Iblis

Prioritas: b, Kualitas: b
tanpa alih
Dari wikishia

Iblis (bahasa Arab: إبليس) adalah nama Jin atau Malaikat yang melanggar perintah Allah ketika diperintahkan sujud kepada Adam as hingga akhirnya diusir dari keharibaan-Nya. Mayoritas para mufassir meyakini bahwa Iblis dari jenis jin dan sebagian kecil dari mereka meyakininya dari jenis Malaikat.

Setelah Iblis tidak mau sujud kepada Adam as ia terkena laknat Allah dan terusir, kemudian memohon kepada-Nya supaya dihidupkan hingga hari Kiamat, tetapi Allah swt menjanjikan waktu tertentu kepadanya. Iblis bersumpah untuk menggunakan semua kekuatannya hingga waktu yang ditentukan itu untuk membujuk dan menyesatkan anak keturunan Adam as. Satu-satunya pekerjaan yang dia lakukan di jalan ini adalah mengajak kepada keburukan dan ia tidak memaksa seseorang melakukan perbuatan ini. Pada akhirnya ia dan para pengikutnya akan masuk neraka.

Etimologi

Mengenai akar kata Iblis dalam bahasa terdapat dua pandangan: Sebagian ahli bahasa [1] dan para mufasir[2] menyakini bahwa Iblis berasal dari kata Arab berwazan إفعيل derivasi dari akar kata (ب ل س). Kata ini dalam bahasa bermakna putus asa, sedih, terusir, diam dan sedih yang muncul dari keputusasaan dan rasa takut, menyesal dan kebingunan. Iblis dipanggil dengan nama tersebut dikarenakan putus asa dari segala kebaikan dan rahmat Ilahi.[3] Berdasarkan pandangan ini, dalil ketidakmunsharifan kata Iblis dikarenakan jarang ditemukan padanannya dan memiliki kemiripan dengan nama-nama asing. [4]

Mayoritas ahli bahasa mengatakan bahwa kata Iblis diambil dari bahasa asing dan alasan ketidakmunsharifannya karena ia "Isim Alam" dan bukan bahasa Arab. [5]

Kata "Iblis" digunakan 11 kali di dalam Alquran, yang mana 9 darinya dimuat berkenaan dengan penciptaan Adam as dan perintah sujud kepadanya. [6] Kata "Syaithan" dan "Syayāthin" digunakan 88 kali di dalam Alquran, yang mana kebanyakan darinya bermakna Iblis.

Nama-nama Lain Iblis

Berdasarkan sebagian hadis, nama asli Iblis adalah Harits (Harats), tapi karena banyak beribadah ia dipanggil Azazil, yakni makhluk kuat Allah atau makhluk terhormat Allah. Setelah bertindak sombong ia dinamakan Iblis dan setelah tidak mau sujud (kepada Adam as) dan ditolaknya dari keharibaan Ilahi ia bermana as-Syaithan. [7]

Nama-nama lain Iblis adalah Dharis, Sarhub, al-Mutakawwin dan al-Mutakawwiz. [8]Para penganut agama Zoroaster menyebut Iblis "Angra Mainyo". Panggilan dan lakab Iblis antara lain adalah: Abu Murrah (Abu Qurrah), Abu Kurdus, Abu Labini (nama putrinya)[9] Nail, Abu al-Hasban, Abu Khilaf, Abu Dujanah. [10]

Hubungan Iblis dengan Setan

Iblis digunakan 11 kali di dalam Alquran yang mana 9 kali darinya berkaitan dengan kisah penciptaan Adam as dan perintah sujud kepadanya. [11]

Kata "Syaithān" dan "Syayāthin" juga digunakan 88 kali di dalam Alquran yang mana sejumlah besar darinya bermakna Iblis. Syaithan adalah "Isim Jenis" dan sebuah nama yang meliputi semua entitas yang jahat, pembangkang dan penipu. Dari hasil penelitian mengenai penggunaan kata Syaithan di dalam Alquran dan pendapat para mufasir dapat diambil kesimpulan bahwa maksud Syaithan dari mayoritas penggunaan tersebut atau minimal contoh kongkret yang paling menonjol darinya adalah Iblis itu sendiri. [12]Sebagian peneliti dengan tegas mengatakan bahwa Syaithan lebih umum digunakan pada makna Iblis [13] dan "Isim 'Alam" lebih dominan untuknya. [14]

Iblis, Jin atau Malaikat?

Terkaiat esensi dan hakikat Iblis apakah Jin ataukah Malaikat ada tiga pandangan:

Iblis dari Jenis Jin

Hasan Basri dan Qatadah dalam riwayat Ibnu Zaid, Balkhi, Rumani [15] dan sejumlah besar dari tokoh lain seperti Sayid Murtadha, Abu al-Futuh Razi [16]Zamakhsyari [17]Qummi [18] Sayid Quthub[19] dan Mugniyah [20] meyakini bahwa Iblis dari jenis Jin.

Syaikh Mufid mengatakan bahwa ini pendapat Syiah [21] dan Fakhrurrazi menisbatkannya kepada Muktazilah. [22] Sejumlah besar dari pemilik pendapat ini juga melandaskan pendapatnya kepada beberapa riwayat. [23]

Pemilik pendapat di atas selain membawa beberapa riwayat[24] juga beragumentasi dengan dalil-dalil di bawah ini:

