Istigfar

Prioritas: b, Kualitas: b
Dari wikishia

Istigfar (bahasa Arab: الإستغفار) adalah memohon ampunan dari Allah swt. Istigfar bukan sekedar mengucapkan dan mengulang-ulang kalimat اَل‍ْلهُمَّ اغفِرلِي; "Ya Allah ampunilah aku", tetapi ruh Istigfar adalah keadaan kembali pada Tuhan Yang Maha Benar, penyesalan dan kesiapan menutupi/mengganti (kekurangan) masa lalu. Memohon ampunan tidak dikhususkan kepada sebagian manusia, tetapi para Nabi as pun memohon ampunan kepada Allah. Bahkan Nabi saw diperintahkan memohon ampunan untuk dirinya dan orang-orang mukmin, dan beliau sebagai wasilah (perantara) dan penyafaat mesti berbuat sesuatu supaya Allah mencurahkan rahmat-Nya atas mereka.

Konsep "memohon ampunan" sering digunakan dalam Al-Qur'an dalam beragam bentuk dan redaksi. 30 ayat dalam Al-Qur'an berkenaan dengan istighfar para Nabi.

Pencegahan dari azab Ilahi, pengampunan dosa-dosa dan juga bertambahnya rizki termasuk dari pengaruh-[engaruh istighfar.

Istighfar diyakini sebagai doa dan ibadah terbaik dan pelaksanaannya dihukumi mustahab. Pun demikian, pada beberapa kasus seperti istighfar yang dianggap sebagai kaffarah wajib bagi orang yang muhrim, dihukumi wajib.

Sebagaimana yang ditegaskan dalam Al-Qur'an, istighfar Nabi saw untuk orang-orang musyrik tidak dibolehkan.

Imam Ali as menyebutkan beberapa syarat istighfar, diantaranya: penyesalan terhadap dosa-dosa terdahulu, tekad dan niat untuk tidak mengulangi berbuat doa, menunaikan hak-hak manusia dan kewajiban-kewajiban syariat.

Istigfar tidak kenal masa dan tempat khusus, dan lebih sering dibarengi pengabulan dari sisi Allah. Namun demikian, Al-Qur'an dan hadis-hadis menyebutkan waktu, tempat dan keadaan-keadaan tertentu yang dapat mendukung diterimanya Istigfar. Waktu sahar adalah waktu yang ditekankan untuk melakukan istighfar.

Istigfar Dalam Bahasa dan Istilah

Doa, Munajat dan Ziarah

Kata Istigfar dengan makna memohon ampunan [1] berasal dari (غ ف ر); yang berarti "petutup".[2] Istigfar dalam terminologi adalah permohonan secara lisan atau perbuatan[3] kepada Allah untuk mengampuni dosa-dosa[4], dan tujuannya adalah permohonan untuk dijaga dari efek buruk dosa dam azab Ilahi.[5]

Sebagian mufassir Ahlusunah seperti Zamakhsyari dan Fakkhrurrazi menafsirkan kata Istigfar dalam ayat-ayat Al-Qur'an dengan iman,[6] atau Islam [7]. Thabrisi, seorang mufassir Syiah abad ke-5 H terkadang menafsirkan kata Istigfar dalam Al-Qur'an dengan pelaksanaan salat, dan menganggap makna ini termasuk dari istigfar dalam bentuk amal perbuatan[8].

Istigfar ada dua; ucapan seperti membaca «استغفر اللّه» dan perbuatan seperti melakukan perbuatan yang membuat manusia diampuni.[9] Istigfar lisani (ucapan) dibahas dalam bab-bab seperti thaharah, salat, puasa, haji, perdagangan, zhihar dan kaffarah.[10]

Penggunaan Istigfar Dalam Al-Qur'an

Konsep "memohon ampunan" dimuat 68 kali dalam Al-Qur'an. 43 darinya merupakan derivasi dari kata Istigfar, 17 darinya dalam bentuk «إغفِر» (ampunilah), 3 darinya dalam bentuk «یَغْفِر» (Dia mengampuni), 2 darinya dalam bentuk «تَغْفِر» (Engkau mengampuni) dan 1 darinya dalam bentuk «مَغْفِرَة» (ampunan). [11] Dalam dua ayat, perintah Istigfar dimuat dengan kata «حِطَّة» (bebaskanlah dari dosa), dan dinukilkan bahwa Allah memerintahkan bani Israil beristigfar supaya mereka diliputi ampunan Ilahi.[12]

  • و َأَنِ اسْتَغْفِرُوا رَبَّکمْ ثُمَّ تُوبُوا إِلَیهِ یمَتِّعْکمْ مَتاعاً حَسَناً إِلی أَجَلٍ مُسَمًّی و َیؤْتِ کلَّ ذِی فَضْلٍ فَضْلَهُ و َإِنْ تَوَلَّوْا فَإِنِّی أَخافُ عَلَیکمْ عَذابَ یوْمٍ کبِیرٍ

"Dan hendaklah kamu memohon ampunan kepada Tuhanmu dan bertobat kepada-Nya, niscaya Dia akan memberi kenikmatan yang baik kepadamu sampai waktu yang telah ditentukan. Dan Dia akan memberikan karunia-Nya kepada setiap orang yang berbuat baik. Dan jika kamu berpaling, maka sungguh aku takut kamu akan ditimpa azab pada hari yang besar". [Q.S. Hud: 3]

  • وَمَن یعْمَلْ سُوءًا أَوْ یظْلِمْ نَفْسَهُ ثُمَّ یسْتَغْفِرِ اللَّهَ یجِدِ اللَّهَ غَفُورً ا رَّ حِیمًا

"Dan barang siapa berbuat kejahatan dan menganiaya dirinya, kemudian dia memohon ampunan kepada Allah, niscaya dia akan mendapatkan Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang". [Q.S. al-Nisa: 110]

Dan ayat-ayat lain.[13][14][15] [16][17]

Istigfar alam Riwayat

  • قال الصادق عليه السلام: إذَا أکثَرَ العَبدُ مِنَ الاستِغفار رُفِعَت صَحیفَتُهُ وهی تَتَلَالَأُ

Imam Shadiq as berkata: "Bila hamba memperbanyak Istigfar maka lembaran amalnya akan diangkat dalam keadaan bersinar". [18]

  • عَلِی بْنُ إِبْرَاهِیمَ عَنْ أَبِیهِ عَنِ ابْنِ أَبِی عُمَیرٍ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ حُمْرَانَ عَنْ زُرَارَةَ قَالَ سَمِعْتُ أَبَا عَبْدِاللَّهِ علیه‌السلام یقُولُ إِنَّ الْعَبْدَ إِذَا أَذْنَبَ ذَنْباً أُجِّلَ مِنْ غُدْوَةٍ إِلَی اللَّیلِ فَإِنِ اسْتَغْفَرَ اللَّهَ لَمْ یکتَبْ عَلَیهِ

Ali bin Ibrahim meriwayatkan dari ayahnya, dari Ibnu Abi Umair, dari Muhammad bin Humran, dari Zurarah, ia berkata, Aku mendengar Abu Abdillah As bersabda: "Bila hamba berbuat dosa maka diberi kesempatan (tobat) dari pagi hingga malam, jika ia memohon ampunan kepada Allah maka dosa itu tidak akan dicatat".[19]

Urgensi dan Pengtingnya Istigfar

Perintah dan anjuran Istigfar dalam banyak ayat[20] dan celaan meninggalkan itu dalam ayat-ayat yang lain seperti:اَفَلا یتوبونَ اِلَی اللّهِ ویستَغفِرونَهُ; "Mengapa mereka tidak bertobat kepada Allah dan memohon ampunan kepada-Nya?",[21] memperjelas urgensi Istigfar untuk semua manusia. Sebab, dari satu sisi, manusia biasa karena pengaruh lalai, bodoh dan gejolak naluri hewaniah dan hawa nafsunya senantiasa berada dalam ancaman dosa. Oleh karenanya, kebutuhannya pada Istigfar untuk membersihkan jiwanya adalah satu hal yang jelas dan darurat. Dari sisi lain, tak seorang pun mampu menunaikan hak-hak Allah sesuai kedudukan rububiyah-Nya. Tapi ia akan melaksanakan hak itu sesuai kadar makrifat dan pengetahuannya. Oleh karenanya, orang-orang yang benar-benar bertakwa sekalipun akan merasa malu terhadap perbuatan dan ibadah-ibadahnya, dan bahkan memandang dirinya bersalah di haribaan Allah sehingga ia memahami urgensi dan keharusan Istigfar.[22]

Pentingannya memohon ampunan (Istigfar) dapat dipaparkan dari berbagai segi:

