Malik bin Nuwairah

tanpa prioritas, kualitas: c
Dari wikishia
Malik bin Nuwairah
Info pribadi
Nama lengkapMalik bin Nuwairah bin Jamrah
Garis keturunanBani Tamim
Kerabat termasyhurMutamim bin Nuwairah
Wafat/Syahadah11 H
Penyebab Wafat /SyahadahTerbunuh di tangan Khalid bin Walid
Terkenal untukDibunuh tanpa alasan dalam Perang Riddah
Informasi Keagamaan
Peran utamaWakil Nabi saw dalam mengumpulkan zakat
Aktivitas lainTidak berbaiat kepada Abu Bakar

Malik bin Nuwairah (bahasa Arab:مالك بن نويرة) (w: 11 H) adalah salah satu sahabat Rasulullah saw yang terbunuh karena penyimpangan moral Khalid bin Walid. Kisah pembunuhan Malik dalam perang Riddah merupakan salah satu isu yang secara teologis yang diperdebatkan bagi mazhab Syiah dan Sunni.

Mazhab Syi'ah mengkritik teori keadilan para sahabat dengan merujuk pada terbunuhnya Malik tanpa alasan. Umar bin Khattab menilai Khalid bin Walid pantas mendapatkan hukuman mati dan rajam atas kejahatannya membunuh Malik dan meniduri istrinya. Sebaliknya Abu Bakar memaafkan Khalid dalam ijtihadnya.

Menurut riwayat Fadhl bin Syadzan, Nabi saw memperkenalkan Malik bin Nuwairah sebagai penghuni surga dan ia yang membenarkan kekhalifahan dan keimamahan Imam Ali as. Oleh karena itu, ketika Malik bin Nuwairah datang ke Madinah sepeninggal Nabi saw, ia protes kepada Abu Bakar mengapa ia tidak menyerahkan kekhalifahan kepada Imam Ali as sesuai sabda Nabi saw. Menurut ulama Syi'ah, Malik menolak membayar zakat kepada pemerintah karena menganggap kekhalifahan Abu Bakar tidak sah, dan hal ini menyebabkan kematiannya.

Beberapa penulis Sunni menganggap Malik sebagai orang yang murtad untuk membenarkan perilaku Khalid bin Walid. Namun orang-orang Syiah dan sebagian Sunni membantah kemurtadan Malik dengan argumen seperti kesaksian sejumlah sahabat tentang keislamannya dan pembayaran diyah untuknya melalui Abu Bakar.

Biografi dan Kedudukan

Malik bin Nuwairah bin Jamrah Tamimi adalah salah seorang sahabat Rasulullah saw dan salah seorang bangsawan dan sesepuh islam yang mulia pada zaman Jahiliyah.[1] Malik adalah seorang penyair dan memiliki buku puisi.[2] Dia pergi menemui Nabi saw dan menjadi seorang Muslim.[3] Nabi saw menjadikannya wakil disukunya untuk mengumpulkan zakat dari mereka.[4]

Menurut Syekh Abbas Qomi, salah satu ulama Syiah pada abad ke-14 H, Malik bin Nuwairah dibunuh karena kecintaannya kepada Ahlulbait as.[5] Menurut riwayat yang dinukil oleh Fadhl bin Syadzan, Nabi saw memperkenalkan Malik bin Nuwairah sebagai ahli surga[6] dan Nabi saw mengajarkannya beberapa hukum syariat dan membimbingnya kepada kekhalifahan Imam Ali as.[7]

Menurut riwayat Ibnu Syadzan, setelah wafatnya Nabi saw, Malik bin Nuwairah datang ke Madinah dan setelah menyadari kekhalifahan Abu Bakar, dia protes kepadanya mengapa dia tidak menyerahkan kekhalifahan kepada Imam Ali as seperti yang telah disampaikan Nabi saw.[8] Setelah protes ini, Malik diusir dari masjid atas perintah Abu Bakar, Qunfud dan Khalid bin Walid.[9]

Kisah pembunuhan Malik bin Nuwairah merupakan salah satu persoalan yang menantang secara teologis bagi Sunni dan Syiah.[10]

