Ayat Laa Tahzan
Ayat Laa Tahzan (bahasa Arab: آیة لاتَحْزَنْ ) adalah ayat 40 surah Al-Taubah yang berisi firman Allah swt yang memuat perkataan Rasulullah saw yang ditujukan kepada seseorang yang menemaninya di gua Tsur dalam peristiwa hijrahnya ke Madinah. Ia meminta temannya untuk tenang dan tidak bersedih. Terdapat perbedaan pendapat dikalangan ahli tafsir mengenai siapa orang yang dimaksud.
Matan dan Terjemahan Ayat
إِلَّا تَنصُرُوهُ فَقَدْ نَصَرَهُ اللَّـهُ إِذْ أَخْرَجَهُ الَّذِينَ كَفَرُوا ثَانِيَ اثْنَيْنِ إِذْ هُمَا فِي الْغَارِ إِذْ يَقُولُ لِصَاحِبِهِ لَا تَحْزَنْ إِنَّ اللَّـهَ مَعَنَا ۖ فَأَنزَلَ اللَّـهُ سَكِينَتَهُ عَلَيْهِ وَأَيَّدَهُ بِجُنُودٍ لَّمْ تَرَوْهَا...
"Jikalau kamu tidak menolongnya (Muhammad) maka sesungguhnya Allah telah menolongnya (yaitu) ketika orang-orang kafir (Musyrikin Mekah) mengeluarkannya (dari Mekah) sedang dia salah seorang dari dua orang ketika keduanya berada dalam gua, di waktu dia berkata kepada temannya, "Janganlah kamu berduka cita, sesungguhnya Allah beserta kita." Maka Allah menurunkan ketenanganNya kepada (Muhammad) dan membantunya dengan tentara yang kamu tidak melihatnya..."
Bersembunyi di Gua Tsur
Nabi Muhammad saw hijrah ke kota Madinah pada malam kamis awal bulan Rabiul Awal tahun pertama Hijriyah (14 tahun setelah Bi'tsah atau 13 September 622 M). Pendapat masyhur menyebutkan, sewaktu Rasulullah saw mendapatkan informasi melalui wahyu mengenai konspirasi pembunuhan atas dirinya, maka ia pun bersama Abu Bakar segera keluar dari Mekah menuju Yastrib (sekarang Madinah) dan ketika tiba disebuah gua bernama gua Tsur, iapun bersembunyi di tempat tersebut.[1]
Pendapat Ulama Ahlusunah mengenai Ayat Laa Tahzan
Sebagian ulama Ahlusunah menyebutkan ikutnya Abu Bakar menemani Rasulullah saw hijrah ke Madinah khususnya saat bersembunyi di gua Tsur selama beberapa hari menunjukkan keutamaannya. Teks dalam Surah Al-Taubah ayat 40 yang berbunyi ثانِی اثْنَینِ , لاتَحْزَنْ dan فَاَنْزَلَ اللّهُ سَکینَتَهُ عَلَیهِ adalah ditujukan untuk Abu Bakar. [2] ثانِی اثْنَینِ اِذْ هُما فِی الْغارِ dijadikan dalil kelayakannya untuk menjadi khalifah sepeninggal Rasulullah saw. [3]
Sebagian menyebutkan, kalimat لاتحزن yang disebutkan Allah swt melalui lisan Rasulullah saw yang ditujukan kepada Abu Bakar adalah berkenaan dengan kesedihan Rasulullah akibat perilaku kaumnya, sebagaimana disebutkan dalam ayat وَ لاتَحْزَنْ عَلَیهِمْ وَ اخْفِضْ جَناحَکَ لِلْمُؤْمِنین [4], وَلا یحْزُنُکَ قَوْلُهُمْ [5] dan لایحْزُنُکَ الَّذینَ یسارِعونَ فِی الْکُفْرِ [6]. Larangan untuk tidak bersedih tersebut tidak berkenaan dengan perbuatan maksiat melainkan nasehat untuk tetap menetapi ketaatan kepada Allah swt. [7]Begitupun dengan dhamir " ه " pada kata علیه ditujukan kepada Abu Bakar, yang menunjukkan keberkahan dan keutamaan yang diberikan Allah swt untuknya. [8]
Pendapat Ulama Syiah mengenai Ayat Laa Tahzan
Mufasir Syiah dan sebagian ulama Ahlusunah mengartikan لاتَحْزَنْ dengan "Jangan takut!". Dalam penjelasannya disebutkan, setelah Quraisy menyadari bahwa Rasulullah saw telah keluar dari kota Mekah dengan bantuan pelacak (Karz bin 'Alqamah bin Hilal al-Khazai) mereka menyusul Nabi Muhammad saw. Ketika tiba di depan gua Tsur, obrolan mereka didengar oleh Rasulullah saw yang berada di dalamnya, hal itupun menimbulkan rasa takut pada diri Abu Bakar. Ia berkata, "Jika mereka memperhatikan tapak kaki mereka, mereka pasti akan melihat kita." Nabi Muhammad saw berkata, "Apa yang dipikirkan dua orang selain pihak ketiganya adalah Allah?". [9]Tabari menjelaskan saat itu Abu Bakar diserang rasa takut. [10] Ia berpendapat dhamir علیه dalam kalimat فَاَنْزِلَ اللّهَ سَکینَتَهُ عَلَیهِ sebagaimana dhamir pada kalimat sebelum dan sesudahnya seperti pada تَنْصُروهُ , نَصَرَهُ , اَخْرَجَهُ , یقولُ , لِصاحِبِهِ dan أَیدَهُ semuanya ditujukan kepada Rasulullah. Oleh karena itu, bagaimana mungkin tanpa dalil, sebab dan qarinah yang jelas, dhamir علیه diantara keduanya ditujukan kepada Abu Bakar?.