  1. Alquran dengan tegas mengatakan bahwa Iblis dari Jin: «فَسجَدوا إِلاَّ إِبلیس کَانَ مِن الجِنِّ فَفَسقَ عَن أَمرِ رَبِّهِ.»; Maka sujudlah mereka kecuali iblis. Dia adalah dari golongan jin, maka ia mendurhakai perintah Tuhannya. [25]
  2. Manusia diciptakan dari tanah sedangkan Jin dari api[26] dan menurut beberapa riwayat, Malaikat diciptakan dari cahaya, udara dan ruh [27] dan Iblis memperkenalkan jenis dirinya dari api: «خَلقتَنِی مِن نَار و خَلقتَهُ مِن طِین»; "Engkau ciptakan aku dari api, sedangkan dia Engkau ciptakan dari tanah"[28] Berdasarkan ini maka Iblis dari jenis jin yang diciptakan dari api.
  3. Iblis yang congkak dan tidak patuh terhadap perintah Allah tidak mungkin dari jenis Malaikat, sebab semua malaikat maksum dan mustahil menentang perintah Allah dan tidak akan berbuat dosa. [catatan 1]

Berdasarkan pendapat ini, keumumam perintah sujud atau pengecualian (istitsna') Iblis dari Malaikat tidak menunjukkan bahwa Iblis dari golongan Malaikat. Sebab, pengecualian tersebut memiliki dua kemungkinan; pertama, "Istitsna Munqathi'" (pengecualian yang terputus); artinya pengecualian yang "mustatsna" (yang dikecualiakan/Iblis) bukan dari jenis "Mustasna Minhu" (Malaikat). Jenis pengecualian ini sudah umum dalam percakapan Arab dan banyak penggunaannya, atau kedua: "Ististna Muttashil". Namun, dengan dalil-dalil berikut, Iblis dimasukkan ke dalam barisan Malaikat:

  1. Karena banyaknya bilangan Malaikat, maka lafal "Malāik" dengan alasan Taghlib (dominasi) juga diterapkan kepada Iblis. [32]
  2. Karena Iblis melakukan ibadah bersama Malaikat, ketika Malaikat yang kedudukannya lebih tinggi dari Iblis diperintah untuk sujud, maka Iblis yang berasal dari jenis jin dan bersama malaikat akan lebih utama dan lebih layak untuk sujud.[33]
  3. Kata ganti (Dhamir) jamak pada kata "فسجدوا" kembali kepada semua yang diperintahkan sujud, yang mana mereka mencakupi para malaikat dan para jin. Akan tetapi, Allah hanya menyebut Malaikat yang dengan ketinggian makamnya, diperintahkan untuk tunduk dan rendah hati di depan Adam as. [34]

Iblis dari Jenis Malaikat

Ibnu Abbas, Ibnu Mas'ud, Qatadah, Said bin Musayyib, Ibnu Juraih, Ibnu Anbari, Ibnu Jariri Thabari, Syaikh Thusi, Baidawi dan kelompok lain meyakini bahwa Iblis dari jenis Malaikat. [35] Alusi menisbatkan pendapat ini kepada mayoritas sahabat dan tabiin. [36]

Para pemilik pendapat di atas mengatakan bahwa tugas Iblis (sebelum membangkang) adalah menjadi ketua para Malaikat dunia, raja dunia, raja bumi dan penjaga khazanah surga [37]. Mereka selain berargumentasi dengan riwayat [38] juga berpegang pada lahiriah ayat-ayat seperti:«و إِذ قُلنَا لِلملَائِکةِ اسجُدوا»; dan ketika Kami katakan kepada malaikat, sujudlah [39] seraya mengatakan: jika Iblis bukan dari Malaikat, niscaya perintah Allah tidak akan meliputinya dan dengan alasan ini ia (Iblis) bisa tidak bersujud. Selain itu, pengecualian Iblis dari Malaikat yang diterangkan dalam beberapa ayat menunjukkan bahwa Iblis dari jenis Malaikat, sebab kalau tidak demikian maka pengeculian (ististna) tersebut harus kita yakini sebagai "Istitsna Munqathi'" (pengecualian yang terputus) yang malazimkan pemaknaan "majazi" (kiasan) dan bertentangan dengan lahiriah ayat. Disamping itu juga melazimkan [40] pengkhususan (takhshish) hal-hal yang umum, yang kejanggalannya lebih besar daripada kita mengatakan bahwa Iblis dari jenis Malaikat. [41]

Mereka dalam menyikapi ayat: «کَانَ مِنَ الجِنِّ»; dia adalah dari golongan jin,[42]mengatakan: sebagian peneliti mayakini bahwa perbedaan Malaikat dengan Jin bukan perbedaan spesies akan tetapi Jin merupakan satu golongan dari Malaikat. Dalil yang paling klasik dari keyakinan ini adalah riwayat Ibnu Abbas yang mengatakan: "Dahulu Iblis berasal dari golongan Malaikat dimana mereka dinamakan al-Jin dan diantara Malaikat hanya golongan malaikat inilah yang diciptakan dari Nar as-Samum (api yang sangat panas). Alasan penamaan golongan Malaikat ini dengan Jin adalah dikarenakan mereka bertugas menjadi penjaga khazanah surga atau karena mereka tersembunyi dari pandangan mata.[43]

Dalam menjawab pertanyaan, bagaimana mungkin Malaikat melanggar perintah Allah? mereka mengatakan, bahwa yang dapat dipahamai dari Alquran adalah hanya sebagian Malaikat saja yang maksum bukan semua mereka.[44]

Iblis Dikutuk dan Berubah Rupa

Berdasarkan pandangan sebagian peneliti, pada mulanya Iblis diciptakan dari Malaikat, akan tetapi setelah membangkang ia dikutuk dan berubah rupa menjadi Jin.[45] Pemilik pendapat ini memaknai ayat «کَانَ مِنَ الجِنِّ»; Dia adalah dari golongan jin[46] "Dia berubah menjadi dari golongan Jin" (صار من الجن). Barangkali pernyataan Zamakhsyari menunjuk pada pendapat ini, yang atas dasar ini, kalimat «فَاخرُج مِنهَا»; keluarlah darinya, diartikan dengan keluar dari penciptaan pertamanya. Artinya, setelah ia putih, elok dan bercahaya, kemudian menjadi hitam, jelek dan gelap gulita.[47]

