Abu Khalid Kabuli
| Nama Lengkap | Abu Khalid Kabuli Wardan |
|---|---|
| Sahabat dari | Imam Sajjad as • Imam Baqir as |
| Julukan | Kangar |
| Lahir | Kabul |
| Wafat/Syahadah | Abad 1 Hijriah |
| Guru-guru besar | Asbagh bin Nubatah • Yahya bin Ummi Thawil |
| Murid-murid | Jamil bin Shaleh • Hisyam bin Salim al-Jawaliqi • Sadir ash-Shairafi • Mutsanna Hanad |
Abu Khalid Kabuli Wardan, yang dikenal dengan julukan "Kankar" atau "Kangar", adalah salah satu tokoh Syiah dari abad pertama Hijriyah. Ia merupakan bagian dari kelompok sahabat Imam Sajjad as dan Imam Baqir as. Setelah berpindah ke Madinah, Abu Khalid bergabung dengan para pengikut Imam Sajjad as. Ia juga dikenal sebagai perawi hadis dari beberapa tokoh terkemuka, seperti Asbagh bin Nubatah dan Yahya bin Ummu Thawil.
Nama dan Gelar
Julukan "Kangar" diberikan kepada Abu Khalid oleh ibunya. Pada waktu itu, nama tersebut belum dikenal luas oleh masyarakat umum.[1] Namun, karena Imam Sajjad as menyebutnya dengan gelar "Kankar" dalam sejumlah riwayat,[2] julukan ini kemudian menjadi nama yang lebih melekat pada dirinya. Ibnu Thawus mencatat bahwa ia memiliki kunyah Abu Yahya,[3] meskipun keterangan tersebut tidak ditemukan dalam sumber-sumber lainnya.
Tempat Lahir
Berdasarkan kumpulan riwayat, tampaknya tempat asal pertama Abu Khalid adalah Kabul. Meskipun tidak ada penjelasan spesifik tentang tahun kedatangannya ke Hijaz, riwayat-riwayat menunjukkan bahwa selama tinggal di Hijaz, ketika ia berada di sisi Imam Sajjad as (periode imamah: 61-95 HQ), ia setidaknya sekali melakukan perjalanan ke Kabul dengan bantuan Imam.[4]
Keyakinan terhadap Imamah Imam Sajjad as
Saat pertama kali menetap di Madinah, Abu Khalid memandang Muhammad bin Hanafiyah sebagai imam yang harus diikuti.[5] Ia mengabdikan sebagian besar waktunya untuk melayani Muhammad bin Hanafiyah, menunjukkan penghormatan dan kepatuhan penuh terhadapnya sebagai seorang imam yang wajib ditaati.[6] Kedekatan dan pengabdiannya ini menjadi bukti kuat akan keyakinan awal Abu Khalid terhadap kepemimpinan Muhammad bin Hanafiyah.
Selama mendampingi Muhammad bin Hanafiyah, Abu Khalid mulai melihat tanda-tanda yang menunjukkan kedudukan tinggi Imam Sajjad as. Ia menyaksikan sendiri bagaimana Muhammad bin Hanafiyah memperlihatkan rasa hormat yang luar biasa kepada Imam tersebut.[7] Pengamatan ini menumbuhkan keraguan dalam hati Abu Khalid terhadap keyakinan lamanya, hingga akhirnya, berkat dorongan dan bimbingan Yahya bin Umm Thawil, ia berkesempatan untuk bertemu langsung dengan Imam Sajjad as. Ketika Imam memanggilnya dengan nama masa kecilnya, "Kankar," keyakinan Abu Khalid akan imamah Imam pun semakin teguh.[8]
Sejak saat itu, Abu Khalid sepenuhnya bergabung dengan para pengikut Imam Sajjad as dan menempati posisi yang sangat istimewa di sisi beliau. Ia dikenal sebagai "Bab,"[9] yaitu salah satu orang tepercaya[10] dan sahabat dekat Imam.[11] Nama Abu Khalid juga disebut oleh Barqi,[12] Mufid,[13] dan Thusi[14] sebagai salah satu sahabat terkemuka Imam tersebut. Fadhl bin Syadzan bahkan menempatkannya di antara lima orang yang pada awal masa imamah Imam Sajjad as dikenal sebagai para pengikut setia atau Syiah-nya.[15]
Salah satu riwayat sahih yang menggambarkan perubahan keyakinan Abu Khalid mengenai imamah adalah kisah tentang kesaksian dan keputusan yang melibatkan Hajar Aswad. Dalam sejumlah versi riwayat, kisah ini berkaitan langsung dengan Abu Khalid dan menjadi titik balik yang mengubah pandangannya mengenai siapa imam yang sah.[16] Riwayat ini bahkan begitu berpengaruh sehingga Sayid Hamiri (W. 173 H), yang sebelumnya mengikuti ajaran Kaisaniyah, dikatakan meninggalkan keyakinannya setelah mendengarnya. Ia kemudian menuliskan kisah itu dalam bentuk syair.[17]
