Salat Jamaah

Prioritas: a, Kualitas: b
Dari wikishia
(Dialihkan dari Salat jamaah)

Furu'uddin

Salat

Wajib: Salat JumatSalat IdSalat AyatSalat Mayit


Ibadah-ibadah lainnya
PuasaKhumusZakatHajiJihadAmar Makruf dan Nahi MungkarTawalliTabarri


Hukum-hukum bersuci
WudhuMandiTayammumNajasatMuthahhirat


Hukum-hukum Perdata
PengacaraWasiatGaransiJaminanWarisan


Hukum-hukum Keluarga
PerkawinanPerkawinan TemporerPoligamiTalakMaharMenyusuiJimakKenikmatanMahram


Hukum-hukum Yudisial
Putusan HakimBatasan-batasan hukumKisas


Hukum-hukum Ekonomi
Jual Beli (penjualan)SewaKreditRibaPinjaman


Hukum-hukum Lain
HijabSedekahNazarTaklidMakanan dan MinumanWakaf


Pranala Terkait
BalighFikihHukum-hukum SyariatBuku Panduan Fatwa-fatwaWajibHaramMustahabMubahMakruhDua Kalimat Syahadat

Salat jamaah (bahasa Arab: صلاة الجماعة) adalah ibadah salat yang dilakukan secara bersama-sama dan merupakan salah satu ibadah yang memiliki keutamaan dalam agama Islam. Dalam salat jamaah, seorang yang berdiri di depan dan orang-orang lain mengikutinya disebut dengan Imam dan orang-orang yang mengikuti dan berjamaah kepadanya disebut dengan makmum.

Menurut sebagian fukaha, permulaan diwajibkannya salat adalah dalam bentuk berjamaah dan dilakukan pertama kali oleh Nabi saw dan Imam Ali as. Dalam beberapa riwayat dikatakan bahwa satu salat jamaah lebih utama daripada dua puluh lima kali salat yang dikerjakan sendirian (furada). Melaksanakan salat berjamaah khususnya bagi orang yang bertetangga dengan masjid sangat dianjurkan.

Menurut pandangan Syiah, melakukan salat secara berjamaah hukumnya mustahab dan hanya salat-salat seperti salat harian (yaumiyah), salat ayat, salat id, salat mayit dan salat jamaah yang dibenarkan untuk dilakukan secara berjamaah. Menurut pendapat masyhur fukaha Syiah, pelaksanaan salat-salat sunnah selain salat Istisqa dengan berjamaah tidak boleh. Ahlusunnah menunaikan salat Tarawih dengan berjamaah, namun Syiah membid'ahkannya.

Definisi

Salat jamaah adalah salat yang dilakukan secara berkelompok. Dalam salat ini, imam berdiri di depan dan para makmum mengikutinya. Salat jamaah terealisasi minimal dengan dua orang, yaitu imam dan satu makmum.[1].

Urgensitas

Salat jamaah termasuk sunnah yang ditekankan dalam agama Islam.[2] Berdasarkan riwayat-riwayat, meninggalkan salat jamaah tanpa ada uzur dan halangan termasuk dari faktor-faktor tidak diterimanya salat dan merupakan bentuk meremehkan salat dan itu sama saja dengan meremehkan Allah. [3]

Di dalam Al-Qur'an tidak ada isyarat secara langsung mengenai salat jamaah, namun fukaha pada bab Keutamaan salat jamaah mengisyaratkan pada ayat «وَ أَقیمُوا الصَّلاةَ وَ آتُوا الزَّکاةَ وَ ارْکعُوا مَعَ الرَّاکعین»[4][5] Sebegian ahli tafsir meyakini bahwa ruku' secara berkelompok dalam ayat di atas merupakan kiasan tentang salat berjamaah.[6] Demikian juga sebagian ensiklopedia hadis Syiah mengkhususkan satu bab untuk keutamaan salat berjamaah dan hukum-hukumnya.[7]