  1. Nabi saw dan nabi-nabi yang lain mewasiatkan Istigfar dan memerintahkan masyarakat umum untuk melakukannya. Sebagaimana ada 8 ayat yang menganjurkan masyarakat umum untuk memohon ampunan. Dan ada sekitar 30 ayat yang menceritakan Istigfar para nabi, dan juga ada 5 ayat yang memerintahkan Rasul yang mulia saw untuk Istigfar.[23]
  2. Para malaikat memohonkan ampunan bagi orang-orang mukmin[24] dan penduduk bumi.[25]
  3. Memohon pengampunan dosa diperkenalkan sebagai sifat orang-orang yang bertakwa[26][27]

Hukum-Hukum Istigfar

Meskipun Istigfar sendiri hukumnya sunnah (mustahab) tapi karena sebab tertentu bisa menjadi wajib atau haram. Oleh karena itu, dilihat dari kaca mata hukum syariat Istigfar ada 3 macam:

  1. Istigfar sunnah (mustahab): mengingat bahwa Istigfar paling baiknya doa dan ibadah, maka dalam semua kondisi terkhusus pada tempat-tempat berikut disunahkan:[28] di antara dua sujud salat[29], setelah membaca empat tasbih,[30] dalam qunut khususnya qunut salat witir, [31], di waktu sahar,[32] ketika mengantarkan jenazah, penguburan dan ziarah Kubur[33] dalam salat memohon hujan (Istisqa),[34] pada bulan Ramadhan,[35] untuk meninggalkan sebagian kebiasaan seperti Istigfar yang dilakukan sebagai kaffarah memukul-mukul kepala dan wajah.[36]
  2. Istigfar wajib: Istigfar sebagai kaffarah wajib karena berbuat haram seperti bersumpah (dalam jidal) kurang dari 3 kali, berbuat kefasikan[37], atau Istigfar sebagai ganti (badal) dari kaffarah wajib bagi orang yang tidak mampu menunaikan satu pun dari kaffarah-kaffarah (membebaskan budak, berpuasa 2 bulan berturut-turut, dan memberi makan atau pakaian 60 orang fakir) hukumnya wajib.[38] Tentu, wajibnya Istigfar yang menggatikan kaffarah Zhihar ketika pelakunya tidak mampu membayar kaffarah masih kontroversial.[39] Begitu juga mengenai kewajiban Istigfar dalam salat mayit[40] dan bagi pelaku ghibah untuk orang yang dighibah masih diperselisihkan.[41]
  3. Istigfar haram: memohonkan ampunan bagi orang-orang musyrik, kafir -menurut nas Al-Qur'an-[42] dan juga orang munafik haram hukumnya.[43]

Adab-adab Istigfar

Imam Ali as berkata pada lelaki yang mengulang-ulang kalimat أَسْتَغْفِرُ الله di depannya:[44]"Tahukah kamu apa Istigfar itu? Istigfar adalah derajat orang yang memiliki derajat tinggi ('Illiyyin) dan memiliki 6 syarat:

  • Menyesali perbuatan yang telah berlalu,
  • Bertekad untuk tidak mengulangi lagi,
  • Kamu menunaikan hak-hak makhluk hingga kamu berjumpa Allah azza wajalla bersih dari segala dosa
  • Semua kewajiban yang kamu tinggalkan, maka kamu laksanakan,
  • Daging yang tumbuh dengan dosa-dosa, maka kamu harus leburkan dengan penyesalan hingga kulitmu menempel dengan tulangmu dan tumbuh daging baru di antara tulang dan kulit,
  • Capekkan badanmu dengan ketaatan sebagaimana kamu memperasakan manisnya maksiat padanya.

Kalau kamu mampu berbuat demikian, maka ucapkan أَسْتَغْفِرُ الله.[45]

Adab-adab lain Istigfar adalah:

  • Istigfar di waktu sahar
  • Istigfar di malam Jumat
  • Mengakui segala kesalahan
  • Berikrar dengan keimanan dan menampakkan penyerahan diri di hadapan Allah
  • Memperhatikan Rububiyahnya Allah
  • Memperhatikan wilayah absolut Allah
  • Bertawassul kepada para Nabi as
  • Menyebutkan sifat-sifat kesempurnaan Allah saat memohon ampunan
  • Mengingat Allah.[46]

Faktor-faktor Pendukung

Berikut ini beberapa faktor yang mempersiapkan Istigfar:

  • Mengetahui pengampunan Allah
  • Mengharap rahmat Allah
  • Memperhatikan penerimaan tobat oleh Allah
  • Memperhatikan hikmah Allah
  • Memperhatikan khaliqiyahnya Allah
  • Memperhatikan rahmat Allah
  • Memperhatikan kemulian Allah
  • memperhatikan bahwa semua ururusan kembali pada Allah
  • Memperhatikan kekuatan Allah untuk mengampuni
  • Menyaksikan azab
  • Menepati janji [47]

Penerimaan Istigfar

Penerimaan Istigfar dari sisi Allah bersifat pasti, sebab:

  1. Sebagian ayat dengan jelas menegaskan penerimaan Istigfar oleh Allah:فَاستَغفِروهُ ثُمَّ توبوا اِلَیهِ اِنَّ رَبّی قَریبٌ مُجیب; "Maka mohonlah ampunan kepada-Nya, kemudian bertobatlah kepada-Nya, sesungghnya Tuhanku sangat dekat dan memperkenankan(doa hamba-Nya)"[48] Dan juga berfirman: ادعونی اَستَجِب لَکم; "berdoalah kepada-Ku, niscaya Aku perkenankan bagimu"[49] Allah swt berjanji akan mengijabah doa. Istigfar sebagai bentuk doa yang terbaik[50] diliputi oleh janji Tuhan ini, dan janji penerimaan Istigfar bisa menjadi motivasinya.
  2. Mengingat bahwa banyak ayat-ayat Al-Qur'an yang memerintahkan Istigfar,[51] maka ditolaknya Istigfar oleh Allah adalah satu hal yang jauh dari kemungkinan.
  3. Banyak sifat-sifat Allah seperti غفور, غفّار, عفوٌّ (Maha Pengampun) dll. dengan sendirinya memberi kabar gembira akan pengampunan Tuhan yang diinginkan dalam Istigfar.

Waktu Terbaik Untuk Istigfar

Istigfar tidak dibatasi oleh zaman, tempat dan keadaan khusus. Tetapi bila dilakukan pada keadaan, waktu dan tempat tertentu akan memberikan dampak khusus. Al-Qur'an dalam beberapa ayatnya[52][53] dengan tegas memilih waktu sahar untuk Istigfar. Dan ayat: قَالَ سَوْفَ أَسْتَغْفِرُ لَکمْ رَ بی‌ۖ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّ حِیم;Dia (Ya'qub) berkata,"Aku akan memohonkan ampunan bagimu kepada Tuhanku. Sungguh Dia yang Maha Pengampun, Maha Penyayang"[54] sesuai pendapat mayoritas mufassir menegaskan keistimewaan Istigfar di waktu sahar dibanding waktu-waktub yang lain.

Dampak-dampak dan Berkah-berkah

Dalam beberapa ayat dan riwayat dijelasakan pengaruh-pengaruh berharga dari Istigfar seperti baiknya masyarakat/sosial, turunnya berkah-berkah Tuhan dan amannya dari siksa dunia dan akhirat[55]

Mengantisipasi Azab Ilahi

Berdasarkan ayat 33 surah Al-Anfal[56] selama masyarkat beristigfar,Allah swt tidak akan mengazab mereka. Permulaan ayat menyinggung faktor lain tentang penolakan azab Ilahi yaitu keberadaan Rasulullah saw di tengah masyarakat. Para ahli tafsir berkenaan dengan ayat ini menyebutkan sabab-sebab nuzul khusus dan beragam kemungkinan. Tetapi, ayat ini mempunyai kaedah umum bahwa keberadaan Rasulullah saw di antara masyarakat dan permohonan ampunan mereka , keduanya merupakan faktor keamaan mereka dari ujian yang sulit dan berat dan fenomina-fenomina alami dan no alami yang menakutkan seperti banjir, gempa dan perang-perang yang menghancurkan.[57]

Imam Ali as berkata:Di muka bumi ada dua faktor pengaman dari azab Ilahi; salah satunya keberadaan Nabi saw yang dengan kepergiaannya faktor itu terangkat, akan tetapi faktor lainnya yaitu Istigfar senantiasa ada untuk semua orang. Olehnya, maka berpeganglah padanya. Lalu beliau membaca ayat di atas.[58]

Pengampunan Dosa-dosa

Ayat 10 surah Nuh[59] disamping mengandung perintah Istigfar untuk nabi Nuh as juga menampilkan sifat ke-Maha Pemaafnya Allah swt. Sifat Ghaffar (Maha Pengampun) sebagaimana sifat-sifat Ghafur (Maha Pengampun), Rahim (Maha Penyayang) [60], Wadud (Maha Penyayang)[61] dll. mengisyatkan janji dan kabar gembira besar Allah akan pengampunan dosa-dosa dan turunmya rahmat atas hamba-hamba-Nya.[62] Dalam riwayat, Istigfar untuk dosa dipandang sebagai faktor pembersih kotoran-kotoran dosa dari jiwa manusia dan penerang spiritual ruh.[63]

Bertambahnya Rizki, Bertambahnya Keturunan

Ayat 11 dan 12 surah Nuh[64] mensinyalir tentang keselamatan dari paceklik dengan turunnya hujan yang banyak, pengentasan kefakiran dan kemelaratan serta banyaknya penghasilan dan rizki. Berdasarkan ayat-ayat ini pula, pengatasan problem mandul atau banyaknya keturunan menjadi pengaruh dari Istigfar.

