Malik al-Asytar
Nama Lengkap | Malik bin Harits Nakha'i |
---|---|
Sahabat dari | Imam Ali as |
Populer dengan | Malik Asytar |
Kerabat termasyhur | Ibrahim bin Malik |
Lahir | Yaman |
Tempat Tinggal | Yaman• Kufah, Irak. |
Wafat/Syahadah | 39 H/659 |
Penyebab
Wafat / Syahadah | Diracun oleh Muawiyah bin Abu Sufyan. |
Tempat dimakamkan | Kota al-Khonikah, Mesir (sebelah timur laut Kairo). |
Aktivitas | Komandan Perang Imam Ali as• Gubernur Mesir dizaman Imam Ali as• Salah satu sahabat yang menentang kebijakan Utsman. |
Malik bin Harits Nakha'i (Bahasa Arab:مالك بن الحارث) terkenal dengan Malik Asytar (مالك الأشتر) (W. 39 H/659) termasuk sahabat setia Amirul Mukminin Ali as, pimpinan tangguh bagi orang-orang Irak dan komandan pasukan Imam Ali as. Ia adalah seorang laki-laki yang memiliki strategi jitu dan panglima perang yang tangguh dalam memimpin peperangan. [1] Malik turut berperang dalam berbagai peperangan seperti: Perang Jamal dan Perang Shiffin dan akhirnya Imam Ali as mengangkatnya menjadi gubernur Mesir, namun ia syahid sebelum sampai ke Mesir. Imam Ali as menulis surat perjanjian yang terkenal dengan “Surat kepada Malik Asytar”, sebuah perjanjian yang ditulis oleh Imam Ali as untuk ditujukan kepada Malik Asytar ketika ia diutus menjadi gubernur di Mesir.
Gelar
Malik bin Harits terkenal dengan Asytar karena ketika laskar Islam menaklukkan Romawi, ia terkena anak panah pada kelopak matanya sehingga bagian matanya menjadi robek. Oleh itu, semenjak saat itu hingga selanjutnya kepadanya disebut dengan Malik Aystar (yang tergores wajahnya karena pukulan). [2] Ibnu Asakir menyatakan bahwa peristiwa ini terjadi pada perang Yarmuk. [3]
Nasab
Berdasarkan nukilan dari Ibnu Abil Hadid, nasab Malik bin Asytar adalah Malik bin Harits bin Abdul Yaghuts bin Maslamah bin Rabi'ah bin Khuzaimah bin Sa'ad bin Malik bin Nakh' bin Amru bin Alah bin Khlmid bin Malik bin Adad. [4]
.
Dari Yaman hingga Kufah
Sejarah dan tempat kelahiran Malik Asytar tidak diketahui secara pasti, namun tidak diragukan bahwa ia besar di Yaman dan kemudian pada tahun ke 11 atau ke 12 H, ia hijrah dari sana. [5] Ia adalah seorang komando dan pejuang yang sangat berani, kepala kabilah bagi kaumnya dan juga mengalami kehidupan pada masa jahiliyah. Ia bermukim di Kufah dan keturunannya hidup di Kufah. Malik turut serta dalam Perang Yarmuk dan dalam perang itu, ia kehilangan matanya. Ia berhasil membunuh 13 musuh dalam perang Yarmuk. [6] Malik Asytar selalu hadir dalam semua tempat bersama Imam Ali as. Dalam Perang Jamal, ia membunuh Muhammad bin Thamhah. Semua penulis biografi memujinya. Puisinya tercatat dalam literatur. [7]
Menguburkan Jenazah Abu Dzar
Ibnu Abil Hadid, seorang Sunni beraliran Muktazilah menukil hadis dari Nabi Muhammad saw yang menjelaskan bahwa sekelompok orang-orang Mukmin akan hadir untuk mengurus jenazah Abu Dzar. Dari sisi bahwa Malik Asytar termasuk orang-orang yang hadir dalam pemakaman Abu Dzar di Rabadzah dan ia juga ikut memandikan dan mengafani Abu Dzar, Ibnu Abil Hadid menilai bahwa hadis dari Nabi Muhammad saw ini adalah bukti akan kemukminan Malik Asytar. Kesimpulannya Malik Asytar adalah seorang mukmin berdasarkan hadis dari Nabi Muhammad saw. [8] Sekelompok orang ini ketika mensalati jenazah Abu Dzar diimami oleh Malik dan orang-orang bermakmum kepadanya. [9]
