Ayat Naba'
Ayat Naba' (bahasa Arab: آية النبأ), ayat keenam dari surah Al-Hujurat yang dalam ilmu Ushul, dijadikan sebagai dasar dalil atas keabsahan khabar wahid. Kebanyakan para ahli tafsir meyakini bahwa sebab turunnya ayat ini adalah berkaitan dengan sebuah peristiwa dimana kaum muslimin berdasarkan berita yang diberikan oleh Walid bin Uqbah bermaksud menyerang kabilah Bani Musthaliq.
Teks dan Terjemahan Ayat
Sebab Penurunan
Para ahli tafsir menyebutkan dua sebab dari turunnya ayat ini: Kebanyakan para ahli tafsir menulis bahwa ayat ini turun berkaitan dengan Walid bin Uqbah dimana Nabi Muhammad saw mengutusnya ke kabilah Bani Mushthaliq untuk mengumpulkan zakat.[1]
Fadhl bin Hasan Thabarsi dalam Majma' al-Bayan menulis:
- "Ketika masyarakat kabilah Bani Mushthaliq mengetahui bahwa perwakilan Nabi saw datang, mereka dengan senang hati menyambutnya, tetapi Walid karena memiliki permusuhan dengan mereka di masa jahiliyah, dia membayangkan bahwa mereka datang berniat untuk membunuhnya. Oleh karena itu, ia kembali kepada Nabi saw dan berkata: "Mereka telah menolak untuk membayar Zakat. Nabi saw pun menjadi murka dan memutuskan untuk berperang dengan mereka, lalu ayat ini turun dan memerintahkan kepada kaum muslimin untuk menyelidiki setiap kali ada kabar pernyataan palsu yang dibawa oleh seorang fasik." [2]
Sebagian lainnya juga mengatakan: Ayat ini turun berkenaan tentang peristiwa tuduhan fitnah kepada Maria, istri Nabi saw. Dalam peristiwa ini Imam Ali as, diperintahkan untuk menghukum seorang yang melakukan kesalahan, kemudian Imam bertanya kepada Nabi saw, apakah ia bisa atau tidak mempercayai desas-desus yang ada jika pengamatannya tidak seperti apa yang dikatakan orang lain. Nabi memberinya izin untuk melakukan seperti itu. ternyata pada akhirnya tidak terjadi kesalahan dan hanya desas-desus belaka yang berbaur dengan dusta.[3]
Ayat Naba dan Keabsahan Khabar Wahid
Dalam ushul fikih, ada sebuah pembahasan yang memakai ayat Naba, untuk membuktikan keabsahan khabar wahid[catatan 1].[4] Para ahli ushul, tidak memiliki kesepakatan dalam pembuktian hujjiyah khabar wahid dari pemakaian ayat ini. Sebagian dari mereka seperti Muhammad Husain Naini, dia menganggap benar dalam pembuktian hujjiyah Khabar wahid [5] dan sebagiannya lagi seperti Syekh Anshari beliau meyakini bahwa ayat ini tidak menunjukkan pada hujjiyah "khabar wahid". [6]
catatan
- ↑ Sebuah istilah dalam ilmu hadis yang bermakna hadis yang tidak mutawatir. Artinya sebuah hadis yang dalam semua tingkat silsilah sanadnya, jumlah perawinya tidak mencapai batas yang menyebabkan sebuah keyakinan akan kevalidan hadis tersebut
Catatan Kaki
- ↑ Makarim Syirazi, Tafsir Nemuneh, jld. 22, hlm. 153.
- ↑ Thabarsi, Majma' al-Bayan, jld. 9, hlm. 198.
- ↑ Thabarsi, Majma' al-Bayan, jld. 9, hlm. 198-199.
- ↑ Markaz Ithila'at va madarik Islami, Farhang nameh Ushul Figh, hlm.62.
- ↑ Naini, Fawāid al-Ushul, jld. 3, hlm. 187.
- ↑ Syekh Anshari, Farāid al-Ushul, hlm. 116-136.
Daftar Pustaka
- Syekh Anshari, Murtadha bin Muhammad Amin. Farāid al-Ushul. Qom: Muassasah al-Nasyr al-Islami, cet. V, 1416 H.
- Makarim Syirazi, Nashir. Tafsir Nemuneh. Teheran: Dar al-Kutub al-Islamiyah, 1374 S.
- Markaz Ithila'at va madarik Islami. Farhang nameh Ushul Figh. Qom: Penelitian Ilmu-ilmu dan budaya Islam, cet. I, 1389 S.
- Naini, Muhammad Husain. Fawāid al-Ushul. Qom: Jamiah Mudarrisin Hauze-e Ilmiah Qum, cet.I, 1376 S.
- Thabrisi, Fadhl bin Hasan.Majma' al-Bayān fi Tafsir al-Qur'an. Teheran: Nasir Khusru, 1372 S.