Kesejahteraan Dan Umur Panjang

Istigfar yang hakiki adalab faktor yang dapat menyampaikan manusia kepada kehidupan yang mapan nan indah yang disertai dengan kekayaan, kesejahteraan, keamanan dan kemuliaan.[65] Dalam ayat 3 surah Hud[66]dijelaskan bahwa dunia materi yang baik ini disebut barang dagangan (متاع) yang bagus. Sebagian ahli tafsir memandang متاع حسن adalah umur panjang, qanaah (merasa cukup), lepasnya manusia dari keterikatan pada dunia, menujunya mereka pada Tuhan, dan permohonan ampunan.[67] Dalam sebuah riwayat, Hasan Basri dengan bersandar pada ayat 10-12 surah Nuh mengajurkan orang-orang yang sedang mencari jalan keluar dari peceklik, kefakiran, kemelaratan dan kemandulan untuk melakukan Istigfar.[68]

Tawassul Dalam Istigfar

Mencari perantara dan menerima perantara untuk Istigfar telah diakui dan dicatat dalam Al-Qur'an. Sebagaimana telah diperintahkan secara mutlak untuk mencari perantara demi mendekatkan diri kepada Allah.[69]

Sebagian ayat memaparkan tentang permohonan orang lain kepada Rasulullah saw supaya beliau menjadi perantara mereka untuk memohon ampunan.[70]

Dalam sebagian ayat yang lain, Allah swt memerintahkan Rasul-Nya untuk memohon ampunan untuk dirinya dan orang-orang mukmin.[71]

Dalam beberapa ayat, memohonkan ampunan untuk ayah dan ibu[72][73] dan keluarga yang lain[74] dan orang-orang mukmin[75] dianggap perbuatan yang baik.

Kandungan sebagian ayat[76] yang melarang Rasulullah saw dan orang-orang mukmin untuk memohonkan ampunan bagi kaum musyrikin menunjukkan bolehnya memohonkan ampunan untuk orang-orang mukmin.[77]

Ayat 97 dan 98 surah Yusuf[78]juga menunjukkan bolehnya mencari wasilah/perantara dalam memohon ampunan. Sebab, disaat putra-putra Nabi Ya'qub as meminta supaya ayah mereka nenjadi perantara untuk pengampunan Allah terhadap diri mereka, ia berjanji pada mereka akan memohonkan ampunan kepada Allah untuk mereka.

Istigfar Para Nabi as dan Manusia-manusia Suci

Kebanyakan ayat-ayat Al-Qur'an berkaiatan dengan Istigfar orang-orang biasa,[79] dan dalam satu tempat menyinggung istihfar kaum Ribbiyun.[80] Maksud Ribbiyun adalah mereka yang punya hubungan khusus dengan Tuhan Yang Maham Tahu dan tidak sibuk dengan hal lain.[81] Dalam sebagian ayat juga dijelaskan tentang Istigfar para Nabi as dan Malaikat.

Ada sekitar 30 ayat yang menegaskan Istigfar para Nabi as untuk dirinya. Mengingat mereka terjaga dari segala dosa (maksum) maka Istigfar mereka bukan bermakna permohonan ampunan atas dosa-dosa.[82]

Syi'ah dan banyak dari fukaha sahabat Malik, Nukman bin Tsabit dan Muhammad bin Idris bin Abbas bin Usman bin Syafi' (Syafii) memandang para Nabi as suci dari semua dosa bahkan dosa-dosa kecil (Shaghair), sebab semua manusia diperintahkan mengikuti ucapan dan perbuatan mereka, dan perintah ini tidak relevan dengan pelaksanaan dosa sekalipun kecil dari mereka.[83]

Al-Qur'an juga memuji para Nabi as dengan sifat Mukhlashin (orang-orang yang dituluskan).[84] Sesuai ayat 82 dan 83 surah Shad[85] setan tidak ada jalan untuk menyesatkan hamba-hamba yang Mukhlash. Oleh sebab itu, permohonan ampunan para Nabi as dapat dijelaskan dari berbagai segi.

Sebab-sebab Istigfar Para Nabi as

  • Istigfar para Nabi as merupakan satu bentuk pengajaran kepada umat manusia sehingga dengan perantara permohonan ampunan disamping mereka dapat menutupi dosa-dosanya juga bisa menarik rahmat Ilahi untuk dirinya.[86]
  • Maksud dari Istigfar mereka adalah "Tarki Aula" [87]; yakni mengerjakan perbuatan baik dengan meninggalkan perbuatan yang lebih baik.
  • Maksud Istigfar para Nabi as adalah Istigfar mereka atas dosa-dosa umatnya.[88] Makna ini juga dinukil khusus berkenaan dengan Nabi terakhir saw.[89]
  • Istigfar para Nabi as sebagai penolakan dan antisipasi, sedangakn Istigfar orang lain untuk pengampunan dosa-dosa yang mereka lakukan.[90]
  • Karena dakwah para Nabi as termasuk Nabi terakhir saw memiliki pelbagai pengaruh yang dipangdang masyarakat berbahaya dan menakutkan serta dikira sebagai dosa/kesalahan, maka para Nabi as memohon kepada Allah supaya pengaruh-pengaruh ini ditutupi dari pandangan mereka sehingga mereka tidak memandang para Nabi as pendosa, sebagaimana penduduk Mekah mengira Rasulullah saw pengajak perang dan tidak hormat pada sunah-sunah mereka.

Akan tetapi, setelah perdamaian Hudaibiyah dan pembukaan kota Mekah baru jelas hakikat bagi mereka sebagaimana yang disinyalir dalam surah Asy-Syu'ara ayat 14 berkenaan dengan Nabi Musa bin Imran as «لَهُم عَلَی ذَنبٌ»; "Aku berdosa terhadap mereka", padahal pembunuhan lelaki Qibthi bukan dosa tapi menolong orang yang terzalimi. Namun, di mata masyarakat hal itu dianggap dosa. Dan permohonan ampunan Nabi Musa as bermakna bahwa perkara ini tetap ditutup bagi masyarakat sehingga beliau tidak dianggap berdosa.[91] Pada ayat 129 surah Al-A'raf: قالوا اُوذینا مِن قَبلِ اَن تَأتِینا ومِن بَعدِ ما جِئتَنا; "Mereka (kaum Musa) berkata,"Kami telah ditindas sebelum engkau datang keapada kami dan setelah engkau datang",juga dijelaskan bahwa kaum nabi Musa as menganggap beliau sebagai penyebab mereka tersakiti.

