Muhammad Baqir al-Majlisi

Prioritas: a, Kualitas: a
Dari wikishia
(Dialihkan dari Majlisi)
Muhammad Baqir al-Majlisi
Lukisan Muhammad Baqir al-Majlisi oleh salah satu pelukis kontemporernya
Lukisan Muhammad Baqir al-Majlisi oleh salah satu pelukis kontemporernya
Informasi Pribadi
Nama LengkapMuhammad Baqir bin Muhammad Taqi bin Al-Maqsud Ali al- Majlisi
Terkenal denganMajlisi al-Tsani
LakabAllamah Majlisi
Lahir1037 H/1628
Tempat lahirIsfahan, Iran
Tempat tinggalIsfahan
Wafat/Syahadah1110 H/1699
Tempat dimakamkanIsfahan
Kerabat termasyhurMuhammad Taqi Majlisi (ayah) • Mulla Shaleh Mazandarani (saudara ipar)
Informasi ilmiah
Guru-guruMuhammad Taqi Majlisi • Mulla Shaleh Mazandarani • Faidh Kasyani • Sayid Ali Khan Madani • Mulla Khalil Qazwini • dll
Murid-muridAfandi Isfahani • Sayid Ni'matullah al-Jazairi • Mulla Muhammad Rafi' Ghilani • Mir Muhammad Husain Khatun Abadi • dll
Ijazah Riwayat dariSyekh Hur Amili • Faidh Kasyani • Mulla Shaleh Mazandarani
Karya-karyaBihar al-AnwarMirātul UqulHilyatul MuttaqinAinul HayātJalāu al-'Uyun' •dll
Kegiatan Sosial dan Politik
SosialHakim dan Syekhul Islam pada era Shafawiyah


Muhammad Baqir bin Muhammad Taqi bin al-Maqsud Ali al-Majlisi (bahasa Arab: محمد باقر بن محمد تقی بن المقصود علی المجلسي) terkenal dengan al-Allamah al-Majlisi (العلامة المجلسي) atau al-Majlisi al-Tsani (المجلسي الثاني) (L. 1037 H/1628 - W. 1110 H/1699 adalah termasuk salah seorang fakih dan muhaddis tersohor Syiah pada abad ke-11 H. Allamah Majlisi dari berbagai bidang ilmu-ilmu Islam yang lebih ia gemari dari semua itu adalah penulisan hadis dan dia dekat dengan kelompok Akhbari. Buku terkenalnya adalah kumpulan hadis dengan volume besar dengan nama Bihar al-Anwar. Ia memiliki peran menonjol dalam menghidupkan kedudukan hadis dalam ilmu keagamaan.

Dia dengan mendidik para murid dan karya-karyanya yang cukup berbilang yang hampir kesemuanya ditulis dalam bahasa Persia dan disajikan untuk masyarakat umum, sangat berpengaruh bagi budaya Syiah dan metode ilmiah para ulama yang datang setelahnya.

Karena kerjasamanya dengan penguasa dinasti Shafawiyah dan peran politik dan sosialnya yang menonjol di zaman itu, ia sangat terkenal. Pada masa kesultanan Syah Sulaiman Shafawi ia menggapai kedudukan dan maqam "Syekhul Islam" dan pada masa Sultan Husain Shafawi menjadi seorang ulama yang memiliki pengaruh.

Kelahiran dan Keturunan

Majlisi lahir pada tahun 1037 H/1628 di kota Isfahan, Iran. [1] Kelahirannya bertepatan dengan masa akhir kekuasaan Syah Abbas Shafawi Pertama. Ayahnya Muhammad Taqi Majlisi yang terkenal dengan Majlisi Awwal termasuk tokoh terkemuka, mujtahid ternama di masanya dan termasuk salah satu dari murid-murid Syekh Bahai, Mulla Abdullah Syusytari dan Mirdamad. Ibunya adalah putri Sadruddin Muhammad Asyurai Qummi, termasuk keluarga yang berilmu dan memiliki keutamaan. [2] Dia mempunyai 3 istri yang dari mereka semua mendapatkan keturunan 4 anak laki-laki dan 5 anak perempuan. [3]

