Ayat-ayat Baraah (bahasa Arab: آيات البراءة) merupakan ayat-ayat pertama Surah At-Taubah yang menjelaskan tentang hukum akhir hubungan antara umat Islam dan kaum musyrikin. Dalam ayat ini, Allah swt memerintahkan Nabi saw dan umat Islam untuk menunjukkan ketidaksukaan mereka terhadap orang-orang musyrik dan menarik diri dari perjanjian yang mereka buat dengan kaum musyrik serta menyatakan perang terhadap mereka jika mereka tidak memeluk agama Islam. Ayat-ayat ini disampaikan kepada kaum musyrik oleh Imam Ali as pada hari Idul Adha.

Ayat-Ayat Baraah
Ayat-ayat pertama Surah Al-Taubah
Ayat-ayat pertama Surah Al-Taubah
Informasi Ayat
NamaAyat-ayat Baraah
SurahAl-Taubah
AyatAyat pertama
Juz10 dan 11
Informasi Konten
Tempat
Turun
Madinah
TentangKeyakinan dan Fikih
DeskripsiPengumunan pembatalan perjanjian dengan kaum musyrikin


Menurut para ahli tafsir, pembatalan sepihak perjanjian dengan kaum musyrik bukannya tanpa sebab; Namun, pelanggaran terhadap perjanjian tersebut pertama kali dilakukan oleh kaum musyrik. Oleh karena itu, menurut ayat-ayat ini, perjanjian dengan kaum musyrik yang tidak mengingkari perjanjiannya dihormati oleh umat Islam sampai akhir masa berlakunya. Mereka juga mengatakan bahwa perjanjian tersebut sejak awal ditutup sementara.

Menurut Muhammad Jawad Mughniyah, penekanan ayat-ayat Baraah yang memaksa kaum musyrik di Jazirah Arab untuk menerima agama Islam atau mempersiapkan mereka berperang tidak bertentangan dengan opsionalitas penerimaan terhadap agama yang dinyatakan dalam ayat lain. Karena kaum musyrik di Jazirah Arab terus-menerus melanggar perjanjian mereka dan juga mengancam masyarakat Islam yang masih baru. Oleh karena itu, keputusan ini hanya diperuntukkan bagi mereka.

Teks dan Terjemahan

Ayat-ayat pertama Surah At-Taubah disebut dengan ayat-ayat Baraah.[1]

بَرَ‌اءَةٌ مِّنَ اللَّـهِ وَرَ‌سُولِهِ إِلَى الَّذِينَ عَاهَدتُّم مِّنَ الْمُشْرِ‌كِينَ ﴿١﴾ فَسِيحُوا فِي الْأَرْ‌ضِ أَرْ‌بَعَةَ أَشْهُرٍ‌ وَاعْلَمُوا أَنَّكُمْ غَيْرُ‌ مُعْجِزِي اللَّـهِ ۙ وَأَنَّ اللَّـهَ مُخْزِي الْكَافِرِ‌ينَ ﴿٢﴾ وَأَذَانٌ مِّنَ اللَّـهِ وَرَ‌سُولِهِ إِلَى النَّاسِ يَوْمَ الْحَجِّ الْأَكْبَرِ‌ أَنَّ اللَّـهَ بَرِ‌يءٌ مِّنَ الْمُشْرِ‌كِينَ ۙ وَرَ‌سُولُهُ ۚ فَإِن تُبْتُمْ فَهُوَ خَيْرٌ‌ لَّكُمْ ۖ وَإِن تَوَلَّيْتُمْ فَاعْلَمُوا أَنَّكُمْ غَيْرُ‌ مُعْجِزِي اللَّـهِ ۗ وَبَشِّرِ‌ الَّذِينَ كَفَرُ‌وا بِعَذَابٍ أَلِيمٍ(٣)

(Inilah pernyataan) pemutusan hubungan dari Allah dan Rasul-Nya (yang dihadapkan) kepada orang-orang musyrikin yang kamu (kaum muslimin) telah mengadakan perjanjian (dengan mereka) (1) Maka berjalanlah kamu (kaum musyrikin) di muka bumi selama empat bulan dan ketahuilah bahwa sesungguhnya kamu tidak akan dapat melemahkan Allah, dan sesungguhnya Allah menghinakan orang-orang kafir (2) Dan (inilah) suatu permakluman daripada Allah dan Rasul-Nya kepada umat manusia pada hari haji akbar bahwa sesungguhnya Allah dan Rasul-Nya berlepas diri dari orang-orang musyrikin. Kemudian jika kamu (kaum musyrikin) bertobat, maka bertaubat itu lebih baik bagimu; dan jika kamu berpaling, maka ketahuilah bahwa sesungguhnya kamu tidak dapat melemahkan Allah. Dan beritakanlah kepada orang-orang kafir (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih(3)…

