Utsman bin Hunaif
Nama Lengkap | Utsman bin Hunaif bin Wahib Al-Ausi al-Anshari |
---|---|
Sahabat dari | Nabi Muhammad saw dan Amirul Mukminin as |
Julukan | Abu Abdillah |
Populer dengan | Sahabat Nabi saw |
Garis keturunan | Anshar, Kabilah Aus |
Kerabat termasyhur | Sahl bin Hunaif |
Wafat/Syahadah | Periode Pemerintah Muawiyah bin Abu Sufyan |
Dikenal untuk | Menukil riwayat |
Aktivitas | Gubenur Basrah pada pemerintahan Ali as • Salah satu pasukan Syurthah al-Khamis • Ikut serta dalam berbagai peperangan seperti: perang Uhud dan peperangan setelahnya |
Utsman bin Hunaif al-Ausi al-Anshari (bahasa Arab: عثمان بن حنیف الأوسي الأنصاري) adalah salah satu dari sahabat Nabi Muhammad saw dan Amirul Mukminin as. Utsman adalah seorang walikota Basrah di zaman pemerintahan Imam Ali as hingga sebelum perang Jamal terjadi. Ketika para pencetus perang Jamal memasuki kota Basrah, Utsman berhadap-hadapan dengan mereka dan setelah perang diantara mereka mulai memanas dia membuat sebuah perjanjian dengan mereka untuk tidak melakukan sebuah tindakan apapun sampai Imam Ali datang. Namun Zubair dan para pengikutnya melanggar perjanjian tersebut dan pada malam hari mereka menyerang Utsman dan para pengikut setianya; banyak pengikut Utsman yang terbunuh dan sebelum Utsman dibebaskan ia disiksa terlebih dahulu. Dan setelah bebas ia bergabung ke tempat perkemahan Imam Ali as.
Keturunan, Julukan dan Wafat
Utsman bin Hunaif bin Wahib al-Ausi al-Anshari, meninggal dunia di kota Kufah setelah syahadah Imam Ali as pada priode Muawiyah. [1] Ibundanya Ummu Sahl adalah putri Rafi' bin Qais bin Muawiyah bin Umaiyah ibnu Zaid bin Malik bin Auf. Abu Abdillah adalah nama julukannya. [2] Utsman adalah saudara dari Sahl bin Hunaif dan Ibad bin Hunaif dan paman Abu Umamah bin Sahl bin Hunaif. Ibnu Hibban juga meyakini bahwa ia meninggal dunia di zaman Muawiyah, tetapi di kota Madinah. [3]
Di Masa Rasulullah saw
Utsman di zaman Rasulullah saw mengikuti perang Uhud dan berbagai peperangan setelahnya. Ia juga mengutip beberapa riwayat dari Rasulullah saw. [4]
Di zaman Khulafa
Dinukil dari Fadhl bin Syazan bahwa Utsman dan saudaranya Sahl termasuk orang-orang pertama yang kembali kepada Imam Ali as setelah Rasulullah saw wafat.[5] Utsman di zaman [[Umar bin Khattab dikirim ke Irak untuk mengukur pertanahan Irak dan menentukan pajak para penduduk di sana.[6]
Amirul Mukminin as dan Perang Jamal
- Tulisan Utama: Perang Jamal
Utsman bersama saudaranya Sahl termasuk salah satu dari kelompok Syurthah al-Khamis (pengikut khusus Imam Ali as). [7] Dengan di mulainya kepemerintahan Imam Ali as, Utsman dilantik menjadi walikota Basrah pada tahun 36 H/657. Pada waktu itu dia pernah menghadiri undangan salah seorang bangsawan Basrah sehingga Imam Ali menulis surat yang terkenal sebagai teguran kepadanya. [8]
Pengkhianatan di Sekitar Basrah
