Said bin Qais Hamdani
| Nama Lengkap | Said bin Qais al-Hamdani |
|---|---|
| Sahabat dari | Imam Ali as dan Imam Hasan al-Mujtaba as |
| Wafat/Syahadah | Sekitar tahun 50 Hijriyah |
| Aktivitas | Gubernur Ray • Gubernur Kufah • Komandan kabilah Hamdan dalam pasukan Imam Ali as pada Perang Jamal dan Perang Shiffin • Utusan Imam as untuk Berunding dengan Muawiyah • Utusan Imam as untuk Berunding dengan Kaum Khawarij |
Said bin Qais al-Hamdani (bahasa Arab: سعید بن قیس الهمداني) adalah seorang kesatria setia dan sahabat yang mulia bagi Imam Ali as serta Imam Hasan al-Mujtaba as. Pengabdiannya terukir jelas dalam catatan sejarah, di mana ia turut serta membela kebenaran dalam Perang Jamal dan Perang Shiffin. Di medan Shiffin yang penuh gejolak, keberaniannya mencapai puncak dengan berhasil menewaskan sejumlah tokoh terkemuka dari pasukan Muawiyah.
Kesetiaan dan keteguhannya tidak luput dari perhatian sang Imam. Imam Ali as sendiri memberikan pengakuan yang istimewa, bahkan disebutkan bahwa beliau mengungkapkan pujian melalui syair yang mengukuhkan kebenaran setiap langkah yang diambil Sa'id. Di samping jasanya di medan perang, nama Sa'id bin Qais al-Hamdani juga tercatat dengan tinta emas dalam ilmu hadis, sebagai salah satu perawi yang meriwayatkan hadis dari Imam Ali as.
Setelah peristiwa menyedihkan berupa kesyahidan Imam Ali as, kesetiaan Sa'id bin Qais al-Hamdani tidaklah pupus. Ia terus membulatkan tekad, kini mendampingi Imam Hasan al-Mujtaba as dengan semangat bakti yang sama.
Komitmennya terhadap perjuangan Ahlulbait as bahkan diteruskan oleh keturunannya. Abdurrahman bin Sa'id, salah seorang putranya, diangkat menjadi gubernur Kota Mosul oleh Mukhtar ats-Tsaqafi dalam gerakannya. Pengabdiannya berakhir dengan pengorbanan tertinggi, gugur sebagai syahid dalam barisan pasukan Mukhtar.
Nasab dan Kabilah
Said bin Qais berasal dari keluarga Bani Zaid bin Marib, yang merupakan bagian dari kabilah Yaman terkemuka, Hamdan, yang bermukim di Irak. Ia menjabat sebagai pemimpin bagi kabilahnya tersebut.[1]
Aktivitas-aktivitas
- Hadir dalam perang Nahawand pada tahun 21 Hijriah|tahun 21 H.[2]
- Menjadi gubernur Rey atas penunjukan Said bin Ash, gubernur Utsman bin Affan di Kufah.[3] Said pergi ke Madinah setelah peristiwa pembunuhan Utsman.[4]
- Memimpin pasukan berkuda dari kabilah Hamdan dalam pasukan Imam Ali as pada perang Jamal.[5]
- Memimpin pasukan Rajrajah (pasukan penyerbu),[6] pasukan Himyar, dan tentara dari kabilah Hamdan dalam pasukan Imam Ali as dalam perang Shiffin.[7]
- Menjadi utusan Imam Ali as untuk berunding dengan Muawiyah dan mengajaknya untuk mengikuti Kitab Allah.[8]
- Said menentang peristiwa arbitrase tetapi akhirnya menerimanya dan menjadi saksi atas perjanjian arbitrase tersebut.[9] Setelah keputusan arbitrase diumumkan, Imam Ali as kembali bertekad untuk memerangi Muawiyah di Syam, dan Said bin Qais menyatakan kesiapan diri dan kabilahnya.[10]
- Memimpin pasukan yang dikirim oleh Imam Ali as untuk menghadapi serangan Sufyan bin Auf al-Ghamidi ke kota Anbar.[11]
- Menjadi utusan Imam as untuk berunding dengan Khawarij.[12]
Setelah peristiwa duka yang amat dalam, yaitu kesyahidan Imam Ali as, kesetiaan Sa'id bin Qais al-Hamdani terus bersinar. Ia setia mendampingi penerusnya, Imam Hasan al-Mujtaba as, dengan semangat pengabdian yang tak pernah luntur.
