Hadis Khasif Al-Na’l

Dari wikishia

Hadis Khasif al-Na'l (yang berarti "penjahit sandal") adalah sebuah sabda Nabi Muhammad saw yang menjelaskan kedudukan istimewa dan keutamaan Imam Ali as. Dalam hadis ini, Imam Ali as disebut sebagai "Khasif al-Na’l" karena pada saat itu beliau sedang menjahit sandal Nabi saw. Beberapa riwayat mencatat peristiwa ini, dan semuanya sepakat dalam penggunaan gelar tersebut untuk Imam Ali as.

Salah satu tema utama dalam riwayat-riwayat ini adalah perjuangan melawan kaum zalim untuk menegakkan takwil (penafsiran mendalam) Al-Qur'an. Dari hadis ini, beberapa pemahaman penting dapat disimpulkan, seperti penegasan terhadap kepemimpinan Imam Ali as, penguasaan beliau yang sempurna terhadap ilmu penafsiran Al-Qur'an, serta pembenaran atas perannya dalam peperangan yang terjadi selama masa kekhalifahannya. Dalam beberapa riwayat lainnya, Nabi saw menggambarkan Imam Ali as sebagai pembimbing umat dan penerus beliau.

Hadis ini tercatat secara luas dalam sumber-sumber utama dari kedua mazhab, termasuk di beberapa kitab penting seperti Kutub al-Arba’ah dalam tradisi Syiah dan Shihah al-Sittah dalam tradisi Sunni. Para ulama mengklasifikasikan sebagian hadis ini sebagai mustafidh, mutawatir, dan shahih, menandakan tingkat otentisitasnya yang tinggi.

Umm Salamah, salah satu istri Nabi saw, pernah mengingatkan Aisyah tentang hadis ini agar tidak memberontak melawan Imam Ali as. Dalam berbagai kesempatan, Imam Ali as juga merujuk pada hadis "Khasif al-Na’l" untuk menegaskan legitimasi dan kebenaran posisinya. Hadis ini bahkan tercermin dalam karya-karya puisi, termasuk oleh penyair seperti Sayyid al-Himyari.

Kedudukan dan Pentingnya Hadis Khasif al-Na'l

Hadis "Khasif al-Na’l" atau kumpulan hadis terkaitnya adalah rangkaian riwayat dari Nabi Muhammad saw yang menggambarkan kedudukan istimewa dan keutamaan Imam Ali as. Dalam riwayat ini, Nabi menyebut Imam Ali as dengan gelar "Khasif al-Na’l" karena saat itu beliau sedang menjahit sandal Nabi. Hadis-hadis tersebut menyoroti aspek kepemimpinan (imamah) dan kekhalifahan Imam Ali as, serta perjuangannya melawan kaum musyrik dan para penindas[1]. Gelar "Khasif al-Na’l" menjadi ciri khas yang ditemukan di semua riwayat tersebut.

Makna Khasif al-Na’l adalah menyatukan atau menggabungkan bagian-bagian yang terpisah[2], sementara Khasif al-Na’l merujuk pada seseorang yang memperbaiki sandal dengan mengembalikannya ke bentuk aslinya[3]. Peristiwa Imam Ali as menjahit sandal Nabi saw dianggap sebagai simbol kerendahan hati yang mendalam,[4] ketidakacuhan terhadap dunia, dan menjadi teladan kehidupan yang sederhana[5]. Gelar "Khasif al-Na’l," yang pertama kali disematkan oleh Nabi saw,[6] kemudian menjadi salah satu gelar khusus yang identik dengan Imam Ali as. [7]

Riwayat-riwayat ini dianggap sebagai dalil eksplisit yang menegaskan kepemimpinan para imam,[8] khususnya keutamaan Imam Ali as,[9] sekaligus menunjukkan keutamaan-keutamaan khusus yang hanya dimiliki beliau diatas sahabat Nabi yang lain[10]. Hadis-hadis tersebut juga menegaskan keunggulan Imam Ali as di atas sahabat-sahabat lainnya.[11] Meskipun "Khasif al-Na’l" diungkapkan dalam bentuk deskripsi, hadis-hadis ini diklasifikasikan sebagai dalil jelas dan eksplisit tentang kepemimpinan serta kekhalifahan beliau. [12] Para ulama Syiah dan Sunni menganggap hadis-hadis ini memiliki tingkat penting yang sejajar dengan hadis-hadis besar lainnya, seperti Hadis Manzilah dan Hadis Ghadir, yang juga menegaskan keutamaan Imam Ali as. [13]

Keabsahan Hadis Khasif al-Na’l

Hasyim bin Sulaiman Bahrani, seorang ulama Syiah abad ke-11 Hijriah, menyebutkan bahwa hadis-hadis terkait "Khasif al-Na’l" diriwayatkan melalui sembilan jalur sanad dari kalangan Sunni dan dua jalur dari kalangan Syiah. Para ulama sepakat bahwa hadis ini banyak ditemukan di berbagai sumber utama kedua mazhab. Di kalangan Syiah, hadis ini tercantum dalam sejumlah kitab Kutub al-Arba’ah dan literatur klasik lainnya, serta sering dirujuk oleh para ulama dalam karya-karya mereka di masa berikutnya.

