Syekh al-Mufid
Informasi Pribadi | |
---|---|
Nama Lengkap | Muhammad bin Muhammad bin Nu'man |
Terkenal dengan | Syekh Mufid • Ibnu Muallim |
Lahir | 11 Dzulkaidah 336 H/948 atau 338 H/950 |
Tempat lahir | 'Ukbari daerah dekat kota Bagdad |
Tempat tinggal | Bagdad, Irak |
Wafat/Syahadah | 413 H/1022 |
Tempat dimakamkan | Kazhimain, Irak |
Informasi ilmiah | |
Guru-guru | Syekh Shaduq• Ibnu Junaid al-Iskafi dll. |
Murid-murid | Syekh Thusi • Syarif Radhi • Sayid Murtadha • Ahmad bin Ali al-Najasyi dll. |
Karya-karya | Al-Irsyad • Al-Muqni'ah • Awa'il al-Maqalat |
Kegiatan Sosial dan Politik |
Muhammad bin Muhammad bin Nu'man (bahasa Arab: محمد بن محمد بن نعمان) lebih dikenal dengan Syekh al-Mufid (bahasa Arab: الشیخ المفید) adalah seorang ulama Syiah 12 Imam yang paling terkenal pada pertengahan abad ke-4 H dan permulaan abad ke-5 H. Ia adalah pendiri ilmu-ilmu ke-Islaman, pendakwah Syiah dan termasuk di antara orang yang menyebarkan fikih Imamiyah. Sebelum masa Syekh al-Mufid, masyarakat berpegang pada lahiriah hadis (baca: Akhbari) dan tidak banyak menggunakan akal dan metode naqli dalam melakukan instinbath (penyimpulan) hukum-hukum syar'i dimana hal ini akan menjadi halangan bagi kesempurnaan ilmu dan kemajuan para ulama. Syekh al-Mufid memberontak melawan kejumudan penguasa dengan cara menulis buku Ushul Fikih dan mendirikan metode fikih baru. Metode ijtihad ini, adalah jalan tengah antara metode hadis Syekh Shaduq dan metode deduktif Ibnu Junaid dalam bidang fikih.
Pada permulaannya untuk beristinbath hukum ia menulis kitab Al-Tadzkirah fi Ushul Fiqh. Kemudian Sayid Murtadha menulis kitab al-Dzari'ah dan Syekh Thusi menulis kitab 'Uddah al-Ushul demi meneruskan langkah gurunya. Tentu saja Syekh al-Mufid sendiri terilhami akan metode ini dari gurunya, Ibnu Abi Aqil Amani.
Syekh al-Mufid dengan menulis kitab al-I'lam fi ma Ittafaqat alaihi al-Imāmiyah minal Ahkām dinilai sebagai pendiri Fikih Muqarin (Fikih Perbandingan) yang disempurnakan dan dikembangkan dengan kitab al-Intishār karya Sayid Murtadha dan kitab al-Khilaf karya Syekh Thusi dan juga Tadzkirah al-Fuqaha karya Allamah al-Hilli.
Nasab, Gelar, Kelahiran dan Wafat
Muhammad bin Muhammad bin Nu'man bin Abdussalam bin Jabir bin Nu'man bin Sa'id bin Jabir bin Wahib bin Hilal…bin Ya'rab bin Qahthan. [1] Tentu saja Sa'id bin Jabir yang merupakan nenek moyang Syekh al-Mufid bukan Sa'id bin Jabir yang terkenal syahid di tangan Hajaj bin Yusuf Tsaqafi itu. [2] Syekh al-Mufid lahir pada 11 Dzulkaidah yang menurut perkataan Ibnu Nadim[3] dan Syekh Thusi[4] pada tahun 338 H/950. Sedangkan menurut tuturan an-Najasyi pada tahun 336 H/948. [5] Ia lahir di 'Abkari, sebuah kota di tepi timur sungai Tigris di Bagdad (Irak), 10 mil dari tempat yang terkenal dengan nama Suwaiqah bin Basri. Pekerjaan ayahnya adalah guru dan karenanya, anaknya digelari dengan "Ibnu Mu'allim". Al-'Ukbari dan al-Bagdadi adalah dua gelar lain Syekh al-Mufid yang diambil dari tempat kelahirannya. [6]
Syekh al-Mufid meninggal pada hari Jumat, 2 atau 3 Ramadhan tahun 413 H/1022 di Bagdad. Sekitar 80 ribu orang ikut mengantarkan jenazahnya di sebuah lapangan besar. Sayid Murtadha Alamul Huda memimpin salat jenazah atasnya. Banyaknya pelayat membuat lapangan yang sangat luas itu menjadi sempit. [7] Syekh Thusi berkata: "Baik kawan maupun lawan turut serta dalam menyalati dan menangisi kepergiannya dan tangisan atasnya sangat kelihatan dimana aku tidak pernah melihat tangisan yang lebih nyata dari pada meninggalnya Syekh al-Mufid". [8] Selama beberapa tahun ia dikubur di rumah, kemudian dipindahkan ke dekat pusara Imam Jawad as. [9]
Biografi Syekh Al-Mufid
Syekh al-Mufid di masa kecil bersama dengan ayahandanya pergi ke Bagdad dan memulai mempelajari ilmu-ilmu Islam kepada ulama-ulama terkemuka ilmu Kalam seperti Abu Abdillah Husain, Ali Basri yang terkenal dengan Ju'al, merupakan syaikh besar Mu'tazilah pada masanya, pelopor Fikih dan Kalam, Abu Yasir, murid seorang Mutakalim terkenal Abul Jaisy Mudhafar bin Muhammad al-Khurasani al-Balkhi yang nampaknya namanya adalah Thahir.