Kisah Iblis

أُمِرَ إِبْلِیسُ بِالسُّجُودِ لآِدَمَ فَقَالَ یا رَبِّ وَ عِزَّتِک إِنْ أَعْفَیتَنِی مِنَ السُّجُودِ لآِدَمَ لَأَعْبُدَنَّک عِبَادَةً مَا عَبَدَک أَحَدٌ قَطُّ مِثْلَهَا قَالَ اللَّهُ جَلَّ جَلَالُهُ إِنِّی أُحِبُّ أَنْ أُطَاعَ مِنْ حَیثُ أُرِیدُ
“ Iblis diperintah sujud kepada Adam, lalu ia berkata: Wahai Tuhanku! Demi kemulian-Mu jika Engkau maafkan aku dari sujud kepada Adam niscaya aku akan menyembah-Mu dengan suatu penyembahan yang tidak akan pernah dilakukan oleh siapapun. Allah jalla jalalu berfirman: Aku ingin ditaati sebagaimana Kukehendaki.”
Bihār al-Anwār, jld.60, hlm.250.

Narasi kisah Iblis berdasarakan ayat-ayat surah Al-A'raf, yang membahas secara lebih rinci tentang subyek ini adalah sebagai berikut: Ketika Allah swt menciptakan manusia dari tanah liat dan meniupkan ruh-Nya kepadanya, Ia memerintahkan para Malaikat sujud kepadanya (manusia). Semua Malaikat selain Iblis melakukan sujud, tetapi ia sombong dan tidak mau bersujud. Ketika ditanyakan sebabnya, Iblis menjawab: Aku lebih baik darinya, sebab Engkau menciptkan aku dari api dan menciptkan dia dari tanah liat, seketika itu Allah mengeluarkan Iblis dari kedudukan itu dan melaknatmya. Iblis meminta supaya ditangguhkan umurnya hingga hari kebangkitan, dan Allah pun memberikan penangguhan hingga waktu tertentu [catatan 2] Kemudian Iblis bersumpah hendak membujuk semua hamba selain orang yang dikhlaskan (muskhlashin) dan Allah pun mengancamkan/menjanjikan api neraka kepadanya dan kepada para pengikutnya. Di dua tempat yang lain, kata Iblis juga dimuat: pertama di surah Saba' ayat 20 yang menyisyaratkan pada pengikutan kaum Saba' kepadanya, dan kedua di surah al-Syu'ara ayat 95 yang menceritakan akhir dari perbuatan Iblis dan para pengikutnya di hari Kiamat.

Allamah Majlisi pada jilid ke-60 Bihar al-Anwār menukil 177 riwayat dari maksumin mengenai Iblis atau Setan.

Kekafiran Iblis

Pada surah al-Baqarah: 34 dan surah Shad: 74 diterangkan: «و کَانَ مِنَ الکفِرین»; ia tergolong orang-orang yang kafir. Maksud kafir disini apakah kafir pembangkangan atau kafir yang muncul dari kebodohan, terjadi perselisihan pendapat di kalangan para mufasir. Sebagian mufasir dengan bersandar pada pengakuan Iblis yang bersumpah, aku benar-benar akan menghalang-halangi mereka dari jalan-Mu yang lurus: «لاَقعُدَنَّ لَهم صِرَاطَکَ المُستقِیمَ»[48]dan aku akan menyesatkan mereka semuanya: «لَاُغوِینَّهُم...» [49] meyakini bahwa Iblis tahu tentang agama yang benar dan penyesatan, dan kafir yang dilakukannya adalah kafir penentangan. Sebagian lagi dari para mufasir meyakini bahwa kafirnya Iblis adalah kafir yang didasari oleh kebodohan, sebab dengan mengetahui tentang kesesatan maka mustahil ia memilih kecelakaan.[50]

Pemaparan tentang kekafiran Iblis dengan menggunakan bentuk lampau (madhi) di dalam Alquran menyebabkan munculnya beberapa pendapat:

1. Sebagaimana dapat dimengerti dari lahiriah ayat, sebelum Iblis melakukan pembangkangan juga sudah kafir. Berdasarkan pendapat ini, ibadah dalam masa panjang yang dilakukan Iblis bukan didasari oleh keimanan dan keikhlasan akan tetapi dilandasi oleh rasa riya, kemunafikan dan hendak beradaptasi dengan golongan Malaikat. [51] Dari ucapan Iblis: «لَم أَکنْ لِاَسجُدَ لِبشر خَلقتَهُ مِن صَلصال مِن حَمإ مَسنون»; Berkata Iblis:" Aku sekali-kali tidak akan sujud kepada manusia yang Engkau telah menciptakannya dari tanah liat kering( yang berasal )dari lumpur hitam yang diberi bentuk"[52] dapat dipahami bahwa sebelum turun perintah sujud ia sudah kafir.[53] Selain lahiriah ayat-ayat, dialog populer Iblis dengan para Malaikat yang mempermasalahkan hikmah penciptaan, fungsi taklif (tugas) dll. diyakini oleh mereka sebagai penguat akan kekafirannya sebelum melanggar perintah Allah.[54]

2. Pada mulanya Iblis beriman, tetapi menjadi kafir setelahnya. Pendapat ini dapat dijelaskan dalam beberapa paparan:

  • Sekalipun Iblis beriman terlebih dahulu, namun Allah sejak "azal" sudah tahu secara pasti bahwa ia akan kafir. Atas dasar ini, dalam ilmu Allah Iblis tergolong dalam kelompok orang-orang kafir. Oleh karenanya, Alquran memaparkan kekafirannya dengan menggunakan bentuk lampau (Madhi). [55]
  • Karena Iblis memilih kafir setelah sebelumnya beriman, maka pengungkapan dengan kalimat: «کَانَ مِن الکَفرینَ»;"Dia adalah dari kalangan kafir ", adalah suatu hal yang boleh dan umum dilakukan.
  • Sebelumnya Iblis mukmin lalu menjadi kafir, dan kalimat «کَانَ مِن الکَفرینَ»; "Dia adalah dari golongan kafir" bermakna صار من الكافرين; Dia menjadi dari golongan kafir. [56]