Perang Jamal terjadi, ketika Utsman menjadi walikota Basrah. Karena kaum Nakitsin sampai di sekitar Basrah, mereka menulis surat kepada Utsman supaya mengosongkan pusat pemerintahan Darul Imarah. Kemudian, setelah membaca surat tersebut ia bermusyawarah dengan Ahnaf bin Qais. Ahnaf berkata: "Aisyah yang mendatangkan mereka untuk membalaskan dendam darah Utsman bin Affan padahal mereka yang mengumpulkan masyarakat untuk menentangnya dan menumpahkan darahnya dan seakan-akan saya melihat bahwa mereka tidak akan melepaskan kita, sehingga mereka menciptakan permusuhan diantara kita dan menumpahkan darah kita". Kemudian Ahnaf melanjutkan dengan mengusulkan kepada Utsman supaya mempersiapkan penduduk Basrah sebelum ketaatan mereka kepada Utsman keluar dari tangannya untuk berperang dengan mereka. [9]
Utsman menerima ucapan-ucapannya, tetapi ia berkata: "Keburukan walau bagaimanapun juga jika perang ini aku yang memulainya, menurutku tidak baik dan saya masih berharap pada keselamatan sampai surat Imam Ali as sampai ke tanganku kemudian aku bertindak sesuai dengan apa yang tertulis di dalamnya. Setelah dialog tersebut, Hakim bin Jabalah al-Abdi tiba dan Utsman membacakan kepadanya surat Thalhah dan dia juga berkata seperti yang disampaikan oleh Ahnaf dan Utsman juga menjawab demikian". 10- [10]
Surat Imam Ali as
Setelah beberapa saat surat Imam Ali as sampai ke tangan Utsman bin Hunaif melalui Rabazah. Dalam surat tersebut dengan mengingat pengkhianatan atas perjanjian yang dilanggar oleh Thalhah dan Zubair, Utsman diminta untuk mengajak mereka kembali taat kepada Allah dan setia kepada perjanjian mereka, jika mereka menurut dengan apa yang dikatakan, maka Utsman harus memperlakukan mereka dengan baik. Dan jika masih berselisih dan tetap ingkar maka Utsman diperintahkan untuk memerangi mereka. [11] Utsman dengan membaca surat ini, mengirim Abu al-Aswad al-Duali dan Imran bin Hashin al-Huzai untuk berdialog dengan Aisyah, Thalhal dan Zubair dan dikarenakan dialog tersebut tidak membuahkan hasil, Utsman mengeluarkan perintah mereka untuk bersenjata. [12]
Konflik, Konvensi dan Pengkhianatan
Setelah pembicaraan antara kedua belah pihak, akhirnya perang sengit pecah dan pada akhirnya dengan suatu persyaratan mereka saling berdamai yaitu hingga sampainya surat Imam Ali as mereka hendaknya menahan diri dari berperang. Dengan cara ini, Utsman kembali ke pusat pemerintahan Darul Imarah dan mengatakan kepada para pengikutnya untuk meletakkan senjata dan mengobati para pasukan yang terluka.[13]
Namun Thalhah dan Zubair tidak setia dengan surat perjanjian dan dengan melakukan konsultasi pada beberapa ketua dan pemuka kabilah Basrah telah mengajaknya untuk ikut masuk ke kelompok mereka dengan memantapkan pekerjaan mereka. Akhirnya pada suatu malam mereka masuk ke dalam satu masjid yang mana Utsman bin Hunaif menjadi imam jamaah di sana dan melarangnya untuk menjadi imam salat jamaah. Karena para pengikut Utsman bangkit dan membelanya, para pengikut Zubair juga berhasil mengatasi mereka. Dan kemudian mereka memukuli Utsman serta menyiksanya dengan mencabut rambut kepala dan bulu mata serta alisnya. Mereka juga mencabut semua bulu yang ada di wajahnya dan kemudian di bawa ke hadapan Aisyah beserta 70 orang pengikutnya.
