as maju ke medan perang. Pandangan ketidaksabaran Ahlulbait membuat Imam Husain as menjadi terluka, kemudian Imam menatap keadaan sekelilingnya, namun Imam tidak melihat seorang penolong pun yang akan menolongnya. Kemudian pandangan Imam Husain tertuju pada badan-badan sahabatnya yang bercerai berai di padang Karbala dan berkata-kata kepada pasukan Kufah, "Apakah ada orang yang akan menjaga haram (keluarga) Rasulullah? Apakah ada di antara kalian yang menyembah Tuhan dan takut terhadap Tuhan? Apakah ada orang-orang yang berteriak dan menjawab seruanku karena Tuhan? Apakah ada orang yang mau menolongku karena Tuhan?" [127]

Namun tidak terdengar jawaban dari pasukan Kufah. Imam menghadap ke jasad syuhada dan berucap, "Wahai Habib bin Muzhahir, wahai Zuhair bin Qain, Wahai Muslim bin Ausajah, wahai para pendekar-pendekar gagah berani! Mengapa Aku memanggil nama kalian namun kalian tidak mendengar panggilanku. Aku memanggil kalian, tapi engkau tidak memenuhi panggilanku? Kau telah tidur panjang, namun Aku berharap supaya kalian bangun dari tidur yang indah demi wanita-wanita Ahlulbait, setelah kematian kalian mereka tidak lagi mempunyai pembela dari pembangkangan dan pelanggaran yang mereka lakukan."

Mendengar teriakan Imam Husain as, jeritan dan rintihan wanita-wanita Ahlulbait terdengar kencang. Diriwayatkan bahwa ketika Imam Sajjad as dalam keadaan bersandar pada tongkatnya karena mendengar teriakan Imam Husain as, pergi ke luar kemah. Namun Imam Sajjad as tidak mempunyai kemampuan untuk membawa pedang. Ketika Imam Husain as menyadari hal itu, Imam Husain memanggil Ummu Kultsum untuk mengembalikan Imam Sajjad as supaya bumi tidak kosong dari putra-putra Nabi Muhammad saw (bumi tanpa hujjah Allah). [128]

Persiapan Imam Husain untuk Berperang

Imam mendatangi kemah dan setelah menasehati Ahlulbaitnya untuk tenang, Imam Husain berpamitan dengan saudari-saudarinya, perempuan-perempuan dan putra-putranya. Mereka membawakan baju untuk Imam Husain as. Imam Husain as merobek baju itu menjadi beberapa bagian sehingga tidak ditelanjangi oleh pasukan Kufah mengingat pakaian itu telah sobek-sobek. Imam memakai potongan pakaian itu di bawah bajunya. Walaupun begitu, baju ini juga akhirnya dijarah. [129]

Ketika Imam Husain as melihat bayi susunya tercekik kehausan, ia mengangkatnya dan membawa ke dekat medan perang dan berkata, "Hai kalian semua! Jika kalian tidak mengasihiku, kasihanilah bayi yang masih menyusu ini!" Namun mereka juga tidak menaruh kasih sayang sedikit pun, walaupun kepada bayi yang masih menyusu. Harmalah bin Kahil Asadi dari pasukan Kufah melepaskan anak panah dan mengenai leher bayi itu. Bayi itu pun syahid di tangan ayahandanya. [130]

Peperangan pada Sore Hari Asyura

Setelah syahadah sahabat dan keluarga, Imam kini dalam kondisi sendirian, untuk beberapa lama pasukan Kufah tidak ada yang datang guna berhadap-hadapan dengan Imam Husain as. Sekali waktu, Imam Husain bermaksud hendak meminum air, namun mereka mengarahkan anak panah ke arah mulut imam dan berkata, ketika kuda sudah menuju bibir sungai Eufrat, maka air sudah ditutup bagi Imam. [131]

Walaupun Imam sendirian dan luka sekujur badannya sangat parah, namun Imam Husain as tidak gentar untuk menghunuskan pedangnya. [132]

Menurut Humaid bin Muslim, "Demi Allah, tak pernah sekalipun aku menyaksikan seorang yang hatinya telah pilu menyaksikan pembantaian anak, keluarga dan para sahabatnya yang lebih tabah dari Husain bin Ali as. Ketika pasukan musuh mendesaknya, dengan memainkan pedangnya beliau balas mendesak gerak laju mereka, bagai serigala yang melepaskan diri dari ikatan yang membelenggunya." [133]

Sayid Ibnu Thawus mengisahkan, "Ketika Imam Husain as menyerang barisan musuh, maka 30 ribu anggota pasukan tercerai berai. Barisan mereka terobrak-abrik bak pasukan belalang." [134] Setelah beberapa lama berperang, Imam Husain as kembali ke kemah perempuan dan mengajak mereka untuk bersabar. [135] Lalu berpamitan dengan mereka satu per satu. [136] Kemudian Imam menghampiri tempat pembaringan Imam Sajjad as. [137]

Ketika Imam Husain as tengah sibuk berpamitan dengan penghuni kemah, atas perintah Umar bin Sa'ad, pasukan Kufah menyerang kemah Imam Husain as dan Imam Husain as menjadi sasaran anak panah musuh, sampai anak-anak panah menembus tali-tali dan kemah-kemah sehingga menyebabkan ketakukan yang luar biasa bagi penghuni kemah. [138]

Syahadah Imam Husain as

Imam Husain as pada hari Asyura menentukan tempat baginya untuk menyerang musuh. Setelah Imam melakukan penyerangan, Imam Husain as kembali ke tempat dan dengan suara yang keras (sehingga penghuni kemah mendengar) bersabda, "La Haula wa La Quwwata illa billahil 'Aliyyil 'Adzim" [139]

Setelah beberapa kali menyerang musuh dan kembali ke tempatnya, Syimr bin Dzil Jausyan bersama dengan beberapa orang dari pasukan Kufah menyerang kemah Imam Husain as dan memisahkan Imam Husain as dari kemahnya. Ketika Imam menyaksikan hal ini, ia berteriak, "Celakalah kau! Jika kau tidak mempunyai agama dan tidak takut terhadap hari Kiamat, paling tidak jadilah orang yang merdeka!"[140]

Pasukan pejalan kaki di bawah perintah Syimr telah mengepung Imam namun tidak ada satu pun yang maju. Karena itu, Syimr terpaksa mendorong mereka. [141] Syimr bin Dzil Jausyan memerintahkan kepada pasukan pemanah untuk melesatkan anak-anak panahnya. Kemudian anak panah pun menghujani Imam Husain dari segala penjuru dan karena anak panah sangat banyak, badan Imam terpenuhi anak panah. [142] Kemudian Imam mundur, dan mereka membuat barisan di hadapan Imam. [143]

Diriwayatkan bahwa pukulan pertama atas kepala Imam Husain as dilakukan seorang laki-laki dari Kabilah Kandah.[144]

Menurut sebagian riwayat, badan Imam menjadi sangat lemah karena luka dan keletihan yang amat sangat. Al-Husain as berhenti untuk beristirahat sejenak, setelah badan beliau melemah dan ketangkasannya mengendur. Tiba-tiba sebuah batu menghantam dahinya selagi beliau berhenti. Dengan bajunya, beliau mengusap darah segar yang mengalir dari dahi suci itu. Mendadak sebuah anak panah beracun dan bercabang tiga lepas dari busurnya, melesat dan tepat bersarang di jantung Imam. [145]

Menurut sebagian referensi, seorang laki-laki bernama Malik bin Nusair mengayunkan pedangnya ke kepala Imam Husain as. Penutup kepala Imam Husain as terbelah dan pedang melukai kepalanya. [146]

Kemudian Zar'ah bin Syuraik Tamimi menghantamkan pedangnya ke pundak kiri Imam. Sinan bin Anas melepaskan anak panah ke leher Imam, kemudian Saleh bin Wahab Ju'fi menurut ucapan Sinan bin Anas menghampiri Imam dan menusukkan tombaknya ke pinggang al-Husain. Beliau tersungkur jatuh ke tanah dari kudanya. [147]

Ketika Imam terkepung oleh pasukan Kufah, Imam melewati saat-saat kehidupan terakhirnya, salah seorang anak-anak yang berada di kemah bernama Abdullah bin Hasan as dengan melihat kejadian meskipun dicegah oleh Zainab Kubra, bergerak cepat menuju arah Imam Husain as. Ketika Bahr (Abhar) bin Ka'ab -dan menurut sumber yang lain Harmalah bin Kahil Asadi- menyerang Imam Husain as dengan pedang, bocah itu pun berusaha menangkis pedang yang diarahkan ke Imam Husain dengan tangannya, namun tangan mungilnya terpotong sabetan pedang. [148]