Ayatullah Burujerdi dengan bersandar pada beberapa riwayat meyakini bahwa salat dalam Islam pada mulanya diwajibkan dalam bentuk salat jamaah.[8] Pada awal masa kenabian Nabi Muhammad saw, salat diselengggarakan secara berjamaah dengan diimami oleh Rasulullah saw, dan Imam Ali as satu-satunya makmum laki-laki dan Sayidah Khadijah[9] satu-satunya makmum perempuan.[10] Setelah itu Jakfar al-Thayyar bergabung dengan mereka.[11]

Hikmah Pensyariatan Salat Jamaah

Berdasarkan riwayat yang dinukil dari Imam Ridha as, alasan pensyariatan salat jamaah adalah untuk menampakkan Islam, tauhid dan ikhlas di tengah-tengah masyarakat.[12] Dalam kitab 'Ilal al-Syarayi diriwayatkan dari Imam Shadiq as bahwa Allah mensyariatkan salat jamaah supaya orang-orang yang mengerjakan salat bisa dibedakan dari orang-orang yang tidak mengerjakannya, dan diketahui pula siapa yang menjaga waktu-waktu salat dan siapa yang tidak menjaganya. Juga diriwayatkan bahwa jika salat jamaah tidak ada, maka tak seorang pun bisa memberikan kesaksian baik berkenaan dengan orang lain.[13]

Keutamaan

Banyak pahala dan keutamaan-keutamaan yang dijelaskan untuk salat jamaah. Diriwayatkan dari Rasulullah saw bahwa semakin banyak jumlah para jamaah yang hadir dalam salat jamaah maka semakin disukai oleh Allah swt [14] dan pahalanya semakin banyak: Jika makmumnya satu orang maka keutamaan salat 150 kali lipat dan jika makmumnya dua orang 600 kali lipat dan jika makmumnya 9 orang lebih pahala salat semacam ini tidak ada yang tahu kecuali Allah swt. [15]

Dalam beberapa riwayat juga dijelaskan bahwa satu salat berjamaah lebih utama daripada 25 salat sendirian[16] dan pahala sekali salat berjamaah setara dengan empat puluh tahun salat furada (salat sendirian) di rumah.[17] Fadhilah atau keutamaan salat jamaah dengan dipimpin oleh seorang imam yang alim dan berpengetahuan, seperti salat yang diimami oleh Nabi Muhammad saw.[18]

Pengaruh-Pengaruh

Berdasarkan beberapa riwayat, salat jamaah dapat menjauhkan dari kemunafikan [19], penyebab diampuninya dosa-dosa [20] penyebab diterimanya doa,[21]memudahkan dalam menanggung beratnya hari kiamat dan penyebab masuk ke surga. [22] sebuah solusi untuk mendapatkan keridhoan Tuhan dan malaikat [23] dan seseorang yang ikut serta dalam salat jamaah, dapat memberikan syafa'at kepada orang lain.[24]

Diriwayatkan juga dari Nabi Muhammad saw bahwa barang siapa yang bergerak menuju masjid, maka dari setiap langkah yang ia tempuh, akan ditulis dalam buku amalnya seribu kebaikan dan akan diberikan kepadanya 70 ribu derajat dan apabila ia meninggal dalam keadaan ini, Allah swt akan menugaskan 70 ribu malaikat untuk menziarahi kuburannnya dan para malaikat akan menemaninya dalam kesendiriannya hingga ia dibangkitkan dari kuburan itu. [25]

Hukum-Hukum

Fukaha Syiah meyakini bahwa ikut serta dalam salat berjamaah adalah sunnah muakkad (yang ditekankan).[26]Pelaksaan salat Subuh, Maghrib dan Isya' secara berjamaah lebih ditekankan lagi.[27] Demikian juga bergabung dalam salat jamaah bagi tetangga-tetangga masjid lebih ditekankan.[28] Dan syarat sahnya salat Jumat adalah dilaksanakan secara berjamaah.[29]Pengikut mazhab Hanbali dan sebagian pengikut mazhab Hanafi dari Ahlusunnah meyakini bahwa salat jamaah hukumnya wajib Aini.[30] Sekelompok pengikut mazhab Syafii berkeyakinan bahwa salat jamaah bagi kaum lelaki pada selain safar hukumnya adalah wajib kifayah.[31]

Pelaksanaan Salat-Salat Sunnah Secara Berjamaah

Salat Jamaah di Masjidil Haram, Mekah.

