Hijab
Hijab (bahasa Arab:الحجاب) adalah penutup tubuh wanita di hadapan pria yang bukan mahramnya. Menurut para fukaha dan ulama kaum Muslimin, hijab adalah salah satu kewajiban seorang Muslim dan termasuk dari dharuriat agama Islam dan dhaririat mazhab. Ayat-ayat Al-Qur'an dan hadis dari para Imam as telah menekankan kewajiban dan urgensitasnya.
Para fukaha telah sepakat bahwa wajib bagi seorang perempuan untuk berhijab di hadapan non mahram. Beberapa peneliti menyebutkan manfaat dari hukum ini, diantaranya: Kedamaian batin, kuatnya ikatan keluarga, stabilitas masyarakat serta nilai dan kehormatan perempuan.
Dikatakan bahwa pembahasan ilmiah mengenai isu hijab di negara Iran diangkat bersamaan dengan pengenalan dunia modern dan gerakan konstitusional. Dengan munculnya tragedi peyingkapan hijab, isu hijab berubah dari sekedar isu agama menjadi fenomena politik dan budaya, sebagian besar karya ilmiah tentang hijab ditulis pada periode ini dan periode setelahnya.
Setelah Revolusi Islam Iran, isu kewajiban hijab mengemuka dan pada tahun 1981 M, disahkan sebuah undang-undang yang menyatakan bahwa tidak mengenakan hijab dianggap sebagai pelanggaran. Dalam penanggalan Iran, tanggal 12 Juli diperingati sebagai hari bangkitnya masyarakat Masyhad menentang penyingkapan hijab, dinamai sebagai hari kesucian dan hijab.
Pentingnya Hijab dalam Budaya Islam
Hijab adalah sebuah keharusan bagi seorang wanita untuk menutup tubuhnya dihadapan laki-laki non-mahram dimana hal itu termasuk persoalan penting dalam Islam, dikatakan bahwa persoalan ini telah dijelaskan dalam Al-Qur'an.[1] Para fukaha Syiah berpendapat bahwa persoalan hijab merupakan salah satu yang tidak dapat dibantah dan kewajiban bahkan termasuk dari dharuriat agama Islam.[2] Nashir Makarim Syirazi mengatakan, terlebih pada masa sekarang, semua orang yang bergaul dengan umat Islam telah memahami bahwa salah satu doktrin semua aliran kaum muslimin adalah hijab, lambat laun hal itu berubah menjadi slogan dan mereka pun memegang teguh padanya.[3]
Dalam fikih, pada bab-bab seperti perceraian[4] dan pernikahan, dibahas tentang hijab di samping persoalan memandang orang yang bukan mahramnya.[5] Dalam teks-teks ilmu fikih dan hadis, selain kata hijab, digunakan pula kata «سِتر» yang bermakna «penutup» merujuk pada makna menutup aurat,[6] penggunaan kata hijab untuk menunjukkan makna penutup wanita merupakan istilah yang banyak ditemukan pada masa kini.[7]
Hijab secara harafiah berarti penghalang, dengan kata lain adalah sesuatu yang memisahkan dan menutupi antara dua hal.[8]
Hukum-hukum
Menurut ijma' para fukaha kaum muslimin,[9] wajib bagi perempuan untuk menutupi badan dan rambutnya dari orang yang bukan mahram.[10] Beberapa fukaha telah mengkategorikan hukum ini sebagai salah satu dari dharuriat agama dan mazhab.[11] Mengenai batasan-batasan kewajiban menutup aurat bagi perempuan, terdapat dua pendapat umum:[12]
1. Kewajiban menutup aurat kecuali bulatan wajah dan tangan dari pergelangan tangan hingga ujung jari: Sebagian besar fukaha berpendapat demikian dan pengecualian kedua anggota tubuh tersebut dari cakupan wajib menutup aurat, dengan syarat tidak menjerumuskan pada dosa.[13]
2. Kewajiban menutup seluruh tubuh: Para fukaha seperti, Fadhil Miqdad[14] dan Sayid Abdul A'la Sabzawari [15] menganggap bahwa wajib bagi perempuan untuk menutup seluruh tubuh, bahkan wajah dan tangan.[16] Mar'asyi Najafi menganggap ihtiyat wujubi bagi perempuan untuk menutupi wajah dan tangan.[17] Sayid Muhammad Kazhim Thabathaba'i Yazdi (Shahib Urwah) dalam hal ini, menganggapnya sebagai ihtiyat istihbabi.[18]
Argumentasi Pensyariatan Kewajiban Hijab