Diasingkan ke Suriah dan Homs
Sa'id bin Ash Umawi wakil Utsman di Kufah di suatu majlis pada malam hari berkata bahwa Sawad (satu daerah di Irak yang memiliki perkebunan yang sangat luas) adalah kebun milik Quraisy dan Bani Umayyah. Malik Asytar dan sebagian lainnya bereaksi keras atas apa yang diucapkan oleh Sa'id bin Ash Umawi dan berujung hingga bentrok dengan pimpinan militer Kufah. Setelah kejadian ini, Sa'id bin Ash atas perintah Utsman mengasingkan Malik bersama dengan 9 orang lainnya ke Suriah. [10] Berdasarkan nukilan dari Ibnu Abil Hadid, sebagian dari orang-orang yang diungsikan bersama Malik Asytar ke Suriah adalah: Malik bin Ka'ab Arhabi, Aswad bin Yazid Nakh'i, Alqamah bin Qais Nakh'i dan Shamsha'ah bin Suhan Abadi. Berdasarkan dialog yang terjadi di Suriah antara Malik dan sahabatnya dengan Muawiyah, Muawiyah menulis surat kepada Utsman yang berisi permintaan untuk mengembalikan orang-orang yang diungsikan di Kufah tersebut. Namun Malik dan para sahabatnya kembali mengkritik Sa'id bin Ash dan Utsman. Sa'id melaporkan hal itu kepada Utsman dan akhirnya Utsman memerintahkan untuk mengirim Malik dan sahabat-sahabatnya ke Homs, dengan pengawasan Abdurahman bin Khlmid bin Walid. [11] Berdasarkan nukilan yang lain, Muawiyah sendiri ketika ia mengetahui bahwa sebagian orang-orang Suriah mendekati Malik dan para sahabatnya, karena khawatir jangan-jangan perkataan Malik Asytar dan sahabat-sahabatnya berpengaruh kepada masyarakat Suriah, maka Muawiyah memindahkan Malik dan para sahabatnya ke Homs. Di sini, sesuai dengan surat Sa'id bin Ash kepada Utsman, nama sebagian orang-orang yang melakukan perlawanan adalah sebagai berikut: Amru bin Zurarah, Kumail bin Ziyad, Malik bin Harits (Malik Asytar), Harqush bin Zuhair, Syarih bin Aufi, Yazid bin Maknaf, Zaid bin Suhan, Sa'sa'ah bin Suhan dan Jundab bin Zuhair. [12] Sebagaimana yang dikatakan oleh Ibnu Syabah (W. 262/875); Malik dan para sahabatnya tinggal di Homs sampai ketika orang-orang Kufah merencanakan untuk mengusir Sa'id bin Ash dari Kufah. Ketika itu orang-orang Kufah menulis surat kepada Malik Asytar dan para sahabatnya dan dengan demikian, Malik dan para sahabatnya kembali ke Kufah. [13]
Hakim di Kufah
Setelah Malik kembali ke Kufah, para pembesar Kufah mengikat janji dengannya bahwa Sa'id bin Ash yang pada waktu pergi ke Madinah tidak akan diijinkan untuk menapakkan kaki di Kufah. Dengan demikian, Malik Asytar menjadi gubernur di Kufah. Ia mendirikan salat Jumat dan menugaskan seorang qari untuk menjadi Imam salat Jumat dan salat-salat lainnya. Ia juga menunjuk seseorang untuk mengatur urusan baitul mal. [14] Setelah Utsman mengirim surat kepada Malik Asytar, Malik mengusulkan kepada Utsman untuk mengangkat Abu Musa Asy'ari dan Hudzaifah sebagai hakim Kufah, mereka pun menyetujuinya. Dengan demikian, Utsman menulis surat kepada dua orang itu untuk menjadi orang yang bertanggung jawab atas urusan di Kufah. [15]
Pembunuhan Utsman
