Tahlil
Doa, Munajat dan Ziarah |
Ziarah
Ziarah Asyura • Ziarah Warits • Ziarah Arbain • Ziarah Aminullah • Ziarah Al Yasin • Ziarah Jami'ah Kabirah • |
Tahlil (bahasa Arab:التهليل), mengucapkan kalimat La ilaha illallah (لَا إِلهَ إِلَّا اللهُ ), adalah syiar tauhid terpenting dalam Islam. Zikir ini termasuk zikir diantara orang-orang mukmin dan dalam banyak riwayat dipandang sebagai ucapan yang paling bagus, benteng kokoh Ilahi dan termasuk rukun iman. Hadis Silsilah al-Dzahab yang dinukil dari Imam Ridha as menunjukkan urgensitas zikir ini di sisi Allah.
Etimologi
Tahlil dalam bahasa berasal dari akar kata هَلَلَ dan bermakna mengeraskan suara. [1] Bentuk Masdar Manhut dari kalimat tersebut adalah هَيْلَلَة, sebagaimana بَسْمَلَة untuk بِسْمِ اللهِ الرحمن الرحيم dan حَوْقَلَة untuk لَا حَوْلَ وَ لَا قُوةَ الا بِاللهِ. [2]
Dalam istilah agama, tahlil adalah mengucapkan kalimat لَا إِلهَ إِلَّا اللهُ. Penamaan kalimat ini dengan tahlil karena seseorang akan mengeraskan suaranya saat membacanya. [3]
Tahlil dalam Alquran dan Hadis
Kalimat لَا إِلهَ إِلَّا اللهُ dalam bentuk seperti ini dimuat dua kali di dalam Alquran[4] sementara dengan bentuk-bentuk yang mirip dengan bentuk di atas seperti لا اله الا أنا, لا اله الا أنت dan لا اله الا هو dimuat lebih dari tiga puluh kali di dalam Alquran. [5]
Berdasarkan hadis Nabi dan perkataan sahabat dan tabiin, para mufasir memandang bahwa "Kalimah al-Taqwa" yang disebut di dalam Alquran [6] adalah kalimat لَا إِلهَ إِلَّا اللهُ itu sendiri.[7]
Di dalam sumber-sumber hadis dan tafsir, kalimat لَا إِلهَ إِلَّا اللهُ diperkenalkan dengan nama-nama dan sifat-sifat seperti Kalimah al-Tauhid,[8] "Kalimatul Ikhlash",[9] "Kalimah al-Haq" [10] "Kalimah al-Thayyibah" [11] dan "al-Urwah al-Wutsqa" (pegangan yang kokok).[12] Sebagian mereka juga meyakini kalimat tersebut sebagai nama teragung Allah (Ism al-Azam). [13]
Urgensitas Zikir La Ilaha Illallah
Zikir لَا إِلهَ إِلَّا اللهُ termasuk zikir orang-orang yang beriman. Beberapa ungkapan mengenai zikir ini yang dijelaskan dalam riwayat-riwayat adalah:
→Termasuk rukun iman: menurut beberapa hadis, mengakui kalimat لَا إِلهَ إِلَّا اللهُ adalah dihitung dari rukun Islam yang lima dan termasuk pintu-pintu iman yang palin besar yang berjumlah lebih dari 70 pintu. [14]
→Ucapan paling bagus: Nabi Muhammad saw menilai ucapan لَا إِلهَ إِلَّا اللهُ dan semacamnya seperti سبحان الله و الحمد لله و الله أكبر sebagai ucapan yang terbagus. [15]
→Anjuran untuk mengatakannya: mengingat pentingnya zikir ini, Nabi saw pada awal Islam menyeru manusia kepada Islam dengan ungkapan "Ucapkanlah لَا إِلهَ إِلَّا اللهُ niscaya kalian akan bahagia dan selamat". [16] Demikian pula beliau menghimbau kaum muslimin untuk memperbaharui Islam mereka dengan banyak membaca لَا إِلهَ إِلَّا اللهُ. [17]