Iblis dalam Agama-agama Lain

Sejak dahulu kala sudah ada kepercayaan akan adanya setan dan kekuatan-kekuatan jahat di dalam agama-agama dan sekte-sekte. Oleh sebab itu, di dalam teks-teks suci agama dan sekte-sekte terdahulu dibicarakan soal Iblis, esensi, cara-cara dan upaya-upaya untuk melawannya serta akhir hidupnya. Yang dalam dalam banyak tempat satu sama lain memiliki keserupaan bahkan sama dan pada sebagian tempat juga berbeda-beda. [57]

Setan dalam Zoroastrianisme

Di dalam kitab Avesta, dia bernama Angra Mainyu dan di dalam Pahlavi, Ahriman atau Ahriiman atau Ahirman, berarti roh pemerang dan musuh dan di dalam literatur Persia, Gana-minu yang berarti roh pemusnah dan perusak dan keinginan untuk menghancurkan dan merusak. [58]

Setan dalam agama Yahudi dan Kristen

Di kalangan orang Yahudi dan kristen, Iblis juga dikenal sebagai wujud yang negatif dan tercela; namun, di Kitab Kejadian, yang diperkenalkan sebagai faktor penipu Nabi Adam as dan Siti Hawa dan turunnya mereka dari surga adalah ular. [59] Tentu, Penjanjian Baru dalam melaporkan peristiwa dikeluarkannya Adam as dari langit yang agak sedikit berbeda, secara eksplisit menyatakan bahwa ular tersebut adalah Iblis itu sendiri. [60]

Di dalam Alkitab, Iblis adalah sinonim kata Setan[61] dan Malaikat Jurang Maut yang dalam bahasa Ibrani dikenal dengan Abadon dan dalam bahasa Yunani Apolion yang artinya adalah pemusnah [62]

Demikian juga berulang kali diingatkan kepada penggodaan dan penipuan-penipuan Iblis[63] Sifat-sifatnya dinyatakan dengan ungkapan seperti ini: Kepala setan[64] kepala roh-roh kotor [65]) kepala kekuatan-kekuatan jahat [66] sejak awal ia pembunuh dan mempunyai hakikat tercela serta tidak ditemukan suatu kebenaran dalam wujud dirinya, zatnya pembohong, ayah dari seluruh pendusta [67]dan musuh kalian tak ubahnya singa lapar meraung sana sini hingga mendapatkan umpan yang siap diterkam. [68] Di dalam Alkitab, Iblis diyakini dari golongan Malaikat [69] dan kekuatannya sedemikian besar dan meyeluruh sehingga ia disebut raja dunia ini,[70] penguasa dunia yang penuh dosa [71]dan penyebab kegilaan [72] dan perseteruan[73] Dan disinggung pula tentang kemampuannya untuk berubah-rubah rupa sekalipun dalam bentuk Malaikat bercahaya hingga ia bisa mengelabui manusia. [74] Alkitab mengatakan bahwa kerasnya hati menjadi sebab kekuasaannya [75] dan berpesan begini kepada manusia: Lengkapilah dirimu dengan senjata-senjata Tuhan hingga kalian mampu melawan godaan dan tipudaya setan [76]

Memaafkan orang lain untuk mencegah eksploitasi setan,[77] pernikahan untuk melepaskan diri dari godaan setan, tidak terikat dengan orang-orang yang tidak percaya,[78] dan ketergantungan pada Tuhan dan keteguhan,[79] telah dibicarakan sebagai cara untuk mengahadapinya. Api abadi adalah tempat dan akhir dari kehidupan setan dan roh-roh jahat.[80]

Setan dalam Film Hollywood

Sesuai dengan kemampuan-kemampuan luar biasa setan yang digambarkan dalam Injil Kristen, yang dikenalkan sebagai Malaikat kuat dan dibuang dan merupakan penguasa dunia saat ini[81], para penulis dan sutradara menonjolkan kekuatan independen setan melawan Tuhan di dalam karya-karya mereka dan memperkuat lahan dan bidang setanisme. Sikap ini jelas betolak belakang dengan pandangan Islam yang memperkenalkan setan sebagai makhluk yang lemah dan tidak mampu menguasai siapapun.

Setanisme

Dalam pengertian umum, stanisme adalah ketaatan kepada setan dan menyembahnya sebagai sesembahan. Kini, banyak golongan-golongan yang dikenal sebagai peyembah setan. Pemikiran semacam ini telah ada selama ribuan tahun. Sebagian orang mengatakan bahwa alasan dari munculnya pemikiran tersebut adalah penyembahan setiap entitas yang memiliki kekuatan oleh orang-orang yang hidup pada ribuan tahun yang lalu dan atau adanya dua tuhan yang saling menentang, yakni Tuhan yang baik dan jahat, dalam pemikiran orang zaman dahulu.

