Ayat Najwa
Informasi Ayat | |
---|---|
Nama | Ayat Najwa |
Surah | Al-Mujadalah |
Ayat | 12 |
Juz | 27 |
Informasi Konten | |
Sebab Turun | Mengeluarkan sedekah sebelum mengadakan pembicaraan khusus dengan Nabi saw |
Tempat Turun | Madinah |
Tentang | Akhlak |
Deskripsi | Dari keutamaan Imam Ali as |
Ayat Najwa atau Ayat Munajat (bahasa Arab: آية النَّجوَى) (QS. Al-Mujadalah: 12) berbicara kepada kaum muslimin agar sebelum mengadakan pembicaraan khusus dan rahasia (najwa) dengan Nabi saw hendaknya mengeluarkan sedekah. Menurut penegasan hadis-hadis, selain Imam Ali as, muslim yang lain menghindar dari menjalankan perintah ini. Karena alasan ini, Allah dalam ayat berikutnya selain mencela kaum muslimin, juga menghapus kandungan ayat sebelumnya (tentang kewajiban membayar sedekah saat berbicara rahasia dengan Nabi saw).
Teks dan Terjemahan Ayat
“ | یا أَیهَا الَّذِینَ آمَنُوا إِذَا نَاجَیتُمُ الرَّسُولَ فَقَدِّمُوا بَینَ یدَی نَجْوَاکمْ صَدَقَةً ۚ ذَٰلِك خَیرٌ لَّکمْ وَأَطْهَرُ ۚ فَإِن لَّمْ تَجِدُوا فَإِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَّحِیمٌ
Hai orang-orang beriman, apabila kamu mengadakan pembicaraan khusus dengan Rasul hendaklah kemu mengeluarkan sedekah (kepada orang miskin) sebelum pembicaraan itu. Yang demikian itu lebih baik bagimu dan lebih bersih, jika kamu tidak memperoleh (yang akan disedekahkan) maka seseungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang —. |
” |
— Al-Mujadalah [58]:12 |
Sebab Turunnya Ayat
Terkait sebab turunnya ayat disebutkan bahwa sekelompok orang kaya muslim sering mendatangi Nabi saw dan berbicara khusus dan rahasia (najwa) dengan beliau dan mengambil giliran orang-orang fakir yang mana tindakan ini membuat orang-orang fakir tidak nyaman.[1] Nabi saw pun marah dengan banyaknya pembicaraan dan pertemuan mereka. Karena itu, Allah menurunkan ayat Najwa yang terkenal dengan ayat Munajat,[2]yang memerintahkan untuk membayar sedekah sebelum melakukan pembicaraan khusus dengan Nabi.[3] Sebagian mufasir juga menegaskan bahwa tujuan kelompok orang yang melakukan pembicaraan khusus dengan Nabi saw (najwa) adalah ingin meraih keistimewaan atas orang lain melalui jalan ini. Nabi saw meskipun marah namun tidak melarang mereka, hingga Alquran sendiri melarang mereka dari perbuatan ini.[4]
Mengapa Membayar Sedekah Sebelum Mengadakan Pembicaraan Khusus dengan Nabi saw
Menurut pernyataan Ayatullah Makarim Syirazi ahli tafsir Alquran, sebab diwajibkannya membayar sedekah sebelum mengadakan pembicaraan khusus (najwa) dengan Nabi saw ialah supaya perbuatan itu lebih bersih untuk kaum muslimin; karena dari satu sisi mengeluarkan sedekah mendatangkan pahala dan kebaikan untuk orang-orang kaya serta menjadi sarana membantu orang-orang fakir, dan dari sisi lain karena perbuatan ini membersihkan hati-hati orang kaya dari kecintaan kepada harta dunia dan menghilangkan kesedihan dari hati-hati orang fakir, maka itu lebih bersih.[5] Demikian juga Allamah Thabathabai memandang kewajiban orang-orang kaya membayar sedekah kepada orang-orang fakir sebelum berbicara rahasia dengan Nabi saw karena alasan ini bahwa perbuatan ini (bayar sedekah) membuat hati-hati mereka semakin dekat satu sama lain dan menghilangkan kedengkian.[6]
Dalam kelanjutan ayat, Allah memaafkan orang-orang fakir dari membayar sedekah supaya mereka tidak terhalangi dari menyampaikan masalah-masalah penting atau kebutuhan-kebutuhannya di hadapan Nabi saw dengan cara bicara khusus dan rahasia. Sebagaimana dalam Tafsir Nemuneh disebutkan bahwa turunnya ayat ini menyebabkan diujinya sejumlah besar dari orang-orang muslim yang menampakkan kecintaan mereka kepada Nabi saw sehingga paremeter kecintaan mereka jelas.[7]
Manfaat Pensyariatan Hukum Sedekah Sebelum Mengadakan Pembicaraan Khusus dengan Nabi saw
Fakhru Razi dalam Tafsir al-Kabir menyebutkan manfaat-manfaat pensyariatan hukum membayar sedekah sebelum berbicara rahasia dengan Nabi saw. Di antaranya adalah: pemulian Rasulullah saw, pengagungan munajat dan berbicara dengan beliau, pemanfaatan sedekah oleh orang-orang fakir, meningkatnya kedudukan dan martabat orang-orang fakir, merendahnya derajat orang-orang kaya karena enggan membayar sedekah sebelum melakukan pembicaraan rahasia dengan Nabi saw, menciptakan kesempatan kepada Nabi saw untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan pribadi dan ibadah, dan diujinya kaum muslimin dengan harta dunia.[8]