Keluarga Majlisi

Keluarga ini masyhur dengan nama "Majlisi" karena kekeknya memiliki majelis-majelis yang penuh semangat atau karena ketulusan Majlisi dalam menyampaikan kandungan syair-syair kakeknya.[4] Menurut kutipan lain, karena Muhammad Taqi tinggal dan hidup di sebuah desa bernama Majlis, kota Isfahan, maka keluarga ini populer dengan nama Majlisi. [5]

Leluhur keluarga Majlisi adalah Hafidz Abu Na'im Esfahani, tergolong ahli hadis (muhadits) dan seorang hafidz Al-Qur'an [6] Kakek Muhammad Baqir, Mulla Maqsud juga merupakan seorang penyair, pujangga dan memiliki keutamaan.[7] Nenek dari pihak ayahnya adalah putri Kamaluddin Syekh Hasan Amili Natanzi Esfahani. Muhadits Nuri memuji saudara-saudara Majlisi, Mirza Azizullah dan Mulla Abdullah. Dan Aminah Beigem, saudara perempuan Majlisi yang paling terkenal adalah istri Mulla Shaleh Mazandarani dan dia adalah cendekiawan wanita di masanya. [8]

Para Guru dan Para Murid

Mengenai jenjang pendidikan Muhammad Baqir Majlisi tidak didapatkan keterangan yang begitu jelas. Namun sepertinya dia lebih banyak berada di bawah didikan ayahnya Muhammad Taqi Majlisi (W. 1070 H/1660). Mengingat bahwa ayahnya termasuk dari murid Syekh Bahai, maka dapat dikatakan bahwa pengaruh pemikiran-pemikiran Syekh Bahai tersalurkan kepada Allamah Majlisi melalui ayahnya, Muhammad Taqi Majlisi. [9]Selain itu, Muhammad Baqir Majlisi banyak mendengar hadis dari para ulama pada masanya dan dari mereka mendapatkan ijazah untuk meriwayatkan hadis. Di antara mereka ini yang paling penting adalah Mulla Shaleh Mazandarani (W. 1081 H/1670), Mulla Muhsin Faidh Kasyani (W. 1091 H/1681) dan Syekh Hur Amili (W. 1104 H/1690). Beberapa referensi-referensi telah menyebutkan 18 orang dari para dosennya.[10]

Muhammad Baqir Majlisi banyak memiliki murid dan perkumpulan-perkumpulan majelis ta'lim. Sebagian referensi menyebutkan bahwa murid-muridnya yang hadir di tempat perkumpulan pengajarannya mencapai seribu orang.[11] Sebagian dari kalangan murid-murid Allamah telah terdidik menjadi ulama Syiah yang terkenal yang mana diantaranya adalah Mirza Abdullah Afandi Isfahani (wafat: 1130 H/1718 M), Sayid Ni'matullah Jazairi (W. 1112 H/1700), Syekh Abdullah Bahrani (W. 1127 H/1715), Muhammad bin Ali Ardabili (W. 1101 H/1690), Mir Muhammad Husain Khatun Abadi (W. 1151 H/1738) dan Sayid Abul Qasim Khansari (W. 1124 H/1712). [12]

Kedudukan dan Kepentingan Ilmiahnya

Allamah Majlisi memiliki keahlian di berbagai keilmuan Islam, seperti tafsir, hadis, fikih, Ushul fikih, sejarah, ilmu rijal (ilmu hadis yang membahas tengtang keadaan perawi hadis) dan ilmu dirayah (ilmu hadis yang meneliti tentang sanad hadis). Ia juga menulis buku-buku dan karya-karyanya di bidang-bidang tersebut. Ia seorang penulis yang sangat sibuk dan berdasarkan sebagian perhitungan, dia selama kehidupan ilmiahnya (setelah baligh) rata-rata setiap harinya ia menulis 67 baris yang mana setiap barisnya terdiri dari 50 kata.[13]

