Ihya

tanpa prioritas, kualitas: b
Dari wikishia

Ihya (bahasa Arab: إحياء الليل ) atau menghidupkan malam [1] (yaitu mengisi malam dengan doa dan ibadah) adalah salah satu anjuran penting bagi kaum Muslimin. Dalam hadis dianjurkan untuk menghidupkan malam-malam al-Qadr, malam pertama dari bulan Rajab, malam Nisfu Sya'ban, malam idul Fitri dan malam Idul Adha.

Menurut para mufassir, berdasarkan Surah Al-Muzammil dapat dipahami bahwa pada permulaan Islam, menghidupkan malam dengan maksud untuk melaksanakan salat malam telah diwajibkan bagi Nabi Muhammad saw dan kaum Muslimin kira-kira selama satu tahun. Menurut sebagian besar fukaha dan para mufasir serta berdasarkan kandungan ayat 1 sampai 3 dalam Surah Al-Muzammil, setelah kira-kira satu tahun hukum salat malam diwajibkan bagi Nabi Muhammad saw dan kaum Muslimin, Tuhan memberikan keringanan atas hukum ini dan hanya mewajibkan bagi Nabi saw saja, dan sebagai gantinya adalah anjuran untuk melakukan salat tahajud. [2]

Ihya dalam arti khusus

Ihya menurut istilah khusus bermakna menghidupkan malam dan tetap terjaga pada malam-malam tertentu dalam setahun dimana yang paling penting adalah malam Lailatul Qadar (malam-malam ke-19, 21 dan 23 bulan Ramadhan). [3] Demikian juga, terdapat riwayat yang mengabarkan bahwa Imam Ali as menganjurkan untuk "ihya" pada empat malam yaitu: malam pertama bulan Rajab, malam pertengahan Sya'ban, malam Idul Fitri dan malam Idul Kurban. [4]

Dari Nabi Muhammad saw diriwayatkan bahwa barang siapa yang menghidupkan malam pada malam-malam 'idain (Idul Fitri dan Idul Adha), maka pada hari ketika hati-hati manusia lain mengalami kematian, hatinya akan tetap hidup. Riwayat dengan kandungan yang sama juga terdapat pada riwayat yang berkaitan dengan menghidupkan malam pada malam pertengahan Sya'ban. [5]

Catatan Kaki

  1. Dekhuda, Ali Akbar, Lughat Nāmeh, jld. 1, hlm. 1493.
  2. Thabathabai, Muhammad Husain, Al-Mizān fi Tafsir al-Qurān, jld. 20, hlm. 77; Thabrisi, Fadhl bin Hasan, Majma' al-Bayān, jld. 10, hlm. 161.
  3. Dekhuda, Ali Akbar, Lughat Nāmeh, jld. 9, hlm. 14109.
  4. Hur Amili, Muhammad bin Hasan, Wasāil Syiah, jld. 7, hlm. 478; Dāirah al-Maārif Tasyayu, jld. 1, hlm. 536-537.
  5. Hur Amili, Muhammad bin Hasan, Wasāil Syiah, jld. 7, hlm. 478.

Daftar Pustaka

  • Hur Amili, Muhammad bin Hasan. Wasāil Syiah. Qom: Muassasah Ali al-Bayt li Ihya al-Tsurats, tanpa tahun.
  • Dāirah al-Ma’ārif Tasyayu, dibawah pengawasan Ahmad Sadr Haj Sayid Jawadi, Bahauddin Khuramsyahi dan Kamran Fani. Teheran: Intisyarat Hikmat, cet. VI, 1390 S.
  • Dekhuda, Ali Akbar. Lughat Nāmeh. Teheran: Muasasah Lughat Nameh Dekhuda, cet. II, 1377 HS.
  • Thabathabai, Muhammad Husain. Al-Mizān fi Tafsir al-Qurān. Beirut: Muassasah al-A'lami lil Matbu'at, 1417 H.
  • Thabrisi, Fadhl bin Hasan. Majma' al-Bayān. Beirut: Muassasah al-A'lami lil Mathbu'at, 1415 H.