Beberapa argumentasi yang dijadikan sandaran para fukaha untuk membuktikan hukum kewajiban berhijab adalah sebagai berikut:
Al-Qur'an
Ayat 31 Surah An-Nur dan 59 Surah Al-Ahzab adalah paling pentingnya ayat Al-Qur'an yang dijadikan argumentasi oleh para fukaha kaum muslimin untuk membuktikan kewajiban berhijab dan menutup aurat bagi wanita.[19] Menurut Makarim Syirazi, setidaknya ada enam ayat Al-Qur'an yang menunjukkan kewajiban berhijab bagi perempuan dihadapan non mahram.[20]
Riwayat
Dikatakan bahwa riwayat-riwayat yang menunjukkan keharusan hijab bagi perempuan di hadapan non-mahram adalah riwayat-riwayat yang mutawatir.[21] Makarim Syirazi telah mengklasifikasikan semua hadis tersebut ke dalam tujuh kelompok, beberapa di antaranya adalah sebagai berikut:[22]
1. Riwayat-riwayat yang menjelaskan sebagian dari ayat 31 Surah An-Nur: "dan Jaganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya.[23] Berdasarkan riwayat-riwayat tersebut, maksud perhiasan yang nampak dalam ayat tersebut adalah bulatan wajah dan tangan (mulai dari ujung jari sampai pergelangan tangan) dan selain kedua hal tersebut, perlu untuk tetap menjaga hijab.[24]
2. Riwayat-riwayat yang menjelaskan ayat 60 dari Surah An-Nur, dimana dijelaskan di dalamnya kebolehan melepas jilbab (kerudung) bagi wanita lanjut usia (al-Qawa'id min al-Nisa) yang tidak ada hasrat lagi untuk menikahinya.[25] Selain dari perempuan ini, wajib bagi perempuan menutupi badan dan rambutnya.[26]
3. Riwayat-riwayat yang mempertanyakan hijab bagi para budak dan dalam jawabannya dijelaskan bahwa batasan hijab mereka lebih leluasa ruang lingkupnya.[27] Dalam riwayat-riwayat tersebut ditanyakan pengecualian (hijab bagi para budak), hal ini menunjukkan bahwa pokok yang menjadi persoalan adalah hijab, adalah sesuatu yang tidak dapat ditolak.[28]
4. Riwayat-riwayat yang menyatakan bahwa anak perempuan harus menjaga hijab sejak usia baligh dan menutup aurat dari non-mahram.[29] Dalam riwayat-riwayat ini, telah dijelaskan perlunya berhijab bagi perempuan dan anak perempuan, dan ini menunjukkan bahwa pokok persoalannhya adalah hijab, merupakan hal yang tidak dapat dibantah.[30]
Falsafah Hijab dalam Islam
Murtadha Muthahhari dan sebagian lainnya telah menyebutkan hikmah keharusan menjaga hijab syar'i, beberapa di antaranya adalah sebagai berikut:
Kedamaian Batin: Tidak adanya privasi antara pria dan wanita dan kebebasan bersosialisasi yang tidak terkendali, menyebabkan kebangkitan dan peningkatan emosi dan seksual sehingga mengubah keinginan akan seks menjadi kehausan spiritual dan hasrat yang tidak pernah terpuaskan. Di sisi lain, keinginan-keinginan yang tidak terbatas dan tak terpuaskan ini selalu tidak terpenuhi dan tersalurkan dalam arti kekurangan, hal ini dengan sendirinya akan menyebabkan gangguan jiwa dan penyakit jiwa.[31]
Kuatnya Ikatan Keluarga: Menjaga hijab perempuan dapat mempererat ikatan keluarga dan menimbulkan keintiman hubungan suami istri sebagai pusat keluarga; Karena dengan menutup aurat dan berhijab, pemenuhan seksual dicegah dari non-pasangan dan kenikmatan seksual dialihkan ke lingkungan keluarga dan ini akan mempererat ikatan antara suami dan istri.[32]
Stabilitas Masyarakat: Tidak menjaga pakaian yang layak dan kebebasan dalam hubungan antara laki-laki dan perempuan dalam masyarakat, mengalihkan kenikmatan seksual dari lingkungan rumah ke lingkungan masyarakat dan pada akhirnya akan melemahkan tenaga kerja dan aktivitas di masyarakat.[33]