Kisah Turun dan Penyampaian

Ayat-ayat Baraah diturunkan pada akhir tahun 9 Hijriah dan setelah kembalinya umat Islam dari perang Tabuk.[2] Nabi saw ditugaskan untuk menyampaikan ayat-ayat ini kepada orang-orang musyrik di Mekah pada bulan Dzulhijjah pada tahun yang sama.[3]

Mengenai alasan diturunkannya ayat-ayat tersebut, meskipun Mekah telah ditaklukkan oleh umat Islam pada tahun 8 Hijriah,[4] sebagian suku dan kaum musyrik menolak Islam[5] dan kaum musyrik yang membuat perjanjian dengan Nabi Muhammad saw berulang kali melanggar perjanjian tersebut.[6] Dengan adanya perubahan kondisi dan penyebaran Islam,[7] ayat-ayat ini diturunkan dan menyebut keberadaan kesyirikan tidak dapat ditoleransi.[8]

Kisah penyampaian ayat-ayat tersebut kepada kaum musyrik disebutkan dalam sumber sejarah dan hadis Syiah dan Ahlusunah. Bahwa ketika ayat pertama surat Baraah diturunkan, Nabi saw terlebih dahulu mengutus Abu Bakar bin Abi Quhafa untuk menyampaikan ayat tersebut untuk penduduk Mekah. Namun setelah Abu Bakar meninggalkan Madinah, Jibril mendatangi Nabi saw dan berkata bahwa Anda atau seseorang dari keluarga Anda harus menyampaikan ayat-ayat ini kepada orang-orang musyrik. Mengikuti perintah ilahi ini, Nabi saw mengutus Imam Ali saw ke Mekah menggantikan Abu Bakar.[9]

Ahmad bin Abi Yaqub dalam Tarikh Ya’qubi mengatakan bahwa Ali as tiba di Mekah pada sore hari Idul Adha dan membacakan ayat-ayat Baraah dan pesan Nabi saw di hadapan masyarakat. Kemudian ia berkata bahwa sejak hari ini, tidak ada yang boleh melakukan tawaf dengan telanjang dan kaum musyrik tidak berhak mengunjungi Ka'bah tahun-tahun berikutnya. Menurut Ya’qubi, kemudian, Ali as menjamin keamanan masyarakat dan mengatakan bahwa siapa pun di antara kaum musyrik yang membuat perjanjian dengan Rasulullah saw, maka masa berlaku perjanjian itu adalah empat bulan, dan siapa diantara mereka yang tidak mempunyai perjanjian memiliki kesempatan hingga lima puluh malam.[10]

isi

Dalam Tafsir al-Kasyif, Muhammad Jawad Mughniyah berpendapat bahwa ayat-ayat Baraah yang diturunkan dalam Surah At-Taubah menjelaskan hukum akhir tentang hubungan antara umat Islam dan musyrik.[11] Menurut para ahli tafsir, dalam ayat pembuka Surah At-Taubah, Allah swt memerintahkan nabi-Nya dan umat Islam untuk menunjukkan sikap ketidaksukaan mereka kepada kaum musyrik dan menarik diri dari perjanjian yang mereka buat dengan kaum musyrik serta menyatakan perang terhadap mereka jika mereka tidak masuk Islam. Peringatan ini mencakup semua orang musyrik termasuk mereka yang telah menandatangani perjanjian perdamaian dan rekonsiliasi dengan Nabi saw. Nabi saw juga mengumumkan bahwa setelah empat bulan memikirkan situasi mereka, mereka harus menentukan posisi mereka apakah masuk Islam atau berperang dengan Muslim.[12]

Alasan Pembatalan Perjanjian Secara Sepihak

Perintah membatalkan perjanjian secara sepihak dengan kaum musyrik dalam ayat-ayat Baraah, dengan adanya penekanan besar pada ketaatan perjanjian dalam Islam, masih dipertanyakan.[13] Allamah Thabathabai menganggap pelanggaran perjanjian oleh kaum musyrik sebagai alasan untuk dihapusnya jaminan kemananan untuk mereka dan merupakan alasan bagi umat Islam untuk melakukan hal yang sama, yaitu membatalkan perjanjian yang dibuat dengan kaum musyrik.[14] Menurut keyakina Thabrisi dalam tafsirnya Majma’ al-Bayan, pembatalan perjanjian damai secara sepihak oleh Nabi saw mempunyai tiga alasan: perjanjian damai dengan kaum musyrik bersifat sementara, perjanjian tersebut memiliki syarat yaitu selama tidak adanya perintah dari Allah swt, dan juga pengkhianatan dan pelanggaran perjanjian oleh kaum musyrik.[15]

