Abbas bin Abdul Muththalib

Prioritas: c, Kualitas: b
tanpa referensi
Dari wikishia
(Dialihkan dari Abbas Paman Nabi)
Abbas bin Abdul Muththalib
Pemakaman Baqi sebelum pengrusakan
Pemakaman Baqi sebelum pengrusakan
Info pribadi
Nama lengkapAbbas bin Abdul Muththalib
JulukanAbu al-Fadhl
Garis keturunanKabilah Quraisy
Kerabat termasyhurAyah dari Abdullah bin Abbas • Khulafa Abbasiyah
Muhajir/AnsharMuhajir
Tempat TinggalMekahMadinah
Wafat/Syahadah22 H
Tempat dimakamkanPemakaman Baqi
Informasi Keagamaan
Memeluk IslamSetelah Perang Badar
Keikutsertaan dalam GhazwahPerang Hunain
Hijrah keMadinah
Terkenal sebagaiPaman Nabi Muhammad saw

Abbas bin Abdul Muththalib (bahasa Arab: :عَبّاس بن عَبدُالمُطَّلِب) adalah paman Nabi Muhammad saw dan nenek moyang para khalifah dari Dinasti Abbasiyah. Ia di masa kecil dan remajanya adalah teman sepermainan Rasulullah saw. Mengenai kapan ia masuk Islam ada perbedaan pendapat di kalangan sejarawan; sebab, sebelum masuk Islam pun ia telah memberikan dukungan dan pembelaan terhadap Rasulullah saw. Pendapat yang masyhur, ia masuk Islam setelah hijrah, namun saat perjanjian Aqabah sebelum hijrah, ia telah memberikan pembelaannya kepada Nabi Muhammad saw. Ia wafat pada masa kekhalifahan Usman bin Affan dan dimakamkan di pemakaman Baqi.

Nasab

Abbas bin Abdul Muththalib bin Hisyam bin Abdul Manaf bin Qushai bin Kilab bin Murrah bin Ka'ab bin Luai adalah paman Rasulullah saw dan putra dari Abdul Muththalib, kakek Rasulullah saw. Ibunya bernama Nutailah. [1] Ia lahir tiga tahun sebelum Tahun Gajah [2] dan 56 tahun sebelum hijrah di kota Mekah dan di tengah-tengah keluarga pembesar Quraisy. Abbas adalah putra bungsu Abdul Muththalib [3] dan hanya selisih tiga tahun dari usia Nabi Muhammad saw. [4]

Silsilah keluarga Nabi saw
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
Qushay
wafat: 400 M
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
Abdul Uzza
 
 
 
 
 
 
 
 
Abdu Manaf
wafat: 430 M
 
 
 
 
 
 
 
Abd al-Dar
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
Asad
 
 
 
Muththalib
 
 
Hasyim
wafat: 464 M
 
 
 
Nawfal
 
'Abd Shams
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
Khuwaylid
 
 
 
 
 
 
 
 
Abdul Muththalib
wafat: 497 M
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
Al-'Awwam
 
Khadijah Sa
 
Hamzah
 
 
Abdullah
lahir: 545 M
 
 
 
Abu Thalib
 
Abbas
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
Zubair
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
Nabi Muhammad saw
lahir: 571 M
 
Ali as
llahir: 599 M
 
'Aqil
 
Ja'far
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
Fatimah binti Muhammad sa
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
Muslim
 
Abdullah
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
Hasan as
lahir: 625 M
 
 
 
 
 
 
Husain as
lahir: 626 M
 
 
Zainab sa
lahir: 627 M
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

Sebelum Bitsah

Disebabkan usianya yang tidak terpaut jauh dengan Nabi Muhammad saw yang saat itu berada di bawah asuhan Abdul Muththalib, maka Abbas kecil menjadi teman sepermainan Nabi saw dan keduanya sangat akrab dan tumbuh bersama sampai mencapai usia remaja. Di saat remaja, keduanya ikut dalam pembangunan Ka'bah dengan turut memanggul batu di pundak mereka. [5] Abbas di masa kecil, remaja dan dewasanya sering bersama dengan Nabi Muhammad saw, sampai jika ada yang mencari keberadaan Nabi Muhammad saw, mereka menanyakan keberadaannya kepada Abbas. [6]

