Hanzhalah bin Abi 'Amir (bahasa Arab: حَنْظَلَة بْن اَبی‌عامِر) dikenal dengan Ghasil al-Malaikah (غَسیلُ الْمَلائکه) yang dimandikan malaikat (w. 3 H/624). Ia adalah salah seorang sahabat Nabi Muhammad saw yang gugur syahid di perang Uhud. Bagi kawan maupun lawan, Hanzhalah memiliki kedudukan istimewa. Hanzhalah termasuk orang yang menukil riwayat dari Rasulullah saw dan sebagian sahabat Nabi saw. Putranya yang bernama Abdullah, juga sahabat Nabi saw, adalah tokoh yang memimpin perjuangan pada Peristiwa Harrah 63 H/682.

Hanzhalah bin Abi 'Amir
Pemakaman Syuhada Uhud sebelum di Hancurkan
Pemakaman Syuhada Uhud sebelum di Hancurkan
Info pribadi
LakabGhasil al-Malaikah
Garis keturunanKabilah Aus
Kerabat termasyhurAbu 'Amir Abdu Amr bin Shaifi (ayah) • Abdullah bin Hanzhalah (anak)
Muhajir/AnsharAnshar
Tempat TinggalMadinah
Wafat/Syahadah3 H/624
Penyebab Wafat /SyahadahSyahid dalam perang Uhud
Tempat dimakamkanPemakaman Uhud
Informasi Keagamaan
Memeluk Islampermulaan Islam
Keikutsertaan dalam GhazwahPerang Uhud
Hijrah keMadinah
Aktivitas lainPenulis WahyuSahabat Nabi saw• Perawi hadis Nabi saw

Nasab

Hanzhalah termasuk keluarga Bani Amr bin Auf dari kabilah Aus[1]. Ia adalah putra Abu 'Amir Abdu Amr bin Shaifi, salah seorang tokoh penting era jahiliah.

Berniat Membunuh Ayah

Tak lama setelah masuk Islam, Hanzhalah dan Abdullah bin Abdullah Ubay memohon ijin pada Nabi saw untuk membunuh ayah mereka, namun Nabi saw melarangnya.[2]Sebabnya adalah setelah Nabi saw hijrah ke Madinah, Abu 'Amir dan Abdullah Ubay dengki pada Nabi saw. Mereka adalah tokoh Munafik masyhur di masa awal penyebaran agama Islam. Dengan kemunafikannya, Abdullah bin Ubay tetap tinggal di Madinah, sedangkan Abu 'Amir bersama sejumlah pemuda pergi ke Mekah guna bergabung dengan Musyrikin Quraisy.[3]

Hanzhalah Pemilik Julukan Ghasil al-Malaikah

Menurut beberapa referensi, malam sebelum perang Uhud, karena baru saja menikah, atas izin Nabi saw, Hanzhalah tinggal bersama istrinya. Paginya, di hari peperangan ia bergegas menuju medan perang.[4]Istrinya bernama Jamilah binti Abdullah bin Ubay.[5]Berdasarkan mimpinya di malam itu, yang ditafsirkan sebagai tanda kesyahidan suaminya,[6] ia meminta empat keluarganya untuk bersaksi bahwa malam itu ia menghabiskan malam bersama Hanzhalah. Hal itu karena ia khawatir bakal terjadi masalah pada anak yang mungkin akan lahir hasil hubungan dengan suaminya di malam itu.[7]

Di medan perang Hanzhalah berhasil mengalahkan Abu Sufyan dan ingin memenggal kepalanya, namun ia keburu terbunuh di tangan Syaddad bin Aswad bin Syaub. Saat itulah Rasulullah saw bersabda, "Para malaikat akan memandikannya."[8]Sejak itu Hanzhalah disebut dengan Ghasil al-Malaikah (yang dimandikan malaikat), sedangkan anak keturunannya dikenal dengan sebutan bani Ghasil al-Malaikah.[9]