Syimr bin Dzil Jausyan dengan beberapa orang dari pasukan Umar bin Sa'ad seperti: Abul Junub Abdurahman bin Yizad, Qasy'am bin Amru bin Yazid Hardun Ju'fi, Saleh bin Wahab Yazani, Sinan bin Anas Nakh'i, Khuli bin Yazid Ashbahi datang mendekati al-Husain. Syimr mendorong mereka untuk menyerang Imam Husain as secara habis-habisan. [149]

Namun tidak ada seorang pun yang bersedia. Kemudian Syimr memerintah Khuli bin Yazid untuk memenggal kepala suci al-Husain as. Khuli pun hendak memenggal kepala al Husain, namun ketika ia memasuki tempat pembantaian tangan dan tubuhnya bergetar sehingga ia jatuh ke bumi dan tidak melanjutkan niatnya. Kemudian Syimr[150] dan menurut riwayat lain, Sinan bin Anas[151] turun dari kudanya memenggal kepala Imam Husain as dan memberikan kepala itu kepada Khuli. [152] Pada badan suci Imam, ketika beliau syahid terdapat 33 bekas tebasan pedang dan 34 luka akibat tombak. [153] Pasca Imam Husain as syahid, musuh merampas baju dan melucuti barang-barang yang dikenakan al-Husain dan membiarkan al-Husain telanjang.

Kuda Menginjak Jasad Imam Husain as dan Syuhada yang lain

Atas perintah Umar bin Sa'ad demi memenuhi instruksi Ibnu Ziyad, 10 orang atas kemauannya sendiri, di antaranya Ishaq Hauyah dan Akhnas bin Murstad dengan kudanya sendiri menginjak-injak jasad Imam Husain as. [154]

Terpisahnya Kepala Imam Husain as dan Syuhada yang lain

Umar bin Sa'ad pada hari itu juga membawa kepala suci Imam Husain as bersama dengan Khuli bin Yazid Ashhabi dan Hamid bin Muslim Azadi. Umar bin Sa'ad juga memerintahkan untuk memenggal kepala sahabat setia Imam Husain dan pemuda-pemuda bani Hasyim yang berjumlah 72 kepala. Syimr bin Dzil Jausyan, Qais bin Asy'ats dan Amru bin Hajjaj mengirim kepala-kepala suci ke Kufah. [155]

Kejadian Pasca Perang

Penjarahan Kemah

Pasca syahadah Imam Husain as, pasukan musuh demi menjarah pakaian dan tenda Imam Husain as menyerang kemah. Mereka menjarah kuda, unta dan peralatan perang lainnya. Mereka juga merampok baju, perhiasan dan alat-alat perempuan Ahlulbait. Mereka berlomba-lomba satu sama yang lain dalam menjarah kemah Imam Husain as.

Syimr bin Dzil Jausyan bersama dengan beberapa pasukannya masuk ke kemah. Syimr hendak membunuh Imam Sajjad as, namun Sayidah Zainab sa menghalanginya. Menurut riwayat yang lain, sebagian dari pasukan Umar bin Sa'ad protes atas hal ini. Umar memerintahkan perempuan-perempuan Ahlulbait dikumpulkan dalam sebuah kemah dan beberapa pasukannya diperintahkan untuk menjaganya.

Orang-orang yang Selamat dari Penolong Setia Imam Husain as

Dhahak bin Abdullah Masyriqi dan budak Abdurrahman bin 'Abdariyah Anshari melarikan diri dari tempat kejadian dan kepungan musuh. Marqa' bin Tamamah Asadi yang diasingkan oleh Yazid. 'Aqabah bin Sam'an budak Rubab istri Imam as dibebaskan karena ia adalah seorang budak.

Tawanan Ahlulbait as

Ketika tragedi Asyura meletus, Ali bin Husain as yang terserang penyakit parah bersama dengan Sayidah Zainab sa dan orang-orang lain yang selamat dari tragedi Karbala ditawan. Umar bin Sa'ad dan pasukannya membawa tawanan itu ke Kufah ke hadapan Yazid, gubernur Umawi kemudian mengirimkannya ke Suriah, ke hadapan Yazid.

Penguburan Para Syuhada Karbala

Sejarawan berselisih pendapat tentang waktu penguburan jasad suci para syuhada Karbala. Sebagian berkata pada hari ke-11 yaitu pada hari itu juga penguburan dilaksanakan yaitu ketika Umar bin Sa'ad keluar dari Karbala. [156] Sebagian yang lain berkeyakinan hari ke-13 Muharam merupakan hari penguburan syuhada Karbala. [157]

Sedangkan ulama dan sejarawan Ahlusunah berkeyakinan bahwa acara penguburan Imam Husain as dan penolong setianya dilaksanakan pada 11 Muharam 61 H. [158]

Pasca syahadah Imam Husain as dan penolong setianya, Umar bin Sa'ad memerintahkan untuk menguburkan jasad-jasad pasukannya yang berjumlah 88 orang, namun ia membiarkan jasad-jasad suci Imam Husain as dan para penolong setianya tetap berada di atas tanah. [159]

Berdasarkan beberapa pendapat, setelah kepergian Sa'ad dan pasukannya, sejumlah kelompok dari bani Asad yang kediaman mereka dekat dengan padang Karbala datang ke medan pertempuran. Karena hanya badan-badan suci Imam Husain dan penolong setianya yang tergeletak di tanah, mereka mensalatinya kemudian menguburkannya ketika malam telah tiba dan ketika telah merasa aman dari musuh. [160]

Mereka menguburkan Imam Husain as pada tempat sekarang yang dikenal sebagai pusara Imam Husain as dan Ali Asghar di bagian bawah kaki kanan ayahandanya. Mereka juga menggali kuburan untuk penolong setia Imam Husain as di bagian bawah kaki kemudian menguburkan jasad-jasad itu, namun kami tidak mengetahui secara persis letak kuburan mereka, walaupun tak diragukan bahwa semua jasad-jasad itu berada di dalam lubang itu. [161] Badan Baginda Abbas as yang diberkati juga dikuburkan ditempat di mana ia mereguk cawan kesyahidan. [162]

Berdasarkan riwayat dan berdasarkan perkataan ibu Hurr bin Yazid al-Riyahi, ketika dilakukan penguburan syuhada Karbala, keluarga dan kerarabatnya, jenazah Hur dibawa ke tempat dimana ia dikuburkan sekarang yang terkenal dengan pusara Hurr bin Yazid al-Riyahi dan dikuburkan di tempat itu. [163]

Sebagian bani Asad tidak rela jika anak laki-laki pamannya sendiri, Habib bin Muzhahir dikuburkan bersama dengan sahabat Imam Husain as yang lain. Karena itu, ia dikuburkan di tempat lain yaitu di sebuah tempat di atas kepala Imam Husain as, tempat yang sekarang dikenal sebagai pusara Habib bin Mazhahir. [164]

Penguburan Kepala Imam Husain as

Ubaidillah bin Ziyad menggantung kepala Imam Husain as dan mengembalikannya ke kota. Setelah beberapa lama kepala Imam Husain as dikirim ke Suriah kehadapan Yazid bersama dengan syuhada yang lain oleh Zahir bin Qais Ju'fi. [165]

Atikah (anak perempuan Yazid yang juga istri 'Abdul Malik bin Marwan) memperlakukan kepala Imam Husain as dengan menghormati mencuci kepala dan memberikan wewangian ke kepala Imam yang diberkati itu, kemudian menguburkannya di sebuah taman di Damaskus (taman istana atau taman yang lain). Menurut riwayat yang lain, kepala Imam Husain as setelah dibawa ke Kufah, Suriah, Asqalan dan Mesir[166] dikafani dan dikuburkan di samping pusara Sayidah Fatimah Zahra sa di pekuburan Baqi di Madinah. [167] Menurut Alamul Huda [168] kepala Imam Husain as dibawa kembali dari Suriah ke Karbala dan dikubur di samping badan suci Imam Husain as.