Makarim Syirazi juga berpendapat bahwa pembatalan perjanjian oleh umat Islam bukan tanpa alasan; Karena berdasarkan bukti-bukti yang ada, jelas bahwa kaum musyrik akan memberikan pukulan telak kepada kaum muslimin jika mereka mampu melanggar perjanjian tersebut. Menurutnya, perjanjian-perjanjian yang dikenakan pada suatu kaum dalam keadaan khusus, setelah mereka mendapat kekuasaan, ada kemungkinan akan dilanggar.[16]

Menurut para ahli tafsir, pengumuman publik tentang pembatalan perjanjian umat Islam dengan kaum musyrik di tengah pertemuan mereka di Mekah dan pada hari Idul Adha, serta memberi mereka waktu empat bulan untuk berpikir, adalah untuk menghindari keterkejutan kaum musyrik, dan ini merupakan tanda ketaatan Islam terhadap prinsip-prinsip kemanusiaan.[17] Menurut Allamah Thabathabai, Allah swt dengan perintahnya ini, melarang umat Islam melakukan pengkhianatan seperti ini.[18]

Alasan Mengapa Orang Musyrik Dipaksa Masuk Islam?

Al-Qur’an jelas meniadakan paksaan dalam menerima agama, seperti ayat 256 Surah Al-Baqarah yang dikatakan bahwa agama Islam hanya mengajak masyarakat memeluk agama Islam dengan hikmah dan akal dan tidak seorangpun dipaksa untuk memeluk agama Islam. Namun terkadang kepentingan masyarakat Islam dalam keadaan tertentu mengharuskan kaum musyrik tidak hadir diantara mereka; Karena mereka dapat menyebabkan kerusakan dan kehancuran pada masyarakat Islam. Menurut Muhammad Jawad Mughniyah, keputusan untuk memaksakan penerimaan Islam hanya diperuntukkan bagi kaum musyrik di Jazirah Arab. Karena meskipun da perjanjian damai, mereka memberi pukulan terhadap masyarakat Islam yang masih baru dengan berulang kali melanggar perjanjian tersebut, sehingga keputusan Allah swt terhadap mereka adalah mereka harus dibunuh atau masuk Islam.[19]

Menghormati perjanjian para pelanggar perjanjian

Merujuk pada ayat keempat Surah At-Taubah, Allamah Thabathabai membedakan antara orang-orang kafir yang melanggar perjanjian dan orang-orang kafir yang setia pada perjanjiannya. Ia mengatakan bahwa orang-orang musyrik yang menaati perjanjian dengan umat Islam dan tidak mengingkarinya baik secara langsung maupun tidak langsung, dikecualikan dari hal tersebut. Menurutnya, umat Islam harus menghormati perjanjian orang-orang tersebut dan menaatinya sampai akhir perjanjian.[20] Tentu saja, menurutnya, sebagian besar orang musyrik telah melanggar perjanjian mereka dan tidak meninggalkan kepercayaan kepada orang lain.[21]

Catatan Kaki

  1. Shadiqi Tehrani, al-Tafsir al-Maudhu'i li al-Quran, jld. 7, hlm. hlm. 202; Haskani, Syawahid al-Tanzil, jld. 1, hlm. 305; Majlisi, Bihar al-Anwar, jld. 69, hlm. 152
  2. Thabarsi, Majma' al-Bayan, jld. 5, hlm. 3; 'Ayasyi, Tafsir al-'Ayasyi, jld. 2, hlm. 73
  3. Rajabi, Emam-e Ali dar 'Ahd-e Peyambar, hlm. 209; Ibnu Katsir, al-Bidayah wa al-Nihayah, jld. 5, hlm. 36-37
  4. Thabari, Tarikh al-Umam wa al-Muluk, jld. 3, hlm. 42
  5. Rajabi, Emam-e Ali dar 'Ahd-e Peyambar, hlm. 209
  6. Subbar, Tafsir al-Quran al-Karim, jld. 1, hlm. 199; Makarim Syirazi, Tafsir Nemuneh, jld. 7, hlm. 272
  7. Mughniyah, al-Kasyif, jld. 4, hlm. 9
  8. Rajabi, Emam-e Ali dar 'Ahd-e Peyambar, hlm. 209
  9. Ibnu Hanbal, Musnad, jld. 2, hlm. 447; Ibnu Hanbal, Fadhail al-Shahabah, jld. 2, hlm. 703, hadis no 1203: Ibnu Asakir, Tarikh Madinah Dimasyq, jld. 42, hlm. 348, hadis no 8928; Ibnu Sa'ad, al-Thabaqat al-Kubra, jld. 1, hlm. 168; Mufid, al-Amali, hlm. 56
  10. Ya'qubi, Tarikh al-Ya'qubi, jld. 2, hlm. 76
  11. Mugniyah, al-Kasyif, jld. 4, hlm. 8
  12. Thabarsi, Majma' al-Bayan, jld. 5, hlm. 5; Mugniyah, al-Kasyif, jld. 4, hlm. 8; Makarim Syirazi, Tafsir Nemuneh, jld. 7, hlm. 282
  13. Makarim Syirazi, Tafsir Nemuneh, jld. 7, hlm. 283
  14. Thabathabai, al-Mizan, jld. 9, hlm. 147
  15. Thabarsi, Majma' al-Bayan, jld. 5, hlm. 5
  16. Makarim Syirazi, Tafsir Nemuneh, jld. 7, hlm. 283
  17. Rezai Isfahani, Tafsir Mehr, jld. 8, hlm. 145; Makarim Syirazi, Tafsir Nemuneh, jld. 7, hlm. 284
  18. Thabathabai, al-Mizan, jld. 9, hlm. 147
  19. Mughniyah, al-Kasyif, jld. 4, hlm. 9-10
  20. Thabathabai, al-Mizan, jld. 9, hlm. 150
  21. Thabathabai, al-Mizan, jld. 9, hlm. 150