Bihar al-Anwar dan Karya-karya Hadis Lainnya

Allamah Majlisi lebih gemar menulis kumpulan-kumpulan hadis. Dan di antara buku-bukunya, Bihar al-Anwar yang merupakan sekumpulan besar dari hadis-hadis imam-imam Syiah, lebih terkenal dari semuanya. Kembali pada teks-teks hadis dan pengumpulan kompilasi hadis dan juga penjelasan buku-buku hadis orang-orang terdahulu, adalah sebuah gerakan yang marak di masa Shafawiyah dan akarnya kembali pada usaha dan upaya para ulama Syiah untuk menjawab tuntutan-tuntutan keyakinan pada masa itu. Penulisan buku Bihar al-Anwar juga termasuk bagian dari perhatian ulama pada masa itu secara umum kepada hadis dan penulisannya.[14]

Bihar al-Anwar mencakup semua keilmuan manusia yang tercermin dari perkataan-perkataan para imam dan memerankan peranan sebuah ensiklopedia Syiah pada masanya. Para ulama zaman itu termasuk Allamah Majlisi memandang bahwa semua ilmu memiliki akar Ilahi dan jejak-jejak semua itu dapat ditemukan pada dan dalam ucapan para imam as. Oleh karena itu, beliau menulis sebuah karya semacam ini.[15]

Rekonstruksi hadis Syiah adalah sebuah usaha untuk dapat diaksesnya pemikiran otentik agama (yang mana hal itu sebelum dari segalanya telah mengkristal dalam hadis-hadis para imam) oleh siapa saja dan penyediaan sebuah diktat yang menanggapi pertanyaan-pertanyaan orang-orang Syiah dan membuat mereka mandiri dari berurusan dengan berbagai bidang dan ilmu-ilmu yang menyimpang seperti filsafat dan mistisisme.[16] Dari sinilah kinerja Allamah majlisi yang menulis kumpulan-kumpulan hadis Syiah dinilai sebagai tindakan yang memperkuat madzhab Syiah dan dia dikenang sebagai seorang ulama yang menghidupkan madzhab Syiah.[17]

Disebutkan, kompilasi karya Allamah Majlisi yang berbahasa Arab berjumlah sepuluh judul dan buku Bihar al-Anwar adalah buku yang paling berkapasitas tinggi kira-kira 700 ribu baris dan dalam salah satu cetakannya berjumlah 110 jilid. Allamah Majlisi juga menulis buku-buku yang menjelaskan kompilasi hadis-hadis klasik Syiah dan dalam penjelasan itu berbagai pembahasan hukum fikih dan selainnya diulas dan diteliti. Dia menulis sebuah buku yang menjelaskan buku al-Kafi dan kemudian buku itu diberi nama Miratul Uqul. Begitu juga dia menulis buku penjelasan hadis atas buku Tahdzib al-Ahkam karya Syekh Thusi dan diberi nama Maladz al-Akhyar fi Fahm Tahdzib al-Akhbar]]. Karya-karya lainnya Allamah Majlisi adalah sebagai berikut Syarh Cehel Hadits (syarah empat puluh hadis), al-Fawaid al-Tharifah fi Syarh al-Shahifah dar Syarh Shahifah Sajjadiah, Risalah I'tiqad, Risalah Auzan dan buku al-Wajizah fi al-Rijal. [18]

Karya Tulis Bahasa Persia

Allamah Majlisi banyak menulis berbagai buku-buku dan artikel-artikel dalam bahasa Persia dan jumlahnya hingga mencapai 49 buku dan artikel. Penulisan artikel dalam bahasa Persia dilakukan dengan tujuan memarakkan ilmu-ilmu agama di kalangan masyarakat umum dan merupakan sebuah angan-angan yang sejak dulu dimulai sebelum Allamah Majlisi, namun karya-karya Majlisi mendapatkan ketenaran yang lebih ketimbang yang lain dan juga disambut hangat oleh para penutur bahasa Persia.[19]

Diantara karya-karya Persia Muhammad Baqir Majlisi yang dapat ditunjukkan adalah sebagai berikut:[20]