Abbas sebagaimana orang-orang Quraisy pada umumnya juga adalah seorang pedagang [7] dan terkenal sebagai salah seorang pedagang yang sukses dan kaya. Setelah Abu Thalib, Abbaslah kemudian yang bertanggungjawab memasok air dan makanan untuk para peziarah Mekah. [8] Ia juga yang bertanggungjawab untuk pembangunan Masjidil Haram. [9] Sewaktu Mekah dilanda musim paceklik dan kekeringan yang berkepanjangan, untuk meringankan beban ekonomi Abu Thalib Abbas mengadopsi Ja'far bin Abi Thalib ke rumahnya. [10]

Setelah Bitsah

Abbas juga berada pada peristiwa "Yaumud Dar". [11] Meskipun Bi'tsah Nabi sudah dimulai, tetapi Abbas belum juga mengikrarkan diri untuk menjadi muslim, namun bukan saja ia tidak menolak dan menentang dakwah Rasulullah saw melainkan ia memberikan pembelaan dan dukungan. [12] Ketika Nabi Muhammad saw diboikot dan terasing di Syi'b Abi Thalib, Abbas sebagaimana Bani Hasyim lainnya tetap bersama Rasulullah saw dan mendukungnya. [13]

Ketika Baiat Aqabah kedua diambil dan saat itu berlangsung pada malam hari, Abbas juga turut hadir dan menjadi orang yang pertama menyampaikan orasi sambil menegaskan dukungannya atas dakwah Rasululllah saw dan menetapkan perjanjian yang kuat bersama kaum Muhajirin. [14]

Abbas menikah dengan Lubabah Kubra (Ummul Fadhl) putri Harits bin Hazan [15] dari Bani 'Amir dan memiliki hubungan kekerabatan dengan Raja Rabi'ah.

Masuk Islam

Mengenai masuk Islamnya Abbas, terdapat beragam pandangan yang berbeda-beda, diantaranya: Pada awal dakwah Islam, [16] malam hijrah, [17] sebelum perang Badar, [18] setelah perang Badar, [19] dan pada saat perang Khaibar. [20] Dzahabi menulis, "Pendapat yang kuat adalah Abbas masuk Islam setelah perang Badar."[21] Sementara Ibnu Atsir berpendapat, adanya perintah Nabi Muhammad saw untuk tidak membunuh Abbas sebelum terjadinya perang Badar, karena ia seorang muslim. [22]

Pendapat lain menyebutkan, Ummul Fadhl, istri Abbas adalah perempuan kedua yang masuk Islam. [23] Nabi Muhammad saw setelah hijrah, antara putrinya Zainab, seorang wanita muslim dengan suaminya Abu al-'Ash yang saat itu belum masuk Islam, memerintahkan agar keduanya berpisah, sampai pada tahun ke-6 H, disaat Abu al-'Ash masuk Islam, keduanya disatukan kembali. [24] Dengan peristiwa tersebut, menunjukkan hukum wajibnya berpisah antara perempuan muslim dengan suaminya yang kafir setidaknya berlaku setelah hijrah. Oleh karena itu, jika Abbas adalah salah seorang yang Musyrik dan menjadi keniscayaan Nabi Muhammad saw seharusnya beliau memisahkannya dengan istrinya.