Nilai dan Kehormatan Perempuan: Menurut Murtadha Muthahhari, dalam agama Islam semakin bermartabat dan suci seorang perempuan dan tidak menampakkan diri kepada laki-laki, maka semakin tinggi pula nilai dan kehormatannya.[34] Makarim Syirazi menilai tidak berjilbab adalah penyebab jatuhnya kepribadian perempuan, disebutkan ketika masyarakat menginginkan perempuan telanjang, maka sudah sewajarnya hari demi hari dia akan dituntut bersolek dan memamerkan dirinya. Dalam masyarakat yang seperti ini kepribadian perempuan tak lebih dari sekedar komoditas yang yang tidak berharga dan nilai-nilai kemanusiaannya akan terlupakan.[35]
Masalah Hijab di Iran Kontemporer
Menurut Rasul Ja'farian, di negara Iran bersamaan dengan gerakan konstitusional dan tantangan dunia baru, hijab menjadi isu yang menantang; padahal sebelumnya hanya dilihat dari sudut pandang fikih dan kewajiban syariat.[36] Selama hampir 60 tahun, terutama dari tahun 1329 S hingga 1348 S, terjadi gerakan ilmiah yang luas terkait hijab di Iran. Sebelumnya, tidak ada tulisan fikih yang secara independen yang membahas hijab di kalangan ulama Syiah;[37] namun pada periode ini, mereka banyak menulis tulisan yang membela hijab.[38]
Ridha Syah yang dipengaruhi oleh budaya barat dan perkembangan serta kemajuan yang terjadi diTurki, secara resmi mengeluarkan perintah penyingkapan hijab sebagai sebuah undang-undang pada tanggal 8 Januari 1936 M;[39] Namun setelah kepergiannya dan upaya serius dari para marja' taklid dan para ulama baik di Iran dan Irak, undang-undang kewajiban penyingkapan hijab dihapus pada tahun 1322 S.[40]
Setelah Revolusi Islam Iran, isu hijab ijbari pun mengemuka khususnya tentang pakaian perempuan yang bekerja di kantor-kantor.[41] Pada tahun 1360 S, dalam paragraf lima pasal 180 undang-undang Iran tentang pembatasan tenaga kerja lembaga pemerintah dan kementerian yang berafiliasi dengan pemerintah, tidak mengenakan hijab disebut sebagai pelanggaran.[42] Dalam penanggalan Iran, tanggal 13 Juli diperingati sebagai hari perjuangan masyarakat Masyhad menentang penyingkapan hijab, hari itu dinamakan sebagai hari kesucian dan hijab.[43]
Hijab di Berbagai Negara Islam
Hijab memiliki bentuk yang bermacam-macam di berbagai negara Islam.[44] Sebagai contoh, cadur hitam sederhana disebut sebagai hijab resmi di negara Iran.[45] Sebagian perempuan di Iran juga mengenakan cadur arab atau abaya Arab. Tentu saja pakaian jenis ini umumnya digunakan di kalangan perempuan muslimah yang tinggal di wilayah Arab.[46] Di negara India dan Pakistan, sebagaian perempuan muslimah untuk pakaian dan menjaga hijab mereka mengenakan sejenis pakaian tradisional yang disebut dupatta.[47] Daputa panjangnya sampai menutupi mata kaki dan mempunyai selendang serba guna yang besar dan panjang. pakaian ini biasanya dikenakan bersamaan dengan celana.[48] Begitu pula pakain yang umum digunakan di kalangan perempuan muslimah Indonesia adalah jubah atau pakaian longgar yang disebut dengan jilbab. Jilbab yang saat ini digunakan di Indonesia biasanya menutupi menutupi kepala dan wajah serta seluruh tubuh kecuali tangan, kepala dan leher biasanya juga ditutupi dengan kerudung dan syal.[49]
Pakaian yang umum digunakan di kalangan perempuan Afghanistan adalah burqa. Burqa adalah kain yang menutupi dari atas kepala hingga bawah, dimana pada bagian mata menggunakan semacam kain jaring untuk mengantisipasi masalah penglihatan.[50] Burqa adalah pakaian utama di kalangan perempuan Afghanistan di bawah rezim Taliban.[51]
Dikatakan bahwa sebagian perempuan muslimah di negara Lebanon mengenakan cadar hitam dengan kerudung dan sebagian lainnya mengenakan mantel panjang dengan kerudung sebagai pengganti cadar.[52]
Bibliografi
Beberapa karya telah ditulis terkait dengan hijab,[53] beberapa di antaranya adalah sebagai berikut:
●Al-Hijab fi al-Islam: Ditulis oleh Muhammad Qawam Wesynawi Qummi: Buku ini diterbitkan di Qom pada tahun 1338 S oleh Penerbit Al-Hikmah.