Sebagian orang menganggap bahwa para penyembah setan dipredikati demikian karena hanya sikapnya yang anti agama dan anti etika, pada hakikatnya mereka lebih condong kepada penyembahan diri sendiri daripada menyembah Tuhan, bukan berarti mereka benar-benar menerima adanya makhluk super power bernama setan dan menyembahnya. Sebagian orang lagi meyakini setan sebagai makhluk yang lebih kuat dari Tuhan dan menyembahnya. Mayoritas para penyembah setan berkonsentrasi pada sihir.[82]

Filosofi Penciptaan dan Penangguhan Iblis

Setelah Iblis melanggar perintah Allah swt untuk sujud kepada Adam as dan dibuang dari kedudukannya, ia meminta kepada Allah supaya ditangguhkan sampai hari Kiamat, dan Allah pun menangguhkannya hingga waktu tertentu. Peristiwa ini disinyalir dalam ayat 36 sampai 38 surah Al-Hijr: «قَالَ رَبِّ فَأَنظِرْنِي إِلَىٰ يَوْمِ يُبْعَثُونَ قَالَ فَإِنَّكَ مِنَ الْمُنظَرِينَ إِلَىٰ يَوْمِ الْوَقْتِ الْمَعْلُومِ; Berkata iblis:" Ya Tuhanku, (kalau begitu) maka beri tangguhlah kepadaku sampai hari (manusia) dibangkitkan". Allah berfirman:"(Kalau begitu) maka sesungguhnya kamu termasuk orang-orang yang diberi tangguh, sampai hari (suatu) waktu yang telah ditentukan".

Sebagian sumber hadis menukil beberapa riwayat, yang atas dasarnya, dikatakan bahwa penangguhan umur Iblis adalah sebagai balasan dari ibadah yang pernah dilakukannya dalam masa panjang. [83]

Dalam karya-karya tafsir Syiah, mengingat bahwa tidak keluar dari Iblis kecuali kejahatan, maka timbullah pertanyaan ini, mengapa Allah swt dengan ilmu-Nya kepada Ilblis tetap menciptakannya, bahkan Ia juga menerima penangguhan Iblis setelah diusir?. [84]Mulla Sadra dalam tafsirnya mengatakan, hikmah-hikmah penciptaan Setan sangat banyak, tapi tak satupun selain Allah mengetahui semua itu. [85]

Akhir Iblis dan Waktu yang Ditentukan

Mengenai kapan kematian Iblis (waktu yang ditentukan yang disinggung pada ayat 80 dan 81 surah Shad: قَالَ فَإِنَّک مِنَ الْمُنظَرِ‌ینَ إِلَیٰ یوْمِ الْوَقْتِ الْمَعْلُومِ; Allah berfirman:"(Kalau begitu) maka sesungguhnya kamu termasuk orang-orang yang diberi tangguh, sampai hari (suatu) waktu yang telah ditentukan") dan bagaimana akan terjadi, terdapat aneka ragam riwayat yang sanad-sandanya tidak kuat. Dalam beberapa riwayat diterangkan bahwa Imam Zaman as akan memenggalnya di saat kemunculannya.[catatan 3] Di dalam hadis lain diceritakan bahwa masa kematian Iblis terjadi diantara peniupan sangkakala pertama dan kedua oleh Israfil,[86] dan dalam penukilan lain dijelaskan bahwa Iblis pada masa raj'ah akan mati terbunuh di tangan Nabi saw [87] Allamah Majlisi setelah menulis riwayat yang berbeda-beda meyakini bahwa setan akan tetap eksis hingga sebelum kiamat dan mati saat terjadi peniupan sangkakala. [88]

Allamah Thabathabai mengatakan, tidak ada hubungan antara dilimpahkannya tugas (taklif) kepada manusia dan keberadaan setan untuk menggodanya, sebab mungkin saja komunitas manusia menjadi saleh dan dengan adanya setan, mereka tidak menyembah siapapun selain Allah. [89]

Allah pada awal-awal dialog-Nya sudah mengumumkan posisi terakhir Iblis dan para pengikutnya, yaitu terjerumus ke dalam api kemurkaan-Nya: «قَالَ فَالحقُّ وَالحَقَّ أَقولُ لَاَملأنَّ جَهنّمَ مِنکَ و مِمَّن تَبِعَکَ مِنهُم أَجمعین» ; Allah berfirman:"Maka yang benar (adalah sumpah-Ku) dan hanya kebenaran itulah yang Ku-katakan. Sesungguhnya Aku pasti akan memenuhi neraka Jahanam dengan jenis kamu dan dengan orang-orang yang mengikuti kamu di antara mereka kesemuanya"[90] dan menggariskan jahanam sebagai tempat mereka: «قالَ اذهَبْ فمَن تَبِعکَ مِنهُم فَإِنَّ جَهنَّم جَزاؤُکُم جَزاءً مَوفوراً.» ; Tuhan berfirman:"Pergilah, barang siapa di antara mereka yang mengikuti kamu, maka sesungguhnya neraka Jahanam adalah balasanmu semua, sebagai suatu pembalasan yang cukup" [91]

Berdasarkan ayat-ayat Alquran, pada hari Kiamat, setelah Allah melakukan penghakiman, Iblis [92] dengan berlepas diri dari para pengikutnya melimpahkan tanggung jawab penyimpangan-penyimpangan mereka kepada mereka sendiri seraya berkata: Demikianlah Allah berjanji kepada kalian dengan janji yang benar, tetapi aku berjanji kepada kalian, lalu aku berkhianat. Aku tidak memiliki kuasa apapun atas kalian, selain aku hanya mengajak kalian dan kalian menyambutnya, oleh karenanya janganlah kalian menyalahkanku dan celalah diri kalian sendiri. Kini aku tidak dapat menolong kalian dan kalianpun tidak dapat menolongku: «و قالَ الشَّیطَنُ لَمّا قُضِی الأَمرُ إِنَّ اللّهَ وَعَدکُم وَعدَالحَقِّ و وَعدتُّکُم فَأَخلَفتُکُم و مَا کَانَ لِی عَلیکُم مِن سُلطن إلاَّ أَن دَعوتُکُم فَاستَجبتُم لِی فَلاَتَلومونِی و لوموا أَنفسَکُم مَا أَنَا بِمُصرِخِکُم و مَا أَنتُم بِمُصرِخِی إِنِّی کَفرتُ بِمَا أَشرکتُمونِ مِن قَبلُ إِنَّ الظَّلِمینَ لَهُم عَذابٌ أَلیمٌ»; Dan berkatalah setan tatkala perkara (hisab) telah diselesaikan:" Sesungguhnya Allah telah menjanjikan kepadamu janji yang benar, dan aku pun telah menjanjikan kepadamu tetapi aku menyalahinya. Sekali-kali tidak ada kekuasaan bagiku terhadapmu, melainkan (sekedar) aku menyeru kamu lalu kamu mematuhi seruanku, oleh sebab itu janganlah kamu mencerca aku, akan tetapi cercalah dirimu sendiri. Aku sekali-kali tidak dapat menolongmu dan kamu pun sekali-kali tidak dapat menolongku. Sesungguhnya aku tidak membenarkan perbuatanmu mempersekutukan aku (dengan Allah) sejak dahulu". Sesungguhnya orang-orang yang lalim itu mendapat siksaan yang pedih. [93]