Kedudukan Hanzhalah

 
Pemakaman Syuhada Uhud di sisi bukit Uhud

Di Kalangan Musuh

Gugurnya Hanzhalah di perang Uhud adalah hal yang sangat penting. Musyrikin Quraisy, terutama Abu Sufyan bahkan merangkai syair khusus tentang hal itu.[10]Di antara syair yang paling terkenal berjudul "Hanzhalah bi-Hanzhalah". Syair ini dikarang oleh Abu Sufyan sebagai luapan dendam atas kekalahannya di perang Badar dan terbunuhnya putranya.[11]

Seusai pertempuran di Uhud, tersiar isu bahwa Nabi saw terbunuh. Abu Sufyan dan Abu 'Amir pun mencari jasad Nabi saw. Namun yang mereka temukan justru jasad Hanzhalah. Begitu mendapati jasad putranya, Abu 'Amir meratapinya seraya melantunkan syair. Ia menyatakan bahwa di antara seluruh korban Uhud, Hanzhalah adalah yang termulia.[12]Atas permintaan Abu 'Amir, Musyrikin Quraisy tidak memutilasi jasad Hanzhalah.[13]

Di Kalangan Teman

Hanzhalah adalah sosok istimewa sampai-sampai bani Aus berbangga diri pada bani Khazraj karena memiliki hubungan dengannya.[14]Nama Hanzhalah tercantum dalam jajaran nama para pencatat wahyu.

Abu 'Amir, Ayah Hanzhalah

Abu 'Amir, Ayah Hanzhalah adalah tokoh penting dalam kabilah Aus.[15]Di masa Jahiliyah ia menyibukkan diri dalam aktivitas kerahiban. Ia menyampaikan kajian tentang kiamat dan kepercayaan Hanif hingga ia dikenal sebagai rahib.[16]Ia juga mengetahui tentang perkara Ahli Kitab.[17]Sebagaimana yang ditulis al-Baladzuri,[18]ia memiliki pemikiran bahwa dirinya adalah Nabi. Setelah berdialog panjang dengan Nabi saw, ia dicap sebagai seorang yang fasik.[19]

Di Barisan Musuh

Setelah melakukan dialog dengan Nabi saw, Abu 'Amir merasa geram. Akhirnya ia bersama 65 orang bergabung dengan Quraisy. Ia membujuk Musyrikin Quraisy, kaum Yahudi dan kaum Anshar Madinah supaya melawan Nabi saw.[20]Di perang Badar ia tidak bergabung dengan Musyrikin Quraisy. Namun di perang Uhud ia adalah orang pertama yang memulai pertempuran.[21] Ia bahkan menggali lubang di jalur yang dilalui kaum Muslimin untuk mencelakai mereka. Ternyata lubang tersebut justru menelan korban salah seorang Musyrikin yang hendak membunuh Nabi saw. Orang itu terjatuh ke dalam salah satu lubang kemudian dibunuh oleh Muslimin.[22]

Menetap di Syam

Setelah peristiwa Fathu Makkah (penaklukan kota Mekah) Abu 'Amir pergi ke Thaif. Begitu warga Thaif memeluk Islam ia pindah ke Syam. Di Syam ia berusaha mengumpulkan senjata dan prajurit untuk menyerang Madinah, namun pada tahun 9 H/630 ia meninggal di sana.[23]

Masjid Dhirar yang dihancurkan Nabi Muhammad saw berdasarkan surah Al-Taubah ayat 107 adalah masjid yang dibangun atas usul Abu 'Amir. Rencananya, setelah berhasil mengalahkan Nabi saw ia akan berceramah di masjid tersebut. Menurut beberapa referensi, orang yang dimaksud dalam ayat "dan sebagai tempat perlindungan bagi orang-orang yang telah memerangi Allah dan Rasul-Nya," (Qs. Al-Taubah: 107) adalah Abu 'Amir. Sebagaimana yang ditulis Al-Maqrizi,[24] Abu 'Amir memutuskan untuk membongkar makam Sayidah Aminah sa, ibunda Nabi saw. Namun dengan kuasa Allah swt hal itu tidak terjadi.