●Masala-e-Hijab: Karya Murtadha Muthahhari: Isi buku ini mencakup serangkaian pembahasan dan pelajaran-pelajaran yang disampaikan dalam pertemuan-pertemuan Ikatan Dokter Islam dan setelah dilakukan penyesuaian dan koreksi frasa serta penambahan beberapa isi, maka menjadi sebuah buku.[54]
●Rasail Hijabiyyah: Ditulis oleh Rasul Ja'farian. Buku ini memuat 33 risalah terkait masalah hijab dalam dua jilid buku. Pada awal buku dituliskan pendahuluan oleh penulis dengan judul “Sejarah Bidah Penyingkapan Hijab”. Ada enam lampiran di akhir buku ini.[55] Lampiran pertama dari enam lampiran tersebut adalah "Risalah Madaniyah" yang diterbitkan pada tahun 1988 dan membahas tiga tema poligami, hijab dan perceraian. Lampiran kedua dan ketiga memuat dua artikel Mujtaba Minawi dan Ali Dasyti yang mendukung penyingkapan hijab. Lampiran keempat terkait hijab dan anti hijab dalam puisi Persia dan lampiran kelima adalah bibliografi yang ditulis tentang hijab.[56]
●Hijab-e Syar'i dar Ashre Payambar: Judul sebuah buku setebal 1017 halaman yang ditulis oleh Amir Husain Tarkasyund. Karya ini telah diserahkan ke Kementerian Bimbingan Islam pada tahun 2010 M untuk mendapatkan lisensi. Namun dia tidak mendapat izin untuk menerbitkannya dan penulis mempublikasikannya melalui email dan blog pribadinya.[57] Isi buku disajikan dalam tiga bagian utama: Bagian pertama: Hijab sebelum Islam dan reaksi kaum muslimin (menurut hadis dan catatan sejarah), Bagian kedua: Hijab menurut Al-Qur'an (berdasarkan ayat-ayat Al-Qur'an) dan bagian ketiga: pembahasan-pembahasan fikih (Menelaah kesesuaian pendapat fikih dengan setandar hijab syra'i pada masa Nabi saw). Tujuan penulis melakukan penelitian ini adalah untuk menggali sejauh mana hijab syar'i pada masa Nabi, sehingga berdasarkan hal tersebut pandangan-pandangan yang tersaji saat ini terkait batasan dan setandar hijab syar'i dapat dianalisis dan dikaji.[58]
●Hijab Syenasi Chalesyha va Kavasyha e Jadid: ditulis oleh Husain Mahdi Zadeh yang diterbitkan pada tahun 2002 M. Beberapa tema dari buku ini adalah: Membiasakan dan sosialisai budaya kesucian dan hijab; Dampak sosial hijab; Patologi hijab; Hukum-hukum hijab; Keyakinan dan kepatuhan terhadap hijab; Sejarah hijab dan pakaian; hijab dalam agama-agama dan negara-negara; Hijab dan hubungannya dengan harkat dan martabat perempuan; Presentasi diri dan glamor; Keharusan dan filosofi hijab; Kualitas pakaian; Pandangan dan hukum-hukumnya.[59]