Aisyah berkata kepada Aban putra Utsman bin Affan: "Pergilah engkau menuju Utsman bin Hunaif dan penggallah lehernya karena ayahmu dibunuh oleh orang Anshar dan telah membantu dalam pembunuhannya". Utsman bin Hunaif berkata: "Hai Aisyah, Thalhah dan Zubair! Saudaraku Sahl, adalah pengganti Ali bin Abi Thalib as di Madinah dan aku bersumpah jika kalian membunuhku, dia akan menghunus pedang serta membunuh keluarga-keluarga kalian dan tidak menyisakannya satupun dari kalian. Dengan demikian, akhirnya mereka takut dengan ancaman tersebut bahwa Sahl yang ada di Madinah akan melakukan hal itu, jika mereka membunuh Utsman. Oleh karena itu, mereka mengangkat tangan untuk membunuhnya. [14]
Tentunya apa yang ditulis oleh Quthbuddin ar-Rawandi, bahwa yang mengancam itu adalah istri Utsman bukanlah dirinya.[15]
Membunuh Para Pengikut Utsman
Setelah itu, Aisyah memesan kepada Zubair untuk membunuh Siyabjah (70 orang dari para pengikut Utsman bin Hunaif). Dengan ucapan Aisyah, Zubair dengan disertai oleh anaknya Abdullah memenggal kepala mereka. Sisa orang yang tertinggal dari Siyabjah tersebut adalah para penjaga Baitul Mal, dan mereka berkata: "Kami tidak akan memberikan Baitul Mal kepada kalian sehingga Imam Ali as datang". Namun Zubair menyerang mereka pada malam hari dan 50 orang dari mereka ditawan dan kemudian dibunuh. Sebagaimana yang dinukil oleh Abu Mikhnaf, korban yang terbunuh Siyabjah pada waktu itu seluruhnya adalah 400 orang.[16]
Bergabungnya Utsman bin Hunaif di perkemahan Imam Ali as
Utsman yang sudah terbebas dari tangan mereka, lantas keluar dari Basrah dan karena sampai ke hadapan Imam Ali as dan sambil menangis ia berkata: "Aku berpisah denganmu dalam keadaan tua dan aku kembali dalam keadaan tidak berrambut dan berbulu (karena semua rambut dan bulu di wajah dan kepalanya dicabuti)". Setelah itu, kemudian Imam Ali as berucap sebanyak tiga kali: [17] إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَیهِ رَاجِعُونَ Sesungguhnya kami milik Allah dan sesungguhnya kami kembali kepadaNya. [18]
Catatan Kaki
- ↑ Al-Amin, A'yān al-Syiah, jld.8, hlm. 142.
- ↑ Al-Khatib al-Baghdadi, Tārikh Baghdādi, jld. 1, hlm. 191.
- ↑ Ibnu Hibban, Masyāhir Ulama al-Amshār, hlm.49.
- ↑ Al-Khatib al-Baghdadi, Tārikh Baghdādi, jld.1, hlm.191.
- ↑ Syekh Thusi, Ahbār Ma'rifat al-Rijāl, jld.1, hlm. 177-183.
- ↑ Al-Amin, A'yān al-Syiah, jld.8, hlm.139.
- ↑ Al-Barqi, al-Rijāl, hlm. 4.
- ↑ Al-Amin, A'yān al-Syiah, jld.8, hlm.139.
- ↑ Al-Amin, A'yān al-Syiah, jld.8, hlm.139-140.
- ↑ Ibid. jld.8, hlm. 140.
- ↑ Ibid.
- ↑ Ibid.
- ↑ Ibid. jld.8, hlm. 141.
- ↑ Al-Amin, A'yān al-Syiah, jld.8, hlm.141; al-Rawandi, Minhāj al-Barā'ah fi Syarhi Nahj al-Balāghah, jld.2, hlm.158.
- ↑ Al-Rawandi, Minhāj al-Barā'ah fi Syarhi Nahji al-Balāghah, jld.2, hlm.158.
- ↑ Al-Amin, A'yān al-Syiah, jld.8, hlm.141-142.
- ↑ Al-Amin, A'yān al-Syiah, jld.8, hlm. 142.
- ↑ Q.S. al-Baqarah: 156.
Daftar pustaka
- Al-Rawandi, Qutbuddin, Minhāj al-Barā'ah fi Syarhi Nahjil Balāghah, riset: al-Sayid Abdullatif, al-Kuhkumrehi, Perpustakaan Ayatullah Al-Mar'asyi al-Amah, Qom, 1406 H.
- Ibnu Hibban, Masyāhir Ulama al-Amshār, riset: Marzuq Ali Ibrahim, Dar al-Wafa lithaba;ah wa al-Nasyr wa al-Tauzi', Al-Manshurah, 1411 H.
- Al-Khatib al-Baghdadi, Tārikh Baghdādi, riset: Mustafa Abdul Qadir Atha, Darul Kutub al-Ilmiyah, Beirut, 1406 H/ 1986 M.
- Al-Barqi, Ahmad bin Muhammad bin Khalid, al-Rijāl, Daneshgah Tehran, Tehran, tanpa tanggal.
- Al-Amin, al-Sayid Muhsin, A'yān al-Syiah, riset dan yang mengeluarkan: Hasan al-Amin, Dar al-Ta'aruf lilmathbuat, Beirut, 1406 H/ 1986 M.
- Al-Thusi, Ahbār Ma'rifat al-Rijāl, editor: Mirdamad al-Astarabadi, riset: al-SayidMahdi al-Rajai, Muassasah Alulbait, Qom, 1404 H.