Pembawa Pesan Asyura

Pasca syahadahImam Husain as, Sayidah Zainab sa, saudari Imam Husain as termasuk rombongan yang ditawan. Ia pada majelis Ubaidillah di Kufah, menyampaikan pidato di hadapan mahkamah Yazid di Suriah. Zainab sa menyampaikan orasi dengan sangat fasih dan menjelaskan tentang revolusi Imam Husain as dan mengungkap pemerintahan korup Yazid serta kelicikan masyarakat Kufah. [169]

Lihat juga

Catatan Kaki

  1. Ibnu A'tsam, al-Futuh, jld. 4, hlm. 334
  2. Ibnu Sa'ad, al-Thabaqat al-Kubra, khamisah 1, hlm. 442; Baladzuri, Ansab al-Asyraf, jld. 3, hlm. 155; Mufid, al-Irsyad, jld. 2, hlm. 32
  3. Ibnu A'tsam, al-Futuh, jld. 4, hlm. 291
  4. Thabari, Tarikh al-Umam wa al-Muluk, jld. 5, hlm.338
  5. Abu Mikhnaf, Maqtal al-Husain, hlm. 3; Thabari, Tarikh al-Umam wa al-Muluk, jld. 5, hlm. 338; Ibnu A'tsam, al-Futuh, jld. 5, hlm. 9-10; Kharazmi, Maqtal al-Husain, jld. 1, hlm. 180; Ibnu Atsir, al-Kamil fi al-Tarikh, jld. 4, hlm. 14
  6. Syaikh Shaduq, al-Amali, hlm. 152; Ibnu A'tsam, al-Futuh, jld. 5, hlm. 18; Kharazmi, Maqtal al-Husain, hlm. 185
  7. Abu Mikhnaf, Maqtal al-Husain, hlm. 3-4; Dinawari, al-Imamah wa al-Siyasah, hlm. 227; Thabari, Tarikh al-Umam wa al-Muluk, jld. 5, hlm. 338; Ibnu A'tsam, al-Futuh, jld. 5, hlm. 10; Kharazmi, Maqtal al-Husain, hlm. 181; Ibnu Atsir, al-Kamil fi al-Tarikh, jld. 4, hlm. 14
  8. Dinawari, al-Imamah wa al-Siyasah, hlm. 227; Thabari, Tarikh al-Umam wa al-Muluk, jld. 5, hlm. 338-339; Ibnu A'tsam, al-Futuh, jld. 10-11, hlm. 10; Kharazmi, Maqtal al-Husain, hlm. 181; Ibnu Atsir, al-Kamil fi al-Tarikh, jld. 4, hlm. 14
  9. Ibnu A'tsam, al-futuh, jld. 5, hlm. 18; Sayid Ibnu Thawus, al-Luhuf, hlm. 17
  10. Dinawari, al-Imamah wa al-Siyasah, hlm. 227; Kharazmi, Maqtal al-Husain, hlm. 183; Ibnu Syahr Asyub, Manaqib Al Abi Thalib, hlm. 88
  11. Dinawari, al-Imamah wa al-Siyasah, hlm. 228; Mufid, al-Irsyad, jld. 2, hlm. 22; Ibnu Jauzi, al-Muntazham, jld. 5, hlm. 333
  12. Abu Mikhnaf, Maqtal al-Husain, hlm. 5; Mufid, al-Irsyad, jld. 2, hlm. 22
  13. Mufid, al-Irsyad, jld. 2, hlm.34
  14. Thabari, Tarikh al-Umam wa al-Muluk, jld. 5, hlm. 341; Mufid, al-Irsyad, jld. 2, hlm. 34
  15. Ibnu A'tsam, al-Futuh, jld. 5, hlm. 19; Kharazmi, Maqtal al-Husain, hlm. 187
  16. Baladzuri, Ansab al-asyraf, jld. 3, hlm. 160; Thabari, Tarikh al-Umam wa al-Muluk, jld. 5, hlm. 341; Mufid, al-Irsyad, jld. 2, hlm. 34
  17. Ibnu A'tsam, al-Futuh, jld. 5, hlm. 19-20; Kharazmi, Maqtal al-Husain, hlm. 178
  18. Ibnu A'tsam, al-Futuh, jld. 5, hlm. 18-19
  19. Dinawari, Akhbar al-Thiwal, hlm. 228; Thabari, Tarikh al-Umam wa al-Muluk, jld. 5, hlm. 341; Ibnu Atsir, al-Kamil fi al-Tarikh, jld. 4, hlm. 16
  20. Ibnu A'tsam, al-Futuh, hlm. 228; Shaduq, al-Amali, hlm. 152-153
  21. Shaduq, al-Amali, hlm. 152
  22. Ibnu A'tsam, al-Futuh, jld. 5, hlm. 22; Kharazmi, Maqtal al-Husain, hlm. 189
  23. Ibnu A'tsam, al-Futuh, jld. 5, hlm. 22
  24. Baladzuri, Ansab al-Asyraf, hlm. 160; Thabari, Tarikh al-Umam wa al-Muluk, jld. 5, hlm. 381; Mufid, al-Irsyad, jld. 2, hlm. 35
  25. Baladzuri, Ansab al-Asyraf, jld. 3, hlm. 156; Mufid, al-Irsyad, jld. 2, hlm. 36; Ibnu Atsir, al-Kamil fi al-Tarikh, jld. 4, hlm. 20;Kharazmi, Maqtal al-Husain, jld. 1, hlm. 190
  26. Baladzuri, Ansab al-Asyraf jld. 3, hlm. 157-158; Ibnu A'tsam,al-Futuh, jld. 5, hlm. 27-28; Mufid, al-Irsyad, jld. 2, hlm. 36-37; Ibnu Atsir, al-Kamil fi al-Tarikh, jld. 4, hlm. 30
  27. Baladzuri, Ansab al-Asyraf jld. 3, hlm. 158; Ibnu A'tsam,al-Futuh, jld. 5, hlm. 29; Mufid, al-Irsyad, jld. 2, hlm. 38; Thabari, tarikh al-Umam wa al-Muluk, jld. 5, hlm. 29
  28. Ibnu A'tsam,al-Futuh, jld. 5, hlm. 37; Mufid, al-Irsyad, jld. 2, hlm. 37; Thabari, Tarikh al-Umam wa al-Muluk, jld. 5, hlm. 353; Ya'qubi, Tarikh al-Ya'qubi, jld. 2, hlm. 241
  29. Thabari, Tarikh al-Umam wa al-Muluk, jld. 5, hlm. 353; Ibnu atsir, al-Kamil fi al-Tarikh, jld. 4, hlm. 21
  30. Thabari, Tarikh al-Umam wa al-Muluk, jld.5, hlm.353; Ibnu Atsir,al-Kamil fi al-Tarikh, jld.4, hlm.21
  31. Dinawari, Akhbar al-Thiwal, hlm.230; Thabari, Tarikh al-Umam wa al-Muluk, jld.5, hlm.347; Ibnu A'tsam, al-Futuh, jld.5, hlm.39; Ibnu Atsir, al-Kamil fi al-Tarikh, jld.4, hlm.21
  32. Baladzuri, Ansab al-Asyraf, jld.2, hlm.77; Thabari, Tarikh al-Umam wa al-Muluk, jld.5, hlm.355
  33. Thabari, Tarikh al-Umam wa al-Muluk, jld.5, hlm.347; Mas'udi, Muruj al-Dzahab, jld. 3, hlm. 54
  34. Dinawari, Akhbar al-Thiwal, hlm. 231
  35. Muqarram, al-Syahid Muslim bin Aqil, hlm.104
  36. Thabari, Tarikh al-Umam wa al-Muluk, jld.5, hlm.348
  37. Dinawari, Akhbar al-Thiwal, hlm.235
  38. Ibnu Qutaibah, Dinawari, al-Imamah wa al-Siyasah, jld.2, hlm.8
  39. Dinawari, Akhbar al-Thiwal, hlm. 243; Thabari, Tarikh al-Umam wa al-Muluk, jld.5, hlm.395
  40. Dinawari, Akhbar al-Thiwal, hlm. 231
  41. Thabari, Tarikh al-Umam wa al-Muluk, jld.5, hlm.359
  42. Thabari, Tarikh al-Umam wa al-Muluk, jld. 5, hlm. 369-371
  43. Thabari, Tarikh al-Umam wa al-Muluk, jld. 5, hlm. 350-374
  44. Mufid, al-Irsyad, jld. 2, hlm. 53-63
  45. Jakfariyan, Taammuli dar Nehzate 'Asyura, hlm. 168
  46. Ibnu A'tsam', al-Futuh, jld. 5, hlm. 69; Kharazmi, Maqtal al-Husain, 220; Arbili, Kasyf al-Ghummah, jld. 2, hlm. 42