Istigfar Para Nabi As dan Maqam Nubuwwah

Selain makna-makna di atas, sebagian ahli tafsir dengan melihat kedudukan agung mereka menerangkan Istigfar para Nabi as demikian:

  • Para Nabi as sebagaimana manusia lain untuk kehidupan alami mereka terpaksa menggunakan sebagian waktunya untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan materinya seperti makan, minun dsb. Sesuai kadar waktu ini mereka telah tertinggal dalam perjalanan spiritualnya menuju Tuhan, oleh karena itu mereka memohon ampunan kepada Allah.[92]
  • Para Nabi as dalam Istigfarnya pada Allah menghendaki agar tidak memperhatikan kepada selain-Nya seperti malaikat, wahyu atau maqam-maqam maknawiyah mereka sebab mementingkan perkara-perkara ini di hadapan Allah akan menjadi penutup untuk melihat Allah.[93]
  • Karena para Nabi setiap saat melangkah menuju maqam-maqam yang lebih tinggi, maka pada setiap tingkat dari tingkat sebelumnya mereka beristigfar.[94]

Makna-makna di atas mengenai Istigfar juga berlaku bagi para Maksumin As sebab mereka juga banyak beristigfar, seperti Istigfarnya Imam Ali as dalam doa Kumail dan Imam Sajjad as dalam doa Abu Hamzah Al-Tsumali.[95]

Pandangan Ahlusunah

Istigfar para Nabi menurut sebagian Ahlusunah bahkan bagi yang memungkinkan mereka berbuat dosa besar bermakna permohonan supaya dosa-dosa besar tersebut diganti dengan dosa-dosa kecil atau permohonan supaya mereka dijaga dari melakukan dosa-dosa kecil yang terus-terusan.[96]

Kelompok lain dari mereka dengan menafikan kemungkinan para Nabi melukakan dosa besar, mengartikan Istigfar mereka dengan permohonan ampunan dari dosa-dosa kecil yang mereka lakukan sebelum atau sesudah pengutusan mereka.[97] sehingga dengan cara ini disamping mereka dapat menutupi kesalahan-kesalahan, juga pahala perbuatan mereka tidak berkurang.[98]

Sebagian lagi memandang Istigfar mereka Istigfar dari kelupaan yang mungkin terjadi pada mereka.[99]

Istigfar Para Malaikat

Sesuai ayat 5 surah Syura[100] dan ayat 7 surah Ghafir[101] para Malaikat memohonkan ampunan untuk penduduk bumi. Pada dua ayat di atas diterangkan soal Istigfar mereka untuk orang lain dan sama sekali tidak tersurat dalam Al-Qur'an tentang istigfar mereka untuk dirinya. Sebagian ahli tafsir memandang alasan mereka tidak memohon ampunan untuk dirinya karena mereka suci dari segala dosa.[102] dan sebagian yang lain meyakini itu sebagai penjagaan adab dimana pendoa melupakan dirinya dan mengingat orang lain.[103] Akan tetapi, pandangan ini tidak selaras dengan perintah Allah untuk Rasul-Nya supaya mengedepankan Istigfar untuk dirinya atas Istigfar untuk orang lain.[104] Kecuali dikatakan bahwa maksudnya adalah Istigfar para Malaikat untuk orang lain setelah Istigfar mereka untuk diri mereka sendiri.[105] Justifikasi ini juga melazimkan pentakdiran dan pembuangan serta malanggar prinsip dan zhahir.

Dilarangnya Istigfar Untuk Orang-orang Musyrik

Ayat 113 surah At-Taubah[106] melarang Nabi saw dan orang-orang mukmin memohonkan ampunan untuk orang-orang musyrik. Pelarangan ini disebabkan karena tiadanya pengaruh Istigfar untuk orang-orang musyrik[107] dan sia-sianya Istigfar untuk mereka.[108] Sebagian ulama memandang pelarangan Istigfar untuk orang-orang musyrik karena di antara mereka yang condong pada iman dan Islam terdapat mafsadah. Sebab, bila Istigfar untuk mereka diterima maka akan muncul dugaan bahwa dalam hal ini orang-orang mukmin tidak lebih baik daripada orang-orang musyrik.[109] Dari sisi lain, Istigfar adalah satu bentuk penampakan kecintaan kepada orang-orang musyrik dan sebuah ikatan dengan mereka. Dan banyak dari hal-hal ini dilarang.[110]

Asbab Nuzul Pelarangan

Berkaitan dengan sebab turunnya ayat 113 surah At-Taubah dimuat bahwa sekelompok kaum muslimin bertanya pada Rasulullah saw: apakah Anda tidak memohonkan ampunan kepada Allah untuk nenek moyang kami yang telah meninggal di jaman jahiliyah? Dengan menurunkan ayat tersebut, Allah menjawab mereka bahwa Nabi saw dan orang-orang mukmin tidak berhak memohonkan ampunan (Istigfar) untuk orang-orang musyrik.[111]

Pada sebab nuzul yang lain dalam sumber Syi'ah dan Ahlusunah disebutkan bahwa saat Ali as mendengar permohonan ampunan seorang muslim untuk ayah dan ibunya yang musyrik, protes padanya. Orang itu berkata: lalu bagaimana nabi Ibrahim as memohonkan ampunan kepada Allah untuk kedua orang tuanya? Ali as menyampaikan pertanyaan orang itu kepada Rasulullah saw, lalu turunlah ayat 113 dan 114 surah At-Taubah.[112]

Lemahnya Asbab Nuzul

Pada sebab nuzul yang lain diyakini bahwa maksud dari Istigfar itu adalah Istigfar Rasulullah saw untuk Abu Thalib[113] atau untuk Aminah[114] padahal sebab nuzul ini dengan berbagai dalil ditolak oleh para peneliti. Di antaranya:

  • Riwayat tersebut lemah, sebab dinukil oleh Said bin Musayyib yang dicela oleh sebagian sumber rijal dan tidak mau dikomentari oleh sebagian sumber rijal yang lain[115] dan sebagian ahli rijal menonvalidkan riwayat Said bin Musayyib karena benci kepada Ahlulbait as.[116]
  • Hal yang masyhur bahkan diterima bahwa surah At-Taubah turun pada tahun ke-9 H, sementara wafatnya Abu Thalib terjadi pada tahun ke-10 bi'tsah.[117] Oleh karena itu, sebab nuzul di atas dilihat dari segi waktu kontradiktif sehingga sebagian tafsir dalam mencari solusi memberikan justifikasi tertolak, seperti turunnya ayat ini dua kali[118] atau mereka mengemukakan bolehnya Istigfar Nabi saw untuk Abu Thalib sejak wafatnya hingga masa turunnya ayat.[119]

Namun mereka tidak menyinggung soal point ini bahwa bagaimana Nabi saw bertahun-tahun menunjukkan kecintaannya kepada pamannya yang musyrik, padahal Allah swt dengan tegas dan berkali-kali melarangnya mencintai orang-orang musyrik.[120]

  • Pada sebagian sebab nuzul ini Abu Thalib menyatakan, aku berada pada agama Abdul Muththalib, dan kebertauhidan Abdul Muththalib menurut Syi'ah dan banyak dari Ahlusunah hal yang diterima.[121]

Demikian juga dinukil dari Abbas bin Abdul Mutthalib bahwa Abu Thalib sebelum wafatnya berikrar akan tauhid dan risalah kenabian,[122] dan syair-syairnya menguatkan masalah ini.[123]

Sebagian ulama meyakini Abu Thalib menyembunyikan imannya sehingga dengan cara ini ia bisa melindungi Rasulullah saw lebih baik.[124] Dalam riwayat Ahlulbaiat as Abu Thalib diserupakan dengan Ashabul Kahfi[125] dan Mukmin Al Firaun.[126] Imam Ridha as berkata kepada Aban bin Taglib, "Jika kamu tidak yakin pada imam Abu Thalib, berarti ia di dalam neraka".[127]

Istigfar Nabi Ibrahim as Untuk Azar

Setelah Al-Qur'an al-Karim melontarkan pelarangan Istigfar untuk orang-orang musyrik pada ayat 113 surah At-Taubah, kini menyinggung rahasia Istigfar Nabi Ibrahim as untuk Azar. Permohonan ampunan ini terjadi ketika Ibrahim masih mengharap keimanan Azar. Oleh sebab ini, untuk menuntun Azar pada jalan yang lurus beliau berjanji padanya untuk memohonkan ampunan dan menepati janji ini. Akan tetapi, setelah jelas permusuhannya pada Allah beliau lepas tangan darinya.[128] Dalam kandungan riwayat-riwayat terkait maslah ini dijelaskan bahwa Ibrahim as menjadikan imannya Azar sebagai syarat Istigfar untuknya, dan setelah jelas bagi Ibrahim as permusuhan Azar pada Allah, maka ia lepas tangan darinya.[129]

Tidak Berpengaruhnya Istigfar Untuk Orang-orang Munafik

Ada dua ayat dalam Al-Qur'an mengenai tiadanya pengaruhan Istigfar untuk orang-orang munafik.[130][131]

Dalam ayat-ayat, alasan ketidakberpengaruhan itu adalah pengingkaran (kufr) mereka kepada Allah swt dan Rasul-Nya dan tidakadanya potensi hidayah pada kelompok orang-orang fasik.[132] Mengingat bahwa orang-orang munafik bertekak pada keyakinan batilnya dan tingkah lakunya yang buruk yang hal ini juga menjadi penghalang diterimanya Istigfar[133], bagaimana mungkin Istigfar untuk mereka berpengaruh?

