Rumaisha binti Milhan
Info pribadi | |
---|---|
Nama lengkap | Rumaisha binti Milhan bin Khalid bin Zaid |
Julukan | Ummu Sulaim |
Garis keturunan | Kabilah Khazraj |
Kerabat termasyhur | Malik bin Nadhr (suami) • Anas bin Malik (anak) |
Muhajir/Anshar | Anshar |
Tempat Tinggal | Madinah |
Informasi Keagamaan | |
Memeluk Islam | Kelompok Anshar pertama |
Keikutsertaan dalam Ghazwah | Perang Hunain • Perang Uhud • Perang Khaibar |
Aktivitas lain | Perawi hadis Nabi Muhammad saw |
Rumaisha binti Milhan bin Khalid bin Zaid (bahasa Arab: رُمَیصاء بنت مِلحان بن خالد بن زید) adalah salah seorang sahabiyah (sahabat perempuan) Nabi Muhammad saw yang termasuk dalam golongan pertama warga Yastrib (kaum Anshar) yang masuk Islam di Madinah.
Sebelum Islam ia pernah menikah dengan Malik bin Nadhr dan setelah itu ia menikah dengan Abu Thalhah al-Anshari dengan mempersyaratkan siap dinikahi Abu Thalhah dengan syarat Abu Thalhah harus masuk Islam terlebih dahulu.
Ia hadir dalam sejumlah peperangan seperti dalam perang Khaibar dan Hunain berada dalam barisan pasukan Nabi Muhammad saw serta ikut mengobati dan merawat mujahidin yang luka dalam perang Uhud.
Rumaisha memiliki kedudukan yang istimewa di sisi Rasulullah saw seperti dikisahkan Nabi Muhammad saw kerap mengunjungi rumahnya dan membantunya dalam menyelesaikan persoalan, termasuk menyelesaikan perselisihannya dengan suaminya Abu Thalhah.
Aisyah, Ummu Salamah dan Anas bin Malik disebutkan meriwayatkan hadis dari Rumaisha.
Nama dan Nasab
Ia disebutkan dengan sejumlah nama-nama yang berbeda seperti Ghumaisha, Sahlah, Rumailah, Anifah dan Rumaitsah. [1] Ia dikenal dengan kunyah Ummu Sulaim. Ia termasuk kaum Anshar dari kabilah Khazraj.[2]Ibunya bernama Malikah binti Malik bin 'Adi dari suku bani Najar.[3]
Periode Sebelum Islam
Rumaisha sebelum Islam menikah dengan Malik bin Nadhr, yang dari pernikahan tersebut lahir Anas.[4]Ketika Islam mulai tersebar di Madinah, Rumaisha termasuk kelompok pertama yang masuk Islam dengan juga mengajak putranya Anas bin Malik. [5]Malik bin Nadhr kecewa dan marah istri dan putranya masuk Islam, yang dengan itu pergi ke Syam dan meninggal dunia di kota tersebut.[6]
Sepeninggal Malik, Rumaisha membesarkan sendiri Anas.[7]Setelah beberapa lama, dikarenakan Abu Thalhah datang melamarnya, Rumaisha mempersyaratkan Abu Thalhah harus masuk Islam terlebih dahulu dan meninggalkan penyembahan pada berhala untuk kemudian ia menerima lamaran tersebut. Abu Thalhah memenuhi persyaratan tersebut, ia masuk Islam dan dari pernikahan keduanya lahir 'Umair dan Abdullah.[8]
Bergabung dalam sejumlah Peperangan
Dengan datangnya Nabi Muhammad saw ke Madinah, Rumaisha menyambutnya dan menugaskan putranya Anas yang kala itu berusia 10 tahun untuk melayani keperluan-keperluan Nabi saw.[9]
Rumaisha hadir di banyak peperangan bersama Nabi saw. Dalam perang Uhud (3 H/624) ia bertugas memberikan air pada pasukan yang kehausan dan merawat mereka yang terluka.[10]Dalam menjalankan tugasnya tersebut ia membawa belati untuk membela diri jika diserang musuh.[11]
Pada perang Khaibar (7 H/628), ia termasuk dari sedikit perempuan yang hadir.[12]Pada tahun 7 H/628, Raja Alexandria al-Muqawqis, mengirimkan hadiah untuk Nabi Muhammad saw sebagai tanggapan telah diajak Nabi Muhammad saw masuk Islam. Bersama dengan hadiah tersebut dua budak yang kemudian oleh Nabi Muhammad saw diserahkan kepada Rumaisha untuk sementara waktu.[13]
Dalam perang Hunain (8 H/629), Rumaisha meminta Nabi Muhammad saw untuk membunuh orang-orang yang melarikan diri dari perang, sebagaimana membunuh orang-orang Musyrik.[14]Ditengah banyak laki-laki melarikan diri dari perang, ia tetap berada di medan perang meskipun saat itu ia dalam keadaan mengandung putranya Abdullah bin Abi Thalhah. Untuk melindungi dirinya, ia memegang belati.[15]
Pasca Wafatnya Nabi Muhammad saw
Setelah Nabi Muhammad saw meninggal dunia, tidak terdapat informasi mengenai keberadaannya, kecuali dari Ibnu Syahr Asyub [16] yang menulis sebuah riwayat yang menyebutkan Rumaisha melihat peristiwa hujan darah dari langit sesaat setelah kesyahidan Imam Husain as di padang Karbala.