Buku Hilyatu al-Muttaqin
  • Ainul Hayāt sebuah buku yang menjelaskan tentang wasiat Nabi Muhammad saw kepada Abu Dzar yang mencakup nasehat-nasehat moral dan hikmah.
  • Misykāt al-Anwār dalam bidang Al-Qur'an dan doa, keutamaan membaca dan pahalanya.
  • Hayāt al-Qulub tentang perjalanan sirah para Nabi, kehidupan Nabi Besar Islam dan berkaitan dengan Imamah.
  • Jalāu al-'Uyun dalam bidang sejarah dan musibah-musibah 14 Maksum as.
  • Hilyatul Muttaqin tentang tata cara bermasyarakat dan sunah-sunah keseharian, baik secara peribadi atau sosial.
  • Haqqul Yaqin tentang keyakinan-keyakinan.
  • Tuhafat al-Zair tentang ziarah-ziarah kepada Nabi saw dan para Imam Maksum.

Pemikiran Agama

Kecenderungan pada Hadis

Allamah Majlisi hidup pada masa dimana kecenderungan pada hadis dan juga Kecenderungan pada Akhbarisme ketika itu sedang marak di kalangan ulama Syiah. Dia juga lebih dari yang lainnya bergantung pada ilmu-ilmu naql, terutama hadits dan ia meyakini bahwa hadis para Imam Syiah adalah paling pentingnya sumber dan referensi untuk menimba pengetahuan-pengetahuan agama dan perintah-perintah agama dan terhadap ilmu-ilmu Islam lainnya, terutama ilmu-ilmu filsafat dan intelektual lebih unggul. Dalam pemikiran Allamah Majlisi dan kebanyakan para ahli hadis lainnya yang sezaman dengannya, hadis para imam bukan saja menjadi satu-satunya sumber pengambilan segala ilmu yang dibutuhkan untuk kebahagiaan akhirat dan petunjuk manusia bahkan termasuk sumber otoritatif dan urgen dalam segala bidang ilmu dan pengetahuan manusia. [21]

Akhbarisme atau Ushulisme

Dengan adanya kecenderungan kepada Hadis, sebagian besar dari ulama dan cendikiawan Islam, menganggapnya sebagai ulama Akhbari yang moderat, sebagaimana ia menamakan alirannya dengan "Thariq Wustha" (jalan tengah) sebagai metode para Mujtahid dan Akhbari. [22]

Para cendikiawan dan ulama yang tidak meyakini Allamah sebagai Akhbari, membawakan dalil bahwa dengan meneliti karya-karya Allamah Majlisi akan ditemukan beberapa pertentangannya dengan sebagian pemikiran-pemikiran dan metode-metode Akhbari. Jika Allamah Majlisi adalah seorang yang beraliran Akhbari, mengapa tidak menolak secara global validitas akal dan di tempat yang lain dari karya-karyanya ia meyakini bahwa untuk memahami prinsip-prinsip agama kita harus menggunakan metode pendekatan rasional melalui pengetahuan teoritis dan dalam beberapa kasus Allamah menganalisis dan menginterpretasi beberapa hadis dengan menggunakan argumen rasional dan bahasa serta istilah-istilah filsafat.[23] Bertentangan dengan kelompok Akhbari, Allamah Majlisi juga meyakini ilmu rijal dan melakukan penulisan buku dalam ilmu rijal, dia meyakini kehujjahan zahir Al-Qur'an, kebalikan dari metode pemikiran kelompok Akhbari dia tidak meyakini kehaharaman menggunakan hal-hal yang dalil tentang kehalalannya belum jelas dan dalam hal ini ia mengamalkan kaidah ibahah (kemubahan).[24]

Di hadapan pandangan ini, sebagian dari beberapa penulis dengan bersandar pada sebagian dari pandangan Allamah Majlisi yang serasi dengan pandangan kelompok Akhbari telah menggolongkannya sebagai salah satu dari pengikut Akhbarisme dan mengatakan, "Allamah Majlisi tidak meyakini kevaliditasian akal dan dia menganggap bahwa jalan utama dan bahkan satu-satunya jalan untuk sampai pada pengetahuan-pengetahuan agama bahkan dalam ushuluddin harus merujuk kepada perkataan para imam". Allamah Majlisi juga sama seperti kelompok Akhbari lainnya yang meyakini bahwa pemahaman Al-Qur'an hanya dapat dicerna dengan melewati jalan hadis para imam. Menurutnya dalil utama dalam syariat adalah sunah dan ketika terjadi pertentangan antara dalil akal dan tekstual (naql) maka dalil naql lebih diutamakan.[25]