Di kalangan Sunni, riwayat hadis ini disebutkan dalam kitab-kitab seperti Sunan al-Tirmidzi, Sunan al-Nasa’i, dan Musnad Ahmad. Selain itu, hadis ini juga ditemukan dalam banyak sumber klasik Sunni lainnya, yang mencerminkan penerimaan dan penyebaran luas hadis ini di kedua tradisi keilmuan Islam.

Penilaian Ulama Mengenai Keabsahan Hadis

Syekh Mufid, seorang ulama besar Syiah, menegaskan bahwa sebagian hadis "Khasif al-Na’l" telah dinyatakan sahih oleh ulama kedua mazhab. Al-Muqaddas al-Ardabili menyebut hadis ini sebagai riwayat yang terkenal dan terpercaya, serta menegaskan bahwa tidak ada kritik yang diajukan terhadap keabsahannya. Beberapa ulama juga menyatakan bahwa ada konsensus (ijma’) atas keabsahan dan otoritas sanad hadis ini.

Sebagian ulama Syiah menggolongkan hadis ini sebagai mustafidh, yakni hadis yang diriwayatkan melalui banyak jalur dengan tingkat kepercayaan yang tinggi. Sementara itu, ulama lainnya menyebut hadis ini mutawatir, yang berarti diriwayatkan oleh banyak periwayat sehingga mustahil hadis tersebut palsu.

Di sisi lain, Tirmidzi, seorang ahli hadis terkemuka dan penulis Shihah Sittah, menyatakan bahwa riwayat "Khasif al-Na’l" yang tercantum dalam kitabnya adalah hadis sahih. Al-Ganji al-Syafi’i, seorang ahli hadis Sunni, juga memuji hadis ini dengan menyebutnya memiliki derajat yang tinggi, terpercaya, dan sahih.

Upaya Pengumpulan Hadis oleh Para Ulama Beberapa ulama Syiah secara khusus mengumpulkan hadis-hadis "Khasif al-Na’l" ke dalam bab-bab khusus, dengan menyusun riwayat dari berbagai sumber, termasuk dari literatur Sunni. Langkah ini menunjukkan pentingnya hadis ini dalam menjelaskan keutamaan dan kedudukan Imam Ali as di tengah umat Islam.

Berbagai Versi Hadis dan Penafsirannya

Hadis "Khasif al-Na’l" disebutkan dalam berbagai versi dan dalam berbagai konteks, yang menunjukkan pengulangan dan penegasan tentang keutamaan Imam Ali as. Berikut adalah beberapa di antaranya:

Riwayat Perjuangan untuk Menafsirkan Al-Qur’an

Dalam salah satu riwayat, Nabi Muhammad saw bersabda kepada para sahabatnya: "Di antara kalian ada seseorang yang akan berjuang untuk menafsirkan Al-Qur’an, sebagaimana aku berjuang untuk menurunkannya." Mendengar pernyataan ini, beberapa sahabat, yang dikatakan Abu Bakar dan Umar, bertanya apakah mereka yang dimaksud. Nabi menjawab tidak, dan menunjukkan Imam Ali as yang saat itu sedang memperbaiki sandal Nabi. Beberapa ulama hadis dan mufassir berpendapat bahwa Nabi mengucapkan hadis ini setelah turunnya ayat tentang rekonsiliasi (Islah) dalam Al-Qur’an.

Penafsiran Hadis Khasif al-Na’l

1. Pembuktian Imamah Imam Ali as Al-Muqaddas al-Ardabili, seorang ulama besar Syiah (w. 993 H), menilai hadis ini sebagai teks yang jelas dan tegas tentang imamah Imam Ali as. Menurutnya, perbandingan perjuangan Imam Ali dalam membela penafsiran Al-Qur’an dengan perjuangan Nabi dalam menerima wahyu adalah bukti yang menunjukkan kedudukan Imam Ali sebagai Imam, sekaligus menegaskan bahwa kepemimpinan umat tidak bisa diserahkan kepada selain beliau. Namun, sebagian ulama Sunni, seperti al-Syafi’i dan Ibnu Taimiyah, meskipun mengakui keabsahan hadis ini, menolak untuk menafsirkannya sebagai dalil yang mendukung klaim imamah Imam Ali. Al-Syafi’i, misalnya, hanya melihat hadis ini sebagai penjelasan tentang cara berperang melawan tiran dan penindas.