Menurut fukaha Syiah, pelaksanaan salat-salat sunnah secara berjamaah selain salat Istisqa'(meminta hujan) tidak dibolehkan.[32] Pun demikian, beberapa fukaha Syiah berpendapat bahwa pelaksanaan salat Idul Fitri dan salat Idul Adha pada masa kegaiban hukumnya mustahab.[33] Berdasarkan pandangan masyhur fukaha Syiah, salat Idul Fitri dan salat Idul Adha, baik hukumnya wajib maupun mustahab, harus dilaksanakan secara berjamaah.[34] Pemilik buku al-Hadaiq menisbatkan kepada sebagian fukaha Syiah seperti Abu Shalah Halabi dan Syahid Awal bahwa pelaksanaan salat Ghadir secara berjamaah dibolehkan. Bahrani mengharamkan pelaksanaan salat ini secara berjamaah.[35] Sebaliknya, mayoritas fukaha Ahlusunnah membolehkan pelaksanaan seluruh salat-salat mustahab seperti salat Tarawih secara berjamaah.[36]Mazhab Maliki dan Hanafi meyakini kemakruhan pelaksanaan sebagian salat-salat Nawafil pada selain salat-salat mustahab bulan Ramadan dan juga salat Ayat.[37] Menurut fukaha Syiah, pelaksanaan salat Tarawih secara berjamaah adalah bid'ah.[38]

Syarat Imam Jamaah

Berdasarkan fikih Islam, imam jamaah harus berakal [39], balig [40], mukmin (Syiah 12 Imam) [41] dan adil.[42] Selain itu dia harus merupakan anak halal (bukan anak haram) [43] dan bacaan salatnya harus benar.[44] Jika semua atau sebagian dari makmum adalah laki-laki, maka imam jamahnya harus laki-laki.[45] Menurut pendapat masyhur, diperbolehkan imaman seorang perempuan untuk perempuan jika memenuhi syarat-syarat imam jamaah. [46] Jika para makmum salat dalam keadaan berdiri maka Imam Jamaah juga harus salat dengan berdiri.[47]

Berjamaah Kepada Ahlusunnah

Salah satu syarat imam jamaah adalah seorang mukmin, yaitu Syiah yang mayakini dua belas Imam.[48] Oleh karenanya, fukaha Syiah berdasarkan beberapa riwayat[49] tidak membenarkan berjamaah kepada imam jamaah Ahlusunnah.[50] Namun berjamaah kepada Ahlusunnah dalam kondisi tertentu, misalnya dalam kondisi Taqiyah, masih kontroversial. Imam Khomaini dan beberapa fukaha tidak mempermasalahkan mengikuti dan berjamaah kepada Ahlusunnah[51], dan sebagian fukaha lagi mensyaratkan pengulangan salat atau tidak mengikuti dan membaca surah al-Fatihah dan surah sendiri.[52] Perbedaan pendapat ini diyakini muncul dari adanya kontradiksi diantara beberapa riwayat terkait kondisi-kondisi tertentu.[53]

Keikutsertaan Wanita dalam Salat Jamaah

Berdasarkan beberapa riwayat, lebih baik bagi para wanita untuk melaksanakan salat di rumah daripada di masjid. Dalam riwayat-riwayat ini disebutkan bahwa sebaik-baik masjid bagi mereka adalah rumah mereka sendiri[54] dan pahala salat sendiriannya wanita di rumah sama dengan salat jamaah.[55] Sekelompok fukaha Syiah dengan bersandar pada riwayat-riwayat tersebut menyakini bahwa salat sendiriannya mereka di rumah hukumnya mustahab dan lebih utama daripada salat mereka di masjid.[56]sekelompok lagi dari mereka meyakini bahwa riwayat-riwayat tersebut berkaitan khusus dengan kondisi tertentu dan salat mereka di masjid dengan menjaga hijab mereka adalah lebih utama.[57]Kelompok ini berdalilkan riawayat-riwayat yang menunjukkan keikutsertaan para wanita dalam salat jamaah Nabi saw.[58]