Syekh al-Mufid sesuai dengan usulan Abu Yasir mengikuti pelajaran Ali bin Isa al-Rummani, ulama terkenal Mu'tazilah. Syekh al-Mufid memenangkan adu argumentasi yang terjadi antara dia dan Rummani, Rummani menulis surat kepada Abu Abdilllah Ju'al memberi gelar kepada Syekh dengan "al-Mufid". [10]
Dari riwayat dapat diketahui bahwa semenjak lima tahun Syekh al-Mufid telah memperoleh ijin untuk menukil hadis. [11] Pada usia ke 40 tahun merupakan pemuka Syiah dalam bidang Fikih, Kalam dan Hadis. Syekh al-Mufid beradu argumentasi dengan ulama madzab lain untuk mempertahankan akidah Syiah. [12]
Periode kehidupan Syekh al-Mufid adalah periode yang dipenuhi dengan kemelut politik sehingga ia diasingkan dari Bagdad sebanyak tiga kali pada tahun 392 H/1002 atau 393 H/1003, 398 H/1008 dan 409 H/1018. [13] Meskipun demikian, ia tetap memiliki kedudukan yang baik dihadapan penguasa dan ulama Ahlusunah terutama Khatib Bagdadi. Ia menjadi tokoh yang cukup berpengaruh pada masyarakat di zamannya. Dari perkataan Syekh al-Mufid dapat dipahami bahwa masyarakat menjadi Syiah karena dirinya dan hal ini membuat orang-orang yang fanatik menjadi marah. [14]
Pada saat konflik madzhabi berkobar, daerah yang dihuni oleh pemeluk Syiah Bagdad, Karakh dan Bab al-Thaq, berulang kali mengalami kebakaran yang mengerikan. Pada tahun 361 H/972 atau 362 H/973 pada masa pemerintahan Izzu al-Daulah karena kefanatikan yang dtiupkan oleh Sabuktakin Hajib, menjadikan api fitnah dan kekacaun menjadi berkobar dan semakin hari semakin parah. Pada saat itu, menteri Izzu al-Daulah, Abul Fadzl Syirazi memerintahkan Karakh untuk dibakar. Karakh adalah bagian penting dari kota Bagdad, kawasan tinggal orang Syiah dan pusat perbelanjaan ibu kota Abbasi. Pada peristiwa ini sangat banyak laki-laki dan perempuan yang terbakar. Pada tahun 363 H/974 Karakh kembali dibakar karena adanya perselisihan madzhab. Pada akhir umur Syekh al-Mufid, yaitu tahun 408 H/1017, Qadir, khalifah Abbasi atas dorongan Mahmud Ghaznawi membunuh, mengasingkan dan memenjarakan tokoh-tokoh oposisi madzhab yang menentangnya, termasuk yang menurut sejarawan Ahlusunah disebut dengan Rafidhah. Syekh al-Mufid memimpin penganut Syiah pada masa penuh kemelut itu. [15]
Syekh al-Mufid memiliki kualitas spiritualitas khusus dalam dirinya. Ia sangat jujur, khusyu, rendah hati, berbudi luhur, sangat banyak mengerjakan salat, puasa dan juga mengenakan baju yang kasar sehingga ia dijuluki dengan Syekh Masyayih al-Sufiyah. [16]
Abu Ya'la al-Ja'fari, menantu Syekh al-Mufid berkata berkenaan Syekh al-Mufid; "Ia hanya tidur sedikit di waktu malam. Selebihnya, selama siang dan malam, ia mengerajakan salat, menelaah buku, mengajar, atau membaca Alquran". [17]
Ciri fisiknya digambarkan sebagai berikut: "Seorang yang memiliki perawakan kurus, sedang dan berkulit coklat". [18]
Anak-Anak Nampaknya, Syekh al-Mufid memiliki dua anak: Salah satunya adalah Abul Qasim Ali dan yang lainnya adalah seorang perempuan yang merupakan istri Abu Ya'la al-Ja'fari. [19]