2. Penguasaan Imam Ali as atas Ilmu Penafsiran Al-Qur’an Beberapa ulama Syiah berpendapat bahwa hadis ini menegaskan bahwa Imam Ali as memiliki pemahaman yang mendalam tentang Al-Qur’an dan ilmu penafsiran (takwil). Mereka beranggapan bahwa hadis ini menunjukkan bahwa Al-Qur’an tidak dapat dipahami secara sempurna tanpa petunjuk dari seorang Imam yang maksum. Oleh karena itu, pandangan yang menganggap Al-Qur’an cukup tanpa penjelasan dari para Imam dianggap tidak sah.

3. Kebenaran Perang-perang pada Masa Kekhalifahan Imam Ali as Beberapa ulama menafsirkan sabda Nabi ini sebagai ramalan yang juga membenarkan perjuangan Imam Ali as dalam menghadapi tiga kelompok pemberontak selama masa kekhalifahannya:

  • Nakithin (kaum yang melanggar janji) dalam perang Jamal,
  • Qasithin (kaum yang menindas) dalam perang Shiffin, dan
  • Mariqin (kaum yang murtad) dalam perang Nahrawan.

Sebagian ulama juga menganggap bahwa penggunaan istilah ini menunjukkan bahwa para penentang Imam Ali as dalam perang-perang tersebut berada dalam kondisi murtad.

Riwayat Perjuangan Melawan Musyrikin

Menurut laporan al-Hakim al-Naysaburi, seorang ahli hadis dari madzhab Syafi'i pada abad ke-4 Hijriyah, dalam perjanjian Hudaibiyah, Suhail bin Amr bersama beberapa pemimpin musyrikin mendatangi Nabi saw dan mengajukan salah satu syarat perjanjian yang berbunyi: “Jika ada seseorang dari kami yang datang kepadamu, kembalikanlah dia kepada kami.” Nabi saw merasa marah dan menjawab: “Wahai kaum Quraisy, berhentilah dengan permintaan ini, atau aku akan mengirimkan seorang lelaki yang hatinya telah diuji dengan iman oleh Allah untuk memenggal leher-leher kalian, sementara kalian telah keluar dari agama.” Abu Bakar dan Umar bertanya, Apakah kami yang dimaksud?” Nabi saw menjawab: “Tidak, dia adalah orang yang saat ini sedang memperbaiki sandalku.” Saat itu, Imam Ali as sedang memperbaiki sandal Nabi saw.

Sayid Hasyim Bahrani mencatat riwayat ini dalam konteks ancaman terhadap suku Tsaqif, sementara al-Nasai juga menyebutkan riwayat yang serupa terkait ancaman terhadap suku Banu Wali'ah yang berada di Kinda atau Hadramaut.

Pembuktian Imamah Imam Ali as

Beberapa ulama menganggap hadis ini sebagai bukti yang menunjukkan imamah Imam Ali as. Mereka berpendapat bahwa perjuangan melawan orang-orang musyrik dan memenggal leher mereka merupakan perintah langsung dari Allah, dan hanya seseorang yang hatinya telah diuji dengan iman, sebagaimana disebutkan dalam hadis ini, yang layak menjadi Imam dan pengganti Nabi saw.

Hadis yang Menyebutkan Pengganti Nabi saw

Al-Hurr al-‘Amili, seorang ahli hadis dan fuqaha Syiah, meriwayatkan sebuah hadis dari Nabi saw yang menyebut Imam Ali dengan gelar Khasif al-Na’l dan menegaskan bahwa beliau adalah pengganti Nabi saw serta Imam dari keturunan Imam Husain as. Dalam riwayat lain, Nabi saw menyebut Imam Ali sebagai pengganti setelah beliau, sementara Imam Ali saat itu sedang memperbaiki sandal Nabi saw. Riwayat serupa juga ditemukan dalam laporan dari Aisyah.

Abu al-Salah Halabi (w. 447 H) dalam kitab al-Taqrib al-Ma'arif menyampaikan bahwa dalam salah satu perjalanan Nabi saw, beliau memerintahkan Abu Bakar dan Umar untuk memberi salam kepada Imam Ali as dengan gelar “Amir al-Mu’minin” sementara Imam Ali as sedang memperbaiki sandal Nabi saw.