Ketidakvalidan Akal Dalam Pengetahuan Agama

Allama Majlisi menentang rasionalisme filosofis dan mengkritik beberapa pendapat para filsuf dalam karya-karyanya. Dia menyalahkan para filsuf Muslim karena mengikuti orang-orang Yunani dan meninggalkan Al-Qur'an dan riwayat-riwayat Islam. Allameh Majlisi menganggap bahwa penggunaan akal hanya diizinkan jika pencapaian akal itu konsisten dengan prinsip-prinsip agama.[26]

Dalam karyanya, ia mengkritik pandangan para filsuf Muslim dan memandang beberapa pandangan ini bertangan dengan hal-hal yang darurat dalam agama (dharuriyat ad-Din). Kepercayaan pada kebaharuan alam semesta dari sisi masa, materialitas para malaikat, materialitas mi'raj dan ma'ad jasmani adalah di antara pendapat Majlisi yang menentang para filsuf. Allamah Majlisi dalam pendapat ini, telah mendasarkan pandangannya pada riwayat-riwayat dan menyangkal penentangan pemikiran para filsuf terhadap riwayat-riwayat.[27] Gagasan-gagasannya kemudian ditentang oleh beberapa pakar filsuf Islam, misalnya, Allamah Thabathabai, yang memprotes gagasan Allamah Majlisi, ia menyadari kontradiksi dan menilai masuknya Allama Majlisi ke dalam kajian rasional yang mendalam sebagai sebuah kesalahan darinya.[28]

Meskipun Allamah Majlisi sendiri memiliki argumen rasional dan filosofis dalam beberapa karyanya, ia menyangkal penggunaan alasan rasional ketika ia memeriksa jalan menuju pengetahuan tentang prinsip-prinsip agama. Menurut Allamah, karena kesalahan-kesalahan nalar, maka tidak diperbolehkan mengutipnya dalam urusan agama. Dia percaya pada beberapa karyanya untuk membenarkan dalil-dalil naqli dalam menerima prinsip-prinsip agama (ushuluddin). Pandangan ini bertentangan dengan pendapat kebanyakan cendekiawan Muslim yang menganggap cara menerima prinsip-prinsip agama adalah akal.[29]

Beroposisi dengan Shufisme

Allamah seperti sebagian para fakih lainnya pada masa itu, ia juga melakukan pengkritikan terhadap metode Shufisme yang ia tuang dalam tulisan-tulisannya dan ia menilai bahwa pemikiran-pemikiran dan tradisi-tradisi mereka bertentangan dengan ajaran-ajaran para imam Syiah.[30] ketidakpatuhan terhadap hukum-hukum agama, pemarakan tradisi-tradisi adat dan ritual yang tidak syari seperti lingkaran dzikir dan pendengaran nyanyian Ilahi dan interpretasi yang berorientasi kebatinan terhadap agama teks-teks agama ini semua adalah diantara hal-hal yang dikritik langsung oleh Allamah Majlisi dalam tindakan dan pemikiran Shufisme.[31]

Sebagaimana yang dapat ditarik kesimpulan dari sebagian tulisan-tulisan Allamah Majlisi dan ditekankan pada sebagian tulisan beberapa penulis kontemporer, Allamah tidak menentang praktek pelatihan dan penyucian diri, jika hal itu dilakukan dengan menjaga adab-adab agama dan menggabungkan antara yang zahir dan batin dan permasalahan utama dalam pandangannya adalah kepatuhan terhadap hukum-hukum syariat. Oleh karena itu, ia meyakini bahwa sebagian ulama Syiah seperti Syekh Shafiuddin Ardabili, Sayid Ali bin Thawus, Ibnu Fhad Hilli, Syahid Tsani, Syekh Bahai dan ayahnya Muhammad Taqi Majlisi adalah para Shufi madzhab Imamiyah dan memuji mereka (dan ia membedakan antara para Shufi Syiah dan para Shufi pengikut Ahlusunnah) dan diapun dalam karya-karyanya telah mulai mengetengahkan penafsiran-penafsiran irfani dari hadis-hadis para imam. [32]