Ketika Imam Hasan as mengerahkan pasukannya di bawah pimpinan Ubaidullah bin Abbas untuk menghadang kekuatan Muawiyah di Syam, kepercayaan besar kembali diberikan kepada Sa'id bin Qais. Dalam ekspedisi militer yang genting ini, ia ditunjuk untuk menduduki posisi strategis sebagai penasihat utama dan wakil komandan kedua (menurut beberapa riwayat lain, disebutkan sebagai wakil ketiga) setelah Ubaidullah bin Abbas, sebuah bukti nyata akan kapasitas militer dan loyalitasnya yang tak diragukan di mata sang Imam. [13]
Said dalam Ucapan Imam Ali as
Keberanian Sa'id bin Qais dan kabilah Hamdan di medan perang Shiffin begitu membekas di hati Imam Ali as, hingga Sang Imam pun melantunkan syair-syair pujian yang mengabadikan keteguhan mereka.[14] Lebih dari sekadar pujian, syair-syair tersebut merupakan pengakuan resmi dari Imam Ali as yang dengan tegas mengukuhkan dan merestui setiap tindakan serta sikap mulia yang diperlihatkan oleh Sa'id.[15]
Tidak hanya sebagai kesatria di medan perang, jejak Said dalam menjaga warisan Ahlul Bait juga terabadikan melalui perannya sebagai perawi hadis yang meriwayatkan langsung dari Imam Ali as.[16]
Sifat-sifat
Said bin Qais dikenang dalam catatan sejarah sebagai salah satu sosok paling pemberani dan dermawan di kalangan bangsa Arab.[17] Di samping kehebatannya di medan laga, ia juga memiliki bakat sastra yang terungkap melalui syair-syair rajaz (syair perang) yang ia gubah dan kumandangkan di tengah berkecamuknya perang Jamal dan perang Shiffin, beberapa di antaranya masih abadi dalam karya para sejarawan.[18]
Pada momen genting perang Shiffin, kepemimpinan dan keteguhan hatinya semakin terpancar. Said menyampaikan khutbah dan pidato yang berapi-api, mendorong rekan-rekan seperjuangannya untuk setia mengikuti Imam Ali as, memuji keluhuran sang Imam as, dan pada saat yang sama mengecam keras kezaliman Muawiyah.
Anak-anak Said
Said dipaksa oleh Hajjaj, gubernur Basrah dan Kufah, untuk menikahkan putrinya dengan salah satu musuh Imam Ali.[19]
Anaknya yang bernama Abdurrahman adalah gubernur Mukhtar di Mosul dan meninggal pada tahun 66 H dalam pasukan Mukhtar.[20] Anak lainnya, Amr, juga berada dalam pasukan Mukhtar.[21]
Tampaknya Said memiliki anak-anak lain yang tinggal di Yaman; keluarga Saidain di Bait Zaud (Yaman) dikaitkan dengan Said bin Qais.[22]
Wafat
Sejarawan Al-Zirikli memperkirakannya sekitar tahun 50 Hijriah.[23] Namun, berdasarkan riwayat yang disampaikan oleh Ibnu Al-Kalbi, dapat dipahami bahwa Said masih hidup hingga waktu yang lama setelah tahun tersebut.
Catatan Kaki
- ↑ Hamdani, jld. 10, hlm. 54, 58
- ↑ Lihat: Thabari, jld. 4, hlm. 129.
- ↑ Thabari, jld. 4, hlm. 330; Ibnu Atsir, jld. 3, hlm. 147, 187
- ↑ Lihat: Ibnu Syubah, jld. 4, hlm. 1313
- ↑ Baladzuri, jld. 2, hlm. 166; Dinawari, hlm. 146, 150; Mufid, hlm. 319
- ↑ Lihat: Nashr bin Muzahim, hlm. 453, 520
- ↑ Nashr bin Muzahim, hlm. 117
- ↑ Nashr bin Muzahim, hlm. 187; Ibnu A'tsam al-Kufi, jld. 3, hlm. 1920
- ↑ Nashr bin Muzahim, hlm. 506-511; Baladzuri, jld. 2, hlm. 231; Dinawari, hlm. 196
- ↑ Lihat: Ibnu Atsir, jld. 3, hlm. 340
- ↑ Lihat: Baladzuri, jld. 2, hlm. 319-321, 341-342; Tsaqafi, jld. 2, hlm. 464-472, 637; Thabari, jld. 5, hlm. 79
- ↑ Lihat: Ibnu Babawaih, hlm. 382
- ↑ Baladzuri, jld. 12, hlm. 381; Abul Faraj al-Isfahani, hlm. 62
- ↑ Lihat: Ibnu Syahr Asyub, jld. 2, hlm. 355; Ibnu Abi al-Hadid, jld. 5, hlm. 216; bandingkan dengan Nashr bin Muzahim, hlm. 273-274; Baladzuri, jld. 2, hlm. 322
- ↑ Lihat: Hamdani, jld. 10, hlm. 59.
