Muhammad bin Abdullah bin Hasan
Nama | Muhammad bin Abdullah |
---|---|
Lakab | Nafsu Zakiyah • Quraisy |
Terkenal dengan | Orang yang pertama melawan dinasti Abbasi dari kalangan Alawi |
Afiliasi Agama | Islam |
Ayah | Abdullah Mahdh bin Hasan al-Mutsanna |
Ibu | Hind putri Abi Ubaidah |
Lahir | 100 H/719 |
Tempat Tinggal | Madinah |
Wafat | 145 H/762 |
Tempat Dimakamkan | Pemakaman Baqi' |
Masa Hidup | 45 tahun |
Muhammad bin Abdullah bin Hasan bin Hasan (100-145 H/719-762) (bahasa Arab: محمد بن عبد الله بن الحسن بن الحسن) yang digelari dengan Nafsu Zakiyah adalah termasuk dari cucu-cucu Imam Hasan al-Mujtaba as dan orang pertama Alawi yang bangkit melawan bani Abbas.
Ayahnya, Abdullah Mahdh dengan menisbatkan lakab Mahdi mengajak masyarakat untuk berbaiat kepadanya. Bani Abbas pada awalnya berbaiat kepadanya namun pasca tumbangnya kaum Umawi mereka merebut kekuatan dan menentang Nafsu Zakiyah. Nafsu Zakiyah bangkit melawan Manshur Abbasi tetapi ia bersama sejumlah besar dari pengikutnya terbunuh. Imam Shadiq as tidak setuju dengan pembaiatan Nafsu Zakiyah sebagai Mahdi.
Kelahiran dan Nasab
Abu Abdillah Muhammad bin Abdullah bin Hasan bin Hasan lahir pada tahun 100 H/719. Ia diberi lakab Nafsu Zakiyah oleh sebagian orang. Ayahnya Abdullah adalah putra Hasan al-Mutsanna dan cucu Imam Hasan al-Mujtaba as. Ibunya Hind putri Abi Ubaidah bin Abdullah bin Zum'ah. Karena dalam seluruh rangkaian nasab orang tuanya tidak terdapat budak dan semua rangkaian nasab ibunya dari Quraisy maka ia diberi lakab Quraisy.[1]
Baiat Dengan Muhammad bin Abdullah
Pasca kebangkitan Yahya bin Zaid dan syahadahnya, para pendukung 'pemikiran bangkit dengan pedang' dan secara umum kaum Alawi dan selain mereka segera merapat kepada Nafsu Zakiyah. Abdullah bin Hasan ayah Nafsu Zakiyah yang terkenal dengan Abdullah Mahdh sekitar tahun 126 H/744 di kawasan Abwa' dekat Madinah mengajak sanak famili dan pengikutnya untuk membaiat putranya sebagai Mahdi Ahlulbait. Sejumlah besar dari mereka menerima baiatnya.[2]
Menurut sebagian catatan sejarah, tiga bersaudara Abbasi Ibrahim, Saffah dan Manshur[3] dan menurut sebagian catatan-catatan lain hanya Manshur Abbasi, berbaiat kepada Nafsu Zakiyah.[4]
Posisi Imam Shadiq as
Satu-satunya penentangan pada peristiwa pembaiatan Abwa' datang dari Imam Shadiq as. Sesuai sebagian laporan, penentangan Imam Shadiq as karena terjadi penisbatan lakab Mahdi Ahlulbait kepada Muhammad bin Abdullah, sebab beliau yakin bahwa kini bukan waktu munculnya Mahdi dan Muhammad bin Abdullah sama sekali bukan Mahdi yang dikabarkan oleh Nabi Muhammad saw.[5]
Alasan lain penentangan Imam Shadiq as adalah beliau tahu bahwa bani Abbasiyah yang datang membaiat Muhammad bin Abdullah Nafsu Zakiyah akan merusak baiat mereka, dan tujuan mereka merapat kepada kaum Alawi adalah hendak menyiapkan situasi untuk sampai kepada kekuatan.[6]
Sebagian penulis disamping menerima alasan pertama yakin bahwa Imam Shadiq as sebagaimana ayahnya Imam Muhammad al-Baqir as, menentang setiap kebangkitan dan pergerakan serta mengikuti cara pandang Syiah kultural,[7] berbeda dengan kaum Zaidi dan kaum Alawi lain yang mengambil sikap berdasarkan pandangan Syiah politik.