Terbunuhnya Malik oleh Khalid bin Walid dan meniduri istri Malik dengan paksa dianggap sebagai salah satu peristiwa paling kontroversial terkait perang Riddah.[11] Merujuk pada peristiwa sejarah ini, para ulama Syiah mengkritisi teori keadilan para sahabat Sunni. Mereka berpendapat bahwa teori ini diajukan untuk membenarkan beberapa perilaku yang tidak pantas dari beberapa sahabat.[12]

Menurut Maqdisi, sejarawan abad ke-4 H, setelah isu Imamah, perbedaan antar umat Islam muncul dalam perang Riddah; Meskipun Abu Bakar percaya bahwa semua anggota harus diperangi karena dianggap murtad, namun kaum Muslim menentangnya karena tidak semuanya murtad.[13]

Pembunuhan Malik Di Perang Riddah

Menurut sejarawan Syiah, tidak diragukan lagi, Malik bin Nuwairah dibunuh karena penyimpangan moral Khalid bin Walid.[14] Malik menolak membayar zakat kepada pemerintahan Abu Bakar dan membagikannya kepada rakyatnya.[15] Keraguan Malik terhadap keabsahan kekhalifahan Abu Bakar dalam penyerahan zakat kepadanya dianggap sebagai alasannya.[16]

Khalid bin Walid mendatangi kabilah mereka atas perintah Abu Bakar untuk melawan kemurtadan Malik dan sukunya.[17] Malik mendatangi Khalid bersama istrinya, Ummu Tamim, untuk membuktikan bahwa mereka tidak murtad, namun Khalid melihat istrinya yang cantik, kemudian membunuh Malik dan malam itu meniduri istri Malik yang berada dalam masa iddah karena terbunuhnya suaminya malam itu.[18]

Kematian Malik adalah salah satu peristiwa berdarah tahun ke-11 H dalam sejarah atau disebut sebagai peristiwa Saqifah.[19]

Tindakan Khalid yang bertentangan dengan syariat ini menuai protes dari beberapa sahabat, seperti Abu Qatadah Anshari dan Abdullah bin Umar[20] dan Umar bin Khattab meminta Abu Bakar untuk mencopot Khalid dari posisi komandonya.[21]

Umar bin Khattab menganggap Khalid bin Walid pantas mendapatkan hukuman atas kejahatan pembunuhan Malik dan mendapatkan rajam atas kejahatan meniduri istrinya.[22] Namun Abu Bakar menolak permintaan Umar dan memaafkan Khalid atas kesalahan ijtihadnya.[23] Menurut sejarawan Mesir Muhammad Husain Haikal, karena Abu Bakar membutuhkan Khalid dalam pemerintahannya, dia terus mempekerjakannya.[24] Namun Umar tidak melupakan kesalahannya dan setelah berkuasa, ia mencopot Khalid dari komando tentara.[25]

Kemurtadan Malik Atau Keislamannya

Orang-orang Syiah dan sebagian Sunni telah menyebutkan bukti-bukti bahwa Malik adalah seorang Muslim, beberapa di antaranya adalah sebagai berikut:

  • Syahadat Malik dan para sahabatnya ke dalam Islam dan mendirikan salat;
  • Kesaksian sejumlah sahabat tentang keislamannya;
  • Membayar uang diah dari Abu Bakar;
  • Abu Bakar memberikan perintah agar Khalid berpisah dengan istri Malik.[26]

Namun, kaum Sunni tidak memiliki pendapat yang sama tentang dia sebagai seorang Muslim dan beberapa menganggapnya murtad.[27] Muhammad Husain Haikal, membenarkan perilaku Khalid, percaya bahwa meskipun meniduri seorang wanita yang sedang pada masa iddahnya tidak sesuai dengan Syariat Islam, aturan ini tidak boleh diterapkan pada orang jenius seperti Khalid, yang telah membantu pemerintah.[28] Selain itu, menurutnya, pembunuhan terhadap Malik dan dengan meniduri istri Malik adalah isu yang tidak berarti dibandingkan dengan banyaknya jasa-jasanya kepada pemerintah.[29]