Kedudukan Ilmu Syekh Al-Mufid
Dikatakan bahwa Syekh al-Mufid mampu menghafal kitab-kitab lawannya sehingga mampu menjawab syubhah mereka. [20] Di rumah Syekh al-Mufid terdapat majelis ilmu yang diikuti oleh ulama berbagai madzhab dan Syekh al-Mufid berdiskusi masalah keilmuan dengan mereka semua. [21]
Kesiapan jawaban yang diberikan Syekh al-Mufid, kepintaran, cepatnya menyampaikan jawaban, kecerdikan, ketinggian ilmu, kebaikan perangai, kesabaran dalam menyampaikan jawaban, kesabaran dalam menghadapi musuh[22] membuatnya bisa berdebat dengan aliran-aliran yang bermacam-macam seperti Mu'tazilah, Mujriyah, Zaidiyah, Ismailiyah dan lainnya.[23]
Perkataan Syekh al-Thusi
Syekh Thusi dalam kitab al-Fihrist berkata: "Muhammad bin Muhammad bin Nu'man yang lebih dikenal dengan sebutan Ibn al-Mu'allim adalah salah seorang mutakallim mazhab Imamiah pada masa hidupnya. Kepemimpinan dan marja'iah mazhab Syiah berada di tangannya. Dalam bidang ilmu fikih dan Kalam ia selalu unggul atas orang lain. Ia memiliki hafalan yang baik dan otak yang jenius. Dalam menjawab setiap pertanyaan, ia selalu memiliki jawaban yang siap diberikan. Ia memiliki karya tulis besar dan kecil lebih dari 200 buku". [24]
Perkatan Ibnu Nadim
Terkait dengan Ibnu Mu'allim menulis: "Aku melihat Abu Abdillah pada zaman kami adalah teolog Syiah. Kemampuan bahasanya sangat tinggi, orang yang terunggul dalam madzhabnya, pemahamannya sangat tajam, aku melihatnya dan aku mendapatkan ia sebagai pribadi yang sangat luar biasa". [25] Ia juga berkata: Ibnu Mu'allim, Abu Abdillah bin Muhammad bin Nu'man pada zaman kami adalah ketua golongannya, Syiah Imamiyah, ia memiliki karya dibidang fikih dan kalam sangat banyak. [26]
Peran Syekh Ash-Shaduq Dalam Fikih, Ushul Dan Kalam
Fikih Syiah Sebelum Syekh Al-Mufid
Gurji pada kitab Tarikh Fiqh wa Fuqaha menulis: "Sebelum masa Syekh al-Mufid, fikih yang ada diantara ulama Syiah tidak seperti yang berkembang pada masa kini, namun hadis-hadis fikih dinukil dari para Imam dengan silsilah sanad yang persis dari kitab-kitab dan seorang fukaha tidak bisa merubah sedikitpun apa-apa yang ada dalam teks hadis. Bahkan, mereka juga menyertakan silsilah sanad ketika menukil hadis. Secara lambat laun, metode ini menyempurna, mereka memberikan ijin untuk berijtihad hanya dalam batasan hadis-hadis untuk berijtihad dan memberikan fatwa berdasarkan petunjuk (madlul) dan kandungan (madhmun) hadis-hadis. Kitab al-Syarayi' karya Ibnu Babawaih, ayah Syekh al-Mufid dan Al-Muqni' wa al-Hidayah karya Syekh ash-Shaduq ditulis berdasarkan metode ini. Pada masa itu, berpegang pada dhahir hadis sangat berkembang dan berpegang pada akal dan pikiran tidak terlalu memiliki kedudukan. Hal ini menjadi penghambat bagi kesempurnaan ilmu dan kemajuan para ulama. Syekh al-Mufid berhasil menyingkirkan rintangan yang menghalangi gerakan ulama Syiah".