Ketika sekelompok orang-orang yang memprotes kebijakan Utsman dan para pejabat pemerintahannya berkumpul di Madinah, Malik menjadi pemimpin bagi orang Kufah namun ketika tidak ada seorang pun yang mengira bahwa Malik akan menjadi pemimpin seperti itu, dan posisi Utsman terkepung dan terancam akan terbunuh, maka Malik Asytar mengundurkan diri. Kemudian Hakim bin Jabalah juga mengundurkan diri dari pimpinan Bashrah, namun Ibnu Udais dan para sahabatnya yang berada di Mesir mengepung Utsman. [16] Bahwa Malik bukanlah yang membunuh Utsman dapat diketahui dari dialog antara ia dan Jabir bin Abdullah al-Bajali. Jarir diutus Imam Ali as pergi ke Suriah, namun ia kembali tanpa memperoleh keberhasilan. Di sini Malik berkata kepada Imam Ali as: “Apabila Anda mengirim saya dan tidak mengirim ia, maka itu akan lebih baik.” Jarir begitu mendengar perkataan Malik berkata: “Demi Tuhan! Jika Anda yang pergi, Anda akan dibunuh! Karena anggapan mereka adalah bahwa Anda yang membunuh Utsman.” [17] Lafadz yang digunakan dalam kata-kata itu adalah “anggapan” terjemahan dari “za'amu” artinya anggapan batil yaitu anggapan mereka adalah batil. Padahal apabila Malik adalah pembunuh Utsman, Jarir harus mengatakan bahwa mereka “mengetahui” bahwa kau adalah pembunuh Utsman, bukan mereka mengira bahwa kau adalah pembunuh Utsman. Setelah Utsman terbunuh, Malik Asytar mengarahkan masyarakat untuk membaiat Imam Ali as. [18]
Peperangan Imam Ali as
Perang Jamal
Malik Asytar adalah seorang panglima Maimanah (sayap kanan) pasukan Imam Ali as. [19] Pada perang ini, Malik Asytar berduel dengan Abdullah bin Zubair yang merupakan pemegang kendali unta Aisyah. Duel ini sangat sengit sehingga kedua-duanya jatuh di atas bumi. Malik Asytar terjungkal ke tanah dan berada di atas badan Abdullah. Abdullah pun berteriak, sehingga semua orang datang untuk menolongnya dan akhirnya ia dapat diselamatkan. [20] Pada akhir perang Jamal, Malik mendekat ke arah Aisyah dan berkata: Puji Tuhan karena telah menolong wali-Nya dan menghinakan musuhnya.
Aisyah! Bagaimana Anda melihat pekerjaan Tuhan terhadap dirimu? Aisyah berkata: Ibumu akan duduk menangisimu, siapakah kamu? Malik berkata: Aku anakmu, Asytar. Aisyah berkata: Kau bohong, aku bukan ibumu. Malik: Iya, meskipun Anda tidak menyukainya. Aisyah: Kaulah yang menginginkan bahwa saudariku, Asma' meratapi anaknya (Abdullah bin Zubair)? Malik: Dengan meminta maaf kepada Tuhan dan berterima kasih kepadamu, aku bersumpah jika aku tidak kelaparan selama tiga hari maka aku akan merasa lega darinya. [21] Setelah keduanya berpisah, Malik berkata: Aisyah! Apabila perutku tidak kosong selama tiga hari. Aku akan membunuh keponakanmu (Abdullah adalah keponakan Aisyah) [22] Pada akhir perang, Malik membeli unta dengan harga mahal dan memberikan unta itu kepada Aisyah karena unta Aisyah pada waktu perang telah musnah. [23]
Perang Shifin
Malik Asytar dalam perang Shifin adalah panglima pasukan Imam Ali as. Ketika Malik masuk ke barisan inti pasukan Muawiyah dan kemenangan pasukan Imam Ali as telah terlihat, pasukan Muawiyah mengangkat al-Quran dengan tombak-tombak mereka dan mengajak pasukan Imam Ali as untuk melaksanakan hukum dengan al-Quran (hakamiyat al-Quran).