Banyak dari tafsir-tafsir Ahlusunah, dengan menukil riwayat-riwayat, meyakini bahwa Istigfar Rasulullah saw untuk orang-orang munafik menjadi sebab turunnya ayat 80 surah At-Taubah.[134]

Pendapat ini dari dua segi tertolak:

  • Ayat-ayat surah At-Taubah turun di akhir umur Nabi saw, sementara semua surah Makki dan kebanyakan surah-surah dan ayat-ayat Madani turun sebelum itu. Kalau ini direnungkan maka tidak mungkin ada harapan orang-orang kafir dan munafik bisa selamat, dan tidak bisa dibayangkan bahwa keadaan mereka tidak diketahui oleh Rasulullah saw atau beliau tidak tahu akan ketidakberpengaruhan Istigfar untuk mereka sehingga beliau bersikeras memohonkan ampunan untuk mereka.
  • Mengingat upaya keras kaum munafiqin untuk tetap pada keyakinan batilnya, maka memohonkan ampunan untuk mereka justru memotivasi mereka untuk meneruskan cara dan keyakinan batil mereka. Bagaimana mungkin perbuatan ini dilakukan oleh Rasulullah saw?.[135]

Catatan Kaki

  1. Syamsul Ulum, jld.8, hlm. 4982
  2. Lisan al- Arab, jld.5, hlm.26. al-Nihayah, jld. 3, hlm.373, (غفر)
  3. Mufradat, hlm.609
  4. Kasyful Asrar, jld.2, hlm. 46
  5. al-Tahrir wa al-Tanwir, jld.4, hlm. 92. Mufradat, hlm. 609
  6. al-Akssyaf, jld.2, hlm.402
  7. al-tafsir al-Kabir, jld.15, hlm.158
  8. Majmaul Bayan, jld.2, hlm. 714
  9. Farhangge Fegh, jld. 1, hlm. 439
  10. Farhangge Fegh, jld. 1, hlm. 439
  11. Dairah al-Ma'arif Qurane Karim, jld. 3, hlm. 134
  12. Q.S. Al-Baqarah: 58; Al-A'raf: 161
  13. واسْتَغْفِرُوا رَبَّکمْ ثُمَّ تُوبُوا إِلَیهِ إِنَّ رَبِّی رَحِیمٌ وَدُودٌ;"Danmohonlah ampunan kepada Tuhanmu, kemudian bertobatlah kepada-Nya. Sungguh, Tuhanku Maha Penyayang, Maha Pengasih". [Q.S. Hud: 90]
  14. Q.S. و َیا قَوْمِ اسْتَغْفِرُوا رَبَّکمْ ثُمَّ تُوبُوا إِلَیهِ یرْسِلِ السَّماءَ عَلَیکمْ مِدْراراً وَ یزِدْکمْ قُوَّةً إِلی قُوَّتِکمْ و َلاتَتَوَلَّوْا مُجْرِمِینَ; "Dan (Hud berkata): "wahai kaumku!Mohonlah ampunan kepada Tuhanmu lalu bertobatlah kepada-Nya, niscaya Dia menurunkan hujan yang sangat deras, Dia akan menambahkan kekuatan di atas kekuatanmu, dan janganlah kamu berpaling menjadi orang yang berdosa".[Hud: 52]
  15. فَقُلْتُ اسْتَغْفِرُ وا رَ بَّکمْ إِنَّهُ کانَ غَفَّارً ا ﴿۱۰﴾یرْ سِلِ السَّمَاءَ عَلَیکم مِّدْرَ ارً ا ﴿۱۱﴾ وَیمْدِدْکم بِأَمْوَالٍ وَبَنِینَ وَیجْعَل لَّکمْ جَنَّاتٍ وَیجْعَل لَّکمْ أَنْهَارً ا ﴿۱۲﴾; "Maka aku berkata,"Mohonlah ampunan kepada Tuhanmu, sungguh Dia Maha penganpun. Niscaya Dia akan menurunkan hujan yang lebat dari langit kepadamu.dan Dia memperbanyak harta dan anak-anakmu, dan mengadakan kebun-kebun untukmu dan mengadakan sungai-sungai untukmu".[Q.S. Nuh:10-12]
  16. وَإِذَا قِیلَ لَهُمْ تَعَالَوْا یسْتَغْفِرْ لَکمْ رَ سُولُ اللَّهِ لَوَّوْا رُ ءُوسَهُمْ وَرَ أَیتَهُمْ یصُدُّونَ وَهُم مُّسْتَکبِرُون. سَوَاءٌ عَلَیهِمْ أَسْتَغْفَرْ تَ لَهُمْ أَمْ لَمْ تَسْتَغْفِرْ لَهُمْ لَن یغْفِرَ اللَّهُ لَهُمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ لَا یهْدِی الْقَوْمَ الْفَاسِقِینَ; "Dan apabila dikatakan kepada mereka, "Marilah(beriman), agar Rasulullah memohonkan ampunan bagimu", mereka membuang muka dan engkau lihat mereka berpaling dengan menyombongkan diri. Sama saja bagi mereka, engkau(Muhammad) memohonkan ampunan untuk mereka atau tidak engkau mohonkan ampunan bagi mereka, Allah tidak akan mengampuni mereka; sesungguhnya Allah tidak akan memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik".[Q.S. al-Munafiqun: 5-6]
  17. وَبِالْأَسْحَارِ هُمْ یسْتَغْفِرُ ونَ; "Dan pada akhir malam mereka memohon ampunan (kepada Allah)".[Q.S. al-Dzariyat: 18]
  18. Al-Kafi, jld. 2, hlm. 504, hadis no. 2, penerbit al-Islamiah
  19. al-Kafi, jld. 2, hlm. 437
  20. al-Mu'jam al-Mufahras, hlm. 634, غفر
  21. Q.S. Al-Maidah: 74
  22. Nahjul Balaghah, Khutbah no. 193
  23. Al-Mu'jam al-Ihshai,, jld.3, hlm.1058, غفر
  24. [Q.S. Ghafir: 7]
  25. [Q.S. Syura:5]
  26. Tafsir Nemuneh, jld. 2, hlm. 463
  27. «... لِلَّذینَ اتَّقَوا... اَلَّذینَ یقولونَ رَبَّنا اِنَّنا ءامَنّا فَاغفِر لَنا» ;[Q.S Al-Imran: 15-16]
  28. Wasail al-Syi'ah, jld. 7, hlm.180
  29. Al-Urwah al-Wutsqa, jld.1, hlm.683
  30. Al-Urwah al-Wutsqa, jld.1, hlm.658
  31. Al-Urwah al-Wutsqa, jld.1, hlm.699
  32. Jawahir al-Kalam, jld.7, hlm.33
  33. Jawahir al-Kalam, jld. 4, hlm., 289, 307 dan 323
  34. Jawahir al-kalam, jld. 12, hlm.131
  35. Wasail al-Syi'ah, jld. 10, hlm.304
  36. Jawahir al-kalam, jld.33, hlm.193
  37. Manasike Maraji', masalah 372 dan 377
  38. Jawahir al-Kalam, jld. 33, hlm. 295
  39. Jahawir al-Kalam, jld.33, hlm.160-163
  40. Jahawir al-Kalam, jld.12, hlm.34-47, dan jld.12, hlm.88
  41. Jahawir al-Kalam, jld. 22, hlm.72; Misbah al-Faqahah, jld.1, hlm.519-522
  42. [Q.S. Al-Taubah: 113]
  43. Jawahir al-Kalam, jld. 12, hlm.47-51
  44. ثَکلَتْك أُمُّك! أَتَدْرِی مَا الاِسْتِغْفَارُ؟ اِنَّ الاِسْتِغْفَارُ دَرَجَةُ الْعِلِّیینَ، وَ هُوَ اسْمٌ وَاقِعٌ عَلَی سِتَّةِ مَعَانٍ؛ أَوَّلُهَا: النَّدَمُ عَلَی مَا مَضَی؛ وَ الثَّانِی: الْعَزْمُ عَلَی تَرْك الْعَوْدِ إِلَیهِ أَبَدا؛ وَ الثَّالِثُ: أَنْ تُؤَدِّی إِلَی الْمَخْلُوقِینَ حُقُوقَهُمْ حَتَّی تَلْقَی اللَّهَ عَزَّ وَ جَلَّ أَمْلَسَ لَیسَ عَلَیك تَبِعَةٌ؛ وَ الرَّابِعُ: أَنْ تَعْمِدَ إِلَی کلِّ فَرِیضَةٍ عَلَیك ضَیعْتَهَا فَتُؤَدِّی حَقَّهَا وَالْخَامِسُ: أَنْ تَعْمِدَ إِلَی اللَّحْمِ الَّذِی نَبَتَ عَلَی السُّحْتِ فَتُذِیبَهُ بِالْأَحْزَانِ، حَتَّی تُلْصِقَ الْجِلْدَ بِالْعَظْمِ وَ ینْشَاءَ بَینَهُمَا لَحْمٌ جَدِیدٌ؛ السَّادِسُ: أَنْ تُذِیقَ الْجِسْمَ أَلَمَ الطَّاعَةِ کمَا أَذَقْتَهُ حَلاَوَةَ الْمَعْصِیةِ فَعِنْدَ ذَلِك تَقُولُ: أَسْتَغْفِرُ الله.