Selain itu, terdapat pula riwayat lain yang menggambarkan usaha Abu Khalid dalam mencari kebenaran tentang imam sejati. Diceritakan bahwa ia pernah mendatangi Hasan Mutsanna untuk menanyakan tentang warisan kepemimpinan imamah. Namun, setelah tidak puas dengan jawaban yang diberikan, ia pun beralih mendekat kepada Imam Sajjad as dan pada akhirnya menemukan keyakinan yang kokoh terhadap imamah beliau.[18]
Abu Khalid sebagai Sahabat Imam Baqir as
Ketika gelombang penindasan terhadap kaum Syiah dari penguasa Bani Umayyah semakin keras, banyak pengikut setia Ahlulbait menjadi korban. Di tengah situasi yang mencekam ini, sejumlah tokoh penting, termasuk Yahya bin Umm Thawil, dibunuh karena keteguhan mereka dalam mempertahankan keyakinan.[19] Melihat keadaan tersebut, Abu Khalid memilih untuk melarikan diri ke Makkah dan bersembunyi di sana untuk sementara waktu demi menjaga keselamatannya.
Meskipun tanggal wafat Abu Khalid tidak tercatat secara pasti, riwayat menunjukkan bahwa ia masih hidup pada masa kepemimpinan Imam Baqir as (periode imamah: 95 HQ–114 HQ). Pada masa itu, ia kembali aktif dalam lingkaran para sahabat Imam dan turut berperan dalam menyebarkan ajaran serta nilai-nilai imamah di tengah tekanan politik yang masih kuat.[20]
Sebagai Perawi Hadis
Abu Khalid dikenal sebagai perawi hadis yang meriwayatkan langsung dari Imam Sajjad as dan Imam Baqir as. Selain itu, ia juga menerima riwayat dari sejumlah tokoh penting seperti Asbagh bin Nubatah dan Yahya bin Umm Thawil.[21] Keilmuannya yang luas membuat banyak murid dan perawi hadis kemudian meriwayatkan darinya, termasuk Jamil bin Salih, Hasyim bin Salim, Sadir Syairafi, Dharis bin Abdul Malik, dan Mutsanna al-Hanath.[22]
Namun, meskipun berbagai riwayat menegaskan kedudukan dan peran pentingnya, terdapat pandangan berbeda dari Nasi Akbar (wafat 293 HQ). Ia menyebut bahwa sekelompok orang yang dikenal sebagai “Fatimiyah” merupakan “pengikut Abu Khalid Kabuli.” Kelompok ini, menurutnya, tidak mengenal Imam Sajjad as pada saat wafat ayah mereka, meskipun mereka telah mencapai usia baligh.[23]
Kekeliruan dalam Sumber-sumber Rijal
Dalam literatur rijal, terdapat catatan mengenai adanya kebingungan antara dua tokoh bernama Abu Khalid. Hal ini disebabkan oleh kesamaan kunyah antara Abu Khalid Kabuli dan Abu Khalid Qamat, yang bernama Yazid, salah satu sahabat Imam Shadiq as. Kesamaan tersebut kerap membuat para ulama hadis sulit membedakan keduanya dalam berbagai riwayat dan sumber klasik. Syekh Thusi dalam salah satu karyanya menyebut Abu Khalid di antara para sahabat Imam Sajjad as dengan nama “Kankar Abu Khalid Kabuli” dan menjelaskan bahwa nama aslinya adalah Wardan.[24]
Di tempat lain, tepatnya ketika membahas para sahabat Imam Baqir as, Syekh Thusi juga menyinggung seorang perawi bernama “Wardan Abu Khalid Kabuli Asghar.” Ia menyebut bahwa tokoh ini meriwayatkan dari Imam Shadiq as dan menegaskan bahwa “Kankar” merujuk pada Abu Khalid Kabuli Al-Kabir.[25] Catatan ini menunjukkan adanya dua tokoh berbeda dengan nama serupa yang hidup pada masa berbeda, sehingga penelusuran terhadap riwayat mereka sering kali membutuhkan ketelitian lebih dalam untuk menghindari kekeliruan.