Catatan Kaki
- ↑ Muthahari, Masale-e Hejab, hlm. 15
- ↑ Makarim Syirazi, Kitab al-Nikah, jld. 1, hlm. 53; Taudhih al-Masail Jami, site sistani.org
- ↑ Makarim Syirazi, Kitab al-Nikah, jld. 1, hlm. 53
- ↑ Muasasah Dairah al-Ma'arif Fiqh Islami, Farhangg-e Feqh Farsi, jld. 2, hlm. 282
- ↑ Untuk contoh silakan lihat ke: Thabathabai Yazdi, al-'Urwah al-Wutsqa, jld. 2, hlm. 316; Sabzawari, Muhadzib al-Ahkam, jld. 5, hlm. 228
- ↑ Muthahari, Masale-e Hejab, hlm. 73; Makarim Syirazi, Tafsir Nemuneh, jld. 17, hlm. 402
- ↑ Muthahari, Masale-e Hejab, hlm. 73; Makarim Syirazi, Tafsir Nemuneh, jld. 17, hlm. 402
- ↑ Jauhari, al-Shahah, kata «حجب»; Ibnu Mandzur, Lisan al-Arab, kata «حجب»
- ↑ Hakim, Mustamsik al-'Urwah al-Wutsqa, jld. 5, hlm. 239
- ↑ Allamah Hilli, Mukhtalaf al-Syiah, jld. 2, hlm. 98; Thabathabai Yazdi, al-'Urwah al-Wutsqa, jld. 2, hlm. 317
- ↑ Untuk contoh silakan lihat ke: Sabzawari, Muhadzab al-Ahkam, jld. 5, hlm. 229; Hakim, Mustamsik al-'Urwah al-Wutsqa, jld. 5, hlm. 239
- ↑ Muasasah Dairah al-Ma'arif Fiqh Islami, Farhangg-e Feqh Farsi, jld. 2, hlm. 283
- ↑ Allamah Hilli, Mukhtalaf al-Syiah, jld. 2, hlm. 98; Najafi, Jawahir al-Kalam, jld. 29, hlm. 75; Thabathabai Yazdi, al-'Urwah al-Wutsqa, jld. 2, hlm. 317; Khu'i, Mausu'ah al-Imam al-Khu'i, jld. 32, hlm. 42
- ↑ Fadhil Miqdad, Kanz al-Irfan, jld. 2, hlm. 222
- ↑ Sabzawari, Muhadzib al-Ahkam, jld. 5, hlm. 230-238
- ↑ Wushnawi Qumi, al-Hijab fi al-Islam, hlm. 1-2; Raja'i, al-Masail al-Fiqhiyah, hlm. 13
- ↑ Mar'asyi Najafi, Minhaj al-Mu'minin, jld. 1, hlm. 143
- ↑ Thabathabai Yazdi, al-'Urwah al-Wutsqa, jld. 2, hlm. 317
- ↑ Raja'i, al-Masail al-Fiqhiyah, hlm. 46; Makarim Syirazi, Kitab al-Nikah, jld. 1, hlm. 53
- ↑ Makarim Syirazi, Kitab al-Nikah, jld. 1, hlm. 53
- ↑ Makarim Syirazi, Kitab al-Nikah, jld. 1, hlm. 53
- ↑ Makarim Syirazi, Kitab al-Nikah, jld. 1, hlm. 53
- ↑ Hur 'Amili, Wasail al-Syiah, jld. 20, hlm. 201-202
- ↑ Makarim Syirazi, Kitab al-Nikah, jld. 1, hlm. 55
- ↑ Hur 'Amili, Wasail al-Syiah, jld. 20, hlm. 201-202; Subhani, Nizham al-Nikah fi al-Syariah al-Islamiyah al-Gharra, jld. 1, hlm. 67-68
- ↑ Makarim Syirazi, Kitab al-Nikah, jld. 1, hlm. 55
- ↑ Hur 'Amili, Wasail al-Syiah, jld. 20, hlm. 207
- ↑ Makarim Syirazi, Kitab al-Nikah, jld. 1, hlm. 55
- ↑ Hur 'Amili, Wasail al-Syiah, jld. 228-229
- ↑ Makarim Syirazi, Kitab al-Nikah, jld. 1, hlm. 56