  45. Nahjul Balaghah, hikmah no. 409
  46. Penelitian Baqirul Ulum
  47. Penelitian Baqirul Ulum
  48. Q.S. Hud: 61
  49. Q.S. Ghafir: 60
  50. Nur al-Tsaqalain, jld. 5, hlm.38; al-Burhan, jld. 5, hlm.65
  51. al-Mu'jam al-Mufahras, hlm. 634,"غفر"
  52. الصَّابِرِ ینَ وَالصَّادِقِینَ وَالْقَانِتِینَ وَالْمُنفِقِینَ وَالْمُسْتَغْفِرِ ینَ بِالْأَسْحَارِ ; "Orang yang sabar, orang yang benar, orang yang taat, orang yang menginfakkan hartanya, dan orang yang memohon ampunan pada waktu sebelum fajar"[Q.S.Al Imran: 17
  53. وَبِالْأَسْحَارِ هُمْ یسْتَغْفِرُ ونَ [Q.S.Al-Dzariyat:18]
  54. Q.S. Yusuf: 98
  55. Jahawir al-Kalam, jld.23, hlm. 132. [Q.s. Nuh: 10-12]; [Q.S.Hud: 52]; [Q.S. al-A'raf: 96]; dan [Q.S. al-Anfal: 33]
  56. وَمَا کانَ اللَّهُ لِیعَذِّبَهُمْ وَأَنتَ فِیهِمْ ۚ وَمَا کانَ اللَّهُ مُعَذِّبَهُمْ وَهُمْ یسْتَغْفِرُ ونَ; "Allah tidak akan menghukum mereka, selma engkau (Muhammad) berada di antara mereka. Dan tidaklah (pula) Allah akan menghukum hmereka, sedang mereka (masih) memohon ampunan"
  57. Tafsir Nemuneh, jld. 7, hlm. 154-155
  58. Nahjul Balaghah, Hikmah no. 88
  59. فَقُلْتُ اسْتَغْفِرُ وا رَ بَّکمْ إِنَّهُ کانَ غَفَّارً; "Aku berkata (kepada mereka), "Mohonlah ampunan kepada Tuhanmu. Sungguh, dia Maha Pengampun""
  60. [Q.S. An-Nisa:110]
  61. [Q.S. Hud: 90]
  62. Jami' al-Bayan, jld.4, hlm. 371
  63. Uddah al-Dai, hlm. 265
  64. فَقُلْتُ اسْتَغْفِرُ وا رَ بَّکمْ إِنَّهُ کانَ غَفَّارً ا﴿۱۰﴾یرْ سِلِ السَّمَاءَ عَلَیکم مِّدْرَ ارً ا﴿۱۱﴾ وَیمْدِدْکم بِأَمْوَالٍ وَبَنِینَ وَیجْعَل لَّکمْ جَنَّاتٍ وَیجْعَل لَّکمْ أَنْهَارً ا﴿۱۲﴾;"Maka aku berkata,"Mohonlah ampunan kepada Tuhanmu, sungguh Dia Maha penganpun. Niscaya Dia akan menurunkan hujan yang lebat dari langit kepadamu.dan Dia memperbanyak harta dan anak-anakmu, dan mengadakan kebun-kebun untukmu dan mengadakan sungai-sungai untukmu"
  65. Majma' al-Bayan, jld.10, hlm.543; al-Tafsir al-Kabir,jld.30, hlm.137; al-Mizan, jld. 10, hlm. 300
  66. وَأَنِ اسْتَغْفِرُ وا رَ بَّکمْ ثُمَّ تُوبُوا إِلَیهِ یمَتِّعْکم مَّتَاعًا حَسَنًا إِلَیٰ أَجَلٍ مُّسَمًّی وَیؤْتِ کلَّ ذِی فَضْلٍ فَضْلَهُ ۖ وَإِن تَوَلَّوْا فَإِنِّی أَخَافُ عَلَیکمْ عَذَابَ یوْمٍ کبِیرٍ;"dan hendaklah kamu memohon ampunan kepada Tuhanmu dan bertobat kepada-Nya, niscaya Dia akan memberi kenikmatan yang baik kepadamu sampai yang telah ditentukan. Dan Dia akan memberikan karunia-Nya kepada setiap orang yang berbuat baik. Dan jika kamu berpaling, maka sungguh aku takut kamu akan ditimpa azab pada hari yang besar"
  67. Tafsir Qurtubi, jld.9, hlm. 4
  68. Majma' al-Bayan, jld.10, hlm. 543
  69. یا أَیهَا الَّذِینَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَابْتَغُوا إِلَیهِ الْوَسِیلَةَ وَجَاهِدُوا فِی سَبِیلِهِ لَعَلَّکمْ تُفْلِحُونَ;"Wahai orang-orang yang beriman!Bertakwalah kepada Allah dan carilah wasilah untuk mendekatkan diri kepada-Nya, dan berjihadlah di jalan-Nya agar kamu beruntung".[Q.S. Al-Maidah:35]
  70. وَمَا أَرْ سَلْنَا مِن رَّ سُولٍ إِلَّا لِیطَاعَ بِإِذْنِ اللَّهِ ۚ وَلَوْ أَنَّهُمْ إِذ ظَّلَمُوا أَنفُسَهُمْ جَاءُوک فَاسْتَغْفَرُ وا اللَّهَ وَاسْتَغْفَرَ لَهُمُ الرَّ سُولُ لَوَجَدُوا اللَّهَ تَوَّابًا رَّ حِیمًا; "Dan Kami tidak mengutus seorang Rasul melainkan untuk ditaati dengan izin Allah. Dan sungguh, sekiranya mereka setelah menzalimi dirinya datang kepadamu(Muhammad), lalu memohon ampunan kepada Allah, dan Rasul pun memohonkan ampunan untuk mereka, niscaya mereka mendapati Allah Maha Penerima tobat, Maha Penyayang".[Q.S. An-Nisa:64]
  71. فَاعْلَمْ أَنَّهُ لَا إِلَٰهَ إِلَّا اللَّهُ وَاسْتَغْفِرْ لِذَنبِک وَلِلْمُؤْمِنِینَ وَالْمُؤْمِنَاتِ ۗ وَاللَّهُ یعْلَمُ مُتَقَلَّبَکمْ وَمَثْوَاکمْ;"Maka ketahuilah, bahwa tidak ada Tuhan selain Allah, dan mohonlah ampunan atas dosamu dan atas (dosa) orang-orang mukmin, laki-laki maupun perempuan. Dan Allah mengetahui tempat usaha dan tempat tinggalmu".[Q.S. Muhammad:19]
  72. رَ بَّنَا اغْفِرْ لِی وَلِوَالِدَی وَلِلْمُؤْمِنِینَ یوْمَ یقُومُ الْحِسَابُ;"Ya Tuhan kami, ampunilah aku dan kedua ibu-bapakku dan semua orang yang beriman pada hari diadakan perhitungan".[Q.S. Ibrahim: 41]
  73. رَّ بِّ اغْفِرْ لِی وَلِوَالِدَی وَلِمَن دَخَلَ بَیتِی مُؤْمِنًا وَلِلْمُؤْمِنِینَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَلَا تَزِدِ الظَّالِمِینَ إِلَّا تَبَارً; "Ya Tuhanku, ampunilah aku, ibu-bapakku, dan siapa pun yang memasuki rumahku dengan beriman dan semua orang-orang mukmin, laki-laki maupun perempuan. Dan janganlah Engkautambahkan bagi orang-orang yang zalim selain kehancuran".[Q.S. Nuh:28]
  74. قَالَ رَ بِّ اغْفِرْ لِی وَلِأَخِی وَأَدْخِلْنَا فِی رَ حْمَتِک ۖ وَأَنتَ أَرْ حَمُ الرَّ احِمِینَ; "Dia (Musa) berdoa, Ya tuhanku, ampunilah aku dan saudaraku dan masukkanlah kami ke dalam rahmat-Mu, dan Engkau Maha Penyayang dari semua penyayang".[Q.S. Al-A'raf: 151]
  75. [Q.S. Ibrahim:14, dan al-Hasyr: 10]
  76. مَا کانَ لِلنَّبِی وَالَّذِینَ آمَنُوا أَن یسْتَغْفِرُ وا لِلْمُشْرِ کینَ وَلَوْ کانُوا أُولِی قُرْ بَیٰ مِن بَعْدِ مَا تَبَینَ لَهُمْ أَنَّهُمْ أَصْحَابُ الْجَحِیمِ [Q.S. Al-Araf:113]
  77. Tafsir Nemuneh, jld.3, hlm.452
