Khubaib bin 'Adi

tanpa prioritas, kualitas: b
tanpa referensi
Dari wikishia
Khubaib bin 'Adi
Info pribadi
Nama lengkapKhubaib bin 'Adi bin Malik bin Amir al-Ausi al-Anshari
Garis keturunanKabilah Aus
Muhajir/AnsharAnshar
Tempat TinggalMadinah
Wafat/Syahadah4 H
Penyebab Wafat /SyahadahDieksekusi mati dengan cara digantung dan dilempari tombak
Tempat dimakamkanMadinah
Informasi Keagamaan
Keikutsertaan dalam GhazwahPerang BadarPerang Uhud
Terkenal sebagaiSahabat Nabi saw
Aktivitas lainDiutus Nabi saw berdakwah kepada kabilah 'Adhal dan Qarah

Khubaib bin 'Adi bin Malik bin Amir al-Ausi al-Anshari (bahasa Arab:خُبَیب بن عَدِی بن مالک بن عامر الاَوْسی الأنصاری) adalah termasuk dari sahabat Nabi saw dan syudaha pertama periode awal Islam. Atas permintaan kabilah 'Adhal dan Qarah untuk menyiarkan Islam ia datang kepada mereka, namun mereka mengkhianati dan menawan Khubaib bin 'Adi serta menggugurkannya sebagai syahid.

Proses Penawanan

Khubaib berasal dari kabilah Aus dan Anshar. Ia ikut dalam Perang Badar [1] dan juga bersama Rasulullah saw dalam Perang Uhud.[2]

Khubaib bin 'Adi adalah salah seorang muballigh yang diutus oleh Nabi saw pada bulan Shafar tahun 4 H/625 atas permohonan kabilah 'Adhal dan Qarah untuk mendakwahkan agama Islam. Namun, perwakilan kelompok 'Adhal dan Qarah berkhianat dan dengan bantuan Bani Lihyan mereka membunuh sebagian sahabat Nabi.[3] Dalam insiden ini mereka menawan Khubaib bin 'Adi dan Zaid bin Datsnah dan membawa ke Mekah. Setibanya di Mekah, mereka menjual keduanya kepada Quraisy, ditukar dengan dua tawanan dari Hudzail yang berada di Mekah. [4] Karena penawanan Khubaib terjadi pada bulan Haram yaitu Dzulkaidah, maka Bani Harits memutuskan untuk menawannnya terlebih dahulu sebelum dieksekusi mati.

Khubaib bin Adi dipenjara di rumah seorang wanita bernama Mawiyah[5] atau di rumah putri Harits bin Amir atau putri 'Aqabah bin Harits[6]. Disebutkan bahwa perempuan yang menahan Khubaib di rumahnya menyaksikan beberapa keramat dari Khubaib, diantaranya adalah pada suatu hari ia melihat Khubaib sedang makan setangkai anggur padahal pada saat itu tidak terdapat kebun dan anggur di Mekah.[7] Ketika Khubaib berada dalam penjara, meskipun ia mendapatkan kesempatan untuk balas dendam, namun ia tidak berkhianat. Oleh karena itu, saat wanita tersebut melihat sikap mulia ini berkata bahwa ia tidak pernah melihat seorang tawanan lebih baik daripada Khubaib.

Kesyahidan

Ketika Quraisy memutuskan untuk membunuh Khubaib, mereka membawanya ke Tan'im.[8] Sejumlah warga Mekah pun pergi bersamanya ke Tan'im. [9]Khubaib meminta mereka supaya ia diberi kesempatan melakukan salat dua rakaat. Bani Harits menerimanya dan sebelum dibunuh Khubaib melakukan salat dua rakaat. Perbuatan Khubaib ini menjadi sunnah abadi bagi mereka yang dihukum mati dengan paksa.[10] Seusai mendirikan salat ia berkata kepada para algojo: "Andaikata aku tidak khawatir kalian akan mengatakan aku takut mati, maka aku akan salat lagi". Lalu ia menengadahkan tangannya ke langit, dan setelah berdoa serta mengutuk mereka ia membaca dua bait syair:[11]

Selama aku muslim, tak peduli ku mati dengan cara apapun
Jika itu kehendak Allah, potongan-potongan daging pun akan diberkati

Khubaib adalah muslim pertama yang dibunuh gantung.[12] Ia diikat di atas kayu dan 40 orang dari anak keturunan kaum musyrikin yang terbunuh di Perang Badar membidikkan tombak kepadanya.[13] Disebutkan bahwa Khubaib bin 'Adi terbunuh dalam keadaan menghadap kiblat, setiap kali mereka berupaya membalik wajah Khubaib dari arah kiblat maka mereka tidak pernah berhasil dan membiarkannya demikian.[14] Ketika mereka mengikat khubaib di atas kayu ia berkata: اللهم انا قد بلغنا رسالة رسولک فبلغه الغداة ما یصنع بنا; Ya Allah, sungguh kami telah menyampaikan risalah rasul-Mu, maka kelak sampaikan kepadanya perlakuan mereka kepada kami. [15]