→Benteng Allah yang kokoh: Di dalam hadis Qudsi yang dinukil oleh Imam Ridha as dari ayah-ayah beliau dan mereka dari Rasulullah saw yang juga terkenal dengan hadis Silsilah al-Dzahab di kalangan Syiah, Allah swt menegaskan bahwa لَا إِلهَ إِلَّا اللهُ adalah benteng kokoh-Nya; dan orang yang masuk ke dalamnya akan selamat dari azab Ilahi. [18]
Posisinya dalam Irfan
Kalimat لَا إِلهَ إِلَّا اللهُ sejak dahulu mendapat perhatian dari para Arif muslim, dan tanpa diragukan bahwa salah satu sisi penting dari kalimat tersebut adalah karena ia adalah kalimat Alquran. Ibnu Arabi berkata: Sebuah rahmat Allah yang dianugerahkan kepada manusia adalah Dia sendiri menggunakan ungkapan seperti ini. Jika tidak, bagaimana mungkin para hamba dengan ilmunya kepada Haq/Allah, pertama mengatakan لَا إِلهَ إِلَّا اللهُ lantas kemudian menetapkannya. [19]
Tampaknya, hadis-hadis yang dinukil mengenai لَا إِلهَ إِلَّا اللهُ memberikan efek terhadap pembentukan dan perkembangan tafsir-tafsir Irfani dari kalimat لَا إِلهَ إِلَّا اللهُ. Abu Hamid Ghazali dalam kitab Ihya Ulumiddin[20]menukil sebuah kumpulan dari hadis-hadis ini. Salah satu dari hadis-hadis ini memberikan kabar gembira bahwa, barang siapa membaca لَا إِلهَ إِلَّا اللهُ dengan hati ikhlas niscaya akan masuk surga. [21]
Beberapa orang Arif menamakan kalimat لَا إِلهَ إِلَّا اللهُ dengan zikir rahasia (hati)[22] dengan alasan bahwa melafalkan kalimat tersebut tidak perlu diucapkan dalam mulut tapi bisa juga diucapkan dalam hati. [23]
Catatan Kaki
- ↑ Jauhari, jld.5, hlm.1852; Ibnu Paris, jld.6, hlm.11; Ibnu Manzur, jld.15, hlm.120; Murtadha Zubaidi, jld.15, hlm.810
- ↑ Azhari, jld.5, hlm.370; Tsa'alibi, hlm.224-225.
- ↑ Azhari, jld.5, hlm.368.
- ↑ Lihat: Surah as-Shaffat:35 dan Muhammad: 19
- ↑ Lihat: Abdul Baqi, kata اله.
- ↑ Q.S. Al-Fath: 26
- ↑ Sebagai contoh lihatalah: Bukhari al-Ju'fi, jld.7, hlm.229; Tirmidzi, jld.5, hlm.62; Thabari, jld.26, hlm.6667; Ibnu Babawaih, jld.1, hlm.251; Thusi, jld.4, hlm.283.
- ↑ Fadhl bin Hadan Thabarsi, jld.6, hlm.480, jld.8, hlm.584
- ↑ Ibnu Babawaih, jld.1, hlm.299; jld.2, hlm.119.
- ↑ Ibnu Hajar Asqalani, jld.8, hlm.160.
- ↑ Qurrubi, jld.9, hlm.359; Thabathabi, jld.12, hlm.51
- ↑ Syaukani, jld.1, hlm.277
- ↑ Lihat: Nawawi, jld.17, hlm.18; Mazandarani, jld.10, hlm.316.
- ↑ Lihat: Ibnu Hanbal, jld.2, hlm.120, 143, 379; Bukhari al-Ju'fi, jld.1, hlm.8; Ali bin Hasan Thabarsi, hlm.86.
- ↑ Lihat: Bukhari al-Ju'fi, jld.7, hlm.229; Thabrani, jld.3, hlm.315.
- ↑ Lihat: Ibnu Hanbal, jld.3, hlm.492, jld.4, hlm.63; Ibnu Syahrasyub, jld.1, hlm.51; Majlisi, jld.18, hlm.202
- ↑ Lihat: Hakim Nisyaburi, jld.4, hlm.256; Muttaqi, jld.1, hlm.416.
- ↑ Lihat: Ibnu Babawaih, hlm.25; Qadhai, jld.2, hlm.323-324; Ibnu Asakir, jld.5, hlm.462, jld.7, hlm.115; Majlisi, jld.49, hlm.127.
- ↑ Jld.2, hlm.224-225.
- ↑ Lihat: jld.1, hlm.298-300.
- ↑ Ihya Ulumiddin, jld.1, hlm.299.
- ↑ Lihat: Naraqi, hlm.333
- ↑ Zarkasyi, hlm.82.
Daftar Pustaka
- Alquran Alkarim
- Abdul Muluk bin Muhammad Tsa’alibi, Fiqhul Lughah wa sirrul Arabiyah, cet. Sulaiman Salim Bawab, Dimasyq, 1409H/1989.