Syekh Thusi juga mencatat nama Kankar dalam daftar sahabat Imam Shadiq as dengan sebutan “Abu Khalid Qamat Kufi.”[26] Dalam kesempatan lain, ia menyebut “Wardan Abu Khalid Kankar” di antara para sahabat Imam yang sama dan menjelaskan bahwa tokoh ini meriwayatkan langsung dari Imam Shadiq as.[27] Catatan tersebut memperkuat adanya kerancuan antara dua tokoh berbeda yang memiliki nama serupa, sehingga beberapa ulama perlu melakukan pembedaan lebih cermat dalam penelitian hadis.
Sementara itu, Ibnu Syahr Asyub menyebut sosok “Abu Khalid Qamat Kabuli” dan menulis bahwa sebagian kaum Ghulat mengaitkan diri mereka dengannya.[28] Pandangan ini muncul karena beberapa kelompok seperti Nusairiyah dan Mukhamisah menganggap Abu Khalid al-Kabuli sebagai “pintu keempat” bagi para imam, serta menisbatkan banyak riwayat kepadanya.[29] Meskipun begitu, para ulama rijal umumnya memandang atribusi semacam ini dengan hati-hati dan berupaya memisahkannya dari riwayat-riwayat sahih terkait Abu Khalid yang dikenal dalam tradisi Syiah.
Catatan Kaki
- ↑ Lihat: Thabarsi, hlm. 254; Rawandi, jld. 1, hal. 262; bandingkan: Razi, Jld. 2, hal. 677.
- ↑ Kasyi, hlm. 121; lihat juga: Dalail al-Imamah, hlm. 90–91.
- ↑ Lihat: Shahib al-Ma'alim, 294.
- ↑ Lihat: Kasysyi, hlm. 121-123; Rawandi, jld. 1, hal. 262-264; Ibnu Syahr Asyub, Manaqib, jld. 4, hal. 145.
- ↑ Thabarsi, hlm. 254; Ibnu Hajar, Lisan al-Mizan, jld. 1, hal. 436.
- ↑ Lihat: Ibnu Hajar, jld. 1, hal. 436; Rawandi, Al-Kharaij wa al-Jaraih, 1409 H, jld. 1, hal. 261.
- ↑ Lihat: 121; Ibnu Syahr Asyub, Manaqib, jld. 4, hal. 147.
- ↑ Dalail al-Imamah, hlm. 90–91; Husain bin Abdul Wahab, hlm. 72–73; Rawandi, jld. 1, hal. 261.
- ↑ Tarikh Ahlul Bait, 148.
- ↑ Kulaini, al-Kafi, jld. 1, hal. 472.
- ↑ Kasyi, hlm. 9–10.
- ↑ Barqi, hlm. 8.
- ↑ Al-Ikhtishash, hlm. 8.
- ↑ Syekh Thusi, hlm. 100.
- ↑ Kasyi, hlm. 115.
- ↑ Thabarsi, hlm. 254; Rawandi, Al-Kharaij wa al-Jaraih, 1409 H, jld 1, hlm. 258; Majlisi, jld. 46, hal. 29–30.
- ↑ lihat: Thabarsi, hlm. 254; Ibnu Hajar, jld. 1, hlm. 436.
- ↑ Ibnu Hamzah, hlm. 363; Razi, jld. 2, hlm. 678–679.
- ↑ Lihat: Kasyi, 124.
- ↑ Lihat: Barqi, 9; Thusi, 139.