Hukum-Hukum Lain

  • Makmum dalam selain bacaan Al-Fatihah dan surah pada rakaat pertama dan kedua, harus membaca sendiri dzikir-dzikir salat yang lain.[59]
  • Makmum harus mengikuti perbuatan-perbuatan imam jamaah dan tidak boleh melakukan perbuatan rukun apapun sebelum imam jamaah.[60]
  • Tempat salat Imam Jamaah tidak boleh lebih tinggi dari tempat makmum,[61] oleh sebab itu biasanya di masjid, lantai mihrab dibuat lebih rendah.
  • Antara Imam dan makmum dan begitu juga shaf-shaf tidak ada penghalang seperti hordeng atau tembok, tetapi memasang kain penutup antara barisan shaf laki-laki dan perempuan tidak masalah.[62]
  • Imam Ratib salat jamaah[catatan 1] lebih utama menjadi imam daripada orang lain.[63]
  • Jarak Imam dan makmum dan jarak antara barisan shaf-shaf tidak terlalu jauh.
  • Wanita boleh menjadi imam jamaah jika makmumnya hanya terdiri dari kalangan wanita.[64]

Adab-Adab Salat Jamaah

Salat jamaah memiliki adab-adab, hal-hal yang mustahab dan yang makruh. Diantara hal-hal yang mustahab adalah:

  • Berdirinya orang-orang yang bertakwa dan alim di barisan pertama.[65]
  • Beridirinya makmum di sebelah kanan belakang imam jamaah.[66]
  • Imam jamaah memperhatikan kondisi makmum yang lemah fisiknya dan tidak memperlama salatnya.[67]
  • Makmum bangkit berdiri tatkala mendengar «قد قامت الصلاة».[68]
  • Makmum membaca «الحمدلله رب العالمین» saat imam selesai membaca surah Al-Fatihah.[69]

Diantara hal-hal yang makruh dalam salat jamaah adalah: makmum berdiri sendirian dalam satu shaf, melaksanakan salat Nafilah setelah diserukan «قد قامت الصلاة», seorang yang hadir (tidak bepergian) berjamaah kepada musafir (orang yang dalam kondisi bepergian) atau sebaliknya pada salat-salat yang terdiri dari empat rakaat[70] dan makmum mengeraskan suara dzikir-dzikir salatnya sedemikian rupa sehingga imam jamaah dapat mendengarnya.[71]