  47. Ibnu Saad, al-Thabaqat al-Kubra, hlm. 451; Ibnu A'tsam', al-Futuh, jld. 5, hlm. 69
  48. Silakan lihat: Mufid, al-Irsyad, jld. 2, hlm. 66; Fattal Nisyaburi, Raudhah al-Wa'izhim, hlm. 177; Thabrisi, I'lam al-Wara, jld. 1, hlm. 445; Askari, Ma'alim al-Madrasatain, jld. 3, hlm. 57; al-Majlisi, Bihar al-Anwar, jld. 45, hlm. 99
  49. [https://www.noormags.ir/view/fa/articlepage/792132/ Ibrahimi, Ktritik dan analisa tentang haji Imam Husain as, Majalah Nur
  50. Dinawari, Akhbar al-Thiwal, hlm. 244; Baladzuri, Ansab al-Asyraf, hlm. 64; Thabari, Tarikh al-Umam wa al-Muluk, jld. 5, hlm. 385
  51. QS. Al-Isra: 71
  52. Ibnu A'tsam, al-Futuh, jld. 5, hlm. 120
  53. Ibnu 'Adim, Tarjumat al-Imam al-Husain hlm. 88
  54. Ibnu A'tsam, al-Futuh, jld. 5, hlm. 123
  55. Dinawari, Akhbar al-Thiwal, hlm. 245; Baldzuri, Ansab al-Asyraf, jld. 3, hlm. 167
  56. Baladzuri, Ansab al-Asyraf, jld.3, hlm.167; Thabari, Tarikh al-Umam wa al-Muluk, jld.5, hlm.405; Ibnu Maskawaih, Tajarub al-Umam, jld.2, hlm.60
  57. Samawi, Ibshar al-'Ain, hlm. 93
  58. Baladzuri, Ansab al-Asyraf, jld. 2, hlm. 69; Thabari, Tarikh al-Umam wa al-Muluk, jld. 5, hlm. 398; Ibnu Atsir, al-Kamil fi al-Tarikh, jld. 4, hlm. 43
  59. Thabari, Tarikh al-Umam wa al-Muluk, jld. 5, hlm. 398; Ibnu Atsir, al-Kamil fi al-Tarikh, jld. 4, hlm. 42
  60. Thabari, Tarikh al-Umam wa al-Muluk, jld. 5, hlm. 357; Ibnu A'tsam, al-Futuh, jld. 5, hlm. 37
  61. Thabari, Tarikh al-Umam wa al-Muluk, jld. 5, hlm.358; Ibnu A'tsam, al-Futuh, jld. 5, hlm. 37; Kharazmi, Maqtal al-Husain, jld. 1, hlm. 199
  62. Thabari, Tarikh al-Umam wa al-Muluk, jld. 5, hlm. 358; Ibnu Katsir, al-Bidayah wa al-Nihayah, jld. 8, hlm. 157-158
  63. Dinawari, Akhbar al-Thiwal, hlm. 231; Thabari, Tarikh al-Umam wa al-Muluk, jld. 5, hlm. 357; Ibnu A'tsam, al-Futuh, jld. 5, hlm. 37; Kharazmi, Maqtal al-Huain, hlm. 199
  64. Ahmad bin Yahya al-Baladzuri, Ansāb al Asyraf, jld. 3, hlm. 391-392; Muhammad bin Jarir al-Thabari, Tārikh al-Umam wa al-Muluk (Tarikh al-Thābari), jld. 5, hlm. 416-418; Ahmad Dainawari, al-Akhbār wa al-Thiwal, hlm. 256, Ibn A'tsam al-Kufi, al-Futuh, jld. 5, hlm 97-98; Syaikh al-Mufid, al-Irsyād, jld. 2, hlm. 90; Al-Muwafaq bin Ahmad Kharizmi, Maqtal al-Husain as, jld. 1, hlm. 249-250, hlm. 73-74.
  65. Ahmad Dinawari, al-Akhbār wa al-Thiwal, hlm. 256.
  66. Ahmad bin Yahya al-Baladzuri, Ansāb al-Asyraf, jld. 3, hlm. 186, Muhammad bin Jarir al-Thabari, Tārikh al-Umam wa al-Muluk (Tarikh al-Thābari), jld. 5, hlm. 421; Ibn A'tsam al-Kufi, al-Futuh, jld. 5, hlm 99, Al-Muwafaq bin Ahmad Kharizmi, Maqtal al-Husain as, jld. 1, hlm. 251; Ali bin Abil Kiram Ibn Atsir, al-Kāmil fi al-Tārikh, jld. 4, hlm. 59.
  67. Ibnu A'tsam al-Kufi, al-Futuh, jld. 5, hlm. 99; Al-Muwafaq bin Ahmad al-Kharizmi, Maqtal al-Husain as, jld. 1, hlm. 251; Sayid bin Thawus, al-Luhuf, hlm. 94; Ibnu Nama al-Hilli, jld. 5, hlm. 421; Syaikh al-Mufid, al-Irsyad, jld. 2, hlm. 95.
  68. Ahmad al-Baladzuri, Ansāb al-Asyraf, jld. 3, hlm. 378-379; Muhammad bin Jarir al-Thabari, Tārikh al-Umam wa al-Muluk (Tharikh al-Thabari), jld. 5, hlm. 369.
  69. Muhammad bin Jarir al-Thabari, Tārikh al-Umam wa al-Muluk (Tārikh al-Thabari), jld. 5, hlm. 419; Syaikh al-Mufid, al-Irsyad, jld. 2, hlm. 92.
  70. Ahmad bin Yahya al-Baladzuri, Ansāb al-Asyraf, jld. 3, hlm. 185; Muhammad bin Jarir al-Bladzari, Tārikh al-Umam wa al-Muluk (Tārikh al-Thabari), jld. 5, hlm. 419; Syaikh al-Mufid, al-Irsyād, jld. 2, hlm. 92.
  71. Muhammad bin Jarir al-Thabari, Tārikh al-Umam wa al-Muluk (Tārikh al-Thabari), jld. 5, hlm. 419; Sayid bin Thawus, al-Luhuf, hlm. 92.
  72. Muhammad bin Jarir al-Thabari, Tārikh al-Umam wa al-Muluk (Tārikh al Thabari), jld. 5, hlm. 419-420; Ansāb al-Asyrāf, jld. 3, hlm. 393; Ali Abul Faraj Isahani, Maqātil al-Thālibin, hlm. 117.
  73. Muhammad bin Jarir al-Thabari, Tārikh al-Umam wa al-Muluk (Tārikh al-Thbari), jld. 5, hlm. 420; Syaikh al-Mufid, al-Irsyād, jld. 2, hlm. 91; al-Muwafaq bin Ahmad al-Kharizmi, Maqtal al-Husain as, jld. 1, hlm. 250-251; Ali bin Abil Kiram Ibn Atsir, jld. 4, hlm. 57-58.
  74. Qutbuddin Rawandi, al-Kharāij wa al-Jarāih, jld. 2, hlm. 848; Abdullah al-Bahrani, al-'Awālim al-Husain as, hlm. 350.
  75. Ibn A'tasm al-Kufi, al-Futuh, jld. 5, hlm. 96; al-Muwafaq bin Ahmad al-Kharizmi, Maqtal al-Husain as, jld. 1, hlm. 248.
  76. Abdul Razaq al-Musawi al-Muqaram, Maqtal al-Husain as, hlm. 219.
  77. Muhammad bin Jarir al-Thabari, Tārikh al-Umam wa al-Muluk (Tārikh al-Thabari), jld. 5, hlm. 422; Ahmad Baladzari, Ansāb al-Asyrāf, jld. 3, hlm. 395; Ahmad Dainawari, al-Akhbār wa al-Thiwāl, hlm. 256; Al-Muwafaq bin Ahmad al-Kharizmi, Maqtal al-Husain as, jld. 1, hlm. 248; Abdullah al-Bahrani, al-'Awālim al-Imam al-Husain as, hlm. 165.
  78. Ahmad Yahya al-Baladzuri, Ansāb al-Asyraf, jld. 3, hlm. 395; Muhammad bin Jarir al-Thabari, Tārikh al-Umam wa al-Muluk (Tārikh al-Thabari), jld. 5, hlm. 421; Syaikh al-Mufid, al-Irsyād, jld, 2, hlm. 94; Ali bin Abil Kiram Ibn Katsir, al-Kāmil fi al-Tārikh, jld, 4, hlm. 59; Thabarsi, I'lam al-Wara bi A'lam al-Huda, jld. 1, hlm. 457.
  79. Abdul Razaq al-Musawi al-Muqaram, Maqtal al-Husain, hlm. 219.