Setelah Hijrah

Berhadapan dengan Kaum Muslimin dalam Perang Badar

Dalam perang Badar yang merupakan tindakan militer pertama Quraisy terhadap Nabi saw, orang-orang Mekah yang segera bergerak menuju Madinah untuk menyelamatkan kafilah para pedagang Quraisy, dengan paksa membawa Abbas pula dalam rombongan mereka dan beberapa orang Bani Hasyim. [25] Abbas memberitahu Nabi saw prihal perjalanan serta alasan keikutsertaannya dengan mereka. [26] dan berdasarkan suatu riwayat, dalam suratnya kepada Nabi saw, ia mengingatkan bahwa jika mampu, ia akan membuat pasukan Quraisy kalah. [27]

Setelah tertawan, terjadi perundingan antara Nabi saw dengan Abbas terkait ganti rugi tawanan perang Badar[28] dan menurut kutipan sebagian sumber, ayat 70 surah al-Anfal adalah berkaitan dengan hal ini, "Wahai Nabi! Katakanlah kepada para tawanan perang yang ada di tanganmu, jika Allah mengetahui ada kebaikan di dalam hatimu, niscaya Dia akan memberikan yang lebih baik dari apa yang telah diambil darimu dan Dia akan mengampuni kamu...". Dan dari sisi lain, Ibnu Hisyam tidak menyebut Abbas sebagai bagian tawanan. [29]

Makam Abbas bin Abdul Muththalib di sisi makam Aimmah As pasca pengrusakan

Sesudah Perang Badar

Setelah bebas dari tawanan perang Badar, Abbas kembali ke Mekah dan meminta izin kepada Nabi saw untuk berhijrah ke Madinah, Nabi saw dalam menjawab permintaannya menulis, “Tinggallah di tempatmu, karena Tuhan mengakhiri hijrah kepadamu, sebagaimana nubuwah kenabian telah berakhir denganku". Sebelum dan sesudah perang Badar, Abbas telah berkali-kali meminta izin kepada Nabi saw untuk berhijrah, namun setiap kali ia memohon, ia mendengarkan jawaban yang sama. [30]

Oleh karena itu, dengan perintah Nabi saw, ia tetap tinggal di Mekah sampai dapat melaporkan tindakan-tindakan Quraisy terhadap Nabi saw. Ia menulis surat kepada Nabi saw terkait dengan peperangan Badar, Uhud serta Ahzab dan memberitahu Nabi saw tentang rencana dan keputusan Quraisy. [31] pada akhirnya, menjelang penaklukan Mekah ia hijrah ke Medinah dan bergabung dengan Nabi saw dan berperan penting dalam penaklukan Mekah serta penyerahan kaum Quraisy tanpa syarat. [32]

Perang Hunain

Abbas juga terlibat aktif dalam perang Hunain yang berkobar tak lama setelah penaklukan kota Mekah. Dalam perang ini, akibat serangan malam kaum musyrikin, ketika pasukan kaum Muslimin melarikan diri dan meninggalkan Nabi saw sendirian, Abbas di sebelah kiri Nabi saw dan putranya Fudhail di sebelah kiri serta Ali as di bagian depan bertempur melindungi Nabi saw. Sedemikian gigih mereka bertahan sehingga turunlah ayat mulia berikut ini terkait mereka, "ثمّ أَنزَلَ الله سَکینَتَه عَلَی رَسولِهِ وَ عَلَی المؤمِنین" (Qs. Taubah:25)[33].

Menurut Balazuri, pada hari peperangan Hunain, tatkala Abbas memegang tali kekang kendaraan Nabi saw, sekelompok kaum Musyrikin berniat membunuh Nabi saw. Abbas lalu merangkul salah seorang dari mereka yang sudah dekat dan berkata kepada salah seorang pembantu Nabi saw, “Pukulah, jangan takut untuk membunuh salah satu di antara kami", pembantu Nabi saw kemudian membunuh musuh; berdasarkan riwayat ini, Abbas melakukan pula tindakan yang sama terhadap enam orang musuh lainnya. Ia lalu mencium Nabi saw dan mendoakannya. [34]