Majlisi pada Jabatan Syekhul Islam

Pusara Allamah Majlisi di Isfahan (bapak dan anak)

Allamah Majlisi dari tahun 1098 pada masa Syah Sulaiman Shafawi di usianya yang ke 61 menggapai kedudukan dan maqam "Syekhul Islam". Setelah kematian penguasa ini dan pada masa penggantinya, Sultan Husain, Majlisi ditetapkan pada jabatannya sebagai "Syekhul Islam".[33] Syekhul Islam pada masa Shafawiyah selain bertugas menerima dan mengambil perpajakan Islam, juga mengontrol penerapan hukum-hukum syariat dan pengadilan serta mengurus urusan sekolah-sekolah dan masjid-masjid dan juga tempat-tempat ziarah dan menetapkan siapa yang akan menjadi para imam Jum'at dan permasalahan-permasalahan keagamaan negara lainnya.[34]

Kritikan-kritikan terhadap Allamah

Tindakan-tindakan Allamah Majlisi pada jabatan Syekhul Islamnya pada masa Sultan Husain Shafawi mendapatkan pelbagai reaksi dan pertentangan dari pelbagai cendikiawan dan sejarawan. Sekelompok dari sejarawan selain mengatakan bahwa Allamah memiliki kekuatan yang besar pada tahun-tahun kekuasaaan Sultan Husain, dia juga digambarkan sebagai seorang faqih yang fanatik yang menindas dan menyakiti kelompok-kelompok mazhab kecil. Pada priode ini para pengusa Shafawi lebih dari sebelumnya telah dekat dengan para fakih Syiah dan mengangkat serta mendukung kekuatan mereka dalam menghadapi kelompok-kelompok madzhab lainnya seperti Sufisme atau Hukama dan Falasifah. [35]

Wafat

Akhirnya Muhammad Baqir Majlisi meninggal dunia di usianya yang ke 73 (sesuai dengan tanggalan Hijriah) pada malam ke-27 bulan suci Ramadhan, tahun 1110 H/, di kota Isfahan. [36] Agha Jamal Khansari yang melaksanakan salat jenazah di atasnya. [37] Sesuai wasiatnya, ia dikuburkan di serambi Masjid Jami' Isfahan dan di sisi makam ayahnya.