Allamah Amini[30] dan Syarafuddin,[31] setelah menceritakan kejadian terkait Malik dan Khalid, mengkritik pembenaran Sunni dalam membela Khalid. Abbas Mahmud Akkad, seorang penulis berkebangsaan Mesir, berpendapat bahwa meskipun narasi tentang pembunuhan Malik berbeda-beda, namun pembunuhan Malik jelas bukan suatu hal yang wajib dan jelas, dan perandaian kejadian ini tidak ada dalam lembaran kehidupan Khalid.[32]

Catatan Kaki

  1. Ibn Atsir, Usud al-Ghābah, jld. 4, hlm. 276.
  2. Agha Buzurh Tehrani, ad-Dzarī'ah, jld. 9, hlm. 264.
  3. Dzahabi, Tārīkh al-Islām, jld. 3, hlm. 33.
  4. Ya'qubi, Tārīkh al-Ya'qūbī, jld. 2, hlm. 122.
  5. Qummi, Muntahā al-Āmāl, jld. 1, hlm. 311.
  6. Ibn Syadzan, al-Fadhā'il, hlm. 75.
  7. Ibn Syadzan, al-Fadhā'il, hlm. 75.
  8. Ibn Syadzan, al-Fadhā'il, hlm. 76.
  9. Ibn Syadzan, al-Fadhā'il, hlm. 76.
  10. Shiamiyan Garji, Riddah. Janggha, ensiklopedia Dayirah al-Ma'arif Buzurg-e Eslami, jld. 24, hlm. 695.
  11. Ghulami, Jangha-e Ertedad Wa Buhran-e Janesyini Pas Az Payambar (saw), majalah Ma'refat, vol. 40, hlm. 39.
  12. Nikzad, Adalat-e Shahabe Dar Tarazu-e Naq, majalah Rawaq-e Andisye, vol. 28, hlm. 42-44.
  13. Maqdisi, al-Bad' Wa at-Tārīkh, jld. 5, hlm. 123.
  14. Amini, al-Ghadār, jld. 7, hlm. 219-220; Ja'fariyan, Tarikh-e Khulafa, hlm. 38.
  15. Ibn Hajar, al-Ishābah, jld. 5, hlm. 560.
  16. Syarafuddin, an-Nash Wa al-Ijtihād, hlm. 118.
  17. Ibn Khaldun, Tārīkh Ibn Khaldūn, jld. 2, hlm. 495.
  18. Ya'qubi, Tārīkh al-Ya'qūbī, jld. 2, hlm. 131-132.
  19. Thabari, Tārīkh Thabarī, jld. 3, hlm. 278.
  20. Maqdisi, al-Bad' Wa at-Tārīkh, jld. 5, hlm. 159.
  21. Thabari, Tārīkh at-Thabarī, jld. 3, hlm. 278-279.
  22. Abil Fida', Tārīkh Abī al-Fidā', jld. 1, hlm. 222.
  23. Ibn Katsir, al-Bidāyah Wa an-Nihāyah, jld. 6, hlm. 323.
  24. Haikal, as-Shiddīq Abū Bakr, hlm. 157.
  25. Haikal, as-Shiddīq Abū Bakr, hlm. 138.
  26. Lihat: Ibn Atsir, Usud al-Ghābah, jld. 4, hlm. 277; Ghulami, Jangha-e Ertedad Wa Buhran-e Janesyini Pas Az Payambar (saw), majalah Ma'refat, vol. 40, hlm. 40.
  27. Lihat: Ibn Atsir, Usud al-Ghābah, jld. 4, hlm. 277.
  28. Haikal, as-Shiddīq Abū Bakr, hlm. 140.
  29. Haikal, as-Shiddīq Abū Bakr, hlm. 141.
  30. Lihat: Amini, al-Ghadir, jld. 7, hlm. 218-229.
  31. Syarafuddin, an-Nash Wa al-Ijtihād, hlm. 116-138.
  32. Iqad, 'Abqariyyah Khālid, hlm. 80.

