Ayat Anfal
Informasi Ayat | |
---|---|
Nama | Anfal |
Surah | Al-Anfal |
Ayat | 1 |
Juz | 9 |
Informasi Konten | |
Sebab Turun | Perselisihan Kaum Muslimin terkait harta rampasan Perang Badar |
Tempat Turun | Madinah |
Tentang | Cara pembagian harta rampasan perang dan perdamaian antara kedua persaudaraan |
Ayat Anfal (ayat 1 surah al-Anfal) (bahasa Arab: آية الأنفال) adalah ayat yang menjelaskan kepemilikan Allah swt dan Rasul-Nya atas semua harta-harta yang tanpa pemilik seperti diantaranya harta rampasan perang. Allamah Thabathabai dan Nashir Makarim Syirazi dari kalangan mufasir Syiah, menganggap bahwa harta rampasan perang sebagai salah satu bentuk nyata dari Anfal, namun menurut Mullah Fathullah Kashani harta rampasan perang adalah satu-satunya bentuk konkrit dari Anfal.
Pendapat yang menonjol dari para mufasir Syiah tentang sebab turunnya ayat Anfal adalah, sebagian kelompok dari Muhajirin dan Anshar setelah menang dalam perang Badar mereka berselisih paham untuk mendapatkan harta rampasan perang. Untuk menyelesaikan perselisihan tersebut mereka pergi menghadap Nabi saw dan ayat tersebut diturunkan sebagai jawaban atas pertanyaan mereka tentang yang mereka perselisihkan. Sebagian kelompok mufasir muslim, yang diantaranya termasuk Mujahid bin Jabr, yakin pada penasakhan ayat Anfal dengan turunnya ayat Khumus, namun dengan adanya hal ini, kebanyakan mufasir Syiah dan Sunni menentang klaim tersebut; karena mereka meyakini bahwa penasakhan ini tidak beralasan dan kedua ayat tersebut tidak saling bertentangan.
Teks dan Terjemahan Ayat
Ayat pertama dari surah al-Anfal diberi nama Ayat al-Anfal [1]
Mereka menanyakan kepadamu tentang) pembagian (harta rampasan perang. Katakanlah:" Harta rampasan perang itu kepunyaan Allah dan Rasul, sebab itu bertakwalah kepada Allah dan perbaikilah perhubungan di antara sesamamu, dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya jika kamu adalah orang-orang yang beriman". | يَسأَلونَكَ عَنِ الأَنفالِ ۖ قُلِ الأَنفالُ لِلّهِ وَالرَّسولِ ۖ فَاتَّقُوا اللّهَ وَأَصلِحوا ذاتَ بَينِكُم ۖ وَأَطيعُوا اللّهَ وَرَسولَهُ إِن كُنتُم مُؤمِنينَ |
Sebab Diturunkannya Ayat Anfal
Dalam buku-buku tafsir Syiah berkenaan dengan ayat Anfal, dalam kondisi apa diturunkan? dan apa sebab diturunkannya?, terdapat dua pandangan; sebagian besar kitab-kitab tafsir menyatakan bahwa sebab turunnya ayat tersebut adalah adanya perbedaan pendapat sebagian kaum Muslim dalam mendapatkan bagian yang lebih besar, dan ada beberapa kitab tafsir yang menunjukkan keinginan beberapa dari Muhajirin yang enggan untuk membayar Khumus atas harta pribadi mereka.
- Menurut tafsir Majma’ al-Bayan karya Fadhl bin Hasan Thabrisi, tafsir al-Tibyan Syekh Thusi, tafsir Manhaj al-Shadiqin karya Mullah Fathullah Kasyani, dan tafsir Nemuneh karya Makarim Syirazi, ayat di atas adalah berkenaan dengan harta rampasan perang Badar dan turun setelah itu, dimana di sana terungkap bahwa sekelompok dari Muslim Muhajirin dan Ansar berselisih tentang bagaimana cara mendapatkan harta rampasan perang, dan masing-masing mencari bagian yang lebih besar dan mereka menghadap Nabi saw untuk menyelesaikan masalah tersebut.[2]
- Menurut sebab nuzul yang hanya dimuat didalam dua kitab Majma 'al-Bayan Thabrasi dan al-Tibyan Syekh Thusi, ayat Anfal diturunkan setelah sebagian Muhajirin bermaksud untuk tidak membayar Khumus atas harta benda mereka.[3]
Pengertian Anfal
Allamah Thabathabai dan Makarim Syirazi, dari para mufasir Syiah, meyakini bahwa Anfal mencakup seluruh kekayaan dan kepemilikan yang tidak ada pemilikinya secara khusus dan pemiliknya adalah Allah Swt, Nabi, dan para wakilnya. [4]Berdasarkan hal ini, harta rampasan perang adalah salah satu bentuk konkrit dari Anfal.[5]
Mullah Fathullah Kasyani, seorang mufasir Syiah abad 10 H yang hidup pada masa pemerintahan Safawi, dalam tafsir Manhaj al-Shadiqin, meyakini bahwa Anfal dan Nafl diartikan dengan harta rampasan perang dan menganggap bahwa barang-barang rampasan itu sebagai hadiah dari Allah swt kepada para Mujahidin. [6]