Sejumlah pasukan Imam Ali as yang jumlahnya mencapai 20 ribu tertipu oleh makar musuh mengelilingi Imam Ali as dan menginginkan supaya Malik Asytar kembali dan apabila tidak, maka mereka akan membunuh Imam. Meskipun Imam Ali as menasehati mereka bahwa hakamain al-Quran adalah tipu daya dan makar musuh semata dan Imam Ali as mengajak supaya bersabar karena kemenangan berada di pihaknya, namun pasukan Imam Ali as tidak menerimanya dan tetap mendesak supaya Malik kembali. Atas desakan pasukannya, Imam Ali as pun terpaksa mengirim seorang utusan untuk menemui Malik dan meminta Malik untuk kembali.
Malik Asytar pada pagi hari itu, yang merupakan Lailatul Harir, telah berada di tengah-tengah pasukan Muawiyah oleh itu Imam Ali as mengutus Yazid bin Hani untuk menemui Malik. Malik berkata kepada Hani: Katakan kepadanya bahwa sekarang bukanlah waktunya bagiku untuk berpindah tempat dan aku berharap bahwa Allah Swt akan memberikan kemenangan kepada kita dengan perantaraanku, oleh itu jangan memburu-buru aku.
Yazid bin Hani kembali mendekati Imam Ali as dan menyampaikan pesan. Ketika itu orang-orang dari pasukan Imam Ali yang protes telah berprasangka buruk dan bersumpah bahwa Imam Ali as memberikan pesan kepada Malik untuk melanjutkan peperangan. Imam Ali as kepada mereka berkata: Anda mendengar dan melihat sendiri secara terang apa yang aku katakan kepada Malik. Mereka berkata: Jika demikian, berilah pesan sekali lagi kepada Malik supaya ia kembali dan jika tidak maka kami akan menghentikan Anda.
Disinilah Imam berkata kepada Yazid bin Hani supaya berkata kepada Malik untuk kembali karena telah terjadi fitnah.
Kemudian ia mendekati Malik dan mengabarkan kepadanya. Malik bertanya kepadanya: Karena al-Quran telah diangkat? Ia berkata: Iya. Malik berkata: Aku bersumpah demi Tuhan ketika mereka berdiri, aku tahu bahwa hal itu akan membuat perpecahan dan perbedaan namun apakah aku harus membiarkan keadaan yang kemenangan? Yazid berkata: Apakah Anda suka jika disini Anda menang dan disana Imam Ali as menyerah kepada musuh? Malik berkata: Subhanallah! Aku bersumpah, aku tidak menyukai hal demikian. Yazid berkata: Mereka berkata kepadamu bahwa Malik harus kembali ataukah kami akan membunuh Anda, sebagaimana kami telah membunuh Utsman ataukah kami akan menyerahkan Anda kepada musuh.
Dengan demikian, Malik Asytar keluar dari medan peperangan. Setelah itu ia berdialog dengan orang-orang yang tidak setuju dengannya dan menyalahkan mereka dan terjadi pertikaian antara mereka hingga Imam Ali as berteriak atas mereka dan meminta mereka untuk menyudahi pertikaian itu. Malik termasuk orang-orang yang tidak setuju dengan hakamiyat al-Quran namun karena Imam Ali as menerimanya, maka dengan berdalil atas mengikuti Imam Ali as, Malik pun menerima hakamiyat al-Quran. [24]
Safar ke Mesir dan Syahadah Malik Asytar
Setelah kembali dari perang Shifin, Malik Asytar kembali ke Jazirah. Karena keadaan Mesir tidak terkendali, Imam Ali as memanggil Malik Asytar yang pada saat itu berada di Nashibin dan mengangkatnya menjadi gubernur di Mesir. [25] Karena mata-mata Muawiyah mendengar kabar bahwa apabila Malik Asytar menjadi gubernur Mesir oleh Imam Ali as, bahwa apabila Malik Asytar sampai ke Mesir, maka akan terjadi penaklukan di Mesir (ketika itu gubernur Mesir adalah Muhammad bin Abi Bakar) dan keadaan ini akan semakin lebih menyulitkan. Oleh sebab itu, ia mengirim pesan kepada seseorang bahwa Malik Asytar telah menjadi gubernur Mesir dan apabila kau membunuhnya, maka aku akan membebaskanmu dari membayar pajak seumur hidup.