Daftar Pustaka

  • 'Ayasyi, Muhammad bin Mas'ud. al-Tafsir. Riset: Hasyim Rasuli. Teheran: Perpustakaan al-Islamiah, 1380 HS
  • Haskani, Abidullah bin Abdullah. Syawahid al-Tanzil li Qawaid al-Tafdhil. Teheran: Pusat Percetakan dan Penerbitan Kementerian Kebudayaan dan Bimbingan Islami, 1411 HS
  • Ibnu Asakir, Ali bin Hasan. Tarikh Madinah Dimasyq. Riset: Ali Syiri. Beirut: Dar al-Fikr, 1415 HS
  • Ibnu Hanbal, Ahmad. Fadhail al-Shahabah. Riset: Washiyullah Muhammad Abbas. Beirut: Yayasan al-Risalah, 1403 HS/1983 M
  • Ibnu Hanbal, Ahmad. Musnad. Riset: Syuaib al-Arnauth, Adil Mursyid dan lain-lain. Yayasan al-Risalah, 1421/2001 M, tanpa tempat
  • Ibnu Katsir, Abu al-Fida Ismail bin Katsir. al-Bidayah wa al-Nihayah. Amadeh Sazi: Khalil Shahadeh. Beirut: Dar al-Fikr, 1398
  • Ibnu Sa'ad, Muhammad bin Sa'ad. al-Thabaqat al-Kubra. Beirut: Dar Beirut, tanpa tahun
  • Majlisi, Muhammad Baqir. Bihar al-Anwar. Beirut: Dar Ihya al-Turats al-Arabi, 1403 HS
  • Makarim Syirazi, Nashir. Tafsir Nemuneh. Teheran: Dar al-Kutub al-Islamiah, 1371 S
  • Mufid, Muhammad bin Muhammad. al-Amali. Riset: Husain Ustad Wali dan Ali Akbar Ghafari. Qom: Penerbit Jamaah Mudarrisin Hauzah Ilmiah, tanpa tahun
  • Mughniyah, Muhammad Jawad. al-Tafsir al-Kasyif. Qom: Dar al-Kitab al-Islami, 1424 HS
  • rajabi, Muhammad Husain. Emam Ali dar 'Ahd-e Peyambar. Jurnal Imam Ali Alaihisalam. Dibawah naungan Ali Akbar Rasyad, jld. 8. Teheran: Penerbit Lembaga Penelitian Farhang va Andisyeh, 1380 S
  • Rezai Isfahani, Muhammad Ali. Tafsir Quran Mehr. Pazuhesyha-e Tafsir va Ulum-e Quran, 1387 S
  • Shadiqi Tehrani, Muhamaad Husain. al-Mizan fi Tafsir al-Quran. Beirut: Yayasan al-A'lami li al-Mathbu'at, 1390 HS
  • Syubbar, Abdullah. Tafsir al-Quran al-Karim. Qom: Dar al-Hijrah, 1410 HS
  • Thabari, Muhammad bin Jarir. Tarikh al-Umam wa al-Muluk. Riset: Muhammad Abu al-Fadhl Ibrahim. Beirut: Tanpa penerbit, tanpa tahun
  • Thabarsi, Fadhl bin Hasan. Majma' al-Bayan. Teheran: Nashir Khusru, 1372 S
  • Ya'qubi, Ahmad bin Abi ya'qub. Tarikh al-Ya'qubi. Beirut: Dar al-Beirut, tanpa tahun