Walaupun mereka mengatakan bahwa 'Aqabah bin Harits bin Amir sebagai pembunuh Khubaib bin 'Adi[16] namun dikatakan bahwa 'Aqabah bersumpah tidak membunuhnya dan kala itu pikirannya belum sampai untuk berbuat demikian. Dinukil darinya bahwa, "Aba Maisarah meletakkan tombak di tanganku dan memegang tanganku bersama tombak itu lalu ia memukul Khubaib sehingga ia terbunuh".[17]

Sedemikian kuat dan kokoh iman Khubaib sehingga ketika ia diminta oleh mereka untuk berbalik dari Islam dan Nabi saw agar supaya bisa dibebaskan, ia menjawab: "Jika semua yang ada di atas bumi menjadi milikku, niscaya aku tidak akan pernah berbalik dari Islam". Ketika kaum musyrikin hendak membunuh Khubaib, kepadanya mereka berkata: "Apakah engkau senang Muhammad menjadi penggantimu sekarang dan engkau berada di tengah-tengah keluargamu? Khubaib menjawab: "Demi Allah, aku tidak rela melihat Muhammad pada posisinya sekarang tertusuk duri di kakinya". [18]

Wajah Khubaib bin 'Adi sebagai seorang syahid yang terzalimi, tersiksa dan terbunuh dalam tawanan tampak suci dan bersinar. Dari tugas yang diemban Khubaib dan sahabat-sahabatnya[19] dapat disimpulkan bahwa Khubaib adalah lelaki cakap, mulia dan tahu hukum-hukum Islam. Hassan bin Tsabit [20]dalam kepergian Khubaib menyampaikan syair-syair duka.

Catatan Kaki

  1. Ibnu Abdil Bar, jld.2, hlm. 440; Ibnu Quddamah, hlm.305; Ibnu Hajar Asqalani, jld.2, 262-263
  2. Dzahabi, jld.1, hlm.246
  3. Ibnu Sa'ad, jld. 2, hlm.55-56; lihat: Waqidi, jld.1, hlm.354-357; Ibnu Atsir, al-Kamil fi al-Tarikh, jld.2, hlm.167
  4. Ibnu Hisyam, jld.3, hlm.180
  5. Waqidi, jld.1, hlm.357
  6. Lihat: Ibnu Atsir, Usdu al-Ghabah, jld.2, hlm.120-121
  7. Waqidi, jld.1, hlm.357; Ibnu Saad, jld. 8, hlm.301-302; Ibnu Abdil Bar, jld.2, hlm.440
  8. Ibnu Kalbi, jld.1, hlm.629; Ibnu Atsir, Usdu al-Ghabah, jld.2, hlm. 121
  9. Waqidi, jld.1, hlm.357
  10. Ibnu Hisyam, jld.3, hlm.182; Ibnu Atsir, al-Kāmil fi al-Tarikh, jld.2, hlm.168
  11. Al-Zafzaf, Mimbar al-Islam, hlm.106
  12. Ibnu Atsir, Usdu al-Ghabah, jld.2, hlm.12
  13. Lihat: Waqidi, jld.1, hlm.361
  14. Ibnu Hajar Asqalani, jld.2, hlm.264
  15. Al-Zafzaf, Mimbar al-Islam, hlm.106
  16. Lihat: Ibnu Atsir, Usdu al-Ghabah, jld.2, hlm.121
  17. Ibnu hisyam, jld.3, hlm.182; Waqidi, jld.1, hlm.361
  18. Waqidi, jld.1, hlm.360
  19. Ibnu Atsir, al-Kāmil fi al-Tarikh, jld.2,.hlm.167
  20. Hassan bin Tsabit, jld. 1, hlm. 213

Daftar Pustaka

  • Asqalani, Ibnu Hajar. Al-Ishābah fī Tamyīz ash-Shahābah. Riset Ali Muhammad al-Bajawi. Beirut: 1992.
  • Hassan bin Tsabit. Diwān. Riset Walid Arafat. London: 1917.
  • Hisyam bin Muhammad bin al-Kalbi. Jamharah an-Nasab. Riset Naji Hasan. Beirut: 1986.
  • Ibnu Abdil Barr, Yusuf bin Abdullah. Al-Istī'āb fī Ma'rifat al-Ashhāb. Diedit oleh Ali Muhammad al-Bajawi. Kairo: 1992.
  • Ibnu Atsir, Ali bin Muhammad al-Jazari. Usd al-Ghābah fī Ma'rifat al-Shahābah. Riset Muhammad Ibrahim Banna. Kairo: 1973.
  • Ibnu Atsir. Al-Kāmil fī At-Tārīkh. Beirut: Dar ash-Shadir, 1385 H.
  • Ibnu Hisyam. As-Sīrah an-Nabawiyyah. Riset Musthafa as-Saqqa'. Kairo: 1936.
  • Ibnu Qudamah. Al-Ishtibshār fī Nasab ash-Shahābah min al-Anshār. Riset Ali Nawihadh. Beirut: 1972.
  • Mus'ab bin Abdullah. Kitab Nasab Quraisy. Levi Provençal. Kairo: 1953.
  • Waqidi, Muhammad bin Umar. Al-Maghāzī. Riset Mersden Jones. London: 1966.
  • Zafzaf, Fauzi Fadhil. As-Sunnah as-Sādisun. Majalah Minbar al-Islam. No 9, 1422 H.