Catatan

  1. Yaitu seseorang yang senantiasa menjadi imam jamaah di masjid atau tempat-tempat lain

Catatan Kaki

  1. Syekh Shaduq, Man La Yahduruhu al-Faqih, jld. 1, hlm. 374; Ibnu Idris, al-Sarair
  2. Naraqi, Mustanad al-Syiah, jld. 8, hlm. 8; Hurr Amili, Wasail al-Syiah, jld.8, hlm. 285
  3. Hur al-Amili, Wasail al-Syiah, jld.8, hlm.295.
  4. QS. Al-Baqarah: 43
  5. Syekh Shaduq, Man La Yahduruhu al-Faqih, jld. 1, hlm. 375
  6. Kasyani, Zubdah al-Tafasir, jld. 1, hlm. 139; Mulla Sadra, Tafsir al-Quran al-Karim, jld. 3, hlm. 255
  7. Sebagai contoh lihat: Kulaini, al-Kafi, jld. 3, hlm. 371-387; Syekh Shaduq, Man La Yahduruhu al-Faqih, jld. 1, hlm. 375-409
  8. Burujerdi, Qible-e Sitr wa Satir wa Makani Mushalli, jld. 2, hlm. 84
  9. Ibnu Astir, Jami' al-Ushul, jld. 3, hlm. 414
  10. Isytihardi, Taqrir Bahts al-Sayyid al-Burujerdi, jld. 2, hlm. 84
  11. Majlisi, Bihar al-Anwar, jld. 85, hlm. 3
  12. Hurr Amili, Wasail al-Syiah, jld. 8, hlm. 278
  13. Syekh Shaduq, 'Ilal al-Syarayi, jld. 2, hlm. 325
  14. Ibnu Hanbal, Musnad Ibnu Hanbal, jld.5, hlm.140.
  15. Majlisi, Bihar al-Anwar, jld.85, hlm.15.
  16. Syekh Thusi, Tahdib al-Ahkam, jld. 3, hlm. 265; Kulaini, al-Kafi, jld. 3, hlm. 373
  17. Nuri, Mustadrak al-Wasail, jld.6, hlm.446.
  18. Majlisi, Bihar al-Anwar, jld.88, hlm.119.
  19. Nuri, Mustadrak al-Wasail, jld.6, hlm.449.
  20. Shaduq, Tsawab al-A'mal, hlm.37.
  21. Majlisi, Bihar al-Anwar, jld. 88, 4
  22. Hur al-Amili, Wasail al-Syiah, jld.5, hlm.372.
  23. Shaduq, Tsawab al-A'mal, hlm.37.
  24. Nuri, Mustadrak al-Wasail, jld.6, hlm.449.
  25. Majlisi, Bihar al-Anwar, jld. 85, hlm. 434.
  26. Naraqi, Mustanad al-Syiah, jld. 8, hlm. 11-12; Ibn Idris, al-Sarair, jld. 1, hlm. 277
  27. Yazdi Thabathabai, al-Urwah al-Wutsqa, jld. 1, hlm. 761
  28. Yazdi Thabathabai, al-Urwah al-Wutsqa, jld. 1, hlm. 761
  29. Moshili, al-Ikhtiyar li Ta'lil al-Mukhtar, jld. 1, hlm. 83; Bahuti Hanbali, Kasysyaf al-Qanna', jld. 1, hlm. 552-553; Yazdi Thabathabai, al-Urwah al-Wutsqa, jld. 1, hlm. 763
  30. Ibnu Atsir, Jami' al-Ushul, jld. 5, hlm. 564-566
  31. Khatib Syarbini, Mughni al-Muhtaj, jld. 1, hlm. 229-230
  32. Muhaqqiq Hilli, al-Mu'tabar, jld. 2, hlm. 415
  33. Yazdi Thabathabai, al-Urwah al-Wutsqa, jld. 1, hlm. 765; Imam Khumaini, Taudhih al-Masail, hlm. 234
  34. Syekh Shaduq, al-Muqni', hlm. 149; Naraqi, Mustanad al-Syiah, jld. 6, hlm. 6