  80. Muhammad bin Jarir al-Thabari, Tārikh al-Umam wa al-Muluk (Tārikh a l-Thābari), jld. 5, hlm. 420-421; Ahmad bin Yahya al-Baladzari, Ansāb al-Asyrāf, jld. 3, hlm. 393; Ali Abul Faraj Isfahani, Maqatil al-Thālibiyyin, hlm. 112-113; Syaikh al-Mufid, al-Irsyād, jld.2 , hlm. 93-94; Ali bin Abil Kiram ibn Atsir, al-Kāmil fi al-Tārikh, jld. 4, hlm. 58-59; Ibn Syahr Asyub, Manāqib Ali Abi Thālib, jld. 4, hlm. 99.
  81. Muhammad bin Jarir al-Thabari, Tārikh al-Umam wa al-Muluk (Tārikh al-Thabari), jld. 5, hlm. 423.
  82. Ahmad bin Yahya al-Baladzuri, Ansāb al-Asyrāf, jld. 3, hlm. 395; Muhammad bin Jarir al-Thabari, Tārikh al-Umam wa al-Muluk (Tārikh al-Thabari), jld. 5, hlm. 422; Ahmad Dinawari, al-Akhbar wa al-Thiwal, hlm. 256; Ibn A'tsam al-Kufi, al-Futuh, jld. 5, hlm. 101; Ibn Abil Kiram Ibn Abil Atsir, al-Kamil fi al-Tārikh, jld. 5, hlm. 59.
  83. Ahmad bin Yahya al-Baladzuri, Ansāb al-Asyrāf, jld. 3, hlm. 395; Ahmad bin Dawud al-Dinawari, al-Akhbār wa al-Thiwāl, hlm. 256; Muhammad bin Jarir al-Thabari, Tārikh al-Umam wa al-Muluk (Tārikh al-Thabari), jld. Hlm. 422; Syaikh al-Mufid, al-Irsyād, jld. 5, hlm, 95; Ali bin Abil Kira, Ibn Atsir, al-Kāmil fi al-Tārikh, jld. 4, hlm. 59.
  84. Syaikh al-Mufid, al-Irsyād, jld. 2, hlm. 96.
  85. Ahmad bin Yahya al-Baladzuri, Ansāb al-Asyrāf, jld. 3, hlm. 395-396, Muhammad bin Jarir al-Thabari, Tārikh ak-Umam wa al-Muluk (Tārikh al-Thabari), jld. 5, hlm. 423-426; Syaikh al-Mufid, al-Irsyād, jld. 2, hlm. 96.
  86. Ahmad bin Yahya al-Baladzuri, Ansāb al-Asyrāf, jld. 3, hlm. 395-396; Muhammad bin Jarir al-Thabari, Tārikh ak-Umam wa al-Muluk (Tārikh al-Thabari), jld. 5, hlm. 422-426.
  87. Ahmad bin Yahya al-Baladzari, Ansāb al-Asyrāf, jld. 3, hlm. 395-396; Muhammad bin Jarir al-Thabari, Tārikh al-Umam wa al-Muluk (Tārikh al-Thabari), jld. 5, hlm. 422; Syaikh al-Mufid, al-Irsyād, jld. 2, hlm, 95-96; Ali bin Abil Kiram Ibnu Atsir, al-Kāmil fi al-Tārikh, jld. 4, hlm. 60.
  88. Muhammad bin Jarir al-Thabari, Tārikh al-Umam wa al-Muluk (Tārikh al-Thabari), jld. 5, hlm. 423; Syaikh al-Mufid, al-Irsyād, jld. 2, hlm, 96; Ali bin Abil Kiram Ibn Atsir, al-Kāmil fi al-Tārikh, jld. 4, hlm. 60-61.
  89. Muhammad bin Jarir al-Thabari, Tārikh al-Umam wa al-Muluk (Tārikh al-Thabari), jld. 5, hlm. 428; Ahmad bin Yahya al-Baladzuri, Ansāb al-Asyrāf, jld. 3, hlm. 394.
  90. Al-Muwafaq bin Ahmad al-Kharizmi, Maqtal a-Husain as, jld. 1, hlm. 252; Ahmad bin Yahya al-Baladzuri, Ansāb al-Asyrāf, jld. 3, hlm. 396-398.
  91. Ibn A'tsam al-Kufi, al-Futuh, jld. 5, hlm. 100; Al-Muwafaq bin Ahmad al-Kharizmi, Maqtal al-Husain as, jld. 1, hlm. 252, Abdul Razaq al-Musawi al-Muqaram, Maqtal al-Husain as, hlm. 232-233.
  92. Muhammad bin Jarir al-Thabari, Tārikh al-Umam wa al-Muluk (Tārikh al-Thabari), jld. 5, hlm. 426; Ahmad bin Yahya al-Baladzuri, Ansāb al-Asyrāf, jld. 3, hlm.395-396; Syaikh al-Mufid, al-Irsyād, jld. 2, hlm. 96-98.
  93. Muhammad bin Jarir al-Thabari, Tārikh al-Umam wa al-Muluk (Tārikh al-Thabari), jld. 5, hlm. 424-427.
  94. Muhammad bin Jarir al-Thabari, Tārikh al-Umam wa al-Muluk (Tārikh al-Thabari), jld. 5, hlm. 425 &426; Ahmad bin Yahya al-Baladzuri, Ansāb al-Asyrāf, jld. 3, hlm.397.
  95. Muhammad bin Jarir al-Thabari, Tārikh al-Umam wa al-Muluk (Tārikh al-Thabari), jld. 5, hlm. 424-426; Ahmad bin Yahya al-Baladzuri, Ansāb al-Asyrāf, jld. 3, hlm.394-496; Syaikh al-Mufid, al-Irsyād, jld. 2, hlm. 96; Thabarsi, I'lām al-Wara bi A'lam al-Huda, jld. 1, hlm. 458.
  96. Muhammad bin Jarir al-Thabari, Tārikh al-Umam wa al-Muluk (Tārikh al-Thabari), jld. 5, hlm. 427; Syaikh al-Mufid, al-Irsyād, jld. 2, hlm. 99.
  97. Al-Muwafaq bin Ahmad al-Kharizmi, Maqtal al-Husain as, jld. 2, hlm.9.
  98. Ahmad bin Yahya al-Baladzuri, Ansāb al-Asyrāf, jld. 3, hlm.398; Muhammad bin Jarir al-Thabari, Tārikh al-Umam wa al-Muluk (Tārikh al-Thabari), jld. 5, hlm. 429; Syaikh al-Mufid, al-Irsyād, jld. 2, hlm. 101.
  99. Ahmad bin Yahya al-Baladzuri, Ansāb al-Asyrāf, jld. 3, hlm.398; Muhammad bin Jarir al-Thabari, Tārikh al-Umam wa al-Muluk (Tārikh al-Thabari), jld. 5, hlm. 429-430; Syaikh al-Mufid, al-Irsyād, jld. 2, hlm. 101.
  100. Muhammad bin Jarir al-Thabari, Tārikh al-Umam wa al-Muluk (Tārikh al-Thabari), jld. 5, hlm. 429-430.
  101. Ahmad bin Yahya al-Baladzuri, Ansāb al-Asyrāf, jld. 3, hlm. 400; Muhammad bin Jarir al-Thabari, Tārikh al-Umam wa al-Muluk (Tārikh al-Thabari), jld. 5, hlm. 430-436.
  102. Ahmad bin Yahya al-Baladzuri, Ansāb al-Asyrāf, jld. 3, hlm. 400; Muhammad bin Jarir al-Thabari, Tārikh al-Umam wa al-Muluk (Tārikh al-Thabari), jld. 5, hlm. 430-437.
  103. Ahmad bin Yahya al-Baladzuri, Ansāb al-Asyrāf, jld. 3, hlm. 400; Muhammad bin Jarir al-Thabari, Tārikh al-Umam wa al-Muluk (Tārikh al-Thabari), jld. 5, hlm. 435-436; Syaikh al-Mufid, al-Irsyād, jld. 2, hlm. 103-104.
  104. Ahmad bin Yahya al-Baladzuri, Ansāb al-Asyrāf, jld. 3, hlm. 400.
  105. Muhammad bin Jarir al-Thabari, Tārikh al-Umam wa al-Muluk (Tārikh al-Thabari), jld. 5, hlm. 436-438.
  106. Muhammad bin Jarir al-Thabari, Tārikh al-Umam wa al-Muluk (Tārikh al-Thabari), jld. 5, hlm. 438-439.