  78. قَالُوا یا أَبَانَا اسْتَغْفِرْ لَنَا ذُنُوبَنَا إِنَّا کنَّا خَاطِئِینَ﴿۹۷﴾قَالَ سَوْفَ أَسْتَغْفِرُ لَکمْ رَ بی‌ۖ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّ حِیمُ﴿۹۸﴾; "mereka berkata, "Wahai ayah kami! Mohonkanlah ampunan untuk kami atas dosa-dosa kami, sesungguhnya kami adalah orang yang bersalah". (Ya'qub) berkata, "Aku akan memohonkan ampunan bagimu kepada Tuhanku. Sungguh Dia Yang Maha Penganpun, Maha Penyayang".
  79. رَبَّنا فَاغفِر لَنا ذُنوبَنا; "Ya Tuhan kami, ampunilah dosa-dosa kami".[Q.S. Al-Imran:193]
  80. کأَین مِّن نَّبِی قَاتَلَ مَعَهُ رِ بِّیونَ کثِیرٌ فَمَا وَهَنُوا لِمَا أَصَابَهُمْ فِی سَبِیلِ اللَّهِ وَمَا ضَعُفُوا وَمَا اسْتَکانُوا ۗ وَاللَّهُ یحِبُّ الصَّابِرِ ینَ﴿۱۴۶﴾وَمَا کانَ قَوْلَهُمْ إِلَّا أَن قَالُوا رَ بَّنَا اغْفِرْ لَنَا ذُنُوبَنَا وَإِسْرَ افَنَا فِی أَمْرِ نَا وَثَبِّتْ أَقْدَامَنَا وَانصُرْ نَا عَلَی الْقَوْمِ الْکافِرِ ینَ﴿۱۴۷﴾; "'"Dan betapa banyak nabi yang berperang didampingi sejumlah besar dari pengikut(nya) yang bertakwa. Mereka tidak menjadi lemah karena bencana yang menimpanya di jalan Allah, tidak patah semangat dan tidak pula meyerah (kepada musuh). Dan Allah mencintai orang-orang yang sabar. Dan tidak lain ucapan mereka hanyalah doa, "Ya Tuhan kami, ampunilah dosa-dosa kami dan tindakan-tindakan kami yang berlebihan dalam urusan kami dan tetapkanlah pendirian kami, dan tolonglah kami terhadap orang-orang kafir"[Q.S. Al-Imran:146-147]
  81. Al-Mizan, jld.4, hlm.41
  82. Al-Mizan, jld. 6, hlm. 368, dan jld.18, hlm. 254
  83. Tafsir Qurtubi, jld. 1, hlm.211; al-Mizan, jld.6, hlm.367
  84. [Q.S. Shad: 51]
  85. فَبِعِزَّتِکَ لاَغوینَّهُم اَجمَعین اِلاّ عِبادَکَ مِنهُمُ المُخلَصین;"Demi kemulian-Mu, pasti aku akan menyesatkan mereka semuanya, kecuali hamba-hamba-Mu yang terpilih diantara mereka".[Q.S. Shad:82-83]
  86. Al-Taubah fi Dhau' Al-Qur'an, hlm.194 dan 284 dan 303
  87. Al-Tafsir al-Kabir, jld.28, hlm.61; Ruh al-Ma'ani, jld.14, juz 26, hlm.84; Tafsir Nemuneh, jld.21,hlm.452
  88. Al-Tafsir al-Kabir, jld.32, hlm. 162. Ruh al-Ma'ani, jld.16, juz, 30, hlm.463. Tanzih Anbiya', hlm.178
  89. Al-Tafsir al-Kabir, jld.32, hlm. 162. Ruh al-Ma'ani, jld.16, juz 30, hlm. 463
  90. Al-Furqan, jld.23, hlm 406. Al-Bashair, jld.30, hlm. 227 dan 236
  91. Tafsir Nemuneh, jld.22, hlm. 19, 21; al-Mizan, jld. 18, hlm.254
  92. Tafsir wa Naqd wa Tahlile Matsnawi, jld.10, hlm. 619; Kasyf al-Ghummah, hlm. 255; al-Mizan, jld. 6, hlm.366
  93. Tafsir Maudhui, jld.11, jlm.160
  94. Ruh al-Ma'ani, jld.14, juz 26 hlm. 84, dan jld.16, juz 30, hlm. 463; al-Tafsir al-Kabir, jld. 32, hlm.162
  95. Mishbah al-Mutahajjid, hlm. 405, 584
  96. Tafsir al-Kabir, jld. 32, hlm. 162
  97. Kasyf al-Asrar, jld. 9, hlm. 191
  98. Al-Tafsir al-Kabir, jld. 32, hlm. 162
  99. Ruh al-Ma'ani, jld. 16, juz 30, hlm.463
  100. ویستَغفِرونَ لِمَن فِی الاَرضِ; "Dan mereka memohonkan ampunan untuk penduduk bumi"
  101. یستَغفِرونَ لِلَّذینَ ءامَنوا; "Mereka memohonkan ampunan untuk orang-orang yang beriman"
  102. Al-Tafsir al-Kabir, jld.27, hlm.146; al-Furqan, jld.23, hlm. 406
  103. Al-Furqan, jld.23, hlm.406
  104. واستَغفِر لِذَنبِکَ ولِلمُؤمِنینَ ; "Mohonlah ampunan untuk dosamu dan orang-orang yang beriman" [Q.S. Muhammad: 19]
  105. Al-Furqan, jld.23, hlm.406
  106. مَا کانَ لِلنَّبِی وَالَّذِینَ آمَنُوا أَن یسْتَغْفِرُ وا لِلْمُشْرِ کینَ وَلَوْ کانُوا أُولِی قُرْ بی‌مِن بَعْدِ مَا تَبَینَ لَهُمْ أَنَّهُمْ أَصْحَابُ الْجَحِیمِ
  107. [Q.S. Surah An-Nisa: 48-116]
  108. Al-Mizan, jld.9, hlm.351
  109. Al-Tahrir wa al-Tanwir, jld.11, hlm. 44
  110. Nemuneh, jld.8, hlm.155
  111. Majma' al-Bayan, jld.5, hlm.115; Nemuneh. Jld. 8, hlm. 155
  112. Jami' al-Bayan, jld.7, juz 11, hlm.60; al-Tafsir al-Kabir, jld.16, jlm.209; Tafsir Ayyasyi, jld.2, hlm.114
  113. Jami' al-Bayan, jld.7, juz 11, hlm.56-56; al-Tafsir al-Kabir, jld.16, hlm.208; Tafsir Qurtubi, jld.8, hlm.173
  114. al-Kassyaf, jld.2, hlm.315; al-Tafsir al-Kabir, jld.16, hlm.208; al-Durr al-Mantsur, jld.4, hlm.302
  115. Mu'jam Rijal al-Hadits, jld.9, hlm.138 dan 145
  116. Nemuneh, jld.8, hlm.159; al-Ghadir, jld.8, hlm.56
  117. Al-Kassyaf, jld.2, hlm.315; al-Tafsir al-Kabir, jld.16, hlm.208; Tafsir Qurtubi, jld.8, hlm.173
  118. Tafsir al-Manar, jld. 11, hlm.57 dan 58; Nemuneh, jld.8, hlm.158
  119. Al-Tafsir al-Kabir, jld. 16, hlm.208
  120. Nemuneh jld.8, hlm.157-158; al-Ghadir, jld.8, hlm. 10-11
  121. Majlis al-Mukminin, jld.1, hlm.163, Awail al-Maqalat, hlm.45 dan 46
  122. Syarah Nahjul Balaghah, jld.14, hlm.266
  123. Asna al-Mathalib, hlm.37; al-Ghadir, jld.7, hlm.350, 384
  124. Asna al-Mathalib, hlm.33; Syarah Nahjul Balaghah, jld.14, hlm.274
  125. Al-Kafi, jld.1, hlm.448
  126. Jawahir al-Fiqh, hlm.249
  127. Bihar al-Anwar, jld.35, hlm.110 dan 153
  128. وما کانَ استِغفارُ اِبرهیمَ لاَبیهِ اِلاّ عَن مَوعِدَة وعَدَها اِیاهُ فَلَمّا تَبَینَ لَهُ اَنَّهُ عَدُوٌّ لِلّهِ تَبَرَّاَ مِنهُ اِنَّ اِبرهیمَ لاَوّاهٌ حَلیمٌ [Q.S. At-Taubah: 114]
  129. Nur al-Tsaqalain, jld.2, hlm.274; Tafsir Ayyasyi, jld.2, hlm.114; Bihar al-Anwar, jld.11, hlm.77 dan 88, jld.12, hlm. 15
  130. [Q.S. Al-Munafiqun:6]; [At-Taubah:80]
  131. Al-Tafsir al-Kabir, jld.16, hlm.148; al-Mizan, jld.9, hlm.351, 352
  132. [Q.S. At-Taubah: 80]
  133. [Q.S. Al-Imran:135]
  134. Al-Durr al-Mantsur, jld.4, hlm.254; al-Tafsir al-Kabir, jld.16, 147
  135. Al-Tafsir al-Kabir, jld.16, hlm.147. Al-Mizan, jld.9, hlm.354