Abdullah bin Hanzhalah

Abdullah adalah putra Hanzhalah. Nama kunyahnya adalah Abu Abdurrahman atau Abu Bakar. Ia merupakan sahabat junior Nabi saw.[25] Ia lahir 9 bulan setelah kesyahidan ayahnya di perang Uhud. Di kemudian hari ia disifati sebagai orang saleh, mulia, bijak, dan abid.[26] Saking tawadhunya ia selalu menunduk.[27]

Memimpin Perjuangan Harrah

Selain terkenal sebagai putra Hanzhalah, dalam sejarah Islam Abdullah juga dikenal karena kepemimpinannya dalam Peristiwa Harrah.[28]Abdullah meriwayatkan hadis dari Nabi saw, Umar, Abu Bakar, Abdullah bin Salam, dan Ka'ab bin al-Ahbar.[29] Banyak orang yang menukil hadis darinya, seperti Qais bin Sa'ad bin Ubadah, Asma' bin Zaid, Abdullah bin Abi Malikah, Abbas bin Sahl, Dhamdham bin Hus, Abdullah bin Yazid al-Khathmi, Saleh bin Abi Hassan, dan Abdul Mulk bin Abi Bakar.[30]


Catatan Kaki

  1. Ibnu Hazm, Jamharah Ansab al-'Arab, hlm. 333
  2. Ibnu Hajar, al-Ishabah, jld. 1,hlm. 361
  3. Ibnu Qudamah, al-Istibshar, hlm. 289; Ibnu Atsir, Usd al-Ghabah, jld. 2, hlm. 59
  4. Lih. Waqidi, al-Maghazi, jld. 1, hlm. 273; Ibnu Hisyam, jld. 3, hlm. 594; Baladzuri, Ansab al-Asyraf, jld. 1, hlm. 379
  5. Liht. Ibnu Sa'ad, jld. 5, hlm. 65
  6. Waqidi, al-Maghazi, jld. 1, hlm. 273
  7. Ibnu Atsir, Usdu al-Ghabah, jld. 3, hlm. 147
  8. Ibnu Hisyam, jld. 3, hlm. 594
  9. Ibnu Sa'ad, jld. 5, hlm. 66; Ibnu Jauzi, al-Muntadzam, jld. 6, hlm. 19
  10. Lih. Thabari, seri 1, hlm. 1412-1423; Ibnu Atsir, al-Kamil, jld. 2, hlm. 159
  11. Lih. Waqidi, al-Maghazi, jld. 1, hlm. 296-297; Thabari, seri 1, hlm. 1410
  12. Lih. Waqidi, jld. 1hlm. 237
  13. Lih. Waqidi, jld. 1, hlm. 274; Baladzuri, Ansab al-Asyraf, jld. 1, hlm. 391
  14. Lih. Ibnu Qudamah, hlm. 288-289; Ibnu Atsir, Usdu al-Ghabah, jld. 2, hlm. 60; Ramiyar, Tarikh Qur'an, hlm. 264
  15. Maqrizi, Imta' al-Asma', jld. 1, hlm, 132
  16. Ibnu Atsir, Usd al-Ghabah, jld. 2, hlm. 59
  17. Ibnu Syu'bah Namiri, jld. 1, hlm. 53
  18. Baladzuri, Ansab al-Asyraf, jld. 1, hlm. 349
  19. Ibnu Hisyam, jld. 2, hlm. 423-424; Ibnu Atsir, al-Kamil, jld. 2, hlm. 150
  20. Maqrizi, Imta' al-Asma', jld. 1, hlm. 132
  21. Waqidi, al-Maghazi, jld. 1, hlm. 223
  22. Waqidi, al-Maghazi, jld. 1, hlm. 252
  23. Ibnu Hisyam, Sirah al-Nabawiah, jld. 2, hlm. 424; Thabari, seri 1, hlm. 1740
  24. Maqrizi, Imta' al-Asma', jld. 1, hlm. 132; Lih. Waqidi, al-Maghazi, jld. 3, hlm. 1073; Baladzuri, Ansab al-Asyraf, jld. 1, hlm. 329330
  25. Lih. Dzahabi, Hawadits wa Wafiyat, 6180, hlm. 144
  26. Ibnu Atsir, al-Kamil, jld. 4, hlm. 103
  27. Ibnu Sa'ad, jld. 5, hlm. 67
  28. Untuk penjelasan lebih detail mengenai peristiwa ini dan peran Abdullah bin Hanzhalah pada peristiwa tersebut silakan lihat peristiwa Harrah
  29. Ibnu Sa'ad, Tabaqat al-Kubra, jld. 5, hlm. 66; Mizzi, Tahdzib al-Kamal, jld. 14, hlm. 437
  30. Ibnu Qudamah, al-Istibshar fi Nasab al-Shabahah min al-Anshar, hlm. 289; Mizzi, Tahdzib al-Kamal, jld. 14, hlm. 437; Ibnu Hajar, al-Ishabah, jld. 2, hlm. 299