Pada akhirnya semua mereka mendapat balasannya dan dilemparkan ke dalam neraka: «فَکُبکِبوا فیهَا هُم وَالغَاوُونَ و جُنودُ إِبلیسَ أَجمَعونَ.»; Maka mereka (sembahan-sembahan itu) dijungkirkan ke dalam neraka bersama-sama orang-orang yang sesat dan bala tentara Iblis semuanya.[94]

Catatan Kaki

  1. Raghib Isfahani, Mufradāt Alfadz al-Qur'an, hlm.143, kata بلس; Ibnu Faris, Maqāyis al-Lughah, jld.1, hlm.300, kata بلس; Farahidi, al-Ain, hlm.93, kata, بلس.
  2. Alusi, Ruh al-Ma'āni, jld.1, hlm. 364; Thabari, Jami' al-Bayān, Jld.1, hlm.325.
  3. Zubaidi, Tāj al-Arus, jld.8, hlm.208, kata (بلس).
  4. Thuraihi, Majma' al-Bahrain, jld.1, hlm.239; Ibnu Manzur, Lisan al-Arab, jld.1, hlm.483, kata, (بلس)
  5. Dāerah al-Ma'ārif al-Islamiyah, jld.14, hlm.51; Hawks, Qamus Alkitab, hlm.545.
  6. Q.S. Al-Baqarah: 34; Q.S. Al-A'raf: 11; Q.S. Al-Hijr: 31-32; Q.S. Thaha:116; Q.S. Shad: 74-75.
  7. Hairi, Dāerah al-Ma-ārif al-Syi'iyah al-'Ammah, jld.2, hlm.199.
  8. Thuraihi, Majma al-Bahrain, jld.1, hlm.239.
  9. Syabastari, A'lām al-Quran, hlm.78; Maibadi, Kasyf al-Asrār, jld.1, hlm.145.
  10. Raghib Isfahani, Mufradat Alfādz al-Quran, hlm.143; Zubaidi, Tāj al-'Arus, jld.8, hlm.209, kata (بلس); Ibnu Faris, Maqāyis al-Lughah, jld.1, hlm.300.
  11. Q.S. Al-Baqarah: 34; Q.S. Al-Araf: 11; Q.S. Al-Hijr: 31-32; Q.S. Al-Isra; Q.S. Al-Kahfi: 50; Q.S. Thaha: 116.
  12. Thabathabai, al-Mizān, jld.7, hlm.321
  13. Alusi, Ruh al-Ma'āni, jld.4, hlm.202
  14. Syabastari, A'lām al-Quran, hlm.83.
  15. Thusi, al-Tibyān, jld.1, hlm.151.
  16. Abu al-Futuh Razi, Raudh al-Jinān, jld.1, hlm.212
  17. Zamakhsyari, al-Kasyāf, jld.1, hlm.128.
  18. Qummi Masyahadi, Kanz al-Daqāiq, jld.1, hlm.351
  19. Sayid Quthub, Fi Zhilāl al-Quran, jld.1, hlm.58
  20. Mugniyah, al-Kāsyif, jld.1, hlm.83.
  21. Thabrisi, Majma' al-Bayān, jld.1, hlm.189
  22. Fakhrurrazi, al-Tafsir al-Kabir, jld.2, hlm.213.
  23. Maibudi, Kasyf al-Asrār, jld.3, hlm.570; Thusi, al-Tibyān, jld.1, hlm.152; Majlisi, Bihār al-Anwār, jld.60, Bab penyebutan Iblis dan Kisah-kisahnya, hadis no. 47, 54, 55, 109, 133, 142.
  24. Ayyasyi, Tafsir al-Ayasyi, jld.1, hlm.34; Bahrani, al-Burhān, jld.1, hlm.170; Majlisi, Bihār al-Anwār, jld.11, hlm.144.
  25. QS. Al-Kahfi: 50.
  26. QS. Al-Hijr: 26 dan 27.
  27. Fakhrurrazi, al-Tafsir al-Kabir, jld.2, hlm.214; Suyuthi, al-Mantsur, jld.1, hlm.124
  28. Q.S. Shad: 76.
  29. Q.S. Al-Tahrim:6
  30. Q.S. Al-Jin: 14.
  31. Q.S. Al-Jin:11.
  32. Zamakhsyari, al-Kasyāf, jld.1, hlm.127
  33. Zamakhsyari, al-Kasyaf, jld.3, hlm.91; Jawadi Amuli, Tafsir Maudhu'i, jld.6, hlm.257
  34. Qummi Masyhadi, Kanz al-Daqāiq, jld.1, hlm.351
  35. Thusi, al-Tibyān, jld.1, hlm.150; Baidhawi, Anwār al-Tanzil, jld.1, hlm.294; Thabari, Jami al-Bayān, jld.1, hlm.321
  36. Alusi, Ruh al-Ma'āni, jld.1, hlm.365