Daftar Pustaka

  • Al-Qur'an.
  • Nahjul Balaghah.
  • Kulaini, Muhammad bin Ya'qub bin Ishak. Ushul al-Kafi.
  • Majlisi, Muhammad Baqir bin Muhammad Taqi. Bihar al-Anwar. Dar Ihya al-Turats al-Arabi, tanpa tempat.
  • Himyari, Nasywan bin Said. Syamsul Ulum wa Dawa' Kalam al-Arab min al-Kulum. Penyunting: Aryani, Mutahhar bin Ali, Abdullah bin Yusuf Muhammad dan Amri Husain. Damaskus: Darul Fikr.
  • Hasyimi Rafsanjani, Akbar. Tafsir Rahnama (metode baru dalam pemaparan pahaman-pahaman tematik Al-Qur'an). Riset: tim peneliti. Qom: Bustan Kitab Hauzah Ilmiah Qom, Daftar Tabighat Islami, Markas Budaya dan Maarif Al-Qur'an, 1427 H.
  • Ibnu Manzhur, Muhammad bin Mukarram. Lisan al-Arab (15 Jilid). Beirut: Darul Fikr li al-Thabaah wa al-Nasyr wa al-Tauzi', Dar Shadir.
  • Raghib Isfahani, Husain bin Muhammad. Mufradatu Alfazh Al-Qur'an. Beirut-Damaskus: Dar al-Qalam, .
  • Ibnu Atsir, Mubarak bin Muhamad. Al-Nihayah fi Gharib al-Hadits wa al-Tsar (5 Jilid). Qom: Institut Media Ismailiyan, 1408 H.
  • Iskandarani, Muhammad bin Ahmad. Kasyf al-Asrar al-Nuraniyah al-Quraniyah (2 Jilid). Beirut: Darul Kutub al-Ilmiah.
  • Shuqr, Ahmad. Manhaj al-Imam al-Thahir bin Asyur fi Tafsir al-Tahrir wa al-Tanwir. Kairo: al-Dar al-Mishriyah.
  • Dibawah pengawasan Makarim Syirazi, Nasir, Tafsir Nemuneh (tafsir dan penelitian baru tentang Al-Qur'an)(27 Jilid). Teheran: Darul Kutub al-Islamiah, 1421 H.
  • Zamakhsyari, Mahmud bin Umar. Al-Kassyaf an Haqaiq Ghawamish al-Tanzil wa Uyun al-Aqawil fi Wujuh al-Takwil (4 Jilid). Beirut: Darul Kitab al-Arabi.
  • Fakhrurrazi, Muhammad bin Umar. Al-Tafsir al-Kabir (32 Jilid). Beirut: Dar Ihya al-Turats al-Arabi.
  • Thabrani, Sulaiman bin Ahmad. Al-Tafsir al-Kabir Tafsir Al-Qur'an al-Azhim lil Imam al-Thabrani (4 Jilid). Arbad: Darul Kutub al-Tsaqafi.
  • Thabrisi, Fadhl bin Hasan. Majma' al-Bayan fi Tafsir Al-Qur'an (10 Jilid). Teheran: Nasir Khusru, 1413 H.
  • Huwaizi, Abdu Ali bin Jumah. Tafsir Nur al-Tsaqalain (5 jilid). Qom: Ismailiyan.
  • Hurr Amili, Muhammad bin Hasail. Tafshil Wasail al-Syi'ah ila Tahshili Masail al-Syari'ah (30 Jilid). Qom: Institut Al al-Bait As li Ihya al-Turats.
  • Thabathabai, Muhammad Husain. Tafsir al-Mizan (18 jilid). Teheran: Lembaga Keilmuan dan Pemikiran Allamah Thathabai.
  • Shahib Jawahir, Muhammad Hsan bin Baqir. Jahawir al-Kalam fi Syarh Syarayi' al-Islam (43 jilid). Beirut: Dar Ihya al-Turats al-Arabi, 1362 H.
  • Faidh Kasyani, Muhammad bin Syah Murtadha. Tafsir al-Shafi (5 jilid). Teheran: Pustaka al-Shadr.
  • Thabari, Muhammad bin Jarir. Jami' al-Bayan fi Tafsir Al-Qur'an (30 jilid). Beirut: Darul Makrifah.
  • Alusi, Mahmud bin Abdillah. Ruh al-Ma'ani fi Tafsir Al-Qur'an al-Azhim. Beirut: Darul Kutub al-Ilmiah.
  • Suyuthi, Abdurrahman bin Abi Bakar. Al-Durr al-Mantsur fi Tafsir Al-Qur'an bi al-Ma'tsur. Qom: Pustaka Ayatullah al-Uzma Mar'asyi Najafi.
  • Bahrani, Hasyim bin Sulaiman. Al-Burhan fi Tafsir Al-Qur'an (5 jilid). Qom: institut Bi'tsah.
  • Ibnu Fahad Hilli, Ahmad bin Muhammad. Uddah al-Da'i wa Najah al-Sa'i. Beirut: Darul Kitab al-Islami.
  • Subhani Tabrizi, Jakfar. Aine Wahabiyat (edisi 1). Qom: Daftar Intisyarati Islami, Jamiah Mudarrisin Hauzah Ilmiah Qom, 1405 H.
  • Husaini Nasab, Ridha. Syi'ah Pasukh Midahad. Teheran: penerbit Masy'ar, 1425 H.
  • Qiraati, Muhsin. Tafsir Nur (cetakan baru) (10 jilid). Teheran: Markaz Farhanggi Darsha-i az Quran, 1431 H.
  • Jakfari Tabrizi, Muhammad Taqi. Tafsir wa Naqd wa Tahlil Matsnawi Jalaluddin Muhammad Balkhi (15 jilid). Teheran: Islami, 1415 H.
  • Shadiqi Tehrani,Muhammad. Al-Furqan fi Tafsir Al-Qur'an bi Al-Qur'an wa al-Sunnah (30 jilid). Qom-Iran: Farhanggi Islami.
  • Muwahhidi, Abdullah. Tafsir Maudhui-e Quran. Daftari Nasyri Ma'arif, Iran.
  • Abu Hayyan Tauhidi, Ali bin Muhammad. Al-Bashāir wa al-Dzakhāir (10 jilid). Beirut: Dar Shadir.
  • Abdub, Syaikh Muhammad; Rasyid Ridha Muhammad. Tafsir al-Manar, Abad 4.
  • Qurtubi, Muhammad bin Ahmad. Tafsir Qurtubi (al-Jami' li Ahkam Al-Qur'an). Qom: Markaz Itthilaat wa Madarik Islami, 1430 H.
  • Khui, Abul Qasim. Mishbah al-Faqahah (Mausuah al-Imam al-Khui).Qom.
  • Abdul Baqi, Muhammad Fuad. Al-Mu'jam al-Mufahras li Alfazh Al-Qur'an al-Karim.
  • Thusi, Muhammad bin Hasan. Mishbah al-Mutahajjid (2 jilid). Teheran: al-Maktabah al-Islamiyah.
  • Syusytari, Nurullah bin Syarifuddin. Majalis al-Mukminin (2 jilid). Teheran: Islamiyah, 1418 H.
  • Jazri, Muhammad bin Muhammad. Asnal Mathalib fi Manaqib Sayyidina Ali bin Abi Thalib Karramallahu Wajhah. , Penyunting: Amini, Muhammad Hadi. Isfahan: Maktabah al-Imam Amiril Mukminin Alu As al-Ammah.
  • Ibnu Barraj, Abdul Aziz bin Nahrir. Jawahir al-Fiqh. Qom: Muassasah al-Nasyr al-Islami al-Tabi'ah li Jamaah al-Mudarrisin Qom.