Hadis tentang Pemimpin Umat

Al-Khazzar, penulis Kifayat al-Athar, menyebutkan sebuah riwayat di mana Nabi saw, dalam menafsirkan kata "Haadi" pada ayat ketujuh Surah Ar-Ra’d, menyebut Imam Ali as sebagai Khasif al-Na’l yang saat itu sedang memperbaiki sandal Nabi saw. Nabi saw kemudian menjelaskan keutamaan Imam Ali dan menyebut bahwa Imam-imam setelah beliau adalah dua belas orang, dengan jumlah yang sama seperti jumlah pembesar Bani Israil, dan bahwa Mahdi adalah salah satu dari mereka.

Rujukan kepada Hadis Khasif al-Na'l

Menurut beberapa laporan, ketika Aisyah memutuskan untuk memberontak melawan Imam Ali as, ia meminta agar Ummu Salamah mendampinginya. Namun, Ummu Salamah menolaknya dan dengan mengungkapkan keutamaan Imam Ali, ia merujuk pada sebuah hadis dari Nabi Muhammad saw yang menyebutkan bahwa penggantinya adalah khasif al-Na'l (penyemir sepatu). Aisyah mengakui kebenaran perkataan Ummu Salamah, namun ia tetap tidak mau menghentikan perlawannya terhadap Imam Ali. Berdasarkan beberapa laporan, setelah mendengar penjelasan dari Ummu Salamah, Aisyah sempat berniat untuk menghentikan pemberontakannya terhadap Imam Ali namun Abdullah bin Zubair membujuknya agar tidak melakukannya.

Imam Ali as sendiri dalam beberapa kesempatan juga merujuk kepada hadis khassaf al-Na'l dan membanggakan hal tersebut. Sebagai contoh, Ahmad bin Ali Thabrasi, seorang ulama hadis dan teolog Syiah pada abad ke-6 Hijriah, dalam bukunya al-Ihtijaj mencatat sebuah laporan yang menyebutkan bahwa Imam Ali mengutip hadis ini untuk memperkuat klaim kebenaran haknya dalam Perang Jamal.

Alasan Penggunaan Gelar

Dikatakan bahwa alasan Nabi Muhammad saw menggunakan ungkapan khasif al-Na'l (penyemir sepatu) untuk Imam Ali as adalah untuk menunjukkan betapa besar kerendahan hati Imam Ali, meskipun beliau memiliki kedudukan yang sangat istimewa dan hubungan yang sangat dekat dengan Nabi Muhammad . Dengan ungkapan ini, Nabi secara tidak langsung mengarahkan umat untuk menghargai kepemimpinan seseorang yang memiliki sifat kerendahan hati. Sebagian orang berpendapat bahwa penggunaan istilah yang tidak biasa, yang menggantikan nama yang sudah dikenal, menjadikan ungkapan tersebut lebih mudah diingat dan lebih melekat dalam ingatan umat. Dengan demikian, melalui penggunaan berbagai gelar untuk memperkenalkan Imam Ali, Nabi Muhammad berupaya memperkuat pengenalan dan keberadaan beliau dalam pemikiran masyarakat. Sebagai contoh, penggunaan gelar Abu Turab untuk Imam Ali juga dimaksudkan untuk tujuan yang sama, yakni memastikan nama dan peran beliau tetap hidup dalam ingatan umat.

Dalam Sastra dan Puisi

Riwayat khasif al-Na'l tercermin dalam karya-karya puisi sepanjang sejarah. Di antaranya, penyair seperti Sayyid Himyari, Abu 'Aloya Isfahani, Sayid Mahdi Bahrul Ulum, dan lainnya, dalam puisi-puisi mereka, merujuk pada hadis Khasif al-Na'l atau menggunakan gelar tersebut untuk menyebut Imam Ali as. Banyak buku yang mengutip puisi-puisi ini sebagai bagian dari warisan sastra yang mengabadikan makna hadis tersebut.

Buku Ali as Khassaf al-Na'l al-Nabi saw

Sebuah monografi berjudul "Ali as Khassaf al-Na'l al-Nabi saw wa Qira’ah fi Rumuz al-Hadith wa Ma’anih" (Ali Penyemir Sepatu Nabi saw dan Penafsiran Simbolisme Hadis serta Maknanya) yang ditulis oleh Majid Atiyah, menyajikan penjelasan mendalam mengenai hadis *khassaf al-na'l*. Penulis berusaha membuktikan imamah dan khilafah langsung Imam Ali as dengan merujuk pada hadis ini.

Selain itu, sebuah tesis magister dengan judul "Pembuktian Imamah Langsung Amirul Mu’minin as dalam Hadis Muqatilah (Khassaf al-Na’l), dengan Penekanan pada Metode Alamah Mir Hamid Husain" juga membahas keabsahan dan makna hadis ini secara mendalam.

Catatan Kaki

Daftar Pustaka