  35. Bahrani, al-Hadaiq al-Nadhirah, jld. 11, hlm. 87
  36. Jaziri, Kitab al-Fikh ala al-Madzahib al-Arba'ah, jld. 1, hlm. 370-371.
  37. Jaziri, Kitab al-Fikh ala al-Madzahib al-Arba'ah, jld. 1, hlm. 370.
  38. Syekh Thusi, al-Khilaf, jld. 1, hlm. 528
  39. Najafi, Jawahir al-Kalam, jld. 13, hlm. 323.
  40. Najafi, Jawahir al-Kalam, jld. 13, hlm. 325.
  41. Najafi, Jawahir al-Kalam, jld. 13, hlm. 273-275.
  42. Najafi, Jawahir al-Kalam, jld. 13, hlm. 275.
  43. Najafi, Jawahir al-Kalam, jld. 13, hlm. 324.
  44. Yazdi Thabathabai, al-Urwah al-Wutsqa, jld. 1, hlm. 198
  45. Najafi, Jawahir al-Kalam, jld. 13, hlm. 336-337.
  46. Najafi, Jawahir al-Kalam, jld. 13, hlm. 337
  47. Yazdi Thabathabai, al-Urwah al-Wutsqa, jld. 1, hlm. 798.
  48. Najafi, Jawahir al-Kalam, hlm. 273-275
  49. Nuri, Mustadrak al-Wasail, jld. 8, hlm. 309, jld. 8, hlm. 312
  50. Syekh Thusi, al-Khilaf, jld. 1, hlm. 549; Muhaqqiq Hilli, al-Mu'tabar, jld. 2, hlm. 432
  51. Imam Khomaini, al-Rasail al-Asyariah, hlm. 63-64
  52. Naraqi, Mustanad al-Syiah, jld. 8, hlm. 53-54
  53. Kamali Ardakani, Barresi Fiqhi Iqtida-ye be Ahli Tasannun dar Haramain Syarifain
  54. Syekh Shaduq, Man La Yahduruhu al-Faqih, jld. 1, hlm. 374
  55. Hurr Amili, Wasail al-Syiah, jld. 5, hlm. 237
  56. Sebagi contoh lihatlah: Allamah Hilli, Tadzkirah al-Fuqaha, jld. 4, hlm. 238
  57. Imam Khomaini, Taudhih al-Msail, hlm. 142, masalah no. 894
  58. Sebagai contoh lihatlah: Hurr Amili, Wasail al-Syiah, jld. 8, hlm. 343
  59. Imam Khomaini, Taudhih al-Masail, hlm. 226, masalah no. 1461
  60. Yazdi Thabathabai, al-Urwah al-Wutsqa, jld. 1, hlm. 785
  61. Syekh Shaduq, Man La Yahduruhu al-Faqih, jld. 1, hlm. 388; Yazdi Thabathabi, al-Urwah al-Wutsqa, jld. 1, hlm. 777
  62. Yazdi Thabathabai, al-Urwah al-Wutsqa, jld. 1, hlm. 777-784.
  63. Bahrani, al-Hadaiq al-Nadhirah, jld. 11, hlm. 197; Najafi, Jawahir al-Kalam, jld. 13, hlm. 348
  64. Ibnu Idris, al-Sarair, jld. 1, hlm. 281
  65. Yazdi Thabathabai, al-Urwah al-Wutsqa, jld. 1, hlm. 804
  66. Yazdi Thabathabi, al-Urwah al-Wutsqa, jld. 1, hlm. 803
  67. Yazdi Thabathabi,al-Urwah al-Wutsqa, jld. 1, hlm. 804
  68. Yazdi Thabathabi, al-Urwah al-Wutsqa, jld. 1, hlm. 804
  69. Yazdi Thabathabi, al-Urwah al-Wutsqa, jld. 1, hlm. 804
  70. Yazdi Thabathabi,, al-Urwah al-Wutsqa, jld. 1, hlm. 805
  71. Imam Khomaini, Taudhih a-Masail, hlm. 229, masalah no. 149