Kedudukannya di Sisi Nabi Muhammad saw
Diriwayatkan oleh Anas bin Malik bahwa Nabi Muhammad saw kerap kali ke rumahnya sekedar untuk mendirikan salat sunah dan memanjatkan doa untuknya dan keluarganya. [17]
Ketika Nabi Muhammad saw mendatangi rumah Rumaisha dan Abu Thalhah untuk menyantap makanan, oleh berkah Ilahi, Nabi Muhammad saw beserta sahabat-sahabatnya bisa kenyang dari sedikit makanan yang disediakan Rumaisha.[18]
Pernah terjadi perselisihan antara Rumaisha dengan suaminya Abu Thalhah, yang kemudian Rumaisha mengadu kepada Nabi Muhammad saw. Rasulullah saw kemudian membantu keduanya menyelesaikan perselisihan tersebut.[19]
Perawi Hadis
Rumaisha dikenal sebagai perawi hadis yang cerdas dan memiliki banyak keutamaan. [20] Aisyah, Ummu Salamah dan Anas bin Malik disebutkan meriwayatkan hadis darinya.[21]
Catatan Kaki
- ↑ Ibnu Sa'd, jld. 8, hlm. 424; Ibnu Hajar al-Asqalani, jld. 8, hlm. 409
- ↑ Dzahabi, jld. 2, hlm. 424-425
- ↑ Ibnu Sa'd, jld. 8, hlm. 424-425
- ↑ Ibnu Sa'd, jld. 8, hlm. 425; Ibnu Hajar al-Asqalani, jld. 8, hlm. 409
- ↑ Ibnu Sa'd, jld. 8, hlm. 424; Ibnu Hajar al-Asqalani, jld. 8, hlm. 409
- ↑ Ibnu 'Abd al-Barr, jld. 4, hlm. 1940
- ↑ Ibnu Sa'd, jld. 8, hlm. 425-426; Ibnu Hajar al-Asqalani, jld. 8, hlm. 409
- ↑ Ibnu Sa'd, jld. 8, hlm. 425-427
- ↑ Ibnu Hajar al-Asqalani, jld. 8, hlm. 410
- ↑ Waqidi, jld. 1, hlm. 429; Ibnu Sa'd, jld. 8, hlm. 425
- ↑ Dzahabi, jld. 2, hlm. 304
- ↑ Waqidi, jld. 2, hlm. 685; lih. Ibnu Hisyam, jld. 3, hlm. 354; Maqrizi, jld. 10, hlm. 54
- ↑ Thabari, jld. 3, hlm. 21
- ↑ Waqidi, jld. 3, hlm. 903-904; Thabari, jld. 3, hlm. 76-77
- ↑ Waqidi, jld. 3, hlm. 904; Ibnu Sa'ad, jld. 8, hlm. 425; Ibnu Hisyam, jld. 4, hlm. 88-89
- ↑ Ibnu Syahr Asyub, jld. 3, hlm. 212
- ↑ Ibnu Sa'd, jld. 8, hlm. 426-427; Dzahabi, jld. 2, hlm. 309
- ↑ Malik bin Anas, jld. 2, hlm. 927-928; Ibnu Syahrasyub, jld. 1, hlm. 90; Maqrizi, jld. 5, hlm. 165
- ↑ Ahmad bin Hanbal, jld. 1, hlm. 214; Ibnu Asakir, jld. 37, hlm. 471
- ↑ Lih. Ibnu Abi Hatim Razi, jld. 9, hlm. 464; Ibnu 'Abd al-Barr, jld. 4, hlm. 1940
- ↑ Ibnu Atsir, jld. 6, hlm. 119
Daftar Pustaka
- Ahmad bin Hanbal. Musnad. Beirut: Dar Shadir, tanpa tahun.
- Dzahabi. Siyar A'lām an-Nubala. Beirut: percetakan Syuaib al-Arnauth, Husain Asad, 1413 H/1993.
- Ibnu Abdir Bar. al-Isti'āb fi Ma'rifah al-Ashhāb. Beirut: percetakan Ali Muhammad Bajawi, 1412 H/1992.
- Ibnu Abi Hatim Razi. al-Jarhu wa at-Ta'dil. Hyderabad Dekkan: 1373 H/1953.
- Ibnu Asakir. Tarikh Madinah Dimasyq. Beirut: Percetakan Ali Syiri, 1415 H.
- Ibnu Atsir. Usd al-Ghābah fi Ma'rifah ash-Shahābah. Beirut: Percetakan Muhammad Ibrahin al-Banna', Muhammad Ahmad Asyur, Mahmud Abdul Wahab Faid, 1409 H/1989.
- Ibnu Hajar Asqalani. al-Ishābah fi Tamyiz ash-Shahābah. Beirut: Percetakan Adil Ahmad Abdul Maujud, Ali Muhammad Muawwadh, 1415 H/1995.
- Ibnu Hisyam. As-Sirah an-Nabawiyah. Kairo: Percetakan Musthafa Saq, Ibrahim Abyari dan Abdul Hafiz Syabli, 1936.
- Ibnu Sa'd. Ath-Thabaqāt al-Kubra. Beirut: 1405 H/1985.
- Ibnu Syarasyub. Manāqib Al Abi Thalib. Najaf: 1378 H/1956.
- Malik bin Anas. al-Muwatha'. Beirut: percetakan Muhammad Fuad Abdul Baqi, 1406 H/1985.
- Moqrizi. Imtā' al-Asma. Beirut: percetakan Muhammad Abdul Hamid al-Namisi, 1420 H/1999.
- Thabari, Muhammad bin Jarir. Tarikh Thabari. Beirut: percetakan Muhammad Ibrahim Abul Fadhl, 1387 H.
- Waqidi, Muhammad bin Umar. al-Maghāzi. Beirut: percetakan Marsden Johanes, 1409 H/1989.