Catatan Kaki

  1. Amin, A'yānu al-Syiah, jld. 9, hlm. 182; Mudarris TabriziRaihānatu al-Adab, jld. 5, hlm. 196.
  2. Tehrani,al-Dzari'ah, jld. 1, hlm. 151.; Bihārul Anwār,jld. 102, hlm. 105.
  3. Kermansyahi,Mirātu al-Ahwāl jahān nemā, hlm. 122; Bihārul Anwār,jld. 102, hlm. 105-143.
  4. Majlisi, Bihar al-Anwar, jld.102, hlm. 105
  5. Khadamāt Allamah Majlisi , hlm. 50.
  6. Amin, A'yānu al-Syiah, jld. 9, hlm. 192; Khansari, Raudhāt al-Jannāt, jld. 2, hlm. 119.
  7. Bihārul Anwār, jld. 102, hlm. 105.
  8. Afandi, Riyādh al-Ulam'ā,jld. 5, hlm. 407; Tharimi, Allamah Majlisi, hlm.13.
  9. Tharimi, Allamah Majlisi, hlm.14.
  10. Majlisi, Bihārul Anwār, jld. 102, hlm. 76-83.
  11. Qummi, al-Kuna wa al-Alqab, jld.3, hlm. 147; Majlisi,Bihārul Anwār, jld. 102, hlm. 13.
  12. Untuk daftar murid-murid Allamah, lihat: Balaghi, Syarh Ahwal Allamah Majlisi, hlm.24-28.
  13. Tharimi, Allamah Majlisi, hlm.119-120.
  14. Lihat: Tharimi, Allamah Majlisi, hlm.70-71.
  15. Ja'fariyan, Bihar al-Anwar az zaviyeh Negah daeratu al--Ma'arifi, hlm.28-30.
  16. Ja'fariyan, Bihar al-Anwar az zaviyeh Negah daeratu al-Ma'arifi, hlm.36-37.
  17. Amin, A'yan al-Syiah, jld.9, hlm.183.
  18. Lihat: Tharimi, Allamah Majlisi, hlm.122-129; Balaghi, Syarh Ahwal Allamah Majlisi, hlm.35.
  19. Lihat: Tharimi, Allamah Majlisi, hlm.89-95.
  20. Lihat: 'A'yan al-Syiah, jld.9, hlm.183; Balaghi, Syarh Ahwal Allamah Majlisi, hlm.35-40.
  21. Lihat: Tharimi, Allamah Majlisi, hlm.170-175.
  22. Behesyti, Akhbarigari, hlm.148.
  23. Nashiri, Allamah Majlisi wa Naqd Didgahha-ye Falsafi, hlm.82-83.
  24. Behesyti, Akhbarigari, hlm.149-152; Fiqhi Zadeh, Allamah Majlisi wa fahme Hadits, hlm.245-249.
  25. Kadivar, Aql wa Din az Negahe Muhaddits wa Hakim, hlm.18-23.
  26. Tharimi, Allamah Majlisi, hlm. 203; Nashiri, Allamah Majlisi wa Naqd Didgah-haye Falsafi, hlm. 74-77
  27. Nashiri, Allamah Majlisi wa Naqd Didgah-haye Falsafi, hlm. 86-95
  28. Nashiri, Allamah Majlisi wa Naqd Didgah-haye Falsafi, hlm. 79
  29. Kadivar, Aql wa Din az Didgahe Muhaddis wa Hakim, hlm. 44; Nashiri, Allamah Majlisi wa Naqd Didgah-haye Falsafi, hlm. 82-86
  30. Ja'fariyan, Shafawiyeh dar Ashre Din, Siyasat wa Farhang, jld.2, hlm.589-590.
  31. Tharimi, Allamah Majlisi, hlm.218-219.
  32. Ja'fariyan, Shafawiyeh dar Ashre Din, Siyasat wa Farhang, jld.2, hlm.589-590; Tharimi, Allamah Majlisi, hlm.238-242.
  33. Tharimi, Allamah Majlisi, hlm.17.
  34. Fiqhi Zadeh, Allamah Majlisi wa fahme Hadits, hlm.252.
  35. Matteh, Zavale Sahfavieh va Sughute Esfahan, hlm.311.
  36. Al-Kuna wal Alqāb, jld.3, hlm. 149
  37. Raudhati, hlm.61.

Daftar Pustaka

  • Amin Amili, Sayid Muhsin. A'yān al-Syiah. Beirut: Dar al-Ta'āruf lilmathbu'āt.
  • Tehrani, Agha Bujurg. Al-Dzari'ah. Beirut: Dar al-Adwa', 1403 H.
  • Majlisi, Muhammad Baqir. Bihārul Anwār. Beirut: Muassasah al-Wafa', tahun 1403 H.
  • Mudarris, Muhammad Ali. Raihānatu al-Adab Fi Tarajumi al-Ma'rufin bi al-Kunyat aw al-Alqab. Tehran: Khayyam, 1369 HS.
  • Afandi, Abdullah bin 'Isya. Riyādh al-Ulama wa Hiyādh al-Fudhala. Qom: Khayyām, tanpa tahun.
  • Kermansyahi, Agha Ahmad. Mirāt al-Ahwāl Jahān nemā. Qom: Anshariyan, 1403 H.
  • Tankabani, Mirza Muhammad. Qashasu al-Ulama.
  • Qommi, Abbas. Al-Kuna wa al-Alqāb. Teheran: Shadr.
  • Bahrani, Yusuf bin Ahmad, Lu'lu'u al-Bahrain .
  • Majlisi, Muhammad Baqir. Ainul Hayāt. Qom: Jamiah al-Mudarrisin.
  • Khansari, Muhammad Baqir. Raudhāt al-Jannāt Fi Ahwal al-Ulam'ā Wa al-Sādāt. Qom: Esmailiyan.
  • Nuri, Mirza Husain. Mustadrak al-Wasāil. Beirut: Alul Bait, 1425 H.