- ↑ Muthahari, Masale-e Hejab, hlm. 77-80; Makarim Syirazi, Tafsir Nemuneh, jld. 14, hlm. 443
- ↑ Muthahari, Masale-e Hejab, hlm. 81
- ↑ Muthahari, Masale-e Hejab, hlm. 84
- ↑ Muthahari, Masale-e Hejab, hlm. 86
- ↑ Makarim Syirazi, Tafsir Nemuneh, jld. 14, hlm. 445-446
- ↑ Ja'fariyan, Dastan-e Hejab dar Iran Pisy az Enqelab, hlm. 11-12
- ↑ Ja'fariyan, Rasail Hijabiyah, jld. 1, hlm. 36
- ↑ Ja'fariyan, Rasail Hijabiyah, jld. 1, hlm. 30-31
- ↑ Hikmat, Si-e Khatere-e az Ashr-e Farkhandeh Pahlavi, hlm. 90; Hairi, Ruzsyemar-e Syamsi, hlm. 713
- ↑ Ja'fariyan, Rasail Hijabiyah, jld. 1, hlm. 36
- ↑ Tarikhce-e HEjab dar Iran; az Piruzi-e Enqelab-e Eslami ta Payan-e Jangg-e Tahmili, site farsnews.ir
- ↑ Sir-e Tashvib-e Qanun-e Hejab va Ifaf dar Iran, site tasnimnews.com
- ↑ Be Munasebat-e Bist va Yekum-e Tir Mah Salruz-e Qiyam-e Mardum-e Masyhad alaihi Kasyf-e Hejab, kementrian kebudayaan dan pendidikan islami
- ↑ Anva-e Hejab dar Kesyvarha-e Musalman, site mashreghnews.ir
- ↑ Cadur dar Farhangg-e Eslami, site mashar.hajj.ir
- ↑ Anva-e Hejab dar Kesyvarha-e Musalman, site mashreghnews.ir
- ↑ Anva-e Hejab dar Kesyvarha-e Musalman, site mashreghnews.ir
- ↑ For Pakistani women, dupattas are more than a fashion statement, site latimes.com
- ↑ Anva-e Hejab dar Kesyvarha-e Musalman, site mashreghnews.ir
- ↑ Burqa Pusyesy-e Sunati-e Zanan-e Afgan ba Davami 10 Saleh, site farsnews.ir
- ↑ Taliban Istifadeh az Barqa ra Baraye Zanan Ijbari Kard, site farsnews.ir
- ↑ Hejab-e Lubnani (Hame ciz Darbare-e Hejab dar Kesyvar-e Lubnan, site hejabkhorshid.com
- ↑ Sa'id Zadeh, Ketab Syenasi-e Hejab
- ↑ Muthahari, Masale-e Hejab, hlm. 13
- ↑ Ja'fariyan, Rasail Hijabiyah, jld. 1, hlm. 19-20
- ↑ Ja'fariyan, Rasail Hijabiyah, jld. 1, hlm. 20
- ↑ Ketab-e Hejab-e Syar'i dar Ashre Peyambar, site 3danat.ir
- ↑ Tarkasyund, Hejab dar Ashre Peyambar, hlm. 7-8
- ↑ Taulid-e Narm Afzar-e "Hijab Syenasi Chalesyha va Kavasyha e Jadid", site iqna.ir
Daftar Pustaka
- Ketab-e Hejab-e Syar'i dar Ashre Peyambar. Site 3danat.ir, diakes 10 Syahrivar 1402 S
- Hejab-e Lubnani (Hame ciz Darbare-e Hejab dar Kesyvar-e Lubnan. Site hejabkhorshid.com, diakses 21 Aban 1400 S, dilihat 4 Syahrivar 1402 S
- Taulid-e Narm Afzar-e "Hijab Syenasi Chalesyha va Kavasyha e Jadid". Site iqna.ir, diakses 26 Mehr 13990 S, dilihat 4 Meher 1402 S
- Cadur dar Farhangg-e Eslami. Site mashar.hajj.ir, diakses 9 Meher 1399 S, dilihat 3 Syahrivar 1402 S