Daftar Pustaka

  • Allamah Hilli, Hasan bin Yusuf. Tadzkirah al-Fuqaha. Qom: Muassasah Al al-Bait, 1414 H.
  • Bahrani, Yusuf bin Ahmad. Al-Hadāiq al-Nādhirah fi Ahkām al-Itrah al-Thāhirah. Riset: Muhammad Taqi Irawani, Sayid Abdul Razaq Muqarram. Daftar Intisyarat Islami, 1405 H.
  • Bahuti Hanbali, Mansur Yunus. Kasysyāf al-Qannā' an al-Iqna'. Editor: Muhammad Hasan Syafi'i. Beirut: tanpa tempat, 1418 H.
  • Burujerdi, Husain. Qeble-e Sitr wa Sātir wa Makane Mushalli. Ditranskripsi oleh Ali Panoh Isytihardi. Qom: Muassasah al-Nasyr al-Islami, 1416 H.
  • Hur Amili, Muhammad bin Hasan. Wasāil al-Syiah. Qom: Muassasah Al al-Bait li Ihya' al-Turats, 1409 H.
  • Ibnu Atsir al-Jazri, Mubarak bin Muhammad. Jami' al-Ushul fi Ahadits al-Rasul. Editor: Abdul Qadir Arnauth. Beirut: dar bin al-Atsir, 1403 H.
  • Ibnu Hanbal, Ahmad bin Muhammad. Musnad Ahmad bin Hanbal. Beirut: Dar Shadir, tanpa tehun.
  • Ibnu Idris Hilli, Muhammad bin Manshur. Al-Sarāir al-Hawi li Tahrir al-Fatawi. Qom: Kantor Perbit Islami terikat dengan Jami'ah Mudarrisin Hauzah Ilmiah Qom, 1410 H.
  • Imam Khomaini, Sayid Ruhullah. Al-Rasāil al-Asyarah. Teheran: Muassasah Tanzhim wa Nasyr Atsar Imam Khomaini, 1387 HS/1429 H.
  • Isfahani, Muhammad Husain. Buhutsun fi al-Fiqh. Qom: Kantor Penerbit Islmai terikat dengan Jami'ah Mudarrisin Hauzah Qom, 1367 HS/1409 H.
  • Jaziri, Abdurahman. Kitab al-Fiqh al-Madzāhib al-Arba'ah. Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiah, cet. II, 1424 H.
  • Kamali Ardakani, Hamid. Barresi Fiqhi Iqtida' be Ahlisunnat dar Haramain Syarifain. Majalah Miqot Haji, vol. 98, musim dingin 1395 HS.
  • Khatib Syarbini, Muhammd Ahmad. Mughni al-Muhtāj ila Ma'rifah Ma'āni al-Fādz al-Minhāj. Dikomentari oleh Juwaili bin Ibrahim Syafi'i. Beirut: Dar al-Fikr, tanpa tahun.
  • Kulaini, Muhammad. Al-Kāfi. Editor: Ali Akbar Ghaffari dan Muhammad Akhundi. Teheran: Dar al-Kutub al-Islamiah, 1407 H.
  • Moshili, Abul Fadhl Abdullah bin Mahmud. Al-Ikhtiyār li Ta'lil al-Mukhtār. Dikomentari oleh Mahmud Abu Daqiqah. Istnabul: tanpa tempat, 1984.
  • Muhaqqiq Hilli, Ja'far bin Hasan. Al-Mu'tabar fi Syarkhi al-Mukhtashar. Riset: Muhammad Ali Haidari dan Sayid Mahdi Syamsuddin Murtadhawi dan Sayid Ali Musawi. Qom: Muassasah Sayyid al-Syuhada, 1407 H.
  • Mulla Shadra, Muhamamd bin Ibrahim. Tafsir Al-Qur'an al-Karim. Editor: Muhammad Khajawi. Qom: Bidar, 1366 HS.
  • Najafi, Muhammad Hasan. Jawāhir al-Kalām fi Syarhi Syarāyi' al-Islam. Beirut: Dar Ihya al-Turats al-Arabi, 1404 H.
  • Naraqi, Ahmad bin Muhamad Mahdi. Mustanad al-Syiah fi Ahkām al-Syari'ah. Qom: Muassasah Al al-Bait, 1415 H.
  • Nuri, Mirza Husain. Mustadrak al-Wasāil. Qom: Muassasah Al al-Bait li Ihya' al-Turats, 1408 H.
  • Syekh Shaduq, MUhammad bin Ali. Ilal al-Syarāyi'. Qom: Kitabfurusyi Dawari, 1385 HS.
  • Syekh Shaduq, Muhammad bin Ali. Man la Yahduruhu al-Faqih. Editor: Ali Akbar Ghaffari. Qom: Kantor Penerbit Islami terikat dengan Jamiah Mudarrisi Hauzah Ilmiah Qom, 1413 H.
  • Syekh Shaduq, Muhammad bin Ali. Tsawāb al-A'māl. Qom: Dar al-Syarif, 1406 H.
  • Syekh Shaduq, Muhammad bin Hasan. Al-Mabsuth fi Fiqh al-Imamiyah. Editor: Muhammad Taqi Kasyfi. Teheran: Murtadhawiyah, 1387 HS.
  • Syekh Shaduq, Muhammad bin Hasan. Tahdzib al-Ahkām. Editor: Hasan Musawi Khurasan. Teheran: Dar al-Kutub al-Islamiah, 1407 H.
  • Syekh Thusi, Muhammad bin Hasan. Al-Khilāf. Qom: Dartare Intisyarat Islami, 1407 H.
  • Yazdi Thabthabai, Sayid Muhammad Kadzim. Al-Urwah al-Wutsqa. Beirut: Muassasah A'lami, 1409 H
  • Zuhaili, Wahbah Musthafa. Al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu. Damaskus: Dar al-Fikr, tanpa tahun.

Pranala Luar