Daftar Pustaka

  • Asqalani, Ibnu Hajar. Al-Ishābah fī Tamyīz ash-Shahābah. Mesir: 1328.
  • Baladzuri, Ahmad bin Yahya. Ansāb al-Asyrāf. Riset Mahmud Fardus. Damaskus: 1996-2000.
  • Dzahabi, Muhammad. Tārīkh al-Islām wa Wafayāt al-Masyāhīr wa al-A'lām. Diedit Oleh Umar Abdussalam Tadmuri. Beirut: 1998.
  • Ibnu Atsir, Ali bin Muhammad al-Jazari. Al-Kāmil fī At-Tārīkh. Beirut: Dar ash-Shadir, 1385 H.
  • Ibnu Atsir, Ali bin Muhammad al-Jazari. Usd al-Ghābah fī Ma'rifah ash-Shahābah. Tehran: Entesyarat-e Ismailiyan.
  • Ibnu Hazm al-Andalusi, Ali bin Ahmad bin Sa'id. Jamharah Ansāb al-'Arab. Riset Abdus Salam Muhammad Harun. Kairo: 1982.
  • Ibnu Hisyam. As-Sīrah an-Nabawiyyah. Riset Muhammad Muhyiddin Abdul Hamid. Kairo: 1963.
  • Ibnu Jauzi, Abdurrahman bin Ali. Al-Muntadzam fī Tārīkh al-Umam wa al-Mulūk. Riset Muhammad Abdul Qodir 'Atha. Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 1992.
  • Ibnu Qudamah. Al-Ishtibshār fī Nasab ash-Shahābah min al-Anshār. Riset Ali Nawihadh. Beirut: 1972.
  • Ibnu Syubbah an-Namiri. Tārīkh al-Madinah al-Munawwarah: Akhbar al-Madinah al-Munawwarah. Riset Fahim Muhammad Syaltut. Beirut: 1990.
  • Mahmud Ramyar. Tārīkh Qur'ān. Cet III. Tehran: Amir Kabir, 1369 HS.
  • Maqrizi, Ahmad bin Ali. Imtā' al-Asmā' bimā li an-Nabī. Riset Muhammad Abdul Hamid an-Namisi. Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 1999.
  • Mizzi, Yusuf bin Abdurrahman. Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā' ar-Rijāl. Riset Basysyar 'Awwad Ma'ruf. Beirut: Muassisah ar-Risalah, 2002.
  • Waqidi, Muhammad bin Umar. Al-Maghāzī. Riset Mersden Jones. London: 1966.