  37. Thusi, al-Tibyan, jld.1, hlm.151
  38. Nahjul Balaghah, khutbah 192, hlm.386-387; Thabari, Jami al-Bayān, jld.1, hlm.321
  39. Q.S. Al-Baqarah: 34.
  40. Thusi, al-Tibyān, jld.1, hlm.153.
  41. Fakhrurrazi, al-Tafsir al-Kabir, jld.2, hlm.215; Thuraihi, Majma al-Bahrain, jld.1, hlm.239.
  42. Q.S. Al-Kahfi:50.
  43. Thabari, Jami al-Bayān, jld.1, hlm.322; Thusi, al-Tibyān, jld.1, hlm.152; Alusi, Ruh al-Ma'āni, jld.1, hlm.365.
  44. Thusi, al-Tibyān, jld.1, hlm.152.
  45. Alusi, Ruh al-Ma'āni, jld.1, hlm.365.
  46. Q.S. Al-Kahfi: 50
  47. Zamakhsyari, al-Kasyaf, jld. 4, hlm.107.
  48. Q.S. Al-A'raf: 16.
  49. Q.S. Shad: 82.
  50. Fakhrurrazi, al-Tafsir al-Kabir, jld.14, hlm.39.
  51. Thabrisi, Majma al-Bayan, jld.1, hlm.191; Abul Futuh Razi, Raudh al-Jinān, jld.1, hlm.213
  52. Q.S. Al-Hijr: 33.
  53. Thabathabai, al-Mizan, jld.12, hlm.155.
  54. Thabathabai, al-Mizan, jld.8, hlm.48
  55. Thabari, Jami al-Bayān, jld.23, hlm.220; Thabrisi, Majma al-Bayān, jld.1, hlm.191.
  56. Fakhrurrazi, al-Tafsir al-Kabir, jld.2, hlm.237; Thabrisi, Majma al-Bayān, jld.1, hlm.191
  57. Muhammadi, Iblis Syaithane Qasam Khurdeh(Iblis adalah setan yang bersumpah), hlm.36
  58. Alkitab, kitab kejadian, bab 3.
  59. Kitab Kejadian, bab 3, ayat 1-14.
  60. Alkitab, kitab wahyu, bab 12, ayat 9.
  61. Alkitab, kitab Wahyu, bab 12, ayat 9; bab 20, ayat 2.
  62. Alkitab, wahyu, bab 9, ayat 11
  63. Alkitab, Efesus, bab 4, ayat 27; bab 6 ayat 11.
  64. Alkitab, Matius, bab 9, ayat 34.
  65. Alkitab, Efesus, bab 2, ayat 2.
  66. Alkitab, Yohanes, bab 8, ayat 45.
  67. Alkitab, Yohanes, bab 8, ayat 44.
  68. Alkitab, Petrus Awal, bab 5, ayat 8.
  69. Hawks, Qamus Alkitab, hlm.545
  70. Alkitab, Yohanes, bab 12, ayat 31.
  71. Alkitab, surat kedua Korintus, bab 4, ayat 3-5.
  72. Alkitab, Markus, bab 5 ayat 1-20.
  73. Alkitab, Markus, bab 9, ayat 17-27.
  74. Alkitab, surat kedua Korintus, bab 11, ayat 14-16.
  75. Alkitab, Markus, bab 4, ayat 15.
  76. Alkitab, Efesus, bab 6, ayat 11.
  77. Alkitab, surat kedua Korintus, bab 2, ayat 11.
  78. Alkitab,surat kedua Korintus, bab 6, ayat 12-15.
  79. Alkitab, surat pertama, Petrus, bab 5, ayat 8.
  80. Alkitab, Matius, bab 25, ayat 41; dan surat kedua Korintus, bab 11, ayat 14.
  81. Alkitab, Yohanes, bab 12, ayat 31-32.
  82. Rahimi, Rah Tushe-e Javanan, hlm.159-172.
  83. Shaduq, Ilal al-Syarayi', hlm.178.
  84. Thabathabai, al-Mizan, jld.8, hlm.54-69
  85. Mulla Sadra, Tafsir al-Quran al-Karim, jld.5, hlm.286-287.
  86. (Majlisi, Bihar al-Anwār, jld.60, hlm.244.
  87. Majlisi, Bihar al-Anwār, jld.60, hlm.244
  88. Majlisi, Bihar al-Anwār, jld.60, 244.
  89. Thabathabai, al-Mizān, jld.12, hlm.160.
  90. Q.S.Shad: 84 dan 85.
  91. Q.S. Al-Isra: 63.
  92. Thabrisi, Majma al-Bayan, jld.6, hlm.478.
  93. QS. Ibrahim: 22
  94. Q.S. Al-Syu'ara: 94-95.