Tentu, sebagian laporan yakin bahwa Imam Shadiq as menolak baiat tersebut hanya karena Muhammad diperkenalkan sebagai Mahdi umat ini dan beliau tidak menentang kebangkitan Muhammad bin Abdullah sebagai bentuk penentangan terhadap kezaliman dan dalam rangka amar makruf dan nahi mungkar.[8]
Kebangkitan Nafsu Zakiyah
Muhammad bin Abdullah Nafsu Zakiyah pada tahun 145 H/762 bangkit di Madinah melawan Manshur Abbasi.[9]. Fukaha dan para ahli hadis Madinah meskipun sebagian mereka bukan Syiah, namun karena mereka memandang Muhammad bin Abdullah lebih unggul daripada Manshur, mereka tidak membolehkan melanggar kepada Nafsu Zakiyah dan membatalkan baiat secara paksa dengan Manshur.[10]
Dengan pengiriman serdadu kaum Abbasi ke Madinah dan pengepungan kota ini, maka sejumlah besar dari masyarakat setempat meninggalkan Muhammad bin Abdullah karena takut pengepungan tersebut berlanjut dan terjadi paceklik.[11]
Wafat
Akhirnya, dengan masuknya kaum Abbasi ke dalam kota, terjadilah perang person dan Muhammad bin Abdullah terbunuh di tangan Hamid bin Quhtubah di daerah Ahjar al-Zait, Madinah.[12] Setelah dibunuh, kepalanya dipisahkan dari tubuhnya dan diarak di berbagai kota dan tubuhnya dikubur di Baqi'.[13]
Kemunculan Kelompok Muhammadiyah
Sebagian penulis Mihal wa Nihal menulis: pasca terbunuhnya Nafsu Zakiyah, Mughirah bin Said 'Ijli dan para pendukungnya mengklaim bahwa Nafsu Zakiyyah tidak meninggal, tetapi gaib di gunung Hajir di kawasan Najd dan akan muncul. Kelompok ini masyhur dengan Muhammadiyah. Mereka berkeyakinan bahwa Nafsu Zakiyyah adalah Mahdi yang dijanjikan.[14]
Catatan Kaki
- ↑ Farmaniyan dan Musawi Nizad, Zaidiyah Tarikh wa Aqāid, hlm.36
- ↑ Ibnu Thabathaba, al-Fakhri fi al-Ādāb al-Sulthaniyah, hlm.120
- ↑ Abu al-Faraj al-Isfahani, Maqātil al-Thālibiyyin, Dar al-Makrifah, hlm.256
- ↑ Ibnu Thabathaba, al-Fakhri fi al-Ādāb al-Sulthaniyah, hlm.119; Ja'fari, Tasyayyu' dar Masire Tarikh, 313
- ↑ Abu al-Faraj al-Isfahani, Maqātil al-Thalibiyyin, Dar al-Makrifah, hlm.233 dan 254-257; Ja'fariyan, Tarikh-e Tasyayyu' dar Iran az Aghaz ta Qarne Haftum Hijri, hlm.37
- ↑ Muthahhari, Sairi dar Sire-e Aimmah Athhār, hlm.131-132
- ↑ Farmaniyan, Musawi Nizad, Zaidiyah Tarikh wa Aqāid, hlm.36
- ↑ Majlisi, Bihar al-Anwār, jld.47, hlm.278
- ↑ Ibnu Qutaibah, al-Ma'ārif, hlm.378
- ↑ Abu al-Furuj al-Isfahani, Maqātil al-Thalibiyyin, Dar al-Makrifah, hlm.238, 239 dan 251
- ↑ Farmaniyan dan Muhammad Musawi Nizad, Tarikh wa Aqāid Zaidiyah, hlm.38
- ↑ Thabari, Tarikh Thabari, jld.7, hlm.589 dan 590
- ↑ Farmaniyan dan Musawi Nizad, Tarikh wa Aqāid Zaidiyah, hlm.38
- ↑ Bagdadi, al-Farqu bain al-Firaq, hlm.42
Daftar Pustaka
- Abu al-Faraj al-Isfahani, Ali bin Husain. Maqātil ath-Thālibiyyīn. Riset Sayid Ahmad Saqqar. Beirut: Dar al-Ma'rifah.
- Baghdadi, Abdul Qahir bin Muhammad bin Abdullah. Al-Farq bain al-Firaq. Beirut: Dar al-Afaq al-Jadidah, 1977.
- Farmaniyan, Mahdi Musawi Nejad. Sayyid Ali Zaidiah; Tārīkh wa Aqāid. Qom: Nasyr-e Adyan, 1389 HS (2010).
- Hasan Ibrahim Hasan. Tārīkh-e Seyāsi-e Islam. Diterjemahkan oleh Abdul Qasim Payande. Cet. IX. Teheran: Sazman Entesyarat-e Jawidan, 1376 HS (1997).
- Ibnu Qutaibah, Abdullah bin Muslim. Al-Ma'ārif. Riset Tsarwat 'Akasye. Cet. VI. Kairo: Al-Hai'ah al-Mishriyyah al-'Ammah li al-Kitab, 1992.
- Ibnu Thabathaba (Ibnu Thiqthaqi), Muhammad bin Ali. Al-Fakhri fī al-Ādāb as-Sulthāniyyah. Riset Abdul Qadir. Beirut: Dar al-Qalam al-'Arabi, 1418 H.
- Ja'fari, Husain Muhammad. Tasyayyu' dar Masīr-e Tārīkh. Diterjemahkan oleh Muhammad Taqi Ayatullahi (Syirazi). Tehran: Daftar-e Nasyr-e Farhang-e Islami, 1359 HS (1980).
- Ja'fariyan, Rasul. Tārīkh-e Tasyayyu' dar Iran az Āghāz ta Qarn-e Haftum-e Hijrī. Cet. II. Teheran: Markza-e Cop wa Nasyr-e Sazman Tablighat-e Islami, 1369 HS (1990)
- Majlisi, Muhammad Baqir. Bihār al-Anwār al-Jāmi'ah li Dhurar Akhbār al-Aimmah al-Athhār. Riset Muhammad Baqir Muhammadi. Beirut: Daru Ihya' at-Turats al-'Arabi, 1403 H.
- Muthahhari, Murtadha. Seiri dar Sīre-ye Aimme-ye Athhār as. Teheran: Entesyarat-e Sadra, 1391 HS (2012).
- Thabari, Muhammad bin Jarir. Tārīkh al-Umam wa al-Mulūk. Beirut: Maktabah al-Khayyath.
Silsilah keluarga Ahlulbait as
|
---|