  107. Ahmad bin Yahya al-Baladzuri, Ansāb al-Asyrāf, jld. 3, hlm. 400; Muhammad bin Jarir al-Thabari, Tārikh al-Umam wa al-Muluk (Tārikh al-Thabari), jld. 5, hlm. 436-437; Syaikh al-Mufid, al-Irsyād, jld. 2, hlm. 104.
  108. Muhammad bin Jarir al-Thabari, Tārikh al-Umam wa al-Muluk (Tārikh al-Thabari), jld. 5, hlm. 436-437.
  109. Ahmad bin Yahya al-Baladzuri, Ansāb al-Asyrāf, jld. 3, hlm. 400; Muhammad bin Jarir al-Thabari, Tārikh al-Umam wa al-Muluk (Tārikh al-Thabari), jld. 5, hlm. 437-439; Syaikh al-Mufid, al-Irsyād, jld. 2, hlm. 105.
  110. Muhammad bin Jarir al-Thabari, Tārikh al-Umam wa al-Muluk (Tārikh al-Thabari), jld. 5, hlm. 437-438.
  111. Muhammad bin Jarir al-Thabari, Tārikh al-Umam wa al-Muluk (Tārikh al-Thabari), jld. 5, hlm. 437; Ali bin Abil Kiram Ibn Atsir, al-Kāmil fi al-Tārikh, jld. 4, hlm. 68.
  112. Muhammad bin Jarir al-Thabari, Tārikh al-Umam wa al-Muluk (Tārikh al-Thabari), jld. 5, hlm. 446.
  113. Ibnu A'tsam al-Kufi, al-Futuh, jld. 5, hlm. 101.
  114. Muhammad bin Jarir al-Thabari, Tārikh al-Umam wa al-Muluk (Tārikh al-Thabari), jld. 5, hlm. 438-439, Ali bin Abil Kiram Ibn Atsir, al-Kāmil fi al-Tārikh, jld. 4, hlm. 70.
  115. Ali bin Abil Kiram Ibn Atsir, al-Kāmil fi al-Tārikh, jld. 4, hlm. 439.
  116. Muhammad bin Jarir al-Thabari, Tārikh al-Umam wa al-Muluk (Tārikh al-Thabari), jld. 5, hlm. 439-440.
  117. Al-Muwafaq bin Ahmad al-Kharizmi, Maqtal al-Husain as, jld. 2, hlm. 17; Sayid bin Thawus, al-Luhuf, hlm. 110-111.
  118. Muhammad bin Jarir al-Thabari, Tārikh al-Umam wa al-Muluk (Tārikh al-Thabari), jld. 5, hlm. 441; Syaikh al-Mufid, al-Irsyād, jld. 2, hlm. 105.
  119. Sayid bin Thawus, al-Luhuf fi Qatli al-Thufuf, hlm. 111.
  120. Muhammad bin Jarir al-Thabari, Tārikh al-Umam wa al-Muluk (Tārikh al-Thabari), jld. 5, hlm. 441; Al-Muwafaq bin Ahmad al-Kharizmi, Maqtal al-Husain as, jld. 2, hlm. 20.
  121. Ahmad bin Yahya al-Baladzuri, Ansāb al Asyraf, jld. 3, hlm. 361-362; Ali Abul Faraj Isahani, Maqātil al-Thalibin, hlm. 80; Ahmad Dainawari, al-Akhbār wa al-Thiwal, hlm. 256; Muhammad bin Jarir al-Thabari, Tārikh al-Umam wa al-Muluk (Tārikh al-Thabari), jld. 5, hlm. 446; Ja'far ibn Nama, Matsir al-Ahzān, hlm. 68; Ibn Thawus, al-Luhuf fi Qatli al-Thufuf, 49.
  122. Abul Faraj al-Isfahani, Maqātil al-Thālibiyyin, hlm. 115-116.
  123. Abul Faraj al-Isfahani, Maqātil al-Thālibiyyin, hlm. 80-86;  ; Muhammad bin Jarir al-Thabari, Tārikh al-Umam wa al-Muluk (Tārikh al-Thabari), jld. 5, hlm. 446-449.
  124. Abul Faraj al-Isfahani, Maqātil al-Thālibiyyin, hlm. 89-95; Muhammad bin Jarir al-Thabari, Tārikh al-Umam wa al-Muluk (Tārikh al-Thabari), jld. 5, hlm. 446-449; Ibnu Sa'ad, Thabaqāt al-Kubrā, jld. 6, hlm. 440-442; Dinawari, hlm. 256-257.
  125. Muhammad bin Jarir al-Thabari, Tārikh al-Umam wa al-Muluk (Tārikh al-Thabari), jld. 5, hlm. 446-449; Ibnu Syahr Asyub, Manaqib Ali Abi Thalib, jld. 4, hlm. 108.
  126. Muhammad bin Jarir al-Thabari, Tārikh al-Umam wa al-Muluk (Tārikh al-Thabari), jld. 5, hlm. 446 & 454.
  127. Al-Muwafaq bin Ahmad al-Kharizmi, Maqtal al-Husain as, jld. 2, hlm. 32; Sayid bin Thawus, al-Luhuf fi Qatli al-Thufuf, hlm. 116; Ibnu Nama al-Hilli, Mutsir al-Ahzān, hlm. 70.
  128. Al-Muwafaq bin Ahmad al-Kharizmi, Maqtal al-Husain as, jld. 2, hlm. 32.
  129. Sayid bin Thawus, al-Luhuf fi Qatli al-Thufuf, hlm.123; Ahmad bin Yahya al-Baladzuri,Ansāb al Asyraf, jld. 3, hlm. 409; Muhammad bin Jarir al-Thabari, Tārikh al-Umam wa al-Muluk (Tārikh al-Thabari), jld. 5, hlm. 451- 453; Syaikh al-Mufid, al-Irsyād, jld. 2, hlm. 111.
  130. Muhammad bin Jarir al-Thabari, Tārikh al-Umam wa al-Muluk (Tārikh al-Thabari), jld. 5, hlm. 448; Abul Faraj al-Isfahani, Maqātil al-Thālibiyyin, hlm. 89-95; Syaikh al-Mufid, al-Irsyād, jld. 2, hlm. 108.
  131. Ahmad bin Yahya al-Baladzuri, Ansāb al Asyraf, jld. 3, hlm. 407; Muhammad bin Jarir al-Thabari,Tārikh al-Umam wa al-Muluk (Tārikh al-Thabari), jld. 6, hlm. 440; Dinawari, al-Akhbār al-Thiwāl, hlm. 258.
  132. Muhammad bin Jarir al-Thabari, Tārikh al-Umam wa al-Muluk (Tārikh al-Thabari), jld. 6, hlm. 454; Syaikh al-Mufid, al-Irsyād, jld. 2, hlm. 111; Abu Ali Miskawaih, Tajārub al-Umam, jld. 2, hlm. 80; Ali bin Abil Kiram Ibn Atsir, al-Kāmil fi al-Tārikh, jld. 4, hlm. 77.
  133. Muhammad bin Jarir al-Thabari, Tārikh al-Umam wa al-Muluk (Tārikh al-Thabari), jld. 6, hlm. 454; Syaikh al-Mufid, al-Irsyād, jld. 2, hlm. 111; Abu Ali Miskawaih, Tajārub al-Umam, jld. 2, hlm. 80; Ali bin Abil Kiram Ibn Atsir, al-Kāmil fi al-Tārikh, jld. 4, hlm. 77.
  134. Sayid bin Thawus, al-Luhuf fi Qatli al-Thufuf, hlm.119 dan Abdul Razzaq al-Musawi Muqarram, Maqtal al-Husain, hlm. 276.
  135. Muhammad Baqir al-Majlisi, Jalā al-'Uyūn, hlm. 408 dan Abdul Razzaq al-Musawi Muqarram,Maqtal al-Husain, hlm. 276-278.
  136. Syahr Ibnu Asyub, Manāqib Alu Abi Thālib, hlm. 109 dan Abdul Razzaq al-Musawi Muqarram, Maqtal al-Husain, hlm. 277.
  137. Ali bin al-Husain al-Mas'udi, Itsbāt al-Washiyyah lil Imām Ali Abi Thālib, hlm. 177-178.
  138. Abdul Razzaq al-Musawi Muqarram, Maqtal al-Husain, hlm. 277-278.
  139. Sayid bin Thawus, al-Luhuf fi Qatli al-Thufuf, hlm.119.