- Ahmad bin Muhammad Mahdi Naraqi, Kitāb al-Khazāin, cet. Hasan Hasanzadeh Amuli dan Ali Akbar Ghaffari, Tehran, 1380 HS.
- Ali bin Hasan Thabrisi, Misykātul Anwār fi Ghuraril Akhbār, cet. Mahdi Husyman, Qom, 1418H.
- Ali bin Husamuddin Muttaqi, Kanzul Umal fi Sunanil Aqwāl wal Af’āl, cet. Bakri Hayani dan Shafwah Saqa, Beirut, 1409H/1989.
- Fadhl bin Husain Thabrisi, Jawāmi’ul Jāmi',
- Ibnu Arabi, al-Futuhāt al-Makkiyah, Beirut, Dar Shadir, tanpa tahun.
- Ibnu Asakir, Tārikh Madinah Dimasyq, cet. Ali Syiri, Beirut,1415-1421/1995-2000.
- Ibnu Babuwaih, 'Uyun Akhbār al-Ridhā, cet. Husein ‘Alami, Beirut, 1404 H/1984.
- Ibnu Babuwaih, al-Amāli, Qom, 1417.
- Ibnu Faris, Mu'jam Maqāyisul Lughah.
- Ibnu Hajar ‘Asqalani, Fathul Bāri,: Syarh Shahih al-Bukhari, Beirut, Darul Ma’rifah, tanpa tahun.
- Ibnu Hambal, Musnad al-Imam Ahmad bin Hambal, Beirut, Dar Shadir, tanpa tahun.
- Ibnu Manzhur, Lisānul Arab.
- Ibnu Syahrasyub, Manāqib Al Abi Thālib, Najaf, 1956.
- Ismail bin Hammad Jauhari, al-Shahhah: Tājul Lughah wa Shahhahul Arabiyah, cet. Ahmad Abdul Ghafur Atthar, Kairo, 1376 H, cet. Offset, Beirut, 1407.
- Majlisi, Bihārul Anwār.
- Muhammad bin Abdullah Neisyaburi, al-Mustadrak ala as-Shahihain, cet. Yusuf Abdurrahman Mar’asyili, Beirut, 1406.
- Muhammad bin Ahmad Azhari, Tahdzibul Lughah, cet. Abdullah Darwisy, Kairo, tanpa tahun.
- Muhammad bin Ahmad Qurthubi, al-Jāmi’ li Ahkamil Qurān, Beirut, 1405H/1985.
- Muhammad bin Ali Syaukani, Fathul Qadir, Beirut, Dar Ihya al-Turats al-Arabi, tanpa tahun.
- Muhammad bin Bahadur Zarkasyi, Ma’na Lā Ilaha Ilallah, cet. Ali Muhyiddin Ali Qure Daghi, Kairo, 1985.
- Muhammad bin Isa Tirmidzi, Sunan at-Tirmidzi, juz 2, 5, cet. Abdurrahman Muhammad Utsman, Beirut, 1403.
- Muhammad bin Ismail Bukhari ju’fi, Shahih Bukhāri, Istanbul, 1401 H/1981.
- Muhammad bin Muhammad Ghazali, Ihyā Ulumuddin, Kairo, 1377H/1957.
- Muhammad bin Muhammad Murtadha Zubaidi, Tājul Arus min Jawāhiril Qāmus, cet. Ali Syiri, Beirut, 1414 H/1994.
- Muhammad Fuad Abdul Baqi, al-Mu’jam al-Mufahras li Alfāzhil Qurānil Karim, Kairo, 1364 H, cet. Offset Tehran, 1397 HS.
- Muhammad Salamah Qadha’I, Musnadus Syahāb, cet. Hamdi Abdul Majid Salafi, Beirut, 1405 H/1985.
- Muhammad Shalih bin Ahmad Mazandarani, Syarh Ushul al-Kāfi, Ma’a Ta’liq Abul Hasan Sya’rani, cet. Ali Asyur, Beirut, 1421H/2000.
- Sulaiman bin Ahmad Thabarani, Musnad as-Syāmiyiin, cet. Hamdi Abdul Majid Salafi, Beirut, 1417 H/1996.
- Thabari, Jāmiul Bayān
- Thabatahabi, al-Mizān fi Tafsiril Qurān.
- Thusi, Majmaul Bayān.
- Yahya bin Syaraf Nawawi, Shahih Muslim bi Syarhi Nawawi, Beirut, 1407 H/1987.