Ketika Malik Asytar sudah sampai di Qilzim, maka orang laki-laki yang tinggal di daerah itu menyambut kedatangan Malik dan mengundangnya untuk tinggal dan beristirahat di sana. Ia pun menyuguhkan makanan kepada Malik Asytar. Ketika Malik Asytar menyantap hidangan itu, madu yang telah dicampur dengan racun itu pun diminum oleh Malik Asytar dan dengan cara inilah Asytar meneguk cawan kesyahidannya. [26]
Ibnu Abil Hadid berkata: Malik meninggal pada tahun 39 H/659 ketika mengadakan perjalanan ke Mesir untuk menjadi gubernur atas perintah Imam Ali as. Hamu terkait dengan kesyahidan Asytar berkata: Dikatakan bahwa ia telah diracun. Ada pula yang mengatakan bahwa hal ini tidak benar, namun ia meninggal secara biasa. [27] Penulis Al-Gharat (W. 283 H) menukilkan riwayat dari berbagai perawi tentang racun yang diberikan Muawiyah kepada Malik. [28] ‘Alqamah bin Qais Nakh'i berkata: Imam Ali as selalu bersedih ketika mengingat kematian Malik Asytar seolah-olah hanya beliau saja yang berduka, bukan kami (kabilah Nakh') dan kesedihan ini nampak sekali dalam keseharian Imam Ali as. [29]
Malik Asytar dalam Tuturan Orang Lain
Amirul Mukminin Ali as ketika mengirim Malik Asytar ke Mesir, dalam surat yang ditujukan kepada orang-orang Mesir, melukiskan Malik sebagai berikut: Aku mengirim hamba-hamba Tuhan kepadamu pada hari-hari ketakutan dan takut akan musibah, ia tidak takut dari musuh dan penjahat. Ia adalah Malik bin Harits dari suku Madzhaj, dengarkanlah ia dan patuhi perintahnya karena pedang-pedangnya adalah pedang-pedang Allah Swt. Ia memiliki pedang yang tajam tebasannya. Apabila diperintahkan untuk pergi, pergilah dan apabila diperintahkan untuk tinggal, tinggallah, karena apabila Anda mengambil tindakan sendiri, atau tidak menjalankan perintahnya ketahuilah bahwa perintahnya pada dasarnya adalah perintahku….. [30] Ketika Imam Ali as mendengar kabar kesyahidan Malik Asytar, beliau bersabda: Malik! Malik Siapakah Malik? Sekiranya Malik sebongkah gunung, maka ia adalah gunung yang berbeda dengan gunung-gunung lainnya dan apabila ia sebuah batu, dialah batu yang keras dan padat, yang tidak dapat dijangkau ….[31] Setelah kesyahidan Malik Asytar, kembali Imam Ali as berkata: Semoga Allah merahmati Malik. Ia mencintai dan mematuhiku sebagaimana aku mencintai dan mematuhi Rasulullah saw." [32]
Muawiyah
Muawiyah ketika mendengar kematian Malik berkata kepada masyarakat: Ali memiliki dua tangan: Aku telah memotong satu tangannya di perang Shifin dan satu tangan lagi, aku potong pada hari ini, ia adalah Ammar bin Yasir. [33]