  140. Ahmad bin Yahya al-Baladzuri, Ansāb al Asyraf, jld. 3, hlm. 407; Muhammad bin Jarir al-Thabari, Tārikh al-Umam wa al-Muluk (Tārikh al-Thabari), jld. 5, hlm. 450; Ibnu Sa'ad, Thabaqāt al-Kubrā, jld. 6, hlm. 440; Abul Faraj Isahani, Maqātil al-Thalibiyyin, hlm. 118.
  141. Ahmad bin Yahya al-Baladzuri, Ansāb al Asyraf, jld. 3, hlm. 407-408.
  142. Ibnu A'tsam Kufi, al-Futuh, hlm. 118; Syaikh al-Mufid, al-Irsyād, jld, 2, hlm. 111-112; Al-Muwafaq bin Ahmad Kharizmi, Maqtal al-Husain, hlm. 35 dan Ibnu Syahr Asyub, Manaqiq Ali bin Abi Thalib, hlm. 111.
  143. Syaikh al-Mufid, al-Irsyad, jld. 2, hlm. 111-112.
  144. Ahmad bin Yahya al-Baladzuri, Ansāb al Asyraf, jld. 3, hlm. 408; Muhammad bin Jarir al-Thabari, Tārikh al-Umam wa al-Muluk (Tārikh al-Thabari), jld. 5, hlm. 448.
  145. Al-Muwafaq bin Ahmad Kharizmi, Maqtal al-Husain, hlm. 34; Sayid bin Thawus, al-Luhuf fi Qatli al-Thufuf, hlm.120.
  146. Ahmad bin Yahya al-Baladzuri, Ansāb al Asyraf, jld. 3, hlm. 203; Muhammad bin Jarir al-Thabari, Tārikh al-Umam wa al-Muluk (Tārikh al-Thabari), jld. 5, hlm. 448; Ali bin Abil Kiram Ibn Atsir, al-Kāmil fi al-Tārikh, jld. 4, hlm. 75 dan Syaikh al-Mufid, al-Irsyād, jld. 2, hlm.110.
  147. Abu Hanifah Ahmad bin Daud al-Dinawari, al-Akhbār al-Thiwāl, hlm. 258; Ahmad bin Yahya al-Baladzuri, Ansāb al Asyraf, jld. 3, hlm. 203; Ibnu A'tsam al-Kufi, al-Futuh, hlm. 118; Muhammad Jarir Thabari, Tārikh al-Umam wa al-Muluk (Tārikh al-Thabari), jld. 5, hlm. 453;Syaikh al-Mufid, al-Irsyād, jld. 2, hlm. 112 dan al-Muwafaq bin Ahmad al-Kharizmi, Maqtal al-Husain, hlm. 35.
  148. Syaikh al-Mufid, al-Irsyād, jld. 2, hlm. 110; Sayid bin Thawus, al-Luhuf fi Qatli al-Thufuf, hlm.120; Thabarsi, I'lām al-Wara bi A'lām al-Huda, jld. 1, hlm. 467-468.
  149. Ahmad bin Yahya al-Baladzuri, Ansāb al Asyraf, jld. 3, hlm. 407-409; Muhammad Jarir Thabari, Tārikh al-Umam wa al-Muluk (Tārikh al-habari), jld. 5, hlm. 450; Ali bin Abil Kiram Ibn Atsir, al-Kāmil fi al-Tārikh, jld. 4, hlm. 77 dan Abu al-Fida Ismail bin Umar bin Ibnu Katsir, al-Bidāyah wa al-Nihāyah, jld. 8, hlm. 187.
  150. Syaikh al-Mufid, al-Irsyād, jld. 2, hlm. 112; al-Muwafaq bin Ahmad al-Kharizmi, Maqtal al-Husain, hlm. 35; Thabarsi, I'lam al-Wara bi A'lam al-Huda, jld. 1, hlm. 469.
  151. Muhammad Jarir Thabari, Tārikh al-Umam wa al-Muluk (Tārikh al-Thabari), jld. 5, hlm. 450-453; Ibnu Sa'ad, Thabaqāt al-Kubrā, jld. 6, hlm. 440; Abul Faraj Isahani, Maqātil al-Thalibiyyin, hlm. 118; Mas'udi, Muruj al-Dzahab, jld. 3, hlm. 258; Syaikh al-Mufid, al-Irsyad, jld. 2, hlm. 112 dan Sayid Ibnu Thawus, al-Luhuf fi Qatli al-Thufuf, hlm. 126.
  152. Ibnu Sa'ad, Thabaqāt al-Kubrā, jld. 6, hlm. 441 & jld. 3, hlm. 409; Muhammad Jarir Thabari, Tārikh al-Umam wa al-Muluk (Tārikh al-Thabari), jld. 5, hlm. 453; Abul Faraj Isahani, Maqātil al-Thalibiyyin, hlm. 118; Ali bin Husain Mas'udi, Muruj al-Dzahab, jld. 3, hlm. 258.
  153. Ali bin Husain Mas'udi, Muruj al-Dzahab, jld. 5, hlm. 258-259.
  154. Ahmad bin Yahya al-Baladzuri, Ansāb al Asyraf, jld. 3, hlm. 411; Muhammad Jarir Thabari, Tārikh al-Umam wa al-Muluk (Tārikh al-Thabari), jld. 5, hlm. 450; Ali bin Husain Mas'udi, Muruj al-Dzahab, jld. 3, hlm. 259.
  155. Ahmad bin Yahya al-Baladzuri, Ansāb al Asyraf, jld. 3, hlm. 411; Muhammad Jarir Thabari, Tārikh al-Umam wa al-Muluk (Tārikh al-Thabari), jld. 5, hlm. 450; Ali bin Husain Mas'udi, Muruj al-Dzahab, jld. 3, hlm. 259.
  156. Muhammad Jarir Thabari, Tārikh al-Umam wa al-Muluk (Tārikh al-Thabari), jld. 5, hlm. 455; Ali bin Husain Mas'udi, Muruj al-Dzahab, jld. 3, hlm. 63.
  157. Abdul Razaq al-Musawi al-Muqarram, Maqtal al-Husain as, hlm. 319.
  158. Sayid Ibnu Thawus, al-Luhuf 'ala Qatli al-Thufuf, hlm. 107.
  159. Ahmad bin Yahya al-Baladzuri, Ansāb al Asyraf, jld. 3, hlm. 411; Muhammad Jarir Thabari, Tārikh al-Umam wa al-Muluk (Tārikh al-Thabari), jld. 5, hlm. 450; Ali bin Husain Mas'udi, Muruj al-Dzahab, jld. 3, hlm. 259.
  160. Ahmad bin Yahya al-Baladzuri, Ansāb al Asyrāf, jld. 3, hlm. 411; Muhammad Jarir Thabari, Tārikh al-Umam wa al-Muluk (Tārikh al-Thabari), jld. 5, hlm. 450; Ali bin Husain Mas'udi, Muruj al-Dzahab, jld. 3, hlm. 259.
  161. Syaikh al-Mufid, al-Irsyad, jld. 2, hlm. 125-126.
  162. Syaikh al-Mufid, al-Irsyad, jdl. 2, hlm. 114; Thabarsi, I'lam al-Wara bi A'lam al-Huda, jld. 1, hlm. 417.
  163. Muhsin al-Amin, A'yān al-Syiah, Riset oleh Hasan al-Amin, jld. 1, hlm. 613.
  164. Al-Muqarram, Maqtal al-Husain as, hlm. 319.
  165. Ahmad bin Yahya al-Baladzuri, Ansāb al Asyraf, jld. 2, hlm. 507; Muhammad Jarir Thabari, Tārikh al-Umam wa al-Muluk (Tārikh al-Thabari), jld. 5, hlm. 459. Laporan terkait dengan dibawanya kepala Imam Husain as ke istana Yazid silahkan lihat, Baladzuri, jld. 2, hlm. 507-508; Thabari, Tārikh al-Umam wa al-Muluk (Tārikh al-Thabari), jld. 5, hlm. 459-460.
  166. Ibnu Syaddad, al-A'lāq al-Khathirah fi Dzākir Umarā al-Syām wa al-Jazirah, hlm. 291; Qazwini, 222.
  167. Ibnu Sa'ad, jld. 6, hlm. 450.
  168. Sayid Murtadha, Rasāil al-Syarif al-Murtadha, jld. 3, hlm. 130.
  169. Terkait dengan orasi Sayidah Zainab di Kufah dan Syam silahkan lihat Ibnu Thaifur, Balaghāh al-Nisā, hlm. 20-25; Tentang orasi Sayidah Zainab di istana Yazid, silahkan lihat, Ibnu A'tsam, Kitāb al-Futuh, jld. 5, hlm. 121-122.