- Burqa Pusyesy-e Sunati-e Zanan-e Afgan ba Davami 10 Saleh. Site farsnews.ir, diakses 13 Syahrivar 1392 S, dilihat 3 Syahrivar 1402 S
- Taliban Istifadeh az Barqa ra Baraye Zanan Ijbari Kard. Site farsnews.ir, diakses 17 Urdibehest 1401 S, dilihat 3 Syahrivar 1402 S
- For Pakistani women, dupattas are more than a fashion statement. Site latimes.com, diakses 23 Februari 2010, dilihat 16 Juli 2023
- Anva-e Hejab dar Kesyvarha-e Musalman. Site mashreghnews.ir, diakses 21 Tier 1395 S, dilihat 2 Syahrivar 1402 S
- Allamah Hilli, Hasan bin Yusuf. Mukhtalaf al-Syiah. Qom: Yayasan al-Nashr al-Islami, 1413 HS
- Fadhil Miqdad, Miqdad bin Abdullah. Kanz al-Irfan fi Fiqh al-Quran. Teheran: Penerbit Murtadhawi, 1373 S
- Hakim, Sayid Muhsin. Mustamsik 'Urwah al-Wutsqa. Beirut: Dar Ihya al-Turats al-Arabi, cet. 4, 1391 HS
- Hur 'Amili, Muhammad bin Hasan. Wasail al-Syiah. Qom: Yayasan Alulbait, 1412 HS
- Ibnu Mandzur, Jamaluddin. Lisan al-Arab. Beirut: Dar Shadir, 1414 HS
- Jauhari, Abu Nashr. al-Shahah: Taj al-Lughah wa Shahah al-Arabiyah. Riset: Ahmad Abdul Ghafur Atha. Beirut: Dar al-Ilm li al-Malayin, cet. 4 1407 HS
- Khu'i, Sayid Abul Qasim. Mausu'ah al-Imam al-Khu'i. Najaf: Yayasan al-Khu'i al-Imamiyah, tanpa tahun
- Makarim Syirazi, Nashir. Kitab al-Nikah. Qom: Madrasah al-Imam Ali bin Abi Thalib (as), cet. 1, 1424 HS
- Makarim Syirazi, Nashir. Tafsir Nemuneh. Qom: Dar al-Kutub al-Islamiah, 1374 S
- Mar'asyi Najafi, Sayid Shahabuddin. Minhaj al-Mu'min. Perpustakaan umum Ayatullah Mar'asyi Najafi, 1406 HS
- Muthahari, Murtadha. Masale-e Hejab. Qom: Penerbit Shadra, cet. 73, 1386 S
- Najafi, Muhammad Hasan. Jawahir al-Kalam. Beirut: Dar al-Ihya al-Turats al-Arabi, cet. 7, 1362 S
- Raja'i, Sayid Muhammad. al-Masail al-Fiqhiyah. Qom: Penerbit Mehr, 1421 HS
- Sabzawari, Sayid Abdul A'la. Muhadzab al-Ahkam. Qom: Dar al-Tafsir, tanpa tahun
- Sa'id Zadeh, Muhsin. Ketab Syenasi-e Hejab. Majalah Peyam-e Zan, vol. 8, Aban 1371 S
- Subhani, Ja'far. Nizham al-Nikah fi Syari'ah al-Islamiyah al-Ghara. Qom: Yayasan Imam Shadiq (as) 1416 HS
- Tarkasyund. Hejab dar Ashre Peyambar. Tanpa penerbit, 1389 S
- Thabathabai Yazdi, Sayid Muhammad Kazhim. al-'Urwah al-Wutsqa. Qom: Yayasan al-Nashr al-Islami, cet. 1, 1419 HS
- Wushnawi Qumi, Muhammad Qiwam. al-Hijab fi al-Islam. Qom: Penerbit al-Hikmah, 1379 HS
- Yayasan Dairah al-Ma'arif al-Fiqh al-Islami. Farhangg-e Feqh Farsi. Qom: Yayasan Dairah al-Ma'arif al-Fiqh al-Islami, 1387 S