Catatan Kaki
- ↑ Ibnu Hisyam, 2, hlm. 126-129; Ibnu Sa'ad, 1, hlm. 227-229.
- ↑ Bukhari, 5, hlm. 204; Maibadi, 4, hlm. 134, 138, 139; Nawiri, 19, hlm. 14-15; lih. Abu al-Fatuh, 2, hlm. 592-593.
- ↑ Lih. Ibnu Salam, 70.
- ↑ Qs. Al-Hijr: 88.
- ↑ Qs. Yunus: 65.
- ↑ Qs. Al-Maidah: 41.
- ↑ Maibadi, 4, hlm. 139; lih. Abu al-Fatuh, jld. 2, hlm. 592-593.
- ↑ Maibadi, 4, hlm. 134, 138; Naiwari, 19, hlm. 14; lih. Abu al-Fatuh, jld. 2, hlm. 592-593; Tabari, Tafsir, 10, hlm. 96.
- ↑ Tabarsi, Fadhl, 5, hlm. 48-49; Thabathabai, al-Mizān, 9, hlm. 279; Aiti, Tārikh, 218; Maibadi, 4, hlm. 137-138.
- ↑ Tabari, Tārikh, 10, hlm. 95.
Daftar Pustaka
- Al-Qur'an al-Karim.
- Aiti, Muhammad Ibrahim. Tārikh Payambar Islam. riset: Abu al-Qasim Gharci, Tehran: 1362 S.
- Bukhari, Muhammad bin Ismail. Sahih. Kairo: 1315 H.
- Ibnu Hisyam. al-Sirah al-Nabawiah. riset: Muhammad Abu al-Fadhl Ibrahim, Kairo: 1355 H.
- Ibnu Sa'ad, Muhammad bin Sa'ad. Tabaqāt al-Kubra. Dar Shadr, Beirut.
- Ibnu Salam Abadhi. Bada al-Islam wa Syara'i al-Din. riset: Salim bin Ya'qub, Wisbadan, 1406 H.
- Meibudi, Abu al-Fadhl Rasyid al-Din. al-Arsyād. Qom: Maktabah Bashirati.
- Meibudi, Abu al-Fadhl Rasyid al-Din. Kasyf al-Asrār wa 'Adahu al-Abrār. riset: Ali Asghar Hikmat, Tehran: 1357 S.
- Meibudi. al-Jamal. Qom: Maktabah al-Dawari.
- Muqaddasi, Muthahar bin Thahir. al-Bada wa al-Tārikh. riset: Kulman Hawar, paris: 1916.
- Nawairi, Ahmad bin Abdul Wahab. Nihāyah al-Arab. riset: Muhammad Abu al-Fadhl Ibrahim, Kairo: 1975.
- Tabari, Abu Ja'far Muhammad bin Jarir. Tārikh al-Umum wa al-Muluk. riset: Muhammad Abu al-Fadhl Ibrahim, Beirut: Dar al-Turats, cet. II, 1387 H.
- Tabarsi, Fadhlullah bin Hasan. Majma al-Bayān. riset: Hasyim Rasuli Mahlati dan Fadhlullah Yazdi, Beirut: 1408 H.
- Thabathabai, Muhammad Husain. al-Mizān. Beirut: 1391 H.