Daftar Pustaka

  • Abu al-Fadhl Ahmad bin Muhammad al-Maidani. Majma' al-Amtsāl. Annotasi oleh Naim Husain Zarzur. Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiah, Cet. I, 1988.
  • Abu al-Fida, Ismail bin Umar bin Katsir. Al-Bidāyah wa an-Nihāyah. Beirut: Dar al-Fikr, 1986.
  • Abu Ali Miskawaih. Tajārub al-Umam. Riset oleh Abul Qasim Imami. Teheran: Surusy, Cet. II, 1421 H.
  • Abu Hanifah, Ahmad bin Daud al-Dinawari. Al-Akhbār ath-Thiwāl. Riset oleh Abdul Mun'im Amir. Qom: Mansyurat Radhi, 1410 H.
  • Abu Mikhnaf al-Azadi. Maqtal al-Husain. Riset dan annotasi oleh Husain al-Ghaffari. Qom: Mathba' al-'Ilmiah, Tanpa Tahun.
  • Amin, Muhsin. A'yān asy-Syiah. Riset oleh Hasan al-Amin. Beirut: Dar al-Ta'arif, Tanpa Tahun.
  • ‌Bahrani, Abdullah. Al-'Awālim al-Imām al-Husain as. Riset Madrasah al-Imam al-Mahdi Ajf. Qom: Madrasah al-Imam al-Mahdi Ajf, Cet. I, 1407 H.
  • Baladzuri, Ahmad bin Yahya. Ansāb al-Asyrāf. Riset oleh Suhail Zikar dan Riyadh Zirikli. Beirut: 1417 H, 1996.
  • Baladzuri, Ahmad Yahya. Ansāb al-Asyraf. Cetakan Mahmud Firdaus Azham. Damaskus: 1996-2000.
  • Dāirah al-Ma'arif Tasyayyu'. Di bawah pengawasan Ahmad Shadr, Kamran Fanni, Bahauddin Khuramsyahi. Muassasah Intisyarat Hikmah, Cet. I, 1432 H.
  • Dehkhoda, Ali Akbar. Dehkhudā. Teheran: 1430 H.
  • Haitsami. Majma' al-Zawāid. Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiah, 1988.
  • Ibnu A'tsam. Al-Futuh. Riset oleh Ali Syirazi. Beirut: Dar al-Adhwa, Cetakan Pertama, 1991.
  • Ibnu Abdu Rabih. Al-Iqd al-Farid. Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiah, cet. I, 1404 H.
  • Ibnu al-Dimasyqi. Jawāhir al-Mathālib fi Manāqib al-Imām 'Ali as. Riset oleh Muhammad Baqir al-Mahmudi. Qom: Majma' al-Tsaqafah al-Islamiyah, cet. I, 1416 H.
  • Ibnu Asakir. Tārikh Madinah al-Dimasyq. Beirut: Dar al-Fikr, 1415 H.
  • Ibnu Jauzi, Abdul-Rahman bin Ali. Al-Muntazham fi Tārikh al-Umam wa al-Muluk. Riset oleh Muhammad Abdul-Qadir Atha dan Mustafa Abdul-Qadir Atha. Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiah, Cet. I, 1992.
  • Ibnu Katsir, Ali bin Abi al-Karam. Al-Kāmil fi al-Tārikh. Beirut: Dar Shadir, 1965.
  • Ibnu Manzhur. Lisān al-'Arab. Beirut: Dar Shadir, Cet. III, 1414 H.
  • Ibnu Nama al-Hilli. Mutsir al-Ahzān. Qom: Madrasah Imam Mahdi Ajf, 1406 H.
  • Ibnu Sa'ad, Muhammad. Al-Thabaqāt al-Kubrā. Riset oleh Muhammad bin Shamil al-Sullami. Thaif: Maktabah al-Shiddiq, Cet. I, 1993, Khamisah 1.
  • Ibnu Syaddad, 'Izzuddin Abi Abdillah. Al-A'laq al-Khathirah fi Dzakir Umara al-Syam wa al-Jazirah. Riset oleh Sami al-Dahan. Damaskus: 1382 H/1962.
  • Ibnu Syahr Asyub. Manāqib Alu Abi Thālib. Qom: Allamah, 1379 H.
  • Ibnu Thaifur. Balāghah al-Nisā. Qom: Tanpa Tahun.
  • Isfahani, Ali Abu al-Faraj. Maqātil al-Thālibiyin. Riset oleh Ahmad Shaqar. Beirut: Dar al-Ma'rifah. 1992.
  • Kasyi, Muhammad bin Umar. Rijāl al-Kassyi> Masyhad: Danesgyah Masyhad, 1389 H.
  • Kharizmi, Muwafaq bin Ahmad. Maqtal al-Husain as. Riset dan annotasi olehe Muhammad al-Samawi. Qom: Maktabah al-Mufid, Tanpa Tahun.
  • Mahalli, Hamid bin Ahmad. Al-Hadāq al-Wardiyah fi Manāqib al-Aimmmah al-Zaidiyah. San'ah: Maktabah Badar, Cet. I, 1423 H.
  • Majlisi, Muhammad Baqir. Bihār al-Anwār al-Jāmi' li Durar Akhbār al-Aimmah al-Athhar. Teheran: Islamiyah, Tanpa Tahun.
  • Majlisi, Muhammad Baqir. Jalā' al-'Uyun. Jawidan, Tanpa Tahun.
  • Mamaqami, Abdullah. Tanqih al-Maqāl fi 'Ilm al-Rijāl. Riset oleh Muhyiddin al-Mamaqani dan Muhammad Ridha al-Mamaqani. Qom: Alu al-Bait As, Cet. I, 1430 H.
  • Mas'udi, Ali bin al-Hasan. Itsbāt al-Washiyyah li al-Imām Ali bin Abi Thālib as. Beirut: Dar al-Adhwa, Cet. II, 1988.
  • Mas'udi, Ali bin al-Hasan. Muruj al-Dzahab wa Ma'ādin al-Jawāhir. Riset oleh As'ad Daghir. Qom: Dar al-Hijrah, Cet. II, 1409 H.
  • Muhammad bin Sa'ad, Thabaqāt al-Kubrā, Riset oleh Ali Muhammad Umar, Kairo, 1421 H/2001 M.
  • Muqarram, Abdul-Razaq Musawi. Maqtal al-Husain as. Beirut: Dar al-Kitab al-Islamiyah, Cet. V.
  • Qirmani, Ahmad bin Yusuf. Akhbār al-Duwal. Riset oleh Fahmi Sa'ad dan Ahmad Hatith. Beirut: Cet. I, 1992.
  • Rawandi, Quthbuddin. Al-Kharāij wa al-Jarāih. Qom: Muassasah Imam Mahdi Ajf, Cet. I, 1415 H.
  • Samawi, Muhammad. Abshār al-'Ain fi Anshār al-Husain as. Riset oleh Muhammad Ja'far Thabasi. Markas al-Dirasah al-Islamiyah, lil Mummatisli al-Wali al-Faqih fi Hirasi al-Tsaurah al-Islamiya, Cet. I.
  • Sayid Ibnu Thawus. Al-Luhuf fi Qatli al-Thufuf. Qom: Anwar al-Huda, Cet. I, 1417 H.
  • Sayid Murtadha Alam al-Huda. Rasāil al-Syarif al-Murtadha.Qom: Cetakan Mahdi Rajai, 1405 H.
  • Syahidi, Ja'far. Zendegāni Fātimah Zahra sa. Teheran: 1405 H.
  • Syaih Mufid, Muhammad bin Muhammad bin Nu'man. Al-Irsyād fi Ma'rifah Hujajillah 'ala al-'Ibād. Qom: 1413 H.
  • Syaikh Mufid. Al-Irsyād. Qom: Kongre Syaikh al-Mufid, 1413 H.
  • Syaikh Shaduq. Al-Āmāli. Kitabkhone Islamiyah, 1403 H.
  • Thabari, Muhammad bin Jarir. Tārikh al-Umam al-Muluk. Beirut: Cetakan Muhammad Abul Fadhl Ibrahim, 1424-1419 H.
  • Thabari, Muhammad bin Jarir. Tārikh al-Umam wa al-Muluk (Tārikh Thabari). Riset oleh Abul Fadhl Ibrahim. Beirut: Dar al-Turats, cet. II, 1967.
  • Thabrani. Al-Mu'jam al-Kabir. Riset oleh Hamdi Abdul Majid al-Salafi. Tanpa Tempat, Dar Ihya al-Turats al-'Arabi, Tanpa Tahun.
  • Thabrisi, Ahmad bin Ali. Al-Ihtijāj. Masyhad: Nasyr Murtadha, Cet. I, 1403 H.
  • Thabrisi. I'lām al-Warā bi A'lām al-Hudā. Teheran: Islamiyah, Cet. III, 1390 H.
  • Ya'qubi, Ahmad. Tārikh Ya'qubi. Najaf: 1358 H.