Perawakan Abbas

Abbas adalah seorang yang terhormat, agung, pandai dan berakal, penyabar, pemaaf, tampan, sangat putih, bertubuh tinggi dan kuat serta bersuara lantang. [35] Dzahabi menulis, “Abbas merupakan lelaki yang paling tinggi, paling tampan, paling besar, paling lantang suaranya, paling penyabar dan paling mulia. [36] ketinggiannya dapat terlihat ketika sedang bertawaf mengelilingi Ka’bah, ia terlihat lebih tinggi dari yang lain menyerupai sebuah tandu putih. [37]

Wafat

Abbas Bin Abdul Muththalib meninggal dunia pada hari Jumat, 14 Rajab 32 H. di masa kekhalifahan Usman pada usia 88 atau 89 tahun. [38] Ali as bersama putra-putra Abbas memandikannya dan atas izin mereka khalifah ketiga hadir dalam prosesi penguburannya. Di samping utusan Bani Hasyim, utusan-utusan Usman pun mendatangi desa-desa dan kabilah-kabilah serta mengajak seluruh masyarakat turut serta dalam mengantar jenazahnya dan sedemikian banyak orang yang ikut dalam acara tersebut di mana belum pernah terjadi sebelumnya dan tempat khusus yang disipakan untuk salat jenazah tidak muat sehingga jenazahnya disalati di pekuburan Baqi yang diimami oleh Usman. Masyarakat begitu antusias untuk melihat jenazahnya hingga prosesi penguburan menjadi sulit dan akibat besarnya jumlah massa yang datang berdesakan, kain kapan jenazah pun sobek sehingga khalifah kemudian mengirim satuan keamanannya untuk menjauhkan massa dan kemudian Bani Hasyim yang mendapat tugas untuk menguburkannya. Bagaimanapun, prosesi penguburannya berlangsung ramai dan ia dikebumikan di pemakaman Baqi. [39]

Imam Ali as, Imam Hasan as dan Imam Husain as hadir dalam prosesi pemakaman Abbas dan Abdullah, Ubaidillah serta Qutsam (putra-putra Abbas) lantaran memiliki tubuh yang lebih besar masuk ke dalam kuburan. [40] .

Di kemudian hari Imam Hasan As, Imam Sajjad as, Imam Baqir as dan Imam Shadiq as dikuburkan pula di pemakaman Baqi dan berdekatan dengan kuburan Abbas dan dibuatkan kubah besar di atas mereka yang tetap bertahan hingga kaum Wahabi berkuasa di Hijaz dan merusaknya. [41]

Kritikan-kritikan

Berlawanan dengan uraian-uraian yang dimuat dalam kitab-kitab sejarah pada masa pemerintahan Abbasiyah tentang Abbas bin Abdul Muththalib, sebagian mengatakan bahwa para khalifah Abbasiyah, lantaran menyandarkan legalitas kekuasaan mereka kepada Abbas, berusaha menyesuaikan wajah historis Abbas serta sebagian putra-putra dan cucu-cucunya dengan kebijakan politik mereka; khususnya agar saingan-saingan mereka dari kalangan Thalibiyyin dan Alawiyyin di masa Nabi Muhammad saw tidak memanfaatkannya.

Pertama-tama, mereka berusaha mengurangi sisi negatif kehadiran Abbas pada sebagian peristiwa awal-awal Islam dalam penentangannya terhadap Nabi saw; lalu mereka menisbahkan sebagian keutamaan-keutamaan (fadhail) kepadanya. Dan karena itu pula, penguasa-penguasa Abbasiyah berusaha meyakinkan bahwa kehadiran Abbas pada perang Badar [42] dalam barisan kaum musyrikin strategi yang sejak awal diperlukan [43] dan oleh sebab itulah, setelah ia ditawan [44], Nabi saw memerintahkan untuk tidak membunuhnya. [45] atau mereka mengatakan bahwa Abbas berkomunikasi dengan Nabi saw secara sembunyi-sembunyi dan mengabarkan rencana-rencana kaum musyrikin kepadanya. [46] [47]