Daftar Pustaka

  • Abu al-Futuh Razi, Husain bin Ali. Raudh al-Jinan wa Ruh al-Jinan. Riset: Yahaqqi da Nashih Masyhad. Astane Quds Rezavi, 1375 HS.
  • Alusi, Sayid Mahmud. Ruh Al-Ma'āni fi Tafsir al-quran al-Azim. Riset: Muhammad Husain Arab. Beirut: Dar al-Fikr, 1417 H.
  • Ayasyi, Muhammad bin Mas'ud. Tafsir al-Ayasyi. Riset: Rasuli Mahallati. Teheran: Al-Maktabah al-Ilmiah al-Islamiah, 1363 HS.
  • Bahrani, Sayid Hasyim. Al-Burhan fi Tafsir al-Quran. Qom: Muassasah al-Bi'tsah, 1415 H.
  • Baidhawi Syirazi, Abdullah bin Umar. Anwār at-Tanzil wa Asrār at-Ta'wil. Beirut: Dar al-Fikr, 1416 H.
  • Dairah al-Ma'ārif al-Islamiah. Penerjemah: Ahmad Syantawi Dkk. Beirut: Dar al-Ma'rifah, 1933.
  • Fakhr Razi, Muhammad bin Umar. Al-Tafsir al-Kabir. Qom:Intisyarat Daftar Tablighat Islami, 1413 H.
  • Farahidi, Khalil Ahmad. Kitab al-Ain. Riset: Muhammad hasan Bakai. Qom: Nasyr Islami, 1414 H.
  • Hairi, Muhammad Husain al-A'lami. Dairah al-Ma'ārif asy-Syiiyah al-Ammah. Beirut: Muassasah al-A'lami li al-Mathbu'at, cet. 2, 1413 H.
  • Hawks, James. Qamus Kitab Muqaddas. Teheran: Asathir, 1377 HS.
  • Ibnu Faris, Abi al-Husain Ahmad. Mu'jam Maqāyis al-Lughah. Riset: Abdussalam Muhammad Harun. Qom: Daftar Tablighat Islami, 1404 H.
  • Ibnu Katsir. Al-Bidāyah wa an-Nihāyah. Riset: Ali Muhammad Muawwadh da Adil Ahmad. Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiah, 1418 H.
  • Ibnu Manzur, Muhamma bin Mukarram. Lisan al-Arab. Riset: Ali Syiri. Beirut: Dar Ihya al-Turats al-Arabi, 1408 H.
  • Jawadi Amuli, Abdullah. Tafsir Maudhui Quran Karim. Teheran: Isra' wa Raja', 1373 HS.
  • Kulaini, Muhammad bin Ya'qub. Al-Kāfi. Riset: Ali Akbar Ghaffari. Beirut: Dar al-Ta'aruf, cet.3, 1410 H.
  • Maibudi, Rasyiduddin. Kasyf al-Asrār wa Iddah al-Abrār. Riset: Ali Ashghar Hikmat. Teheran: Amir Kabir, cet. 4,1361 HS.
  • Majlisi, Muhammad Baqir. Bihār al-Anwār. Beirut: Dar Ihya al-Turats al-Arabi, 1403 H.
  • Mughniyah, Jawad Mughniyah. At-Tafsir al-Kāsyif. Beirut: Dar al-Ilm li al-Malayin, 1981.
  • Muhammadi, Ali. Iblis Dusyman Qasam Khurdeh. Iran: Bustan Kitab (Intisyarat Daftar Tablighat Islami Hauzah Ilmiah Qom), cet. 4, 1386 HS.
  • Mulla Shadra, Muhammad bin Ibrahim. tafsir al-Quran al-Karim. Tanpa tempat: Muassasah Tahqiqat wa Nasyr Ma'arif Ahlilbait as, tanpa tahun.
  • Nahjul Balaghah. Shubhi Shaleh. Teheran: Dar al-Uswah, 1415 h.
  • Qummi Masyhadi, Muhammad bin Muhammad Ridha. Tafsir Kanz ad-Daqāiq wa Bahr al-Gharāib. Riset: Husain Dargqahi. Teheran: Wizarat Farhang wa Irsyad Islami, cet. 1, 1411 H.
  • Raghib Isfahan. Mufaradāt Alfādz al-Quran. Riset: Shafwan Adnan Daudi. Damaskus: Dar al_Qalam, 1412 H.
  • Rahimi. Rah Tusye-e Jawānān. Qom: Qalam Maknun, cet. 1, 1387 HS.
  • Sahaduqi, Muhammad bin Ali Babawaih. Ilal asy-Syarayi. Beirut: A'lami, 1408 H.
  • Sayid Quthub. Fi Zhilal al-Quran. Kairo: Dar asy-Syuruq, 1400 H.
  • Shadiqi, Muhammad. Al-FurqĀn fi tafsir al-Quran. Teheran: Farhang Islami, 1365 HS.
  • Suyuthi, Jalaluddin. Ad-Durr al-Mantsur fi Tafsir bi al-Ma'tsur. Beirut: Dar al-Fikr, 1414 H.
  • Syabistari, Abdul Husain. A'lām al-Quran. Qom: Daftar Tablighat Islami, 1379 HS.
  • Thabari, Muhammad bin Jarir. Jami' al-Bayān an Ta'wil Āyāt al-Quran. Riset: Shidqi dan Jamil al-Aththar. Beirut: Dar al-Fikr, 1415 H.
  • Thabathabai, Sayid Muhammad Husain. Al-Mizān fi Tafsir al-quran. Beirut: A'lami, Ofset. Qom: Intisyarat Islami, 1393 H.
  • Thabrisi, Fadhl bin Hasan. Majma' al-Bayān fi Tafsir al-quran. Beirut: Dar alMa'rifah, Ofset. Teheran: Nashir Khosru, 1406 H.
  • Thuraihi, Fakhruddin. Majma' al-Bahrain. Riset: Mahmud adil dan Ahmad Husaini. Teheran: Nasyri Farhang Islami, cet. 2, 1408 H.
  • Thusi, Muhammad bin Hasan. At-tibyān fi Tafsir al-Quran. Riset: Ahmad Habib al-Amili. Beirut: Dar Ihya al-Turats al-arabi, 1963.
  • Zamakhsyari, Mahmud bin Umar.Al-Kasysyāf an Haqāiq at-Tanzil wa Uyun al-Aqāwil fi Wujuh at-Ta'wil. Qom: Balaghat, 1415 H.
  • Zubaidi, Sayid Muhammad Murtadha. Taj al-Arus min Jawāhir al-Qamus. Riset: Ali Syiri. Beirut: Dar al-Fikr, 1414 H.


Kesalahan pengutipan: Ditemukan tag <ref> untuk kelompok bernama "catatan", tapi tidak ditemukan tag <references group="catatan"/> yang berkaitan