Ibnu Abil Hadid
Ia adalah seorang penunggang kuda yang sangat berani, kepala suku (kabilah) dan termasuk pembesar kaum Syiah yang sangat setia dalam menolong Imam Ali as. [34]
Di Hadapan Muawiyah
Di Majelis Muawiyah, nama Malik Asytar disebutkan. Seorang laki-laki dari Nakha'i hadir di sana. Ia berkata: "Diamlah! Anda sedang berbicara tentang seseorang yang kesyahidannya menyebabkan kehinaan bagi penduduk Irak dan kehidupannya menyebabkan kehinaan bagi penduduk Suriah." Muawiyah memilih untuk diam dan tidak berkata-kata sedikit pun mendengar perkataan ini. [35]
Anak-anak dan Keturunan
- Ibrahim bin Malik, termasuk sahabat Mukhtar Tsaqafi ketika membalas dendam bagi pembunuh Imam Husain as. [36]
- Nu'man bin Ibrahim bin Malik Asytar [37]
- Muhammad bin Malik bin Ibrahim bin Malik Asytar [38] seorang muhadits
- Ja'far bin Muhammad bin Abdullah bin Qasim bin Ibrahim bin Malik Asytar seorang muhadits [39]
- Abil Hasan, Warram bin Abi Firas, Isa bin Abi al-Najm, bin Warram bin Hamadan bin Khaulan bin Ibrahim bin Malik Asytar
- Abul Qasim al-Nakha'i al-Kufi al-Faqih, terkenal dengan Ibnu Kas, termasuk keturunan Malik Asytar juga. [40]
Catatan Kaki
- ↑ Al-Amin, A'yān al-Syiah, jld. 9, hlm. 38.
- ↑ Terjemah al-Futuh, Matan, hlm. 145.
- ↑ Tārikh Madinah Dimaysq, jld. 56, hlm. 380.
- ↑ Ibnu Abil Hadid, Syarah Nahj al-Balāghah, jld. 15, hlm. 98.
- ↑ Al-Muhajir, Malik al-Asytar Siratahu wa Maqāmahu fi Ba'lak, hlm. 33.
- ↑ Tārikh Madinah Damiqsy, jld. 56, hlm. 380.
- ↑ Amini, Terjemah I'lām Nahj al-Balāghah, hlm. 39-40.
- ↑ Ibnu Abil Hadid, Syarah Nahj al-Balāghah, jld. 15 hlm. 90-100.
- ↑ Raudhah al-Wa'idzin wa Bashirah al-Mu'ta'idzin, jld. 2. Hlm. 384.
- ↑ Al-Amin, A'yān al-Syiah, jld. 9, hlm. 40.
- ↑ Ibnu Abil Hadid, Syarah Nahj al-Balāghah, jld. 2, hlm. 130-133.
- ↑ Ibnu Abil Hadid, Syarah Nahj al-Balāghah, jld. 2, hlm. 1141-1142.
- ↑ Ibnu Syabah al-Namiri, Tārikh al-Madinah al-Munawarah, jld. 3, hlm. 1142.
- ↑ Muhajir, Malik Asytar Sirātah wa Maqāmuhu fi Ba'lak, hlm. 62.
- ↑ Baladzuri, Ansāb al-Asyrāf, jld. 5, Riset: Ihsan Abbas, Beirut, Jam'iyah.
- ↑ Thabari, Tārikh Thabari, jld. 3, al-Amin, A'yan al-Syiah , jld. 9, hlm. 41.
- ↑ Al-Amin, A'yān al-Syiah, jld. 4, hlm. 75.
- ↑ Al-Amin, A'yān al-Syiah, jld. 9, hlm. 41.
- ↑ Muhajir, Malik Asytar Siratahu wa Maqāmuhu fi Ba'lak, hlm. 83.
- ↑ Muhajir, Malik Asytar Siratahu wa Maqāmuhu fi Ba'lak, hlm. 84.
- ↑ Al-Mufid, al-Jamal, hlm. 370; silahkan lihat: Dawani, Ashāb Imām Ali As, hlm. 509.
- ↑ Ibnu Abil Hadid, Syarah Nahj al-Balāghah, jld. 5, hlm. 101; Al-Mufid, Al-Jamal, hlm. 370.