Catakan Kaki

  1. Baladzuri, Ansabul Asyraf, jld. 1, hlm. 66; Ya'qubi, Tarikh Ya'qubi, jld. 1, hlm. 259.
  2. Ibnu Qutaibah, al-Ma'arif, hlm. 121; Ibnu Sa'ad, Thabaqat, jld. 4, hlm. 21 dan 22.
  3. Ibnu Ishaq, Sirah, hlm. 68.
  4. Ibnu Qutaibah, al-Ma'arif, hlm. 121.
  5. Ibnu Ishaq, Sirah, hlm, 79.
  6. Ibnu Hisyam, jld. 1, hlm. 82.
  7. Ibnu Ishaq, Sirah, hlm. 138.
  8. Baladzuri, Ansabul Asyraf, jld. 3, hlm. 15 dan 16.
  9. Ibnu Atsir, Usdul Ghabah, jld. 3, hlm. 109.
  10. Ibnu Hisyam, Sirah, jld. 2, hlm. 301.
  11. Ibnu Ishaq, Sirah, hlm. 146.
  12. Baladzuri, Ansabul Asyraf, jld. 1, hlm. 126 dan 235.
  13. Baladzuri, jld. 1, hlm. 235.
  14. Ibnu Hisyam, Sirah, jld. 2, hlm. 82-84; Baladzuri, Ansabul Asyraf, jld. 3, hlm. 173.
  15. Baladzuri, Ansabul Asyraf, jld. 3, hlm. 1; Maqatilut Thalibiyyin, hlm. 36.
  16. Baladzuri, Ansabul Asyraf, jld. 3, hlm. 1 dan 3.
  17. Ibnu Asakir, Tahdzhib, jld. 7, hlm. 232.
  18. Ibnu Hisyam, Sirah, jld. 2, hlm. 301.
  19. Ya'qubi, Tarikh, jld. 2, hlm. 46.
  20. Baladzuri, Ansabul Asyraf, jld. 3, hlm. 1 dan 3.
  21. Dzahabi, Siaru A'lamin Nubala, jld. 2, hlm. 99.
  22. Ibnu Atsir, Usdul Ghabah, jld. 3, hlm. 110.
  23. Baladzuri, Ansabul Asyraf, jld. 3, hlm. 1 dan 3.
  24. Ibnu Habib, al-Muhabbar, hlm. 53.
  25. Ibnu Sa'ad, at-Thabaqat, jld. 4, hlm. 9-10.
  26. Baladzuri, Ansabul Asyraf, jld. 3, hlm. 3.
  27. Baladzuri, Ansabul Asyraf, jld. 3, hlm. 3.
  28. Ibnu Ishaq, Sirah, hlm. 307; Ibnu Sa'ad, at-Thabaqat, jld. 4, hlm. 15.
  29. Ibnu Hisyam,Sirah, jld. 3, hlm. 3.
  30. Baladzuri, Ansabul Asyraf, jld. 3, hlm. 20 dan 21 dan jld. 1, hlm. 355; Ibnu Atsir, Usdul Ghabah, jld. 3, hlm. 110.
  31. Baladzuri, Ansabul Asyraf, jld. 3, hlm. 3.
  32. Ibnu Sa'ad, at-Thabaqat, jld. 4, hlm. 18; Dzahabi, Siaru A'lamin Nubala, jld. 2, hlm. 87.
  33. Mufid, Irsyad, jld. 1, hlm. 141.
  34. Mufid, Irsyad, jld. 1, hlm. 141.
  35. Baladzuri, Ansabul Asyraf, jld. 3, hlm. 22.
  36. Dzahabi, Siaru A'lamin Nubala, jld. 2, hlm. 79, 95.
  37. Ibnu Qutaibah, al-Ma'arif, hlm. 592; Mas'udi, Murujuz Dzahab, jld. 2, hlm. 708.
  38. Baladzuri, Ansabul Asyraf, jld. 3, hlm. 1, 22.
  39. Ibnu Sa'ad, Thabaqat, jld. 4, hlm. 22-23.
  40. Baladzuri, Ansabul Asyraf, jld. 3, hlm. 22.
  41. Agha Buzurgh, al-Dzari'ah, jld. 18, hlm. 9; Sayid Muhsin Amin, Kasyful Irtiyab, hlm. 32-33.
  42. Baladzuri, Jamal, jld 3, hlm. 9.
  43. Thabari, jld. 2, hlm. 426; Ibnu Qutaibah, al-Ma'arif, hlm. 155.
  44. Ibnu Sa'ad, jld. 4, hlm. 12; Thabari, jld. 2, hlm. 426.
  45. Lihat: Ibnu Hisyam, jld. 2, hlm. 269; Ibnu Sa'ad, jld. 4, hlm. 10-11.
  46. Waqidi, jld. 1, hlm. 204; Baladzuri, Jamal, jld. 3, hlm. 9.
  47. Lihat:[Qudsiyat Abbas wa Masyruiyate Abbasiyan. http://www.khabaronline.ir/detail/361463/weblog/jafarian khabaronline.ir ]