Daftar Pustaka

  • Abil Fida', Ismail bin Ali. Tārīkh Abil Fidā'. Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 1417 H.
  • Agha Buzurgh Tehrani, Muhammad Muhsin. Adz-Dzarī'ah Ilā Thashānīf as-Syī'ah. Beirut: Dar al-Adhwa', 1403 H.
  • Ali Pur Wahid, Hasan. Malik bin Nuwairah. Qom: Dalil-e Ma, 1402 HS/2024.
  • Ali Pur Wahid, Hasan. Pazuhesyi Dar Hayat-e Seyasi Wa Mubarezati-e Malik bin Nuwairah. Qom: Daftar-e Entesyarat-e Eslami, 1395 HS/2017.
  • Amini, Abdul Husain. Al-Ghadīr Fī al-Kitāb Wa as-Sunnah Wa al-Adab. Qom: Markaz al-Ghadir Li ad-Dirasat al-Islamiyyah, 1416 H.
  • Dzahabi, Muhammad bin Ahmad. Tārīkh al-Islām Wa Wafayāt al-Masyāhīr Wa al-A'lām. Beirut: Dar al-Kitab al-Arabi, 1413 H.
  • Ghulami, Ali. Jangha-e Ertedad Wa Buhran-e Janesyini Pas Az Payambar (saw). Majalah Ma'refat. Vol: 40, 1380 HS/2002.
  • Haikal, Muhammad Husein. Ash-Shiddīq Abū Bakr. Kairo: Dar al-Ma'arif.
  • Ibn Atsir, Ali bin Abil Karam. Usud al-Ghābah Fī Ma'rifah as-Shahābah. Beirut: Dar al-Fikr, 1409 H.
  • Ibn Hajar Asqalani, Ahmad bin Ali. Al-Ishābah Fī Tamyīz as-Shahābah. Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 1415 H.
  • Ibn Katsir, Ismail bin Umar. Al-Bidāyah Wa an-Nihāyah. Beirut: Dar al-Fikr, 1407 H.
  • Ibn Khaldun, Abdurrahman bin Muhammad. Tārīkh Ibn Khaldūn. Beirut: Dar al-Fikr 1408 H.
  • Ibn Syadzan, Fadhl. Al-Fadhā'il. Qom: Radhi, 1363 HS/1985.
  • Iqad, Abbas Mahmud. 'Abqariyyah Khālid. Kairo: Nahdhah Mishr, 2005.
  • Ja'fariyan, Rasul. Tarikh-e Khulafa. Qom: Dalil-e Ma, 1394 HS/2016.
  • Lubbaf, Ali. Ma Jara-e Qatl-e Malik bin Nuwairah. Tehran: Munir, 1391 HS/2013.
  • Majlisi, Muhammad Baqir. Bihār al-Anwār. Riset: Sayyid Ibrahim al-Miyanji, Muhammad Baqir Bahbudi. Beirut: Dar ar-Ridha, 1403 H.
  • Maqdisi, Muthahhar bin Thahir. Al-Bad' Wa at-Tārīkh. Beirut: perpustakaan ats-Tsaqafah ad-Diniyyah.
  • Nikzad, Abbas. Adalat-e Sahabe Dar tarazu-e Naqd. Majalah Rawaq-e Andisye. Vol: 28, 1383 HS/2005.
  • Qummi, Abbas. Muntahā al-Āmāl. Qom: Dalil-e Ma, 1379 HS/2001.
  • Sayyid Murtadha, Ali bin al-Husain. As-Syāfī Fī al-Imāmamh. Tehran: Yayasan as-Shadiq (as), 1410 H.
  • Shiyamiyan Garji, Zuhair. Riddah, Jangha. Ensiklopdeoa Dayirah al-Ma'arif Buzurg-e Eslami. Jld. 24. Tehran: Markaz-e Dayirah al-Ma'arif Buzurg-e Eslami, 1389 HS/2011.
  • Syarafuddin, Sayyid Abdul Husain. An-Nash Wa al-Ijtihad. Qom: Abu Mujtaba, 1404 H.
  • Thabari, Muhammad bin Jarir. Tārīkh at-Thabarī. Beirut: Dar at-Turats, 1387 H.
  • Ya'qubi, Ahmad bin Abi Ya'qubi. Tārīkh al-Ya'qūbī. Beirut: Dar Shadir.