- ↑ Lihat: Rawandi, Jilid 2, hal. 840; Jilid 1, hal. 245.
- ↑ Lihat: Kulaini, Jilid 6, hal. 280; Kasyi, 6, 120; Mufid, Al-Amali, 3; Rawandi, Jilid 2, hal. 840.
- ↑ Hal. 25–26.
- ↑ Hal. 100.
- ↑ Hal. 139.
- ↑ Hal. 277.
- ↑ Lihat: Khui, Jilid 21, hal. 140.
- ↑ Ma’alim, hal. 139.
- ↑ Sebagai contoh, lihat: Khashibi, Al-Hidayah al-Kubra, 1432 H, hal. 553.
Daftar Pustaka
- Al-Barqi, Ahmad bin Muhammad. Al-Rijal, disunting oleh Muhammad Reza Hosseini, Qom: 1410 H.
- Al-Hilli, Ibn Dawud. Al-Rijal, (bersama Al-Barqi, Ahmad bin Muhammad), disunting oleh Muhammad Reza Hosseini, Qom: 1410 H.
- Al-Himyari, Sayyid Ismail bin Muhammad. Diwan, disunting oleh Hadi Shukr, Beirut: Dar Maktabah al-Hayah.
- Al-Khashibi, Husain bin Hamdan. Al-Hidayah al-Kubra, disunting oleh Mustafa Subhi Khadr al-Himsi, Beirut: Mu’assasah al-A‘lami, 1432 H.
- Al-Khui, Abu al-Qasim. Mu'jam Rijal al-Hadith, Beirut: 1403 H / 1983 M.
- Al-Majlisi, Muhammad Baqir. Bihar al-Anwar, Beirut: 1403 H / 1983 M.
- Al-Mufid, Muhammad bin Muhammad. Al-Amali, disunting oleh Husain Ustad Wali dan Ali Akbar Ghufrari, Qom: 1403 H.
- Al-Mufid, Muhammad bin Muhammad. Al-Ikhtishash, disunting oleh Ali Akbar Ghafari, Qom: 1357 H.
- Al-Nashi al-Akbar, Abdullah bin Muhammad. Masa’il al-Imamah, disunting oleh Josef van Ess, Beirut: 1971 M.
- Al-Rawandi, Sa‘id bin Hibatullah. Al-Kharaij wa al-Jara’ih, disunting oleh Mu’assasah al-Imam al-Mahdi, Qom: 1409 H.
- Al-Razi, Muhammad bin Husain. Nuzhat al-Kiram, disunting oleh Ibn Rustam al-Tabari, Najaf: 1383 H / 1963 M.
- Al-Razi, Muhammad bin Sa‘id bin Hibatullah. Al-Kharaij wa al-Jara’ih, Qom: 1409 H.
- Al-Sahib Ma‘alim, Hasan bin Zayn al-Din. Al-Tahrir al-Thawusi (Tahriri az Hal Isykal Ahmad bin Tawus), disunting oleh Muhammad Hasan Tarhini, Qom: 1408 H / 1988 M.
- Al-Tabarsi, Fadl bin Hasan. I‘lam al-Wara, disunting oleh Ali Akbar Ghafari, Beirut: 1399 H / 1979 M.
- Al-Tusi, disunting oleh Ali Akbar Ghafari, Beirut: 1401 H.
- Ibnu Hamzah al-Tusi, Abdullah. Al-Thaqib fi al-Manaqib, disunting oleh Nabil Reza Alwan, Qom: 1411 H.
- Ibnu Hajar al-Asqalani, Ahmad bin Ali. Lisan al-Mizan, Hyderabad Deccan: 1329–1331 H.
- Ibnu Syahr Asyub, Muhammad bin Ali. Ma'alim al-‘Ulama, disunting oleh Muhammad Sadiq Al Bahr al-‘Ulum, Najaf: 1380 H / 1961 M.
- Ibnu Syahr Asyub, Muhammad bin Ali. Manaqib Al Abi Talib, Qom: Matba‘ah ‘Ilmiyyah.
- Husain bin Abdul Wahab. 'Uyun al-Mu‘jizat, Najaf: 1369 H / 1950 M.
Pranala Luar
Sumber artikel: Ensiklopedia Besar Islam