- ↑ Thabari, jld. 4, hlm. 542, Sesuai nukilan Muhajir, Malik Asytar Siratahu wa Maqāmuhu fi Ba'lak, hlm. 84.
- ↑ Al-Amin, A'yān al-Syiah, jld. 9, hlm. 39.
- ↑ Al-Amin, A'yān al-Syiah, jld. 9, hlm. 38.
- ↑ Al-Amin, A'yān al-Syiah, jld. 9, hlm. 38-39.
- ↑ Ibnu Abil Hadid, Syarah Nahj al-Balāghah, jld. 15, hlm. 101.
- ↑ Al-Tsaqafi, Al-Ghārat, jld. 1, hlm. 263-264.
- ↑ Al-Tsaqafi, Al-Ghārat, jld. 1, hlm. 266-268.
- ↑ Amini, Terjemah Nahj al-Balāghah, hlm. 40.
- ↑ Syahidi, Nahj al-Balāghah, Kalamat Qashar, no. 443.
- ↑ Ibnu Abil Hadid, Syarah Nahj al-Balāghah, jld. 15. Hlm. 98.
- ↑ Amini, Terjemah I'lām Nahj al-Balāghah, hlm. 40; Al-Tsaqafi, al-Gharat, jld. 1, hlm. 262.
- ↑ Ibnu Abil Hadid, Syarah Nahj al-Balāghah, jld. 15, hlm. 98. Malik adalah gabungan dari kemurahan hati dan ketegasan. Pada saat-saat tertentu ia sangat tegas dan pada pada saat yang lain ia santai dan bertoleransi. Syarah Nahj al-Balāghah, jld. 15, hlm. 102.
- ↑ Ansāb al-Asyrāf, jld. 5, hlm. 35 (Capazkar, jld. 5, hlm. 41)
- ↑ Al-Amin, A'yān al-Syiah, jld. 200.
- ↑ Al-I'lām, jld. 5, hlm. 35.
- ↑ Al-Tahshin, Ibnu Thawus, hlm. 542.
- ↑ Kamāluddin wa Tamām al-Ni'mah, jld. 2, hlm. 407.
- ↑ Tārikh al-Islām, jld. 24, hlm. 159.
Daftar Pustaka
- Nahj al-Balāghah, terjemah Sayid Ja'far Syahidi, Tehran, Ilmi wa Farhanggi, 1377.
- Al-Amin, Sayid Muhsin, A'yān al-Syiah, Riset: Hasan al-Amin, Beirut, Dar al-Ta'arif lil Mathbu'at, 1403/1983.
- Ibnu Abil Hadid, Syarah Nahj al-Balāghah, Riset: Muhammad Abul Fadzl Ibrahim, jld. 15, Dar Ihya al-Kutub al-Arabiyah, 1378/1959 (software Maktabah Ahlul Bait As, software ke-2, 1391 S)
- Dawani, Ali, Ashhab Imam Ali as, Dar Dānesy Nāmeh Imām Ali As, jld. 8, Ali Akbar Rasyad, Tehran, Markaz Nasyar Atsar Pazuhesgah Farhang wa Andiye Islami, 1380.
- Zirikli, Khairuddun, Al-I'lām al-Qāmus Tarājum li Asyhār al-Rijal wa al-Nisā min al'Arāb wa al-Musta'ribin wa al-Musytasyriqin, Beirut, Dar al-Ilm lil Malabin, cet. 8, 1989.
- Thabari, Muhammad bin Jarir, Tārikh Thabari, Beirut, Muasasah al-A'lami lil Mathbu'at, tanpa tahun. (software Maktabah Ahlul Bait As, software ke-2, 1391 S)
- Al-Mufid, Al-Jamal wa Nashr li Sayid al-Itrah, Riset: Sayid Ali Mir Syarifi, Mushanafat: Syaikh Mufid, jld 1, Qum, Maktabah al-Islami, 1413 H.
- Al-Muhajir, Ja'far, Malik Asytar Siratuhu wa Maqāmuhu fi Ba'lak, Beirut: Dar al-Muarikh al-Arabi, Muasasah Tsarats al-Syiah, 1432 H.