- ↑ Lihat: Nashr bin Muzahim, hlm. 236-237, 250
- ↑ Hamdani, jld. 10, hlm. 58-59
- ↑ Lihat: Nashr bin Muzahim, hlm. 427; Ibnu Abi al-Hadid, jld. 1, hlm. 144.
- ↑ Lihat: Ibnu Abi al-Hadid, jld. 4, hlm. 61.
- ↑ Ya'qubi, jld. 2, hlm. 259; Ibnu Atsir, jld. 4, hlm. 239
- ↑ Al-Akhbar ath-Thiwal, hlm. 297.
- ↑ Hamdani, jld. 10, hlm. 59
- ↑ Zarakli, jld. 3, hlm. 100.
Daftar Pustaka
- Abu Hanifah ad-Dinawari, Ahmad bin Dawud. "Al-Akhbar ath-Thiwal". Ditahqiq oleh: 'Abdul Mun'im 'Amir & Jamaluddin asy-Syayyal. Kairo: Dar Ihya' al-Kutub al-'Arabiyah, 1960.
- Al-Baladzuri, Ahmad bin Yahya. "Ansab al-Asyraf". Ditahqiq oleh: Mahmud Firdaus 'Azhm. Damaskus: Dar al-Yaqazah, 1997.
- Ats-Tsaqafi, Ibrahim bin Muhammad. "Al-Gharat". Ditahqiq oleh: Jalaluddin al-Muhaddits. Teheran: Anjuman-e Atsar-e Milli, 1355 H.
- Al-Isfahani, Abu al-Faraj. "Maqatil ath-Thalibin". Ditahqiq oleh: Ahmad Shaqr. Kairo: Dar Ihya' at-Turats al-'Arabi, 1949.
- Al-Ya'qubi, Ahmad bin Ishaq. "Tarikh al-Ya'qubi". Beirut: Dar Sadir, Tanpa Tahun.
- Al-Mufid, Muhammad bin Muhammad bin Nu'man. "Al-Jamal aw an-Nushrah li Sayyid al-'Itrah fi Harb al-Bashrah". Ditahqiq oleh: Ali Mirsharifi. Qom: Kongresye Syeikh Mufid, 1416 H.
- Al-Minqari, Nasr bin Muzahim. "Waqi'ah Shiffin". Ditahqiq oleh: 'Abd as-Salam Harun. Beirut: Al-Mu'assasah al-'Arabiyah li ad-Dirasat wa an-Nasyr, 1990.
- Ash-Shaduq, Muhammad bin Ali (Ibnu Babawaih). "Al-Khisal". Ditahqiq oleh: Ali Akbar al-Ghiffari. Qom: Jami'ah al-Mudarrisin, 1362 H.
- At-Tabari, Muhammad bin Jarir. "Tarikh al-Umam wa al-Muluk (Tarikh ath-Tabari)". Beirut: Dar al-Kutub al-'Ilmiyah, Tanpa Tahun.
- Ibnu Abi al-Hadid, 'Izzuddin. "Syarh Nahj al-Balaghah". Ditahqiq oleh: Muhammad Abu al-Fadl Ibrahim. Kairo: Dar Ihya' al-Kutub al-'Arabiyah, 1959.
- Ibnu A'tsam al-Kufi, Ahmad. "Al-Futuh". Ditahqiq oleh: Ali Syiri. Beirut: Dar al-Adhwa', 1991.
- Ibnu Al-Haik Al-Hamdani, Al-Hasan bin Ahmad. "Al-Iklil min Akhbar al-Yaman wa Ansab Himyar". Beirut: Maktabah al-Khayyat, 1987.
- Ibnu Qutaibah ad-Dinawari, Abdullah bin Muslim. "Al-Imamah wa as-Siyasah". Ditahqiq oleh: Thaha Muhammad az-Zayni. Kairo: Mu'assasah al-Halabi, 1967.
- Ibnu Syabbah an-Numairi, 'Umar. "Tarikh al-Madinah al-Munawwarah". Ditahqiq oleh: Fahim Muhammad Syaltut. Beirut: Dar at-Turats, 1990.
- Ibnu Syahr Asyub, Muhammad bin Ali. "Manaqib Al Abi Thalib". Najaf: Al-Maktabah al-Haidariyah, 1956.
- Al-Kasysyi, Muhammad bin 'Umar. "Ikhtiyar Ma'rifah ar-Rijal". Ditahqiq oleh: Hasan al-Mustafawi. Masyhad: Danesygah-e Masyhad, 1348 H.
- Az-Zirkili, Khairuddin. "Al-A'lam". Beirut: Dar al-'Ilm li al-Malayin, 1999.
- Ibnu al-Atsir, 'Izzuddin. "Al-Kamil fi at-Tarikh". Beirut: Dar Shadir, 1979.