Anfal adalah bentuk jamak nafl yang dalam bahasa berarti lebih dari sesuatu; oleh karena itu, apapun yang melebihi aslinya disebut dengan nafl atau nafila, contoh: Salat-salat yang dilakukan sebelum atau sesudah salat wajib disebut salat-salat nafilah karena sesuatu yang dilakukan di luar dari yang diwajibkan [7]
Nasakh Tidaknya dengan Ayat Khumus
Menurut apa yang diterangkan Syaikh Thusi dalam tafsirnya al-Tibyan, sebagian para mufasir Ahlusunah, termasuk Mujahid bin Jabr (w. 21-104 H) salah seorang murid Ibnu Abbas dalam ilmu tafsir Al-Qur'an, dan Abu Ali Jubai (w. 235-303 H), teolog Mu'tazilah, mereka berpendapat bahwa ayat pertama Surah Al-Anfal telah dinasakh dengan ayat Khumus. [8] Namun dengan demikian, para mufasir Syiah dan Sunni menolak untuk menerima keputusan hukum tentang nasakh ayat Anfal.[9]
Syaikh Thusi tidak menerima penasakhan ayat Anfal, karena ia meyakini bahwa untuk menerima penasakhan itu membutuhkan argumen, dan selain itu, tidak ada kontradiksi antara ayat Anfal dan ayat Khumus, yang mengharuskan kita untuk menasakh ayat Anfal tersebut.[10] Para mufasir seperti Fadhl bin Hasan Thabrisi, Nashir Makarim Syirazi dan Sayid Muhammad Husain Thabathabai juga tidak menerima kontradiksi antara dua ayat tersebut. [11]
Allamah Thabathabai meyakini bahwa ayat 41 Surah Al-Anfal, yang dikenal sebagai ayat Khumus, merupakan penjelasan dan tafsir bagi ayat pertama Surah Al-Anfal; karena pada ayat pertama, ketidakjelasan tentang kepemilikan Anfal diselesaikan: Dengan cara bahwa tidak ada yang memiliki Anfal, dan Anfal yang merupakan harta rampasan perang adalah salah satu harta yang dianggap sebagai milik Allah dan Rasul-Nya, tetapi pada ayat 41, di 4/5 dari harta rampasan, orang Muslim diperbolehkan untuk memilikinya yaitu mengkonsumsikannya, dan 1/5 darinya dikhususkan untuk Allah dan Rasul-Nya.[12]
Menurut pandangan Thabathabai, dengan tafsir seperti itu, tidak ada lagi kontradiksi atau ketidakjelasan tentang isi dari kedua ayat tersebut sehingga keyakinan akan adanya penasakhan tersebut tidak diperlukan. [13] Sebagian lain juga berpendapat semua harta tersebut berada pada pengelolaan hakim Islam dan ia memberikan 4/5 dari harta tersebut untuk mujahidin. [14]
Catatan Kaki
- ↑ Imam Khumaini, Kitab al-Bai', jld. 3, hlm. 22
- ↑ Thabrasi, Majma' al-Bayan, jld,4, hlm. 796; Syekh Thusi, al-Tibyan, jld.5, hlm.72; Qommi Kasyani, Manhaj al-Shadiqin, jld.4, hlm.167; Makarim Syirazi, Tafsir Nemuneh, jld.7, hlm,80.
- ↑ Thabrasi, Majma' al-Bayan, jld,4, hlm. 797; Thusi, al-Tibyan, jld.5, hlm.72.
- ↑ Allamah Thabathabai, al-Mizan, jld. 9, hlm. 6; Makarim Syirazi, Tafsir Nemuneh, jld. 7, hlm.81
- ↑ Allamah Thabathabai, al-Mizan, jld. 9, hlm. 6; Makarim Syirazi, Tafsir Nemuneh, jld. 7, hlm.81
- ↑ Qumi Kasyani, Manhaj al-Shadiqin, jld. 4, hlm. 167
- ↑ Syaikh Thusi, al-Tibyan, jld. 5, hlm. 73; Allamah Thabathabai, al-Mizan, jld. 9, hlm. 5; Makarim Syirazi, Tafsir Nemuneh, jld. 7, hlm. 81
- ↑ Syekh Thusi, al-Tibyan, jld.5, hlm.73-74.
- ↑ Syekh Thusi, al-Tibyan, jld.5, hlm.74.
- ↑ Syekh Thusi, al-Tibyan, jld.5, hlm.74.
- ↑ Thabrasi, Majma' al-Bayan, jld,4, hlm. 798; Thusi, al-Tibyan, jld.5, hlm.73-74; Makarim Syirazi, Tafsir Nemuneh, jld.7, hlm,81-82; Thabathabai, al-Mizan, jld.9, hlm.9-10.
- ↑ Allamah Thabathabai, al-Mizan, jld.9, hlm.9-10.
- ↑ Allamah Thabathabai, al-Mizan, jld.9, hlm.9-10.
- ↑ Makarim Syirazi, Tafsir Nemuneh, jld. 7, hlm. 83
Daftar Pustaka
- Al-Qur’an Karim.
- Allamah Thabathabai, Sayid Muhammad Husein. Al-Mizan fi Tafsir al-Qur'an. Qom: Kantor Penerbitan Islami Jami'ah Mudarrisin Hauzah Ilmiyah Qom. 1417 H.
- Makarim Syirazi, Nasir. Tafsir Nemuneh. Teheran, Dar al-Kutub al-Islamiyah. 1374 HS.
- Qommi Kasyani, Mulla Fathullah. Manhaj al-Shadiqin fi Ilzami al-Mukhalifin. Teheran: Percetakan Muhammad Hasan Ilmi, 1330 HS.
- Syekh Thusi, Muhammad bin Hasan. Al-Tibyan fi Tafsir al-Qur'an. Editor: Ahmad Habib Amili. Beirut: Dar Ihya al-Turats al-Arabi.
- Thabrasi, Fadhl bin Hasan. Majma' al-Bayan fi Tafsir al-Qur'an. Teheran: Nasir Khosro. 1372 HS.