Daftar Pustaka

  • Ibnu Atsir, Usdul Ghabah, penerbit: Ismailiyan, Tehran.
  • Ibnu Ishaq, Sirah, riset: Suhail Zakar, cet. I, Dar al-Fikr, Beirut, 1978 M, penerbit: Ismailiyan, Qom, 1401 H.
  • Ibnu Habib, Abu Ja'far Muhammad bin Habib bin Umayah al-Hasyimi al-Baghdadi, al-Muhabbar, riset: Elza Lekhten Shtiter, Beirut, Dar al-Afaq al-Jadidaj, tanpa tahun.
  • Ibnu Sa'ad, at-Thabaqāt, Dar Shadr Wadar Ahya al-Turats al-'Arabi, Beirut, 1405 H.
  • Ibnu Asakir, at-Tahdzhib, riset: Abdul Qadir Badran.
  • Ibnu Qutaibah, Abu Muhammad Abdullah bin Muslim Ibnu Qutaibah, al-Ma'ārif, riset: Tsarwat Akasyah, Kairo, al-Haiyah al-Mishriyah al-'Ammah al-Kitab, cet. II, 1992 M.
  • Ibnu Hisyam, Sirah, riset: Mustafa al-Saqa dan Ibrahim al-Abyari dan Abd al-Hafidzh Syilbi, cet. II, penerbit: Qom Mustafavi, Qom, 1409 H.
  • Amin, Sayid Muhsin, Kasyf al-Irtiyāb.
  • Agha Buzurgh, al-Dzari'ah.
  • Al-Baladzuri, Ansābul Asyrāf, ritset: Abdul Aziz al-Dawari, cet. I, Dar al-Nasyr, Beirut, 1398 H.
  • Al-Dzahabi, Siaru A'lāmin Nubalā, riset: Syu'aib al-Arnath, cet. IX, Muassasah Kairo, 1960 M.
  • Mas'udi, Abu al-Hasana Ali bin al-Husain, Muruj al-Dzahab, terj. Abu al-Qasim Paindah, Tehran, Penerbit 'Ilmi wa Farhanggi, cet. V, 1416 H.
  • Al-Mufid, Irsyad.
  • Abu al-Faraj Isfahani, Ali bin al-Husain, Maqātil al-Thālibiyyin, riset: Sayid Ahmad Saqar, Beirut, Dar al-Ma'rifah, tanpa tahun.
  • Al-Ya'qubi, Ahmad bin Wadhih, Tarikh, Mansyurat al-Syarif al-Radhih, Qom, 1414 H.