Penghapusan Hukum Sedekah Sebelum Melakukan Pembicaraan Khusus dengan Nabi saw
Ayat Najwa dihapus dengan ayat berikutnya (ayat 13 surah Al-Mujadalah). Setelah disyariatkannya hukum sedekah sebelum melakukan pembicaraan rahasia dengan Nabi saw, tak satu pun dari kaum muslimin selain Imam Ali as menjalankan hukum tersebut.[9] Karena alasan ini, Allah pada ayat berikutnya selain mencela kaum muslimin yang enggan membayar sedekah karena takut fakir, juga mencabut hukum wajibnya sedekah itu dan memaafkan kesalahan mereka dalam hal tidak mematuhi perintah ini. Dan sebagai gantinya, Ia menekankan untuk menjalankan kewajiban-kewajiban yang lain, menjauhi hal-hal yang diharamkan dan menaati Allah dan Rasul-Nya.[10]
Beberapa ahli tafsir juga meyakini bahwa turunnya ayat ini sejak awal bersifat sementara, itu karena sebuah ujian untuk orang-orang muslim. Dengan berakhirnya ujian ini maka (hukum) ayat pun dihapus. Sebab, pemberlakuan kewajiban bayar sedekah sebelum mengadakan pembicaraan rahasia dengan Nabi saw untuk waktu selanjutnya akan menimbulkan beberapa problem di tengah masyarakat sosial. Karena, terkadang muncul masalah-masalah urgen dan harus disampaikan secara khusus kepada Nabi saw, dan seandainya hukum sedekah tetap berlaku, boleh jadi masalah-masalah urgen tadi terlewatkan dan individu-individu atau masyarakat Islam akan mengalami bahaya dan kerugian.[11]
Hanya Ali as Pengamal Ayat
Menurut penukilan Fadhl bin Hasan Thabrisi, mayoritas mufasir Syiah dan Ahlusunnah berkeyakinan bahwa satu-satunya orang yang mengamalkan ayat Najwa adalah Imam Ali as.[12] Dalam sebuah hadis dari Imam Ali as ditegaskan bahwa ada satu ayat dalam Alquran yang mana seseorang sebelum dan sesudahku tidak mengamalkannya dan tidak akan mengamalkannya. Aku mempunyai satu Dinar dan menukarnya menjadi sepuluh Dirham, setiap kali aku hendak berbicara rahasia (najwa) dengan Nabi saw, satu dirham aku sedekahkan.[13]
Catatan Kaki
- ↑ Thabathabai, al-Mizan, 1390 H, jld. 19, hlm. 189
- ↑ Allamah Hilli, Nahj al-Haq, 1407 H, hlm. 182-183; Majlisi, Bihar al-Anwar, 1407 H, jld. 35, hlm. 376; Maybadi, Kasyf al-Asrar wa 'Iddah al-Abrar, 1371 HS, jld. 10, hlm. 20-21
- ↑ Wahidi, Asbab al-Nuzul, terjemahan Dzakawati, 1386 HS, hlm. 220-221
- ↑ Alusi, Ruh al-Ma'ani, 1415 H, jld. 14, hlm. 224
- ↑ Makarim Syirazi, Tafsir Nemuneh, jld. 23, hlm. 448
- ↑ Thabathabai, al-Mizan, jld. 19, hlm. 189
- ↑ Makarim Syirazi, Tafsir Nemuneh, jld. 23, hlm. 448
- ↑ Fakhrurazi, al-Tafsir al-Kabir, jld. 29, hlm. 495
- ↑ Suyuthi, al-Dur al-Mantsur, jld, hlm. 185
- ↑ Thabathabai, al-Mizan, jld. 19, hlm. 189-190
- ↑ Makarim Syirazi, Tafsir Nemuneh, jld. 23, hlm. 452
- ↑ Thabrisi, Majma' al-Bayan, jld. 9, hlm. 380
- ↑ Fakhrurazi, al-Tafsir al-Kabir, jld. 29, hlm. 495
Daftar Pustaka
- Allamah Hilli, Hasan bin Yusuf. Nahj al-Haq wa Kasyf al-Shidq. Qom: Dar al-Hijrah, 1407 H.
- Alusi, Mahmud bin Abdullah. Ruh al-Ma'ani fi Tafsir al-Quran al-Azhim wa al-Sab'u al-Matsani. Beirut: Dar al-kutub al-Ilmiah, 1415 H.
- Fakhrurazi, Muhammad bin Umar. Al-Tafsir al-Kabir (Mafatih al-Ghaib). Beirut: Dar Ihya al-Turats alzArabi, 1420 H.
- Makarim Syirazi, Nashir. Tafsir Nemuneh. Teheran: Dar al-Kutub al-Islamiyah, 1371 HS.
- Maybadi, Ahmad bin Muhammad. Kasyf al-Asrar wa 'Iddat al-Abrar. Riset Ali Ashghar Hikmat. Teheran: Amir Kabir, 1371 HS.
- Suyuthi, Abdurrahman bin Abi Bakr. Al-Dur al-Mantsur fi al-Tafsir bi al-Ma'tsur. Qom: perpustakaan umum Ayatullah uzma Marasyi Najafi, 1404 H.
- Thabathabai, Muhammad Husain. Al-Mizan fi Tsfsir al-Quran. Beirut: Muassasah al-A'lami li al-Mathbu'at, 1390 H.
- Thabrisi, Fadhl bin Hasan. Majma' al-Bayan fi Tasir al-Quran. Tehran: Nashir Khosru, 1372 HS.
- Wahidi, Ali bin Ahmad. Asbab al-Nuzul. Terjemahan Dzakawati Qaragazlu, Ali Ridha. Teheran: penerbit Nay, 1383 HS.