Pembentukan Model Fikih Baru Oleh Syekh Al-Mufid
Syekh al-Mufid dengan pemahaman yang kuat memberontak kekakuan penguasa dan membentuk model fikih baru berdasarkan aturan dan prinsip-prinsip secara teratur. Murid-muridnya seperti Sayid Murtadha dan Syekh Thusi melanjutkannya. Metode ijtihad ini, adalah jalan tengah antara metode hadis Syekh Shaduq dan metode induktif Ibnu Junaid dalam bidang fikih. Ia dalam permulaan istinbath hukum, merumuskan pedoman-pedoman dalam kitab al-Tadzkirah bi Ushul Fiqh. Sayid Murtadha meneruskan terobosan gurunya dengan menulis Kitab al-Dzari'ah, sementara Syekh Thusi menulis kitab 'Uddah al-Ushul. Tentu saja Syekh al-Mufid sendiri terilhami dari gurunya, yaitu Ibnu Abi Aqil Amani.
Syekh dalam metode ijtihadnya meyakini pentingnya kedudukan akal. Salah satu cara untuk bisa memahami kitab dan sunah adalah akal. Bahkan Syekh al-Mufid berkeyakinan bahwa apabila sebuah hadis bertentangan dengan hukum-hukum akal, maka hadis itu tertolak. Syekh al-Mufid dengan argumen kuat menghadapi penganut Akhbari. Ia juga melawan orang-orang yang menggunakan metode deduktif dalam melakukan proses istinbath (inferensi) hukum. Ia melakukan kritik pedas dengan tetap menghormati norma-norma dalam mengkritisi pemikiran gurunya karena menggunakan metode ini dan mematahkan pendapat gurunya dengan dalil-dalil yang kuat.
Syekh al-Mufid menulis beberapa kitab untuk menyanggah pendapat Ibnu Junaid seperti: Risalah al-Junaid ila Ahli Misr dan al-Naqdh 'ala Ibnu al-Junaid fi Ijtihad al-Ra'yi. Terkait dengan hal ini, ia menuliskan: "Adapun mengenai kitab Abu Ali bin Junaid, ia mencampurkan kitab itu dengan hukum-hukum serta mengamalkan kitab itu dengan prasangka. Ia menggunakan metode yang tidak bisa diterima dan berlawanan dengan metode kita, yaitu dengan menggunakan metode deduktif. Dari sini akan tercampurlah persoalan-persalan yang dinukil dari para Imam as dan pendapatnya sendiri dan ketercampuran keduanya tidak dapat dipisahkan. Namun, meskipun apabila keduanya terpisah antara yang satu dengan yang lainnya, tetap saja tidak ada tanda-tanda kehujahan pada karya-karyanya karena ia dalam menukilkan riwayat-riwayat tidak hanya berpegangan kepada riwayat-riwayat mutawatir namun juga bersandar kepada hadis-hadis ahad (tidak sampai pada derajat mutawatir)".
Oleh itu, Syekh al-Mufid memilih cara ketiga yaitu dengan menolak fikih berdasarkan Akhbari dan mengesampingkan metode fikih berdasarkan pendapat pribadi dan qiyas. Dalam metode ijtihad ini, Syekh al-Mufid mengumpulkan hadis-hadis yang saling bertentangan dan menjauhkan diri dari penggunaan hadis-hadis Ahad yang tidak memiliki ciri-ciri kebenaran dan dengan menulis kitab Ushul Fikih, maka ia mendirikan prinsip baru dalam fikih.
Kehadiran Syekh Al-Mufid di Perdebatan Ilmiah
Syekh al-Mufid hidup dimasa ketika ulama-ulama besar dari berbagai madzhab Islam di pusat pemerintahan Islami, Bagdad. Oleh karena itu, sudah menjadi hal yang lazim jika ia beradu argumen dengan mereka. Kebanyakan perdebatan ini dilaksanakan di depan khulafa. Syekh Mufid menghadiri majelis ini untuk mempertahankan keyakinan Syiah dan ia berdebat dengan pihak lawan. Ia menjawab keraguan-keraguan yang dilemparkan. Pembahasan-pembahasan ini di berikan secara baik dan jauh dari segala bentuk permusuhan. Karakter ilmiah dan tokoh agama Syekh al-Mufid membuat ketika ia meninggal sangat banyak penduduk Bagdad yang mengantarkan jenazahnya, baik orang-orang yang sepaham dengannya maupun yang tidak.
Dengan mempertahankan keadaan masyarakat pada zaman Syekh al-Mufid, ada upaya perbandingan antara berbagai madzhab Islam, pendapat fikih dan kalam. Setiap pemikir mengetengahkan argumen demi memuaskan pihak lain. Syekh al-Mufid dalam hal ini dengan menggunakan prinsip-prinsip kuat Syiah mengemukakan argumentasi sangat baik dan menulis kitab berharga dengan judul al-I'lam fi ma Ittafaqat alaihi al-Imamiyah minal Ahkam pada dasarnya merupakan dasar fikih kontemporer pertama kali yang dibentuk oleh seorang alim ini. Kemudian langkah itu disempurnakan dan dikembangkan oleh Sayid Murtadha dengan menulis kitab al-Intishar dan Syekh Thusi dengan menulis kitab Tadzkirah al-Fuqaha.
Syekh dalam muqadmah al-I'lām menulis: "Di kitab ini, saya mengumpulkan persoalan-persoalan fikih baik yang disepakati oleh Ahlusunah dan Syiah ataupun sebagian firqah-firqah mereka yang berbeda dengan Syiah dan akan disertakan juga pada awal kitab Awail al-Maqalat fi al-Madzahib wa al-Mukhtarat. Tidak seorang pun yang mendahului hal ini".
Syekh al-Mufid adalah tokoh yang menghidupkan ilmu-ilmu agama Islam dan merupakan seorang ahli sejarah, tokoh kebudayaan Syiah dan orang yang menyebarkan fikih Imamiyyah. [27]
Para Guru
Masa Syekh al-Mufid adalah masa berkembangnya ilmu dan Syekh al-Mufid mampu menggunakan kesempatan ini untuk menimba ilmu dari muhadits-muhadits terkemuka, mutakalim dan fukaha dari dua madzhab. Pengarang kitab A'yān al-Syiah mengenalkan 56 tokoh dan yang paling tersohor adalah: [28]
- Syekh Shaduq (w. 381 H/991)
- Ibnu Junaid Askafi (w. 381 H/991)
- Ibnu Qulawaih (w. 369 H/980)
- Abu Ghalib Zurarah (w. 368 H/979)
- Muhammad bin Imran Marzabani (w. 355 H/966)
- Abu Abdullah Husain bin Ja'l Bashri (w. 369 H/980)
- Ali bin Isa Rummani (w. 384 H/995)
Para Murid
Syekh al-Mufid adalah salah satu ulama besar Syiah yang berhasil mencetak murid-murid yang sangat luar biasa. Diantaranya adalah: [29]
- Sayid Murtadha (w. 436 H/1045)
- Sayid Radhi (w. 406 H/1015)
- Syekh Thusi (w. 460 H/1068)
- Ahmad bin Ali al-Najasyi (w. 450 H/1058)
- Sallar al-Daylami (w. 463 H/1071)
- Abul Fatah Karajuki (w. 449 H/1057)
- Abu Ya'la Muhammad bin Hasan Ja'fari (w. 463 H/1071)
Karya-karya
- Tulisan Asli: Senarai Karya-karya Syekh al-Mufid
Mengenal sebagian Karya-karya Syekh Mufid
- Al-Irsyad Ma'rifah Hujajillah ala al-‘Ibad, Kitab pertama dan paling teliti tentang biografi para Imam as. Ulama-ulama setelah zaman Syekh al-Mufid kebanyakan menaruh kepercayaan terhadap kitab ini. Kitab ini telah diterjemahkan ke dalam bahasa: Persia, Urdu dan Inggris. [30]
- Al-Muqni'ah: Kitab sangat berharga dalam bab-bab Fikih dan paling kuno dalam pembahasan fikih Syiah. Syekh Thusi menjabarkannya dengan nama Tahdzib al-Ahkam (salah satu kutub al-Arba'ah). [31]
- Al-Jamal wa al-Nushrah lisayyid al-Itrah fi Harb al-Bashrah: Kitab ini telah diterjemahkan ke dalam bahasa Persia dan Perancis. [32]
- Al-Āmali atau al-Majālis: Terdiri dari 42 jilid yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Persia oleh Ustad Wali. [33]
- Al-'Uyun wa al-Mahasin: Pada kitab ini dicantumkan debat ilmiah Syekh Mufid dengan para penentangnya. Sayid Murtadha mengumpulkan pilihan perdebatan ilmiah itu dengan judul al-Fushul al-Mukhtarah minal 'Uyun wa al-Mahāsin, dicetak di Najaf dan diterjemahkan ke dalam bahasa Persia oleh Aghai Jamaluddin Khansari. [34]
- Awāil al-Maqālāt fi al-Madzahib wa al-Mukhtarāt: Pada kitab ini dibahas mengenai pemikiran khusus Syiah Imamiyah dalam permasalahan kalam. [35]
- Al-I'tiqād bishawab al-Intiqād: Kitab ini merupakan syarah kitab akidah Syekh ash-Shaduq. [36]
- Al-Ifshāh fil Imamah: Kitab ini berisi tentang pembuktian Imamah Amirul Mukminin as. [37]
- Al-Masāil al-Kafiyah fi Ibthal Taubah al-Khātiyah: Dalam kitab ini dibahas tentang taubat Aisyah dan Thalhah.
- Kitab al-Mazar: Kitab ini ditulis dalam dua jilid: Bagian pertama tentang keutamaan Kufah, Karbala dan Ziarah Imam Ali as dan Imam Husain as; dan pada bagian kedua ditulis tentang keutamaan ziarah Rasulullah saw, Sayidah Fatimah sa dan para Imam yang lainnya. [38]
Kongres Internsional Milenium Syekh Al-Mufid
Kongres ini diadakan pada tanggal 24-26 Syawal 1413 H/April 4-6 1993 di Sekolah Tinggi Tarbiyati wa Qadhai di kota Qom. Tokoh-tokoh cendekiwan dan ulama dari berbagai negara Islam dan non-Islam menghadari konggres ini dan mempresentasikan makalahnya tentang kepribadian Syekh al-Mufid dari sisi keilmuan dan keagamaannya. Sebagian dari karya-karya Syekh Mufid dicetak oleh Konggres Milenium Syekh al-Mufid. [39]
Film Syekh Al-Mufid
Film Syekh al-Mufid dengan durasi 90 menit diputar pada tahun 1995 dengan disutradarai oleh Sirus Muqadam dan penulis skenarionya adalah Firuz Saleh. Film ini dibintangi oleh aktor terkenal seperti: Amin Tarukh, Mahdi Fathi, Muhammad Ali Kesyawarz, Kitayun Riyahi dan Atila Pasyani. Pada tahun 2002 film ini ditayangkan di televisi Iran dalam bentuk serial dengan judul Khursyid Syab. [40]
Catatan Kaki
- ↑ Al-Najasyi, Fihrist Asmā Mashanifiy al-Syiah (Rijal al-Najāsyi), hlm. 399, 1067.
- ↑ Silahkan lihat: Syubairi, Gudzari bar Hayāt Syekh Mufid, 7.
- ↑ Hlm. 197.
- ↑ Thusi, Al-Fihrist, hlm. 239.
- ↑ Rijal al-Najāsyi, hlm. 402.
- ↑ Syubairi, Gudzari bar Hayāt Syekh Mufid, hlm. 7-8.
- ↑ Gudzari bar Hayāt Syekh Mufid, hlm. 39.
- ↑ Al-Thusi, Al-Fihrist, hlm. 239.
- ↑ Najāsyi, 1407, hlm. 402-403.
- ↑ Syubairi, Gudzari bar Hayāt Syekh Mufid, hlm. 8-9.
- ↑ Syubairi, Nāguftehaye az Hayāt Syekh Mufid, hlm. 58-59.
- ↑ Syubairi, Gudzari bar Hayāt Syekh Mufid, hlm. 23-24.
- ↑ Gudzari bar Hayāt Syekh Mufid, hlm. 24.
- ↑ Tārikh Baghdād, jld. 3; Al-Nujum al-Zāhirah, jld. 4, hlm. 258; menukil dari Gudzari bar Hayāt Syekh Mufid, hlm. 25.
- ↑ Syubairi, Nāguftehāye az Hayāt Syekh Mufid, hlm. 95-97.
- ↑ Syubairi, Gudzari bar Hayāt Syekh Mufid, hlm. 26.
- ↑ Syubairi, Gudzari bar Hayāt Syekh Mufid, hlm. 26-27.
- ↑ Syubairi, Gudzari bar Hayāt Syekh Mufid, hlm. 27 dan 104.
- ↑ Syubairi, Gudzari bar Hayāt Syekh Mufid, hlm. 37; Syubairi, Nāguftehāye az Hayāt Syekh Mufid, hlm. 118.
- ↑ Sair A'lām al-Nubala', jld. 17, hlm. 344; dinukil oleh Syubairi, Gudzari bar Hayāt Syekh Mufid, hlm. 23.
- ↑ Muntadzam, jld. 8, hlm. 11, dinukil oleh Syubairi, Gudzari bar Hayāt Syekh Mufid, hlm. 23-24.
- ↑ Ibnu Nadim, hlm. 246; Fihrist Syekh Mufid, urutan 694; al-Imtā' wa al-Muanasah, jld. 1, hlm. 141, menukil dari Syubairi, Gudzari bar Hayāt Syekh Mufid, hlm. 24.
- ↑ Muqadimah Tahdzib, hlm. 17-19, menukil dari Gudzari bar Hayāt Syekh Mufid, hlm. 24.
- ↑ Ath-Thusi, al-Fihrist, hlm. 238.
- ↑ Al-Nadim, 1350, hlm. 226.
- ↑ Ibnu Nadim, 1350, hlm. 247.
- ↑ Gurji, Abul Qasim, Tārikh Fiqh wa Fuqahā, hlm. 144-147.
- ↑ Gurji, Abul Qasim, Tārikh Fiqh wa Fuqahā, hlm. 143.
- ↑ Gurji, Abul Qasim, Tārikh Fiqh wa Fuqahā, hlm. 143.
- ↑ Gurji, Abul Qasim, Tārikh Fiqh wa Fuqahā, hlm. 143-144.
- ↑ Gurji, Abul Qasim, Tārikh Fiqh wa Fuqahā, hlm. 144.
- ↑ Gurji, Abul Qasim, Tārikh Fiqh wa Fuqahā, hlm. 144.
- ↑ Gurji, Abul Qasim, Tārikh Fiqh wa Fuqahā, hlm. 144.
- ↑ Gurji, Abul Qasim, Tārikh Fiqh wa Fuqahā, hlm. 144.
- ↑ Gurji, Abul Qasim, Tārikh Fiqh wa Fuqahā, hlm. 144.
- ↑ Gurji, Abul Qasim, Tārikh Fiqh wa Fuqaha, hlm. 144.
- ↑ Gurji, Abul Qasim, Tārikh Fiqh wa Fuqahā, hlm. 144.
- ↑ Gurji, Abul Qasim, Tārikh Fiqh wa Fuqahā, hlm. 144.
- ↑ Dānesygah Inqilāb, vol. 97, hlm. 181-182.
- ↑ Bānk Jāmi Ithilā'at Sinemāi Irān (www.sourehcinema.com).
Daftar Pustaka
- Tehrani, Agha Buzurg, A'lām al-Syiah, jld. 2, Qum, Ismailiyan, tanpa tahun.
- Al-Thusi, Muhammad bin Hasan, al-Fihrist, Periset: Jawad Al-Qayumi, tanpa tampat, Muasasah Al-Fiqahah, 1417 H.
- Gurji, Abul Qasim, Tārikh Fiqh wa Fuqahā, Tehran, Semat, 1427 H.
- Al-Nadim, Abul Faraj Muhammad bin Abi Ya'qub Ishaq, al-Fihrist, Periset: Ridha Tajadud, Tehran, tanpa tahun, 1391 H.
- An-Najasyi, Ahmad bin Ali, Rijal al-Najasyi, Editor: Sayid Musa Syubairi Zanjani, Qum, Daftar Intisyarat Islami, 1407 H.
- Syubairi, Sayid Muhammad Jawad, Gudzari bar Hayāt Syekh Mufid, pada makalah Persia Konggres Seabad Syekh al-Mufid, vol. 55, hlm. 17-18, 19 April, 1993 M; Qum, Konggres Seabad Syekh Mufid, 1413 H.
- Syubairi, Sayid Muhammad Jawad, Nāguftehāyi az Hayāt Syekh Mufid, pada makalah Persia Konggres Seabad Syekh al-Mufid, vol. 55, hlm. 17-18, 19 April, 1993 M; Qum